َ َعلى،ان
ان َالأكمل ه
َ َوالصلاةَ َوالسلامَ َالأتم ه،َلل َالَمَوَجَوَ هَد َأَزَلَا َوَأَبَدَا َ َبهلَا َمَكَان
َاَلَحَمَدَ َ ه
َ َأشهدَ َأنَ َلا َإهلهَ َإهلا، َوعلى َآ هل هَه َوصح هب هَه َومنَ َت هبعهمَ َبه هإحسان،س هي هدنا َمحمدَ َس هي هَد َول هَد َعدنان
.ََلاَن هبيََبعده،َوأشهدََأنََس هيدناَمحمداَعبدهََورسوله،اللََوحدهََلاَش هريكََله
َ:لَفهيََمحك هَمَ هكتابه هَه
َيَالق هدي هَرَالقائه ه
َ للَالع هل ه
ََف هإنهيَأو هصيكمََونف هسيََبهتقوىَا ه،َأماَبعد
َات َبهغي هَر َما َاكتسبوا َفق هَد َاحتملوا َبهتانا َو هإثما َم هبينا
َ وال هذينَ َيؤَذونَ َالمؤ هم هنينَ َوالمؤ همن ه
َ )85َ:(الأحزاب
Hadits ini menyebut perbuatan mencaci seorang Muslim sebagai kefasikan karena
ia tergolong dosa besar.
1
engkau termasuk orang yang pantas mendapat laknat Allah. Melaknat seorang
muslim hukumnya dosa besar.
Mencaci dan melaknat saudara sesama Muslim bukanlah sifat sesorang Mukmin
yang sempurna imannya sebagaimana ditegaskan Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam:
ََش َولا َالب هذيَ هَء َ(رواهَ َأحمدَ َوال هتر هم هذي
َ اح ه
ان َولا َالف ه
َان َولا َاللع ه
َليسَ َالَمَؤ همنَ َبهالطع ه
َ )وغيرهما
Maknanya: “Seorang Mukmin yang sempurna imannya bukanlah seorang pencaci,
pelaknat, bukan pula orang yang berkata kejiَ dan kotor” (HR Ahmad, at-Tirmidzi
dan lain-lain)
Bahkan dalam hadits lain, Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
tegas bersabda:
)َاري
اسَمنََتركهََالناسََأوََودعهََالناسََا َتهقاءََفح هش هَهَ(رواهََالبخ ه
َ هإنََشرََالن ه
Maknanya: “Sesungguhnya termasuk manusia yang paling buruk adalah
seseorang yang ditinggalkan orang lain karena takut akan perkataan keji dan
kotornya” (HR al-Bukhari)
Sebaliknya, Mukmin yang baik adalah seorang mukmin yang orang lain selamat
dari gangguan lidah dan tangannya. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
)المس هلمََمنََس هلمََالمس هلمونََ همنََلهسانه هَهَوي هدههََ(متفقََعلي هَه
Maknanya: “Muslim yang sempurna imannya adalah seseorang yang orang
Muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya” (Muttafaqun ‘alaih)
Sahabat Nabi yang lain, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu suatu ketika bertanya
kepada Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apakah kita akan dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang kita bicarakan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam lalu bertanya balik:
ََاخ هر ههمَ َهَإلَا َحصائهدَ َأل هسن هت ههمَ؟ َ(رَوَاه
ار َعَلَى َوجو هه ههمَ َأَوَ َعلى َمن ه
َوهلَ َيكبَ َالناسَ َفهيَ َالن ه
)َال هَتـرَ هَم هَذي
Maknanya: “Adakah sesuatu yang menjerumuskan manusia ke neraka lebih
banyak daripada perkataan yang diucapkan lidah-lidah mereka?” (HR at-Tirmidzi)
Jika baik dan bermanfaat, kita katakan atau kita tulis. Jika tidak ada manfaatnya
atau bahkan berpotensi menimbulkan keburukan, kekacauan dan
kesalahpahaman, maka lebih baik diam. Jika ada manfaat di satu sisi, namun ada
pula mudaratnya di sisi yang lain, maka kita mengikuti prinsip: mencegah
mafsadah lebih didahulukan daripada menarik maslahah. Saring sebelum sharing.
Tidak setiap yang terpikir, kita ucapkan. Tidak setiap kejadian kita komentari.
Jangan mengomentari sesuatu yang kita tidak ada ilmu tentangnya. Alih-alih
komentar kita menyelesaikan masalah, justru malah menambah dan
memperuncing masalah.
Ingat, setiap apa yang kita ucapkan, lakukan dan yakini akan kita
pertanggungjawabkan kelak di akhirat. Allah ta’ala berfirman:
َ )42َ:يهمََوأرجلهمََبهماَكانواَيعملونََ(النور
يومََتَشهدََعلي ههمََأل هسنتهمََوأي هد ه
4
Maknanya: “Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas
)mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan” (QS an-Nur: 24
Khutbah II
Ustadz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan
Ketua BidangَPeribadatanَ& Hukum, PD Dewan Masjid Indonesia Kab. Mojokerto
5
6