KESADARAN PAJAK
KELOMPOK X
DISUSUN OLEH :
JURUSAN AKUNTANSI
STEI
2019
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Permasalahan yang dihadapi DJP saat ini adalah masih rendahnya kesadaran perpajakan
para wajib pajak secara khusus, mauoun masyarakat Indonesia secara umum. Data menunjukkan
bahwa baru 11% masyarakat Indonesia yang sudah terdaftar sebagai wajib pajak, baru 5% yang
sudah melaporkan SPT, serta baru 0,1% masyarakat yang sudah membayar pajak. Karena itu,
diperlukan pola yang sistematis untuk mengubah perilaku masyarakat agar sadar dan taat pajak,
yaitu melalui pendidikan. Kesadaran pajak perlu ditanamkan dalam pendidikan melalui inklusi
dalam materi pembelajaran maupun kegiatan kemahasiswaan, seperti memberikan pembekalan
kesadaran pajak kepada mahasiswa peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan pada saat kuliah
umum penyambutan mahasiswa baru.
Gerakan sadar pajak akan mencapai titiknya pada 30-40 tahun mendatang dimana pajak
sudah menjadi kebutuhan bagi setiap warga negara. Aspek perpajakan sudah sudah terintegrasi
dengan baik dalam system kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keadilan dan
kesejahteraan rakyat sudah terwujud dengan pengelolaan APBN yang akuntabel dan tepat
sasaran.
PRAKTIK PEMUNGUTAN PAJAK DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari pajak sudah menjadi tuntutan yang harus
dibayar, misalnya pada saat melakukan transaksi jual beli barang kepada pihak ketiga yang
menjadi wajib pajak. Jika kita makan di restoran siap saji, saat melakukan pembayaran kitapun
sudah ikut membayar pajak sesuai dengan tariff yang sudah ditentukan, dan pajak itu disebut
pajak restoran.
Pajak yang kita bayar kepada negara, secara tidak langsung hasilnya dapat kita nikmati
dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari pembangunan jalan raya, adanya sarana transportasi, dan
sarana penunjang umum lainnya. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari pajak sudah menjadi
kewajiban kita kepada negara untuk membayarnya sesuai dengan tarif atau ketentuan yang
berlaku sesuai UU atau keputusan pemerintah.
Dari perspektif ekonomi, pajak dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor
privat kepada sektor public. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak
menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam
menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya
kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa public yang merupakan
kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, dalam perspektif hukum pajak merupakan suatu perikatan yang timbul
karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk
menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, dan negara mempunyai kekuatan
untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan
pemerintahan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan
undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, bagi fiskus sebagai pengumpul
pajak maupun bagi wajib pajak sebagai pembayar pajak (Soemitro,1988)
Dari pemikiran diatas, dapat disimpulkan pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
yang dipungut berdasarkan undang-undang, dapat dipaksakan, dan tidak mendapatkan balas jasa
secara langsung, serta digunakan untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif
untuk mencapai kesejahteraan umum. Unsur-unsur yang terdapat dalam pajak, antara lain :
1. Retribusi, adalah iuran rakyat yang disetorkan melalui kas Negara atas dasar
pembangunan tertentu dari jasa atau barang milik negara yang digunakan oleh orang-
orang tertentu. Jadi, retribusi tidak terdapat unsur paksaan, pembayaran tergantung pada
kemauan si pembayar, dan tidak selalu bergantung pada undang-undang, serta
berhubungan dengan imbalan jasa secara langsung. Misalnya, pembayaran listrik dan
pembayaran abonemen air minum.
2. Cukai, adalah iuran rakyat atas pemakaian barang-barang tertentu, misalnya minyak
tanah, bensin, minuman keras, rokok, atau tembakau.
3. Bea masuk, adalah bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang dimasukkan
kedalam daerah pabean Indonesia untuk dikonsumsi di dalam negeri. Sementara itu, bea
keluar adalah bea yang dikenakan atas barang-barang yang akan dikeluarkan dari wilayah
pabean Indonesia dengan maksud barang tersebut akan diekspor ke luar negeri.
4. Sumbangan, adalah iuran orang-orang atau golongan orang tertentu yang harus diberikan
kepada negara untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran negara yang sifatnya tidak
memberikan prestasi kepada umum, dan pengeluarannya tidak dapat diambil dari kas
negara. Sumbangan bersifat sukarela, jumlah sumbangan tidak mengikat dan tidak harus
berupa uang, tetapi dapat berupa barang.
PENGGOLONGAN PAJAK MENURUT PEMUNGUTNYA
Pajak dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pajak pusat dan pajak daerah.
Pajak pusat merupakan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, yang terdiri dari pajak-pajak
sebagai berikut:
1. Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Negara yang dikenakan terhadap setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
2. Pajak pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Merupakan
pajak yang dikenakan atas setiap pertmabahan nilai dari barang atau jasa dalam
perederannya dari produsen ke konsumen.
3. Bea Materai, merupakan pajak atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut
di tanda tangani oleh pihak pihak yang berkepentingan.
4. Pajak Bumi dan Bangunan, merupakan pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan
karena adanya keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi
perorangan atau suatu badan.
5. Pajak Ekspor, merupakan pajak yang dikenakan pemerintah pada kegiatan-kegiatan
ekspor.
6. Bea Masuk, merupakan pungutan negara berdasarkan undang undang yang dikenakan
terhadap barang yang memasuki daerah pabean.
7. Cukai, merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang barang tertentu yang
memiliki karakteristik tertentu antara lain; konsumsinya perlu dikendalikan dan
peredarannya perlu diawasi.
Sedangkan pajak daerah adalah pajak yang dikelola pemerintah daerah tingkat provinsi atau
kabupaten. Berikut jenis-jenis pajak daerah:
Pajak memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam
pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai
semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Pajak mempunyai beberapa fungsi,
yaitu sebagai berikut :
Sampai sekarang kesadaran masyarakat membayar pajak masih belum mencapai tingkat
sebagaimana yang diharapkan. Umumnya masyarakat masih sinis dan kurang percaya terhadap
keberadaan pajak karena masih merasa sama dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering
mengalami kesulitan, ketidak mengertian masyarakat apa dan bagaimana pajak dan ribet
menghitung dan melaporkannya. Namun masih ada upaya yang dapat dilakukan sehingga
masyarakat sadar sepenuhnya untuk membayar pajak dan ini bukan sesuatu yang mustahil
terjadi. Ketika masyarakat memiliki kesadaran maka membayar pajak akan dilakukan secara
sukarela bukan keterpaksaan.
Salah satu ciri negara maju adalah jika kesadaran masyarakat membayar pajak tinggi,
mendekati 100 persen Seandainya dari 50 juta yang belum bayar pajak, sudah membayar
kewajibannya tentu Indonesia akan lebih maju dari sekarang. Berbagai pendekatan dapat
dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib pajak. Indikasi
tingginya tingkat kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak antara lain:
1) Realisasi penerimaan pajak terpenuhi sesuai dengan target yang telah ditetapkan
6) Tertib, patuh, dan disiplin membayar pajak atau minimnya jumlah pelanggaran
pemenuhan kewajiban perpajakan
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak dalam membangun
kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak antara lain:
1) Melakukan Sosialisasi
Sebagaimana dinyatakan Dirjen Pajak bahwa kesadaran membayar pajak datangnya dari
diri sendiri, maka menanamkan pengertian dan pemahaman tentang pajak bisa diawali
dari lingkungan keluarga sendiri yang terdekat, melebar kepada tetangga, lalu dalam
forum-forum tertentu dan ormas-ormas tertentu melalui sosialisasi. Dengan tingginya
intensitas informasi yang diterima oleh masyarakat, maka dapat secara perlahan merubah
mindset masyarakat tentang pajak ke arah yang positif
Jika pelayanan tidak beres atau kurang memuaskan maka akan menimbulkan keengganan
Wajib Pajak melangkah ke kantor Pelayanan Pajak. Pelayanan yang berkualitas adalah
pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak dan tetap dalam batas
memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta harus dilakukan
secara konsisten dan kontinyu. Pelayanan berbasis komputerisasi merupakan salah satu
upaya dalam penggunaan Teknologi Informasi yang tepat untuk memudahkan pelayanan
terhadap Wajib Pajak
3) Meningkatkan citra Good Governance yang dapat menimbulkan adanya rasa saling
percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak
sehingga kegiatan pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan,
bukan suatu kewajiban. Dengan demikian tercipta pola hubungan antara negara dan
masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang dilandasi dengan rasa saling
percaya
4) Memberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan perpajakan
Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu kearah yang positif dan
mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya akan dapat memberikan
pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak.
Mungkin suatu ide mendirikan sekolah khusus di bidang perpajakan bisa diwujudkan
guna mencetak tenaga ahli dan trampil di bidang perpajakan. Atau dapat juga dengan
memasukkan materi perpajakan ke dalam kurikulum pendidikan nasional baik di tingkat
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama sampai perguruan Tinggi
5) Law Enforcement
Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu akan memberikan deterent
efect yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib
Pajak