Nim : 181141011
The Relationship between Knowledge of HIV / AIDS and Rejection Attitudes towards People
Living with HIV/AIDS in Indonesian Society (Data Analysis of Indonesia Demographic and
Health Survey 2012)
Sejak awal epidemi, Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi salah satu
tantangan masalah kesehatan yang paling serius. Berbagai upaya pencegahan dan pengendalian
Human Immunodeficiency Virus /Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) telah
dilakukan sejak awal epidemi. Namun, terlihat sangat jelas bahwa sikap penolakan (intoleran)
pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) merupakan hambatan utama. Sikap penolakan
merupakan salah satu bentuk stigma, dimana stigma terkait AIDS sendiri mengarah pada segala
persangkaan, sikap negatif dan penolakan yang ditujukan kepada ODHA serta individu,
kelompok atau komunitas yang berhubungan dengan ODHA tersebut. Negara-negara yang
memiliki data HIV/AIDS sebanyak hampir 35 persen menyatakan bahwa lebih dari 50 persen
perempuan dan laki-laki ODHA mengalami sikap penolakan yang berujung pada diskriminasi di
lingkungannya. Sedangkan di Asia, suatu hasil survei menyatakan bahwa 80 persen responden
mengalami sikap penolakan dan diskriminasi termasuk di dalamnya sektor kesehatan (54%),
komunitas (31%), keluarga (18%) dan tempat kerja (18%). Pada penelitian Oktarina tentang
sikap masyarakat Indonesia terhadap ODHA menyebutkan bahwa sebagian besar responden
memperlihatkan sikap penolakan terhadap ODHA (62,7%) dan sisanya (37,3%) memperlihatkan
sikap positif atau menerima. Sikap penolakan dan diskriminasi pada ODHA di masyarakat
dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pengetahuan tentang HIV/AIDS. Berbagai
penelitian juga menegaskan bahwa secara statistik, semua domain yang berhubungan dengan
pengetahuan tentang HIV/AIDS memiliki hubungan yang positif dengan sikap terhadap ODHA.
Upaya meningkatkan pengetahuan mengenai HIV/AIDS dalam banyak penelitian juga
membuktikan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi
terjadinya pengurangan sikap penolakan dan diskriminasi terhadap ODHA. Human
Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih di dalam tubuh
(limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency
Syndrome atau AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena kekebalan tubuh
yang menurun yang disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh pada
seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis,
berbagai radang pada kulit, paru, saluran penernaan, otak dan kanker.
Penelitian ini menggunakan data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2012 dengan desain penelitian potong lintang. Sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh wanita usia subur 15-49 tahun, pria berstatus kawin usia 15-54 tahun, dan pria usia 15-24
tahun yang belum pernah kawin yang diambil dengan cara pengambilan total sampling, yakni
semua responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Kriteria inklusi sampel
dalam penelitian ini adalah responden pernah mendengar tentang HIV/AIDS dan berhasil
diwawancarai tanpa adanya jawaban yang missing. Dari data hasil SDKI 2012, didapatkan
sampel sebesar 41.004 responden. Rincian variabel/data dalam sampel yang diambil/dipilih
dalam penelitian analisis lanjut ini disajikan secara rinci dalam Tabel 1. Tahapan analisis data
secara bertahap mulai dari univariat, bivariat dan terakhir dilakukan analisis regresi logistik.
Pada penelitian ini dilakukan uji interaksi dan dilanjutkan dengan uji confounding. Pada uji
confounding, dilakukan penentuan standar baku emas setelah uji interaksi seperti yang telah
dilakukan sebelumnya dan menghasilkan standar baku emas. Langkah berikutnya adalah
eliminasi setiap variabel satu persatu, dimulai dengan variabel yang memiliki nilai p tertinggi.
Analisis data menggunakan software Stata version 13. Variabel jenis kelamin tidak berhubungan
secara signifikan dengan kejadian loss to follow up di Kabupaten Jember. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rosiana (2014), tidak terdapat pengaruh bermakna (p=0,934) dan
sesuai dengan penelitian TAHOD (TREAT Asia HIV Observational Database) (p=0,446) antara
jenis kelamin terhadap loss to follow up. Pada penelitian ini ditemukan responden laki-laki
memiliki kecenderungan untuk loss to follow up dikarenakan ketidakpercayaan terhadap
kondisinya, kesibukan, dan mencari informasi sendiri di luar penjelasan petugas VCT terutama
pada kelompok LSL (Laki-laki Seks dengan Laki-laki).
Gambaran populasi dari responden yang disurvei pada SDKI 2012 disajikan pada Tabel
2. Karakteristik sosiodemografi responden dalam penelitian ini rata-rata berjenis kelamin wanita
yaitu 82,5 persen. Hal ini sesuai dengan target responden utama SDKI 2012 adalah WUS. Umur
responden di dominasi kurang dari 34 tahun sebesar 60,2 persen. Pendidikan responden yang
paling banyak adalah pendidikan kategori rendah (tidak tamat SMA) sebesar 81,8 persen.
Distribusi tempat tinggal responden dalam penelitian ini hampir sama antara daerah urban dan
rural yaitu 57,5 persen dan 42,4 persen. Responden yang tidak bekerja memberikan proporsi
yang besar dalam penelitian ini, yaitu sebesar 61,7 persen.
Sumber pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai sumber informasi. Gambaran sumber
informasi tentang HIV/AIDS. Pada penelitian ini, terdapat 28 persen responden yang terpapar
media informasi, selebihnya (72% responden), kurang terpapar media informasi mengenai
HIV/AIDS. Televisi merupakan media yang paling banyak dijangkau oleh masyarakat untuk
mendapatkan informasi mengenai HIV/AIDS, yaitu sebesar 76,5 persen.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya responden yang
memiliki pengetahuan yang “buruk” tentang HIV/AIDS lebih dari setengah dari jumlah
responden yaitu 66,2 persen dan hanya 33,7 persen memiliki pengetahuan baik tentang
HIV/AIDS.
Tabel 1. Rincian variabel dan definisi operasional dalam kuesioner SDKI 2012
Dari sejumlah responden tersebut, 67,2 persen masyarakat Indonesia memiliki sikap menolak
terhadap ODHA selebihnya 32,8 persen responden yang memiliki sikap menerima terhadap
ODHA.
Secara statistik terdapat perbedaan sikap penolakan pada responden yang memiliki pengetahuan
yang baik dengan pengetahuan HIV/AIDS yang buruk (nilai p = 0,0001). Responden yang
memiliki pengetahuan yang buruk tentang HIV/AIDS, memiliki sikap penolakan terhadap
ODHA nya 0,67 kali lebih rendah dibanding kelompok responden yang memiliki pengetahuan
yang baik tentang HIV/AIDS (95% CI 0,64 - 0,70). Artinya, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang buruk tentang HIV/AIDS justru memiliki
sikap penerimaan ODHA lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki
pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS. Jika dilihat dari p-value pada Tabel 7, hanya variabel
jenis kelamin yang menunjukkan hubungan yang tidak signifikan pada sikap penolakan terhadap
ODHA (pvalue > 0,05). Sedangkan variabel lainnya (pengetahuan, tingkat pendidikan, jenis
kelamin, umur, status kerja, tempat tinggal, dan keterpaparan media) menunjukkan hubungan
yang sangat signifikan (p-value = 0,001). Namun, nilai p-value yang signifikan tidak seiring
dengan nilai OR yang kecil. Hal ini bisa disebabkan karena jumlah data di dalam peneilitian ini
sangat besar.
Pada penelitian ini analisis dilakukan dengan menggunakan dua uji, yaitu uji interaksi dan uji
confounder. Setelah melihat hubungan masing-masing variabel (variabel independen utama dan
confounder) dengan sikap penolakan terhadap ODHA, maka perlu dipastikan bahwa benar
variabel tersebut merupakan determinan sikap penerimaan terhadap ODHA, dan bukan variabel
lain. Langkah pertama yang dilakukan untuk analisis regresi logistik model faktor risiko seperti
penelitian ini adalah menyusun model yang mencakup semua variabel termasuk variabel yang
diduga memiliki interaksi. Dari output model penuh, variabel dikatakan berinteraksi bila p-value
< 0,05. Seleksi dilakukan dengan mengeluarkan secara bertahap variabel interaksi yang tidak
signifikan (p > 0,05). Pengeluaran dilakukan secara bertahap dari variabel interaksi yang p-value
yang paling besar. Pada penelitian ini, peneliti menduga dapat terjadi interaksi antara
pengetahuan HIV/AIDS dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan HIV/AIDS dengan
keterpaparan media. Hasil uji interaksi ini didapatkan variabel interaksi antara pengetahuan
dengan pendidikan dan pengetahuan dengan keterpaparan media.
Hasil menunjukkan rasio odds sikap penerimaan terhadap ODHA jika setiap variabel
dikeluarkan dari model satu persatu. Dari seluruh variabel yang diduga confounder (umur, jenis
kelamin, status kerja, tempat tinggal, pendidikan, dan keterpaparan media), secara statistik tidak
ada satupun yang menjadi confounder dalam hubungan pengetahuan HIV/AIDS dengan sikap
penolakan terhadap ODHA. Akan tetapi, di dalam penelitian ini terdapat dua variabel interaksi
yang terjadi yaitu interaksi antara pengetahuan dengan tingkat pendidikan dan interaksi antara
tingkat pengetahuan dengan keterpaparan media. Berikut adalah model yang menggambarkan
hubungan pengetahuan HIV/AIDS dengan sikap penolakan terhadap ODHA pada masyarakat
Indonesia setelah dimasukkan dua variabel interaksi ditambah variabel yang secara substansial
dianggap confounder.
Sikap terhadap ODHA adalah sikap yang ditujukan kepada orang yang terinfeksi HIV.
Sikap penolakan terhadap ODHA adalah sikap negatif yang menunjukkan atau memperlihatkan
penolakan atau tidak menyetujui norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada sebagai
respon tertutup seseorang terhadap ODHA. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, lebih
dari setengah responden memiliki sikap penolakan atau intoleran terhadap ODHA, yakni 67,2
persen. Hal ini sejalan dengan rendahnya pengetahuan tentang HIV/AIDS masyarakat Indonesia
yakni sebesar 61,7 persen. Variabel yang terbukti berhubungan secara bivariat dengan sikap
penolakan terhadap ODHA yaitu umur, tempat tinggal, status kerja, tingkat pendidikan, dan
keterpaparan media. Hanya variabel jenis kelamin yang tidak memiliki hubungan signifikan
dengan sikap penerimaan terhadap ODHA. Hal ini terjadi karena dalam penelitian ini terlihat
jumlah responden wanita lebih banyak daripada responden pria dan jumlah kedua kelompok
responden tersebut tidak represenatif. Hasil ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian yang
menyebutkan bahwa adanya hubungan siginifikan antara jenis kelamin dengan sikap penolakan
terhadap ODHA. Pengetahuan tentang HIV/AIDS di berbagai penelitian menunjukkan bahwa hal
tersebut merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan sikap terhadap ODHA. Jika
dilihat dari perhitungan nilai crude ratio memperlihatkan adanya hubungan yang bermakna
secara statistik antara pengetahuan mengenai HIV/AIDS dengan sikap penolakan terhadap
ODHA. Responden yang memiliki pengetahuan HIV/AIDS yang buruk memiliki sikap
penolakan terhadap ODHA 0,67 kali lebih rendah dibanding kelompok responden yang memiliki
pengetahuan HIV/AIDS yang baik (p = 0,0001, 95% CI 0,64-0,70). Hubungan terlihat signifikan
antara pengetahuan HIV/AIDS dengan sikap terhadap ODHA namun berhubungan secara
terbalik, dimana responden yang memiliki pengetahuan HIV/AIDS yang baik memiliki sikap
penolakan lebih tinggi dibandingkan responden yang memiliki pengetahuan HIV/AIDS yang
buruk.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan beberapa penelitian sebelumnya, salah
satunya yaitu penelitian T. Korhonen yang mengambil data pada sejumlah mahasiswa di
Finlandia menyatakan bahwa pengetahuan berhubungan secara positif dengan sikap secara
umum kepada ODHA dimana pengetahuan HIV/AIDS akan mengarahkan kepada sikap positif
terhadap ODHA dan penyakit HIV/AIDS. Penelitian lain juga menyatakan bahwa mengetahui
terinfeksinya seseorang dengan HIV maka dengan berbekal pengetahuan yang baik mengenai
HIV/AIDS akan mengurangi sikap penolakan terhadap ODHA. Bertolak belakangnya hasil
penelitian ini karena adanya kemungkinan bias akibat pertanyaan kuesioner SDKI yang kurang
tereksplore dan pada saat wawancara yang membuat seseorang kurang terbuka saat menjawab
sehingga pengukuran sikap dan pengetahuan menjadi under atau overestimate. Pada analisis
multivariat antara pengetahuan HIV/AIDS dengan sikap terhadap ODHA dihasilkan pemodelan
akhir yang memperlihatkan dua interaksi yaitu interaksi antara pengetahuan HIV/AIDS dengan
tingkat pendidikan dan interaksi antara pengetahuan HIV/AIDS dengan keterpaparan media serta
variabel confounder secara substansial yaitu tingkat pendidikan dan keterpaparan media. Hasil
interaksi ini menggambarkan adanya efek modifier positif pendidikan dan keterpaparan media
terhadap pengetahuan HIV/AIDS, dimana kedua variabel tersebut mengurangi sikap penolakan
terhadap ODHA pada responden. Hal ini diperjelas dengan beberapa penelitian yang menyatakan
bahwa adanya hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dan keterpaparan media dengan
peningkatan pengetahuan dan berkurangnya sikap penolakan terhadap ODHA. Salah satu
penelitian yang mendukung hal tersebut yaitu yang menyatakan bahwa secara statistik
didapatkan hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan tingkat pengetahuan mengenai
penyakit AIDS. Hasil ini menggambarkan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik pula
tingkat pengetahuannya. Responden yang mempunyai tingkat pendidikan cenderung mempunyai
pengetahuan yang lebih baik, demikian juga sebaliknya. Keadaan ini juga sesuai dengan
penelitian yang menyatakan bahwa pendidikan masyarakat yang rendah berhubungan dengan
tingkat pengetahuan yang rendah pula. Selain itu, peran media informasi di dalam meningkatkan
pengetahuan tentang HIV/AIDS berdampak pada sikap terhadap ODHA sangat signifikan.
Sikap penolakan terhadap ODHA pada masyarakat Indonesia masih tinggi. Hal ini juga
seiring dengan rendahnya pengetahuan HIV/AIDS pada masyarakat Indonesia. Dari hasil
analisis, terlihat adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan HIV/AIDS dengan sikap
terhadap ODHA dimana variabel tingkat pendidikan dan keterpaparan media menjadi variabel
yang berpengaruh terhadap sikap penolakan terhaadap ODHA dan pengetahuan HIV/AIDS.
SARAN
Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Jember. 2015. Mengenal & Menanggulangi HIV &
AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba. Jember: Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten
Jember
Gireig, F. Koopman, C. 2003 Multi Level Analysis of Women’s Empowerment and HIV
Prevention : Quantitative Survey Result from Preliminary Study in Bostwana. J. AIDS
Behaviour, 7 :195-208.
Gao, F, Bailes, E, Robertson, DL, Chen, Y, Rodenburg, CM, Michael, SF, Cummins, LB,
Arthur, LO, Peeters, M, Shaw, GM, Sharp, P M. and Hahn, BH. “Origin of HIV-1 in the
Chimpanzee Pan troglodytes troglodytes”. PubMed DOI:10.1038/17130. Nature. 1999; 397
(6718): 436–41.