Anda di halaman 1dari 72

FAMILY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (FOME)

KASUS HIPERTENSI

Oleh

Asyirah Mujahidah Fillah 122011101047


Sarah Marsa Tamimi 132011101012

Pembimbing

dr. Angga Mardro Raharjo, Sp. P


dr. Abdur Rouf

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER SMF/LAB ILMU


KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS MAYANG
KABUPATEN JEMBER
2019

i
FAMILY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (FOME)
KASUS HIPERTENSI

diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF/Lab. Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Oleh

Asyirah Mujahidah Fillah 122011101025


Sarah Marsa Tamimi 132011101012

Pembimbing

dr. Angga Mardro Raharjo, Sp. P


dr. Abdur Rouf

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


SMF/LAB ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS MAYANG - KABUPATEN JEMBER
2019

ii
PENGESAHAN

Family Oriented Medical Education (FOME) berjudul “Kasus Hipertensi” telah


diuji dan disahkan pada:
hari, tanggal : April 2019
tempat : Puskesmas Mayang dan Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Tim Pembimbing,
Kepala Puskesmas Patrang Dosen Pembimbing

dr. Abd. Rouf dr. Angga Mardro Raharjo, Sp.P


NIP. 19700410 200212 1004 NIP. 19800305 200812 1 002

Koordinator Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat

dr. Dwita Aryadina Rachmawati, M.Kes


NIP. 19801027 200812 2 002

iii
PRAKATA

Puji Syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Family Oriented Medical Education
(FOME) yang berjudul “Kasus Hipertensi”. FOME ini disusun guna
melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF/Lab. Ilmu Kesehatan
Masyarakat.Penyusunan mini riset ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Supangat, M. Kes, Ph. D, Sp. BA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Jember;
2. dr. Dwita Aryadina R, M. Kes., selaku koordinator IKM Fakultas Kedokteran
Universitas Jember;
3. dr. Angga Mardro Raharjo, Sp. P., selaku dosen pembimbing mini riset yang
telah memberikan banyak ilmu dan bimbingan selama menempuh Pendidikan
IKM;
4. dr. A b d u r R o u f , selaku Kepala Puskesmas M a y a n g dan pembimbing
lapangan yang telah memberikan banyak ilmu serta bimbingan selama
menempuh pendidikan IKM;
5. Rekan kerja di Puskesmas Mayang yang telah memberikan dukungan dan
bantuannya;
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini,yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan FOME ini. Akhirnya penulis berharap, semoga FOME ini dapat
bermanfaat.

Jember, April 2019

Penulis

iv
RINGKASAN
KASUS HIPERTENSI PADA KELUARGA BINAAN
LAPORAN KELUARGA BINAAN
PUSKESMAS MAYANG

Oleh:
Asyirah Mujahidah Fillah
Sarah Marsa Tamimi

Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dan telah


menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global. Prevalensinya hampir sama
besar di negara berkembang maupun di negara maju. Hipertensi merupakan salah
satu faktor risiko utama gangguan jantung, gagal ginjal maupun penyakit
serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap tingginya biaya
pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan
di rumah sakit dan atau penggunaan obat jangka panjang. Seiring dengan
pertambahan usia seseorang yang berumur diatas 60 tahun, 50 – 60% mempunyai
tekanan darah ≥140/90 mmHg. Kejadian hipertensi di Puskesmas Mayang
sejumlah 371 pada tahun 2018 dan masih menjadi salah satu masalah kesehatan
utama dalam kelompok penyakit degeneratif. Besarnya prevalensi hipertensi di
Puskesmas Patrang mendesak kami untuk menentukan program keluarga binaan
dalam rangka menurunkan angka kejadian hipertensi. Metode analisis prioritas
masalah dalam kasus keluarga binaan ini menggunakan metode USG (Urgency,
Seriousness, Growth) dengan hasil pengetahuan yang masih kurang mengenai
kesehatan lansia menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi tingginya kejadian
hipertensi, sehingga dari berbagai masalah kesehatan yang timbul dari keluarga ini
diperoleh Plan Of Action berupa menilai tingkat pengetahuan dan kesadaran tentang
hipertensi, melakukan penyuluhan dengan tema hipertensi dengan dibantu media
leaflet dan pemeriksaan tekanan darah berkelanjutan.

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL................................................................ i
HALAMAN JUDUL.................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................... iii
PRAKATA.................................................................................... iv
RINGKASAN............................................................................... vi
DAFTAR ISI................................................................................ vii
BAB 1. PENDAHLUAN.............................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................ 1
1.2 Tujuan.......................................................................... 2
1.3 Manfaat........................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................. 4
2.1 Keluarga....................................................................... 4
2.1.1 Definisi Keluarga.......................................................... 4
2.1.2 Fungsi Keluarga............................................................ 4
2.2 Hipertensi..................................................................... 5
2.2.1 Definisi.......................................................................... 5
2.2.2 Epidemiologi................................................................. 6
2.2.3 Etiologi danPatogenesis................................................ 6
2.2.4 Klasifikasi...................................................................... 11
2.2.5 Diagnosis....................................................................... 13
2.2.6 Tata laksana................................................................... 15
2.2.7 Komplikasi.................................................................... 21
2.3 Stroke............................................................................ 21
2.3.1 Definisi.......................................................................... 21
2.3.2 Faktor Resiko................................................................ 21
2.3.3 Klasifikasi...................................................................... 22
2.3.4 Patofisiologi.................................................................. 23
2.3.5 Diagnosis....................................................................... 25

vi
2.3.6 Tata laksana................................................................... 26

BAB 3. HASIL KEGIATAN....................................................... 27


3.1 Profil Keluarga & Genogram..................................... 27
3.1.1 Profil Keluarga.............................................................. 27
3.1.2 Genogram...................................................................... 28
3.2 Profil Kondisi Sosial Keluarga & APGAR............... 29
3.3 Profil Health Seeking Behavior................................... 30
3.4 Profil Tempat Tinggal................................................. 30
3.5 Profil Lingkungan Tempat Tinggal........................... 31
3.6 Profil Kesehatan Pasien.............................................. 32
BAB 4. PEMBAHASAN.............................................................. 52
4.1 Identifikasi Masalah Kesehatan dalam Keluarga.... 52
4.1.1 Resiko Terkait dengan Karakteristik Keluarga............. 52
4.1.2 Resiko Terkait dengan Keadaan Rumah....................... 52
4.1.3 Resiko Terkait Fungsi dalam Keluarga......................... 52
4.1.4 Resiko Terkait dengan Faktor Ekonomi........................ 53
4.1.5 Resiko Terkait Gaya Hidup Keluarga........................... 53
4.1.6 Resiko Terkait dengan Lingkungan Sekitar.................. 53
4.1.7 Resiko Terkait dengan Status Kesehatan...................... 54
4.2 Analisis Masalah.......................................................... 54
4.3 Plan of Action............................................................... 55
4.4 Pelaksanaan Intervensi dan Edukasi......................... 56
4.5 Evaluasi Hasil Intervensi............................................ 56
4.6 Kesan dan Pesan Keluarga Binaan............................ 57
BAB 5. PENUTUP....................................................................... 58
5.1 Kesimpulan.................................................................. 58
5.2 Saran............................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA................................................................... 59
LAMPIRAN................................................................................. 61

vii
BAB 1. PENDAHLUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular.
Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan
prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain
mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal
maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap
tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke
dokter, perawatan di rumah sakit dan atau penggunaan obat jangka panjang
(WHO, 2007).
Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukan
prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 34,1% dan merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari
populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Sampai saat ini, hipertensi
masih merupakan tantangan besar di Indonesia dimana hipertensi adalah kondisi
yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu
merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi penduduk indonesia yang
minum obat antihipertensi umur ≥18 tahun hanya 8,8% dan untuk wilayah Jawa
Timur prevalensi penduduk hipertensi pada kelompok umur ≥18 tahun mencapai
25,8% (Kemenkes, 2018).
Berbagai faktor risiko telah dihubungkan dengan terjadinya hipertensi.
Perubahan gaya hidup (life style) masyarakat dan sosial ekonomi juga memicu
peningkatan prevalensi hipertensi. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi
yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, 70-80 kasus hipertensi
esensial didapatkan juga riwayat hipertensi pada orang tua mereka
(Soeharto,2004), jenis kelamin (wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler
sebelum menopause), dan usia (seiring dengan pertambahan usia seseorang yang
berumur diatas 60 tahun, 50 – 60% mempunyai tekanan darah ≥140/90 mmHg),
serta faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas (prevalensi tekanan darah tinggi

1
pada orang dengan Indeks Massa Tubuh >30 adalah 38% untuk pria dan 32%
untuk wanita), kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok lebih dari satu bungkus
per hari dan telah berlangsung lebih dari satu tahun meningkatkan risiko
hipertensi primer (Novitaningtyas, 2014), pola konsumsi makanan yang
mengandung natrium dan lemak jenuh. Hipertensi yang tidak terkontrol akan
meningkatkan angka mortalitas dan menimbulkan komplikasi ke beberapa organ
vital seperti jantung (infark miokard, jantung koroner, gagal jantung kongestif),
otak (stroke, enselopati hipertensif), ginjal (gagal ginjal kronis), dan mata
(retinopati hipertensif) (Soeharto, 2004).
Usia merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Seiring dengan
pertambahan usia seseorang yang berumur diatas 60 tahun, 50 – 60% mempunyai
tekanan darah ≥140/90 mmHg(Sustrani, 2004). Kejadian hipertensi di Puskesmas
Mayang sejumlah 371 pada tahun 2018, hipertensi masih menjadi salah satu
masalah kesehatan utama dalam kelompok penyakit degeneratif. Besarnya
prevalensi hipertensi di Puskesmas Mayang ini mendesak kami untuk menentukan
program keluarga binaan dalam rangka menurunkan angka kejadian hipertensi
sehingga dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan.

1.2 Tujuan
Tujuan kegiatan keluarga binaan ini adalah sebagai berikut.
a. Dokter muda mampu melakukan identifikasi permasalahan pada pasien
hipertensi.
b. Dokter muda mampu memberikan alternatif pemecahan dari permasalahan
kesehatan pada pasien hipertensi.
c. Dokter muda mampu memberikan edukasi pada keluarga binaan terkait
masalah yang ada.

1.3 Manfaat
Manfaat kegiatan keluarga bianaan untuk beberapa pihak adalah sebagai
berikut.
1. Keluarga Binaan

2
- Memberikan informasi tentang hipertensi.
- Memberikan alternatif pemecahan dari pemasalahan kesehatan pada
pasien hipertensi.
2. Institusi
Dapat menambah informasi tetang permasalahan kesehatan pasien dengan
penyakit hipertensi yang ada di Puskesmas Mayang.
3. Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang permasalahan
kesehatan pasien dengan hipertensi.

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga
2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga menurut sejumlah ahli adalah sebagai unit sosial ekonomi
terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi,
merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang
mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan
perkawinan, dan adopsi (Puspitasari, 2013). Keluarga merupakan agen utama
sosialisasi, sekaligus sebagai mikrosistem yang membangun relasi anak dengan
lingkungannya. Keluarga terdiri dari dua orang dewasa dari jenis kelamin
berbeda, setidaknya keduanya memelihara hubungan seksual yang disepakati
secara sosial, dan ada satu atau lebih anak-anak yaitu anak kandung atau anak
adopsi, dari hasil hubungan seksual secara dewasa (Rohmat, 2010).

2.1.2 Fungsi Keluarga


Pemahaman tentang pentingnya keluarga dapat dilihat dari fungsi-fungsi
dasar kinerjanya. Secara umum, keluarga menjalankan fungsi-fungsi tertentu yang
memungkinkan masyarakat untuk bertahan hidup dari generasi ke generasi,
meskipun fungsi-fungsi ini mungkin sangat bervariasi. Fungsi keluarga efektif
apabila terjadi keselarasan antara fungsi sosial dan ekonomi. Adapun fungsi dasar
keluarga dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Reproduksi
Keluarga akan mempertahankan jumlah populasi masyarakat dengan andanya
kelahiran. Adanya keseimbangan angka natalitas dan mortalitas menjadikan
populasi manusia menjadi eksis.
b. Sosialisasi
Keluarga menjadi tempat untuk melakukan tansfer nilai-nilai masyarakat,
keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sains yang akan diteruskan
kepada generasi penerus.

4
c. Penugasan peran sosial
Keluarga sebagai mediasi identitas keturunan (ras, etnis, agama, sosial
ekonomi, dan peran gender) serta identitas perilaku dan kewajiban. Sebagai
contoh, dalam beberapa keluarga, anak perempuan diarahkan untuk melakukan
pekerjaan rumah tangga dan menjadi pengasuh anak, sedangkan anak laki-laki
diarahkan untuk menjadi pencari nafkah.
d. Dukungan ekonomi
Keluarga menyediakan tempat tinggal, makanan, dan perlindungan. Pada
beberapa keluarga di negara-negara industri, semua anggota keluarga kecuali
anak-anak berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi.
e. Dukungan emosional
Keluarga memberikan pengalaman pertama anak-anak dalam interaksi sosial.
Interaksi sosial dapat berupa hubungan emosional, pengasuhan, jaminan
keamanan bagi anak-anak. Keluarga juga memiliki kepedulian pada
anggotanya ketika mereka sakit atau mengalami penuaan (Rohmat, 2010).

2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada
arteri. Tekanan tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah.
Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan diastolik, tekanan sistolik, atau
kedua-duanya secara terus-menerus. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya
tekanan pada arteri ketika ventrikel berkontraksi (denyut jantung). Tekanan darah
diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri ketika ventrikel berada dalam
keadaan relaksasi di antara dua denyutan (Setiyohadi et al, 2009).
The Joint National Community on Preventation, Detection,Evaluation and
Treatment of High Blood Preassure 7 (JNC-7), WHO dan European Society of
Hipertension mendefinisikan hipertensi sebagai kondisi dimana tekanan darah
sistolik seseorang lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastoliknya lebih dari
90 mmHg (Chobaniam et al, 2005).

5
2.2.2 Epidemiologi
Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukan
prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 34,1% dan penyebab kematian
nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, yakni 6,7%. Sampai saat ini, hipertensi
masih merupakan tantangan besar di Indonesia dimana hipertensi adalah kondisi
yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu
merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi penduduk indonesia yang
minum obat antihipertensi umur ≥18 tahun hanya 8,8% dan untuk wilayah Jawa
Timur prevalensi penduduk hipertensi pada kelompok umur ≥18 tahun mencapai
25,8% (Kemenkes, 2018). Sedangkan kejadian hipertensi di Puskesmas Mayang
sejumlah 371 pada tahun 2018, dan hipertensi masih menjadi salah satu masalah
kesehatan utama dalam kelompok penyakit degeneratif.

2.2.3 Etiologi dan Patogenesis


Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam
yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor risiko yang dimiliki
seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol
seperti riwayat keluarga, jenis kelamin dan umur, serta faktor yang dapat
dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola
konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah
mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak
penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab
hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial (Dosh, 2011).
a. Hipertensi primer (essensial). Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi
merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Beberapa
mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini
telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan

6
patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun-
temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa
faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi
primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi
tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai
kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik
genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium,
tetapi juga didokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang
merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi
aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
b. Hipertensi sekunder. Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan
sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat
ini dapat dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab sekunder dapat
diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya
sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi
sekunder.
Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi (Dosh, 2011).
Penyakit Obat
 penyakit ginjal kronis  Kortikosteroid, ACTH
 hiperaldosteronisme primer  Estrogen (biasanya pil KB dg
 penyakit renovaskular  kadar estrogen tinggi)
 sindroma Cushing  NSAID, cox-2 inhibitor
 pheochromocytoma  Fenilpropanolamine dan analog
 koarktasi aorta  Cyclosporin dan tacrolimus
 penyakit tiroid atau paratiroid  Eritropoetin

7
 Sibutramin
 Antidepresan (terutama
venlafaxine)
NSAID: non-steroid-anti-inflammatory-drug, ACTH: adrenokortikotropik hormon

Patogenesis
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam
millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah
sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama
kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi
(Mansia et al, 2013).
Gambar 1. Fisiologi pengaturan tekanan darah(Mansia et al, 2013).

Pengaturan tekanan darah sangat kompleks dan mencakup interaksi antara


berbagai faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi dua variabel
hemodinamik yakni curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung
dipengaruhi oleh volume darah yang sangat tergantung secara independen dengan
konsentrasi natrium serum. Resistensi perifer diatur pada tingkat arteriol dan
dipengaruhi oleh faktor neuronal dan hormonal. Tonus vaskulur normal
dipengaruhi oleh zat vasokonstriktor (angiotensin II dan katekolamin) dan
vasodilator (kinin, prostaglandin dan nitrit oksida). Resistensi pembuluh darah
diatur oleh autoregulasi dimana peningkatan tekanan darah akan memicu
vasokonstriksi untuk mencegah hiperperfusi jaringan. Faktor lokal seperti pH dan
hipoxi serta interaksi neuronal antara α dan β adrenerdik juga terlibat (Mansia et
al, 2013).

8
Gambar 2. Autoregulasi tekanan darah oleh sistem RAAS(Mansia et al,
2013).

Ginjal dan kelenjar adrenal berperan penting pada regulasi tekanan darah
dan berinteraksi satu sama lain untuk mengatur tonus tekanan darah dan volume
tekanan darah. Ginjal mempengarhi resistensi perifer dan homeostasis natrium
secara langsung melalui sistem RAAS. Renin merupakan enzim proteolitik yang
dihasilkan di ginjal oleh sel jukstaglomerular di arterior aferen. Saat volume atau
tekanan darah turun terjadi penurunan tekanan pada arteriol aferen, penurunan
GFR dan peningkatan resorpsi natrium tubulus proksima sehingga terjadi
konservasi natrium dan ekspansi voume darah. Sel jukstaglomerular berespn
dengan melepaskan renin. Renin mengkatabolisme angiotensinogen plasma
menjadi angiotensin I yang kemudia dikonversi menjadi angiotensin II oleh
Angiotensin converting enzyme di perifer. Angiotensin II meningkatkan tekanan
arah dengan meningkatkan resistensi perifer dengan merangsang kontraksi sel otot
polos vaskular, meningkatkan volume plasma dengan merangsang sekresi
aldosteron pada adrenal, meningatkan reabsorbsi natrium tubulus. Atrium jantung
juga mensekresika atrial natriuretik peptita (ANP) sebagai respon terhadap
ekspansi volume jantung pada gagal jantung dan menghambat reabsorbi natrium
di tubulus ginjal dan menyebabkan vasodilatasi sistemik (Mansia et al, 2013).
Hampir 90% hipertensi adalah idiopatik (hipertensi esensial) . Kebanyakan
pasien tetap stabil seumur hidup dan sebagian mengalami komplikasi infark

9
miokard, strokea tau komplikasi lain. Sisanya adalah hipertensi sekunder yang
disebabkan oleh penyempitan arteri renalis biasanya oleh plak aterosklerosis
(hipertensi renovaskular). Yang jarang terjadi adalah hipertensi akibat penyakit
adrenal seperti aldosteronisme perifer, sindrom cushing, feokromositoma atau
penyakit lain (Dosh, 2011).
Sekitar 5% hipertensi menunjukkan peningkatan tekanan darah cepat yang
jika tidak terdeteksi dapat menyebaban kematian dalam 1-2tahun. Hipertensi
maligna atau accelerated secara klinis ditandai oleh hipertensi berat (DBP
>120mmHg), gagal ginjal, perdarahan retina dan eksudat dengan atau tanpa
papiledema. Hipertensi maligna dapat terjadi pada hipertensi yang sudah ada,
esensial maupun sekunder.Faktor resiko hipertensi mencakup faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik. Beberapa gen tunggal dapat menyebabkan
hipertensi dengan mempengaruhi reaborbsi natrium. Hipertensi juga dipengaruhi
oleh polimorfisme lokus angitensin. Pengaruh genetik dan ras pada sistem RAAS
belum jelas namun diduga melibatkan perbedaan pada regulasi tekanan darah
mencakup loading natrium ginjal, peningkatan reaktivitas vaskular terhadap
vasoprotektor atau proliferasi otot polos vaskular. Faktor lingkungan: modifikasi
ekspresi genetik seperti stres obesitas, merokok, inaktivitas fisik dan konsumsi
garam. Hubungan antara diet tinggi natrium dan prevalensi hipertensi berbeda
pada populasi yang berbeda secara impresif (Dosh, 2011).
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara
potensial dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah
- Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau
variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons
terhadap stress psikososial dll
- Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan
vasokonstriktor
- Asupan natrium (garam) berlebihan
- Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
- Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya
produksi angiotensin II dan aldosteron

10
- Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan
peptide natriuretik
- Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi
tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
- Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada
pembuluh darah kecil di ginjal
- Diabetes mellitus
- Resistensi insulin
- Obesitas
- Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
- Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,
karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular
- Berubahnya transpor ion dalam sel (Oparil et al, 2013).

2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18
tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada
dua atau lebih kunjungan klinis (Tabel 2). Klasifikasi tekanan darah
mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik
(TDS) < 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg.
Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi
mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung
meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua
tingkat (stage) hipertensi , dan semua pasien pada kategori ini harus diberi
terapi obat (Hajjar dan Kotchen, 2010).
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun menurut JNC 7
(Hajjar dan Kotchen, 2010).

11
a. Isolated Sistolik Hypertension
Sesuai dengan panduan JNC 7, ISH didefinisikan sebagai Tekanan Darah
Sistolik ≥140 mmHG dengan Tekanan Darah Diastol 90 mmHg atau kurang.
Kenaikan tekanan darah sistolik dan penurunan tekanan darah diastolik umumnya
terjadi diatas usia 60 tahun. Hal ini sejalan dengan berkurangnya elastisitas
pembuluh darah besar (aorta) dan proses aterosklerosis. ISH didapatkan pada usia
60-70 dari kasus hipertensi pada usia lanjut dengan risiko 2-4 kali lipat untuk
terjadinya infark miokard, LVH, gangguan fungsi ginjal, stroke, dan mortalitas
kardiovaskuler (Gray et al, 2003).
Komplikasi KV berbanding lurus dengan peningkatan tekanan darah
sistolik dan tekanan nadi serta berbanding terbalik dengan penurunan tekanan
darah diastolik. Semakin tinggi tekanan darah sistolik atau tekanan nadi semakin
berat risiko komplikasi kardiovaskular. Selain itu penurunan tekanan darah
dioastolik yang terlalu rendah berisiko mengurangi aliran darah ke arteri koroner
(Gray et al, 2003).
b. Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh
tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau
telah terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah
>180/120 mmHg; dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi
urgensi.Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai
dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan
darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah
kerusakan organ target lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut:
encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema
paru, dissectingaortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan eklampsia atau
hipertensi berat selama kehamilan.. Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan
darah tanpa disertai kerusakan organ target yang progresif. Tekanan darah

12
diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai tekanan darah pada tingkat 1
dalam waktu beberapa jam s.d. beberapa hari (Gray et al, 2003).

2.2.5 Diagnosis
Diagnosis Ada 3 tujuan evaluasi pasien dengan hipertensi:
- Menilai gaya hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko
kardiovaskular atau penyakit penyerta yang mungkin dapat
mempengaruhi prognosis sehingga dapat memberi petunjuk dalam
pengobatan
- Mencari penyebab tekanan darah tinggi
- Menetukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit
kardiovaskular (Hajjar dan Kotchen, 2010).
Data diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat
penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin,
dan prosedur diagnostik lainnya. Hipertensi seringkali disebut sebagai “silent
killer” karena pasien dengan hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala
(asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya tekanan darah.
Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan
untuk mendiagnosis hipertensi. Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau
beberapa diantaranya sudah mempunyai faktor resiko tambahan (lihat tabel 3)
tetapi kebanyakan asimptomatik (Hajjar dan Kotchen, 2010).
Tabel 3. Faktor-faktor resiko kardiovaskular(Hajjar dan Kotchen, 2010).
Faktor resiko mayor Kerusakan organ target
→ Hipertensi → Jantung : Left ventricular
→ Merokok hypertrophy
→ Obesitas (BMI ≥30) → Angina atau sudah pernah infark
→ Immobilitas miokard

→ Dislipidemia → Sudah pernah revaskularisasi

→ Diabetes mellitus koroner

→ Mikroalbuminuria atau perkiraan → Gagal jantung


GFR<60 ml/min → Otak : Stroke atau TIA

13
→ Umur (>55 tahun untuk laki-laki, → Penyakit ginjal kronis
>65 tahun untuk perempuan) → Penyakit arteri perifer
→ Riwayat keluarga untuk penyakit → Retinopathy
kardiovaskular prematur (laki-laki <
55 tahun atau perempuan < 65
tahun)
BMI = Body Mass Index; GFR= glomerular Filtration Rate; TIA =
transient ischemic attack

Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah yang benar,


pemeriksaan funduskopi, perhitungan BMI (body mass index) yaitu berat badan
(kg) dibagi dengan tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis,
abdominal, dan bruit arteri femoralis; palpasi pada kelenjar tiroid; pemeriksaan
lengkap jantung dan paru-paru; pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran
ginjal, massa intra abdominal, dan pulsasi aorta yang abnormal; palpasi ektremitas
bawah untuk melihat adanya edema dan denyut nadi, serta penilaian neurologis.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik juga perlu digali apakah sudah ada
kerusakan organ target sebelumnya atau disebabkan hipertensi. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik harus meliputi hal-hal seperti:
 Otak: stroke, TIA, dementia
 Mata: retinopati
 Jantung: hipertropi ventrikel kiri, angina atau pernah infark
miokard, pernah revaskularisasi koroner
 Ginjal: penyakit ginjal kronis
 Penyakit arteri perifer (Mansia et al, 2013).
Pemeriksaan laboratorium rutin yang direkomendasikan sebelum memulai
terapi antihipertensi adalah urinalysis, kadar gula darah dan hematokrit; kalium,
kreatinin, dan kalsium serum; profil lemak (setelah puasa 9 – 12 jam) termasuk
HDL, LDL, dan trigliserida, serta elektrokardiogram. Pemeriksaan opsional
termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau rasio albumin / kreatinin.
Pemeriksaan yang lebih ekstensif untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi

14
tidak diindikasikan kecuali apabila pengontrolan tekanan darah tidak tercapai
(Mansia et al, 2013).

2.2.6 Tatalaksana
Prinsip Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas
dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas
ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misal: kejadian kardiovaskular
atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Mengurangi resiko
merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi
secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko (Setiyohadi,
2009).
a. Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII
(Setiyohadi, 2009).
- Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
- Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
- Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
b. Target nilai tekanan darah menurut JNC VIII (James et al, 2014).
- Pada populasi umum usia ≥60 tahun terapi farmakologi dimulai
pada SBP>150 dan DBP>90 mmHg dengan target tekanan
darah <150/90mmHg (Grade A)
- Pada populasi umum usia ≥60 tahun jika terapi farmakologi
berhasil mencapai SBP <140mmHg dan dapat ditoleransi
secara baik tanpa efek samping maka terapi tidak perlu diubah
(Grade E)
- Pada populasi umum <60 tahun terapi farmakologi dimulai
untuk mencapai target DBP <90mmHg (Grade A untuk usia
30-59 tahun, grade E untuk usia 18-29 tahun) dan SBP
<140mmHg (Grade E)
- Pada populasi usia ≥18 tahun dengan CKD atau diabetes terapi
farmakologi bertujuan mencapai SBP <140 dan diastolik
<90mmHg (grade E)

15
c. Target nilai tekanan darah menurut ESH 2013
- Tekanan darah <140/90 untuk pasien hipertensi dengan faktor
resiko CVD rendah dan <130/80 pada pasien dengan resiko
CVD tinggi (diabetes, penyakit cerebrovaskular,
kardiovaskular, ginjal)
- Pada orang tua <80 tahun target SBP 140-150mmHg dan pada
kondisi fit dapat <140mmHg atau disesuaikan dengan toleransi
individual
- Pada orang tua <80tahun target SBP 140-150mmg
- Pada pasien diabetes melitus target DBP <85mmHg
- Pada kehamilan terapi diberikan pada TD >160/110mmHg

Tabel 4. Perbandingan target tekanan darah menurut JNC VII, JNC


VIII, ESH/ESC 2013, ISHIB 2010, ADA 2013, KDIGO 2102, NICE,
CHEP 2013 (James et al, 2014).
Walaupun hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum
dijumpai, tetapi kontrol tekanan darah masih buruk. Kebanyakan pasien dengan
hipertensi tekanan darah diastoliknya sudah tercapai tetapi tekanan darah sistolik

16
masih tinggi. Diperkirakan dari populasi pasien hipertensi yang diobati tetapi
belum terkontrol, 76.9% mempunyai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≤90 mmHg.Pada kebanyakan pasien, tekanan darah
diastolik yang diinginkan akan tercapai apabila tekanan darah sistolik yang
diiginkan sudah tercapai. Karena kenyataannya tekanan darah sistolik berkaitan
dengan resiko kardiovaskular dibanding tekanan darah diastolik, maka tekanan
darah sistolik harus digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan
penyakit pada hipertensi (Jasmes et al, 2014)
Modifikasi gaya hidup saja bisa dianggap cukup untuk pasien dengan
prehipertensi, tetapi tidak cukup untuk pasien-pasien dengan hipertensi atau untuk
pasien-pasien dengan target tekanan darah ≤130/80 mmHg (DM dan penyakit
ginjal). Pemilihan obat tergantung berapa tingginya tekanan darah dan adanya
indikasi khusus. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tingkat 1 harus diobati
pertama-tama dengan diuretik tiazid. Pada kebanyakan pasien dengan tekanan
darah lebih tinggi (hipertensi tingkat 2), disarankan kombinasi terapi obat, dengan
salah satunya diuretik tipe tiazid. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan
dengan: terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi (Setiyohadi, 2009).

17
Gambar 3. Penatalaksanaan hipertensi menurut JNC 7 (Setiyohadi, 2009).

18
Gambar 4. Penatalaksana hipertensi menurut JNC 8 (James et al, 2014).

19
Tabel 6. Obat-obat antihipertensi dan dosis rekomendasi JNC 8 (James et al,
2014)

Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus
melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan
tekanan darah dapat terlihat pada tabel 4 sesuai dengan rekomendasi dari JNC VII.
Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi,
modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke
hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.Modifikasi gaya
hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi
berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan
DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan
kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit

20
saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan
terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat
membebaskan pasien dari menggunakan obat.Program diet yang mudah diterima
adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada
pasien yang gemuk dan obesitas disertai pembatasan pemasukan natrium dan
alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril
(Setiyohadi, 2009).

2.2.7 Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular
(stroke, transientischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain maka akan meningkatkan
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut
Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang
bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal
jantung (Hajjar dan Kotcher, 2010).

2.3 Stroke
2.3.1 Definisi
Stroke adalah satu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal di otak yang terganggu (WHO, 2009).

2.3.2 Faktor resiko


Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stroke yaitu
faktor yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang

21
tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras atau etnis, dan riwayat
keluarga. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah merokok, obesitas,
hiperlipidemia, penyakit jantung, hipertensi, pola diet yang buruk, inaktivitas
fisik, konsumsi alkohol berlebihan, penggunaan kontrasepsi oral, dsb.

2.3.3 Klasifikasi
Berdasarkan patologisnya stroke dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Stroke Iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar padasirkulasi
serebrum.Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
a. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik
dalamwaktu kurang dari 30 menit,
b. Reversible Ischaemic Neurological
Deficit (RIND): defisit neurologis membaik kurang dari 1 minggu,
c. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke,
d. Completed Stroke.
Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:
- Trombosis: Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis
temporalis,poliarteritis nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan atau
traumatik); Gangguan darah (polisitemia, hemoglobinopati).
- Embolisme
Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infarkmiokardium, penyakit
jantung rematik, penyakit katupjantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik;
Sumbertromboemboli aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotiskomunis, arteri
vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi:kontrasepsi oral, karsinoma.
- Vasokonstriksi
- Vasospasme serebrum setelah PSA (PerdarahanSubarakhnoid).

22
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, merupakan jenis strokeyang dapat terjadi apabila
terdapat lesi vaskular intraserebrummengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan
ke dalam ruangsubarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.Beberapa
penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahanintraserebrum hipertensif;
perdarahan subarakhnoid (PSA) padaruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura
malformasi arteriovena (MAV), trauma; penyalahgunaan kokain, amfetamin;
perdarahanakibat tumor otak; infark hemoragik; penyakit perdarahan
sistemiktermasuk terapi antikoagulan (Price, 2005).

2.3.4 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja didalam
arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1): arteria karotis interna
dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya.Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus selama15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Perludiingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak
selalu menyebabkan infark didaerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah bahwamungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke
daerah tersebut.Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai
prosesyang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.Patologinya
dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh,atau peradangan; (2)
berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus
infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur
vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price, 2005).

23
Gambar 5. Sirkulus Willisi

Stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang


serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalahserangan-serangan defisit
neurologik yang mendadak dan singkat akibatiskemia otak fokal yang cenderung
membaik dengan kecepatan dan tingkatpenyembuhan bervariasi tetapi biasanya
dalam 24 jam. TIA mendahuluistroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75%
pasien (Harsono, 2009).
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Embolus akan menyumbat aliran
darah dan terjadilah anoksia jaringan otak di bagian distal sumbatan. Di samping
itu, embolus juga bertindak sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya
vasospasme lokal di segmen di mana embolus berada. Gejala kliniknya
bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat. Ketika arteri tersumbat secara
akut oleh trombus atau embolus, maka area sistem saraf pusat (SSP) yang
diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang
adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap
viabel untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik
kembali. Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan:
Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak;

24
Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan sawar
darah-otak. Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat
beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan intrakranial dan
kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al, 2001).
Pada stroke hemoragik, perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak
(parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi
dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam
jaringan otak. Perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit
neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa
menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak
perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna.
Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan dinding
aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di dalam dan di
luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang subarakhnoid dan
menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis.
Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat
melukai jaringan otak secara langsung oleh karena tekanan yang tinggi saat
pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak (Price, 2005).

2.3.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis didapat dari anamnesis, pasien memiliki faktor resiko
terjadinya stroke. Gejala klinis yang muncul seperti hemiparese, hemiplegi,
hemihipoestesi atau bahkan hemianestesi, defisit neurologis lainnya. Dapat
menggunakan Siriraj score untuk menentukan jenisstroke yang diderita pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan adalah pemeriksaan radiologis CT-
scan kepala, pada stroke hemoragik akan terlihat adanya gambaran hiperdens,
sedangkan pada stroke iskemik akan terlihat adanya gambaran hipodens

25
2.3.6 Tatalaksana

Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar


dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya pengobatan stroke
sedini mungkin, karena ‘window period’ dari stroke hanya 3-6 jam. Hal yang
harus dilakukan adalah:
- Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway, breathing, circulation)
- Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagalnapas
- Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan
kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5
% dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat edema otak
- Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung
- Menjaga hemodinamis, mencegah secondary injury, menjaga TIK agar
tetap stabil
- jika pasien kejang dapat diberikan diazepam intravena 5-20 mg, diikuti
fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit.
- terapi berdasarkan etiologi:
1. Stroke infark
- antitrombus : trombolitik, antikoagulan, antiplatelet
- neuroprotektor: citicolin, piracetam, nimodipin
- kontrol: tensi, gula darah, lipid
- memperbaiki sistem kolateral: pentoksifilin
2. Stroke hemoragik
- atur TD: jika TDS> 180 TDD >100 diturunkan tidak lebih dari 25%
MAP
- hiperventilasi hingga PCO2 29-35 mg/Hg
- pemberian Manitol 20% 1 gr/kgBB/ 20 menit
- pemberian dexamethasone 10 mg/iv
- furosemid 1 mg/kgBB/iv
- anti konvulsi
- neuroprotektor

26
BAB 3. HASIL KEGIATAN

3.1 Profil Keluarga & Genogram


3.1.1 Profil Keluarga
Profil keluarga binaan dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Profil Keluarga Binaan

Status
Nama Jenis Tempat, Pendidikan/
Agama Keluarg Alamat
lengkap kelamin tanggal lahir Pekerjaan
a
Dusun
Perempu Jember, 06-
Ny. A Islam Nenek IRT Damsaola, RT
an 07-1964
05/ RW 03,
Kepala Tegalrejo
Jember, 01- Mayang,
Tn. S Laki-laki Islam Keluarg Tani
07-1958 Jember
a

Jember, 12- Kakak


Tn. H Laki-laki Islam Tani
11-1947 Tn.S

Jember, 15- Anak Kuli


Tn. AR Laki-laki Islam
8-1983 pertama bangunan

Perempu Jember, 18-


Ny. YA Islam Menantu IRT
an 09-1982

Perempu Jember, 13- Anak


Ny. Y Islam IRT
an 06-1986 kedua

Jember, 2-4- Kuli


Tn. I Laki-laki Islam Menantu
1976 bangunan
Cucu
Jember, 20- pertama
An. A Laki-laki Islam Pelajar
07-2007 anak
pertama
Cucu
kedua
Perempu Jember, 13-
An. H Islam dari Pelajar
an 09-2007
anak ke
kedua
Cucu
ketiga
Jember, 1-
An. U Laki-laki Islam dari Pelajar
12-2010
anak
kedua
An. S Laki-laki Jember, 4-6- Islam Cucu Pelajar
2011 keempat
dari
anak

27
pertama

3.1.2 Genogram
Genogram keluarga binaan dapat dilihat pada gambar 3.1

55th 61th 72th

36 th 35 th 32 th 40 th

12 th 7 th 12 th 8 th

Gambar 3.1 Genogram Keluarga Binaan


Keterangan:
: Laki-laki : Tinggal satu rumah : Meninggal

: Perempuan : Yang diamati

3.2 Profil Kondisi Sosial Keluarga & APGAR


Untuk menilai fungsi fisiologi keluarga ini digunakan APGAR SCORE
dengan nilai hampir selalu=2, kadang=1, dan hampir tidak pernah=0. APGAR
SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota keluarga dan
kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara
keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5=jelek, 6-7=sedang, dan 8-10=baik.

Tabel 3.2 APGAR Ny. A (Nenek)

28
No Jarang/tidak Kadang- Sering/
APGAR Nilai
. sama sekali (0) kadang (1) selalu (2)
1. Adaptation - - √ 2
2. Partnership - √ - 1
3. Growth - - √ 2
4. Affection - - √ 2
5. Resolve - √ - 1
Total APGAR score 8
Total poin APGAR Ny.A untuk keluarga adalah 8 poin

Tabel 3.3 APGAR Tn. S (Kepala keluarga)

No Jarang/tidak Kadang- Sering/


APGAR Nilai
. sama sekali (0) kadang (1) selalu (2)
1. Adaptation - √ - 1
2. Partnership - √ - 1
3. Growth - - √ 2
4. Affection - - √ 2
5. Resolve - √ - 1
Total APGAR score 7
Total poin APGAR Tn. S untuk keluarga adalah 7 poin
APGAR SCORE keluarga pasien (8+7) / 2 = 7,5 = 7

Kesimpulan fungsi fisiologis keluarga pasien sedang. Artinya pada keluarga


tersebut fungsi keluarga ditinjau dari sudut pandang anggota keluarga terhadap
hubungan dengan anggota keluarga yang lain adalah terjadi disfungsi keluarga
sedang.

3.3 Profil Health Seeking Behavior


Health Seeking Behaviour atau perilaku pencarian pengobatan dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor budaya, faktor pengalaman, faktor
kepuasan terhadap pelayanan kesehatan, dan faktor keterjangkauan finansial dan
non finansial. Perilaku pencarian pengobatan juga dipengaruhi oleh pengetahuan,
sikap dan praktek individu. Dalam bidang kesehatan, kondisi tersebut dibangun
oleh unsur sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, dan lingkungan juga
berhubungan dengan pencarian pengobatan baik ke fasilitas modern, tradisional,
atau mengobati sendiri.

29
Ny. A dan keluarga kurang mendapatkan informasi tentang kesehatan baik
dari lingkungan atau tenaga kesehatan. Pasien dan keluarga kurang
memperhatikan gejala-gejala hipertensi yang terjadi hingga terjadi serangan
stroke. Kemudian pasien dan keluarga kurang mendapatkan informasi untuk
selalu kontrol dan tidak putus obat akibat kurangnya pengetahuan mengenai gejala
dan terapi medikasi hipertensi.
Dari hasil pengamatan dapat dinilai bahwa keluarga tersebut memiliki
pengetahuan yang kurang tentang kesehatan, disertai dengan sikap dan perilaku
Ny. A dan keluarga yang kurang tanggap terhadap keluhan.

3.4 Profil Tempat Tinggal


a. Letak/lokasi
Dusun Damsaola, RT 05/ RW 03, Tegalrejo Mayang, Jember.
b. Bentuk Rumah
Rumah tidak bertingkat, bangunan bersifat permanen dengan luas
bangunan kurang lebih 30m2, bagian depan rumah terdapat teras kecil,
tidak ada halaman, dinding depan rumah dari tembok dan dinding antar
kamar terbuat dari anyaman bambu, atap rumah dari genteng. Kepemilikan
tanah rumah adalah tanah keluarga, keluarga membangun rumah tersebut
atas dana sendiri.
c. Lantai rumah
Lantai rumah terbuat dari plester semen di bagian teras dan ruang tamu,
sedangkan bagian dapur, tempat tidur dan kandang terbuat dari tanah.
d. Ruang rumah
Ruang rumah yang ditempati terdiri dari 1 kamar tidur, 1 ruang tamu, dan
1 dapur. Tidak terdapat jamban dan kamar mandi di rumah.
e. Ventilasi
Ventilasi dan jendela kurang di setiap ruangan. Terdapat 1 kamar tidur
tanpa ventilasi. Terdapat beberapa ruangan lain dengan ventilasi yang
kurang.
f. Ruang tidur

30
Ruang tidur dengan dapur hanya dibatasi dengan anyaman bambu. Tidak
ada sekat antara ruang tamu dan ruang tidur. Terdiri dari satu kasur beralas
dipan dan dipenuhi oleh barang-barang milik keluarga.

3.5 Profil Lingkungan Tempat Tinggal


a. Sarana kesehatan lingkungan
⁻ Pembuangan kotoran
Keluarga ini sehari-harinya membuang kotoran di sungai.
⁻ Penyediaan air bersih
Air bersih berasal dari air sumur tetangga, air digunakan untuk
keperluan minum, memasak, mandi, dan mencuci baju.
⁻ Pembuangan sampah
Sampah dikumpulkan di belakang rumah kemudian di bakar.
⁻ Pembuangan air limbah
Pembuangan air limbah langsung dialirkan ke selokan kecil di belakang
rumah dan bermuara ke sungai.
b. Keadaan Rumah
⁻ Jendela kamar tidur
Tidak terdapat jendela di kamar tidur.
- Tidak terdapat lubang asap di dapur, namun terdapat pintu yang
mengarah ke sungai di dapur sehingga dapat menjadi keluarnya asap.
⁻ Satu ruang tidur tampak lembab, tampak kurang rapi dan bersih.
⁻ Tidak padat penghuni
Luas rumah +32 m2, bila di bagi 2 setiap penghuni memiliki 16 m2. Hal
ini sesuaidengan konsep PHBS dimana setiap penghuni seharusnya
memiliki > 10 m2/orang.
c. Binatang/serangga penular penyakit
⁻ Bebas jentik Aedes agpyti
Tidak terdapat jentik Aedes agpyti, keluarga Ny. A tidak memiliki
jamban dan bak mandi. Air untuk sumber minum dan memasak yang

31
tersimpan dalam bak selalu diganti jika terlihat kotor. Tidak didapatkan
kaleng menumpuk atau pot yang tergenang air di sekitar rumah.
⁻ Bebas tikus
Terkadang terdapat tikus di sekitar dapur, ruang tidur dan di dalam
rumah.
d. Pekarangan
Keluarga Ny. A tidak memiliki pekarangan.
e. Kandang
Keluarga memiliki kandang sapi dan ayam di samping rumah.
f. Jarak antar rumah
Jarak antar rumah sangat dekat (±1 m), hanya berbatas tembok. Sebelah
kiri dan depan rumah Ny. A terdapat rumah anak-anak dari Ny. A.

3.6 Profil Kesehatan Pasien


3.6.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Tegalrejo, RT 05/ RW 03, Mayang, Jember
Suku : Madura
Agama : Islam

3.6.2 Pemeriksaan tanggal 13 April 2019


a. Anamnesis
- Keluhan Utama:
Pasien mengeluhkan nyeri kepala.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri kepala kambuh-kambuhan sudah sejak 1
2 minggu yang lalu. Pasien mengaku bahwa sudah lama tidak minum
obat +- 3 minggu. Pasien mengatakan hal tersebut dilakukan karena
pasien merasa tidak ada keluhan dan sering lupa.

32
Pasien juga mengeluhkan lemas pada tangan dan kaki kanan
yang hilang timbul sejak Bulan Januari tahun ini. Pasien mengaku
sempat MRS di RSD dr.Soebandi akibat stroke. Pasien awalnya
merasa kepala pusing saat bangun tidur dan setelah itu pasien bersiap
untuk berangkat bekerja namun kemudian pasien tidak sadar setelah
mandi di sungai. Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 5 tahun
yang lalu dan tidak pernah kontrol sebelum serangan stroke karena
sering tidak ada keluhan seperti pusing dan lemas. Namun setelahnya
pasien pun juga tidak rutin kontrol ke puskesmas Mayang.
Riwayat Penyakit Dahulu
HT (+), DM (-), Stroke (+), Alergi (-)
- Riwayat Pemberian Obat
Captopril dan amlodipine
- Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak pernah memiliki penyakit yang sama
- Riwayat Sosial Ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien berternak ayam,
menjual kue toples dengan pendapatan dibawah 500.000 ribu.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis, GCS 4-5-6
Tanda-tanda Vital : TD : 200/110 mmHg
Nadi : 96 x/menit, regular, kuat angkat
RR : 22 x/menit
Suhu Aksila : 36,9o C
Pernapasan : sesak (-), batuk (-), mengi (-)
Kulit : turgor kulit normal, purpura (-), ptekie (-)
Kelenjar limfe : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

33
Otot : edema (-) di kedua ekstremitas bawah, atrofi (-)
Tulang : deformitas (-)
Status gizi : BB : 72 kg
TB : 150 cm
BMI : 32
Pemeriksaan Khusus
 Kepala
- Bentuk : bulat, simetris
- Rambut :hitam, lurus, panjang
- Mata :konjungtiva anemis : -/-
sklera ikterus : -/-
edema palpebra : -/-
refleks cahaya : +/+
- Hidung : sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-)
- Telinga :sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
- Mulut :sianosis (-), bau (-)
 Leher
- KGB : tidak ada pembesaran
- Tiroid :tidak membesar
- JVP :tidak meningkat
 Thorax
1. Cor :
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi :ictus cordistidak teraba
- Perkusi :redup di ICS IV PSL D s/d ICS VIMCL S
- Auskultasi :S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-),
ekstrasistol (-)
2. Pulmo :
Dextra Sinistra

34
I: simetris (+),retraksi (-) I: simetris (+),retraksi (-)
P:fremitus raba (+) normal P: fremitus raba (+) normal
P: sonor (+) P: sonor (+)
A: Vesikuler (-),Rhonki (-), A: Vesikuler(-), Rhonki(-),
Wheezing (-) Wheezing(-)

 Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi :bising usus (+), 8 x/menit
- Palpasi :soepel, hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri
tekan epigastrium(-), nyeri ketok ginjal (-)
- Perkusi :timpani
 Ekstremitas
- Superior :akral hangat +/+, edema-/-
- Inferior : akral hangat +/+, edema -/-
 Pemeriksaan Neurologis
- Kesadaran :
Kualitatif : Composmentis
Kuantitatif : GCS 4-5-6
- Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-),
Brudzinski I (-), Brudzinski II (-), Lasegue (-)
- Nervus Kranialis :
N. III : Isokor, Φ 3/3 mm, Refleks cahaya +/+
N. VII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra
et sinistra
N. XII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra
et sinistra
- Motorik :
Kekuatan Otot : 544 | 555
544 | 555
Tonus Otot : +2 | +2
+2 | +2

35
Ref. Fisiologis : Bisep +/+ N, Trisep +/+ N, Knee +/+ N, Achilles
+/+
Ref. Patologis :Hoffman -/-, Tromner -/-, Babinski -/-, Chaddock
-/-, Openheim -/-, Schaeffer -/-, Gonda -/-, Gordon -/-
- Sensorik : hemihipoestesi dextra
- Otonom : BAK (+) normal, BAB (+) normal
- Kolumna Vertebra : dbN
c.Diagnosis : Hipertensi post stroke
d.Terapi : Captopril 2x25 mg dan amlodipine 10 mg 1-0-0
e.Program :
 Intervensi terapi dengan kombinasi obat,
 Edukasi dan motivasi untuk minum obat teratur dan menjaga pola
diet makanan,
 Edukasi mengenai penyakit dan komplikasi dari penyakit tersebut,
 Edukasi dan motivasi untuk kontrol teratur,
 Edukasi dan motivasi untuk melakukan aktivitas fisik,
 Istirahat yang cukup

3.6.3 Pemeriksaan tanggal 15 April 2019


a. Anamnesis :
Keluhan utama : Nyeri kepala
Riwayat penyakit : Pasien mengatakan keluhan masih ada namun
sedikit berkurang dibanding sebelumnya. Pasien
juga masih mengeluhkan lemah tangan dan kaki
kanan.
Riwayat obat : Captopril 2x25 mg
Amlodipine 10 mg 1-0-0
b. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum : cukup
2) Kesadaran : Compos mentis

36
3) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Frekuensi jantung : 92 x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi Pernapasan : 22x/menit regular
Suhu : 36,90C suhu aksila
Waktu pengisian kapiler : < 2 detik
2) Status Gizi : berlebih
3) Kulit : Turgor kulit kembali cepat, tidak
sianosis
4) Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening
5) Otot : dalam batas normal
6) Tulang : dalam batas normal
7) Sendi : dalam batas normal
Pemeriksaan Khusus
1) Kepala
- Bentuk : normocephal
- Rambut : lurus warna hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
edema palpebra -/-, pupil isokor, Φ 3 mm / 3 mm,
refleks cahaya +/+, fotofobia (-)
- Telinga : sekret -/-, darah -/-
- Hidung :sekret -/-, darah -/-
- Mulut
Bibir : sianosis (-), oedema (-), perdarahan (-)
Mukosa : pucat (-), hiperemia (-), perdarahan (-),
pembesaran tonsil (-),faring hiperemi (-), uvula
hiperemi (-)
2) Leher
- Bentuk : simetris
- Pembesaran KGB : tidak ada

37
- Kaku kuduk : tidak ada
- Tiroid : tidak membesar
- Deviasi Trakea : tidak ada
1) Dada
 Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi :ictus cordis teraba di ICS VIMCL S
 Perkusi :redup di ICS IV PSL D s/d ICS VIMCL S
 Auskultasi :S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-),
ekstrasistol (-)
-
 Paru-Paru

Kanan Kiri

Insp : Simetris, retraksi (-) Insp : Simetris, retraksi (-0

Depan Palp : Fremitus raba (+), dBN Palp : Fremitus raba (+), dBN

Perk : Sonor Perk : Sonor

Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-) Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-)

Insp : Simetris, Retraksi (-) Insp : Simetris, Retraksi (-)

Perk : Fremitus raba (+), dBN Perk : Fremitus raba (+), dBN
Belakang
Palp : Sonor Palp : Sonor

Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-) Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-)

4) Abdomen
- Inspeksi : cembung
- Auskultasi : bising usus (10x/menit)
- Perkusi : timpani
- Palpasi : soepel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar
dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat

38
5) Anggota gerak
- Atas: akral hangat +/+, edema -/-, tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat atrofi otot
- Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat atrofi otot
6) Anus dan Kelamin: dalam batas Normal
7) Pemeriksaan Neurologis
- Kesadaran :
Kualitatif : Composmentis
Kuantitatif : GCS 4-5-6
- Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-),
Brudzinski I (-), Brudzinski II (-), Lasegue (-)
- Nervus Kranialis :
N. III : Isokor, Φ 3/3 mm, Refleks cahaya +/+
N. VII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra
et sinistra
N. XII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra
et sinistra
- Motorik :
Kekuatan Otot :554 | 555
554 | 555
Tonus Otot :+2 | +2
+2| +2
Ref. Fisiologis : Bisep +/+ N, Trisep +/+ N, Knee +/+ N, Achilles
+/+ N
Ref. Patologis :Hoffman -/-, Tromner -/-, Babinski -/-, Chaddock
-/-, Openheim -/-, Schaeffer -/-, Gonda -/-, Gordon -/-
- Sensorik : dbN
- Otonom : BAK (+) normal, BAB (+) normal
- Kolumna Vertebra : dbN

39
b. Diagnosis : hipertensi post stroke
c. Terapi : Captopril 2x25 mg
Amlodipine 10 mg 1-0-0
d. Program :
- Edukasi dan motivasi untuk minum obat teratur dan menjaga pola
diet,
- Edukasi dan motivasi untuk kontrol teratur,
- Edukasi untuk melakukan aktivitas fisik,
- Istirahat yang cukup.

3.6.4 Pemeriksaan tanggal 18 April 2019


a. Anamnesis :
Keluhan utama : Pasien mengeluhkan sedikit nyeri pada kepala
Riwayat penyakit : Pasien mengeluhkan nyeri kepala berkurang dan
mengaku, lupa untuk datang kontrol ke poli dan obat
sudah habis. Pasien masih mengeluhkan lemah
tangan kanan dan kiri namun sudah berkurang
dibanding sebelumnya.
Pasien mengaku sempat memakan beberapa kue
kacang dan gorengan malam harinya, dan sempat
nyeri kepala malam dan pagi harinya.
Riwayat obat : Captopril 2x25 mg
Amlodipine 10 mg 1-0-0

b. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : cukup
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Frekuensi jantung : 90 x/menit, regular, kuat angkat

40
Frekuensi Pernapasan : 20x/menit regular
Suhu : 36,70C suhu aksila
Waktu pengisian kapiler : < 2 detik
c. Status Gizi : berlebih
d. Kulit : Turgor kulit kembali cepat, tidak
sianosis
e. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening
f. Otot : dalam batas normal
g. Tulang : dalam batas normal
h. Sendi : dalam batas normal

Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
- Bentuk : normocephal
- Rambut : lurus warna hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
edema palpebra -/-, pupil isokor, Φ 3 mm / 3 mm,
refleks cahaya +/+, fotofobia (-)
- Telinga : sekret -/-, darah -/-
- Hidung :sekret -/-, darah -/-
- Mulut
Bibir : sianosis (-), oedema (-), perdarahan (-)
Mukosa : pucat (-), hiperemia (-), perdarahan (-),
pembesaran tonsil (-),faring hiperemi (-), uvula
hiperemi (-)
b. Leher
2. Bentuk : simetris
3. Pembesaran KGB : tidak ada
4. Kaku kuduk : tidak ada
5. Tiroid : tidak membesar

41
6. Deviasi Trakea : tidak ada
2) Dada
 Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi :ictus cordis teraba di ICS VIMCL S
 Perkusi :redup di ICS IV PSL D s/d ICS VIMCL S
 Auskultasi :S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-),
ekstrasistol (-)
7.
 Paru-Paru

Kanan Kiri

Insp : Simetris, retraksi (-) Insp : Simetris, retraksi (-0

Depan Palp : Fremitus raba (+), dBN Palp : Fremitus raba (+), dBN

Perk : Sonor Perk : Sonor

Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-) Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-)

Insp : Simetris, Retraksi (-) Insp : Simetris, Retraksi (-)

Perk : Fremitus raba (+), dBN Perk : Fremitus raba (+), dBN
Belakang
Palp : Sonor Palp : Sonor

Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-) Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-)

8) Abdomen
1. Inspeksi : cembung
2. Auskultasi : bising usus (10x/menit)
3. Perkusi : timpani
4. Palpasi : soepel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar
dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat
9) Anggota gerak

42
1. Atas: akral hangat +/+, edema -/-, tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat atrofi otot
2. Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat atrofi otot
10) Anus dan Kelamin: dalam batas Normal
11) Pemeriksaan Neurologis
- Kesadaran :
Kualitatif : Composmentis
Kuantitatif : GCS 4-5-6
- Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-),
Brudzinski I (-), Brudzinski II (-), Lasegue (-)
- Nervus Kranialis :
N. III : Isokor, Φ 3/3 mm, Refleks cahaya +/+
N. VII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra
et sinistra
N. XII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra
et sinistra
- Motorik :
Kekuatan Otot :554 | 555
554 | 555
Tonus Otot :+2 | +2
+2| +2
Ref. Fisiologis : Bisep +/+ N, Trisep +/+ N, Knee +/+ N, Achilles
+/+ N
Ref. Patologis :Hoffman -/-, Tromner -/-, Babinski -/-, Chaddock
-/-, Openheim -/-, Schaeffer -/-, Gonda -/-, Gordon -/-
- Sensorik : dbN
- Otonom : BAK (+) normal, BAB (+) normal
- Kolumna Vertebra : dbN

3.7 Diagnosis : hipertensi post stroke

43
3.8 Terapi : Captopril 2x25 mg
Amlodipine 10 mg 1-0-0
e. Program :
 Edukasi dan motivasi untuk minum obat teratur dan menjaga
pola diet,
 Edukasi dan motivasi untuk kontrol teratur,
 Edukasi mengenai komplikasi yang terjadi apabila tekanan
darah tidak terkontrol,
 Edukasi untuk melakukan aktivitas fisik,
 Istirahat yang cukup.

v. Pemeriksaan tanggal 20 April 2019


a. Anamnesis :
Keluhan utama : Pasien mengeluhkan lemah pada tangan kaki kanan
Riwayat penyakit : Pasien mengeluhkan keluhan nyeri kepala hilang
timbul, dan tidak terlalu nyeri. Pasien bisa tidur.
Namun saat beberapa aktifitas tertentu pasien
merasakan kelemahan tangan dan kaki kanan. Pasien
mengatakan selama 3 hari ini mulai teratur melakuan
aktivitas fisik dan menjaga pola diet.
Riwayat obat : Captopril 2x25 mg
Amlodipine 10 mg 1-0-0
b. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : cukup
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Frekuensi jantung : 88 x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi Pernapasan : 20x/menit regular
Suhu : 36,80C suhu aksila

44
Waktu pengisian kapiler : < 2 detik
c. Status Gizi : berlebih
d. Kulit : Turgor kulit kembali cepat, tidak
sianosis
e. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening
f. Otot : dalam batas normal
g. Tulang : dalam batas normal
h. Sendi : dalam batas normal

Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
- Bentuk : normocephal
- Rambut : lurus warna hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
edema palpebra -/-, pupil isokor, Φ 3 mm / 3 mm,
refleks cahaya +/+, fotofobia (-)
- Telinga : sekret -/-, darah -/-
- Hidung :sekret -/-, darah -/-
- Mulut
Bibir : sianosis (-), oedema (-), perdarahan (-)
Mukosa : pucat (-), hiperemia (-), perdarahan (-),
pembesaran tonsil (-),faring hiperemi (-), uvula
hiperemi (-)
b. Leher
2. Bentuk : simetris
3. Pembesaran KGB : tidak ada
4. Kaku kuduk : tidak ada
5. Tiroid : tidak membesar
6. Deviasi Trakea : tidak ada
3) Dada

45
 Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi :ictus cordis teraba di ICS VIMCL S
 Perkusi :redup di ICS IV PSL D s/d ICS VIMCL S
 Auskultasi :S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-),
ekstrasistol (-)
7.
 Paru-Paru

Kanan Kiri

Insp : Simetris, retraksi (-) Insp : Simetris, retraksi (-0

Depan Palp : Fremitus raba (+), dBN Palp : Fremitus raba (+), dBN

Perk : Sonor Perk : Sonor

Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-) Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-)

Insp : Simetris, Retraksi (-) Insp : Simetris, Retraksi (-)

Perk : Fremitus raba (+), dBN Perk : Fremitus raba (+), dBN
Belakang
Palp : Sonor Palp : Sonor

Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-) Ausk : Ves (+), Rho (-), Whe (-)

12) Abdomen
1. Inspeksi : cembung
2. Auskultasi : bising usus (8x/menit)
3. Perkusi : timpani
4. Palpasi : soepel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar
dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat
13) Anggota gerak
1. Atas: akral hangat +/+, edema -/-, tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat atrofi otot

46
2. Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, tidak terdapat sianosis, tidak
terdapat atrofi otot
14) Anus dan Kelamin: dalam batas Normal
15) Pemeriksaan Neurologis
- Kesadaran :
Kualitatif : Composmentis
Kuantitatif : GCS 4-5-6
- Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-),
Brudzinski I (-), Brudzinski II (-), Lasegue (-)
- Nervus Kranialis :
N. III : Isokor, Φ 3/3 mm, Refleks cahaya +/+
N. VII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra
et sinistra
N. XII : Diam/Gerak = Simetris dextra et sinistra/Simetris dextra
et sinistra
- Motorik :
Kekuatan Otot :554 | 555
554 | 555
Tonus Otot :+2 | +2
+2| +2
Ref. Fisiologis : Bisep +/+ N, Trisep +/+ N, Knee +/+ N, Achilles
+/+ N
Ref. Patologis :Hoffman -/-, Tromner -/-, Babinski -/-, Chaddock
-/-, Openheim -/-, Schaeffer -/-, Gonda -/-, Gordon -/-
- Sensorik : dbN
- Otonom : BAK (+) normal, BAB (+) normal
- Kolumna Vertebra : dbN

c. Diagnosis : hipertensi post stroke


d. Terapi : Captopril 2x25 mg
Amlodipine 10 mg 1-0-0

47
e. Program :
1. Edukasi dan motivasi untuk minum obat teratur,
2. Edukasi menjaga pola diet terutama membatasi penggunan garam dan
MSG,
3. Edukasi dan motivasi untuk kontrol teratur,
4. Edukasi untuk melakukan aktivitas fisik,
5. Istirahat yang cukup.

48
Profil Kesehatan Pasien
i. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Dusun Tegalrejo, RT 05/ RW 03, Mayang, Jember
Suku : Madura
Agama : Islam

Pemeriksaan tanggal 13 April 2019


b. Anamnesis
- Keluhan Utama:
Tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
HT (-), DM (-), Stroke (-), Alergi (-)
- Riwayat Pemberian Obat
-
- Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien tidak mengetahui penyakit yang diturunkan dalam keluarganya.
- Riwayat Sosial Ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien berternak ayam dan
tani dengan pendapatan dibawah 500.000 ribu.

c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis, GCS 4-5-6
Tanda-tanda Vital : TD : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit, regular, kuat angkat

49
RR : 18 x/menit
Suhu Aksila : 36,9o C
Pernapasan : sesak (-), batuk (-), mengi (-)
Kulit : turgor kulit normal, purpura (-), ptekie (-)
Kelenjar limfe : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Otot : edema (-) di kedua ekstremitas bawah, atrofi (-)
Tulang : deformitas (-)
Status gizi : BB : 55 kg
TB : 165 cm
BMI : 20,20 (normal)

Pemeriksaan Khusus
 Kepala
- Bentuk : bulat, simetris
- Rambut :hitam, lurus, panjang
- Mata :konjungtiva anemis : -/-
sklera ikterus : -/-
edema palpebra : -/-
refleks cahaya : +/+
- Hidung : sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-)
- Telinga :sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
- Mulut :sianosis (-), bau (-)
 Leher
- KGB : tidak ada pembesaran
- Tiroid :tidak membesar
- JVP :tidak meningkat
 Thorax
1. Cor :
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi :ictus cordis teraba di ICS VIMCL S
- Perkusi :redup di ICS IV PSL D s/d ICS VMCL S

50
- Auskultasi :S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-),
ekstrasistol (-)
3. Pulmo :
Dextra Sinistra
I: simetris (+),retraksi (-) I: simetris (+),retraksi (-)
P:fremitus raba (+) normal P: fremitus raba (+) normal
P: sonor (+) P: sonor (+)
A: Vesikuler (-),Rhonki (-), A: Vesikuler(-), Rhonki(-),
Wheezing (-) Wheezing(-)

 Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi :bising usus (+), 10 x/menit
- Palpasi :soepel, hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri
tekan epigastrium(-), nyeri ketok ginjal (-)
- Perkusi :timpani
 Ekstremitas
- Superior :akral hangat +/+, edema-/-
- Inferior : akral hangat +/+, edema -/

51
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Masalah Kesehatan dalam Keluarga


Berdasarkan kunjungan ke keluarga binaan sebanyak empat kali,
permasalahan pada pasien yang kami temukan yaitu:

4.1.1 Risiko Terkait dengan Karakteristik Keluarga


Berdasarkan analisis, antar anggota keluarga sudah ada rasa peduli ketika
terdapat salah satu anggota yang sedang sakit. Namun karena pendidikan serta
pengetahuan pasien yang kurang terhadap penyakit hipertensi, pentingnya akan
kepatuhan minum obat, pola diet, aktivitas fisik dan stroke, pasien jarang untuk
kontrol, keluhan yang tidak berkurang dan tekanan darah yang tak terkontrol.

4.1.2 Risiko Terkait dengan Keadaan Rumah


Berdasarkan analisis, keadaan rumah pasien cukup dengan penghuni 2
orang, didapatkan luas 32 m2/orang. Kondisi rumah secara keseluruhan kurang
layak karena di setiap ruangan pencahayaan dan ventilasi kurang, terutama untuk
ruangan tidur yang dihuni oleh pasien. Lantai rumah berupa plester semen dan
pada beberapa tempat masih berupa tanah. Tidak ada sekat antara ruang tamu
dengan ruang tidur, sedangkan sekat dengan dapur terbuat dari anyaman bambu.
Pencahayaan dan ventilasi dalam rumah kurang, sehingga lantai sangat lembab.
Pasien memelihara sapi dan ayam yang berada di samping kanan rumah. Jarak
rumah dengan kandang ayam dan sapi kurang dari 1 meter (hanya berbatas
tembok). Kondisi rumah pasien memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya
penularan penyakit.

4.1.3 Risiko Terkait Fungsi dalam Keluarga


Pasien adalah seorang nenek dalam keluarga dan saat ini pasien bekerja
mejadi tukang pijat dan sesekali membuat kue toples untuk dijual. Anak pasien
dan menantu laki-laki pasien bekerja sebagai kuli bangunan di Bali. Saat ini suami
pasien bekerja mencari rumput untuk pakan ternak dan tani. Untuk saat ini pasien

52
dan suami mengandalkan bantuan dari anak pasien. Pasien terkadang diantarkan
oleh anak perempuan pasien saat berobat ke puskesmas. Namun terkadang pasien
terlambat kontrol oleh karena tidak ada yang mengantar, lupa atau karena merasa
tidak ada keluhan. Setelah serangan stroke, pasien kesulitan dalam mencukupi
kebutuhan pokok karena kesulitan dalam bekerja sehingga harus meminta bantuan
dari anak dan menantu. Keluarga pasien cukup membantu kebutuhan sehari-hari
namun pasien merasa setelah kurang lebih 30 tahun bekerja sebagai karyawan
pabrik, pasien selalu dapat mencukupi kebutuhan sendiri sehingga terkadang
merasa enggan untuk selalu meminta kepada anak dan menantu yang terkadang
juga kesusahan untuk kebutuhan sehari-hari.

4.1.4 Risiko Terkait dengan Faktor Ekonomi


Berdasarkan penghasilan pasien, keluarga ini termasuk dalam keluarga
dengan kondisi ekonomi yang menengah ke bawah. Untuk kebutuhan pokok,
penghasilan suami dengan beternak ayam dan tani tidak dapat mencukupi
sehingga perlu bantuan dari anak dan menantu.

4.1.5 Risiko Terkait Gaya Hidup Keluarga


Berdasarkan analisis, gaya hidup keluarga pasien kurang baik. Kebiasaan
mandi, BAK, dan BAB masih dilakukan di sungai dan keluarga tersebut tidak
memiliki kamar mandi sendiri. Pasien sering mengkonsumsi mie instan, gorengan,
dan kue toples sekitar lebih dari tiga kali dalam seminggu. Pasien dan suami
jarang berolahraga. Pasien kurang asupan buah-buahan dan sayur-sayuran.

4.1.6 Risiko Terkait dengan Lingkungan Sekitar


Berdasarkam analisis, lingkungan tempat tinggal kurang layak. Jarak antar
rumah saling berdekatan hanya berbatas tembok, sedangkan dengan rumah
didepannya berjarak kurang lebih satu meter. Terdapat kandang dengan jarak
kurang dari satu meter dari rumah pasien. Sampah masih dibuang sembarangan
atau dibakar dan terlihat menumpuk disekitar sungai.

53
4.1.7 Risiko Terkait dengan Status Kesehatan
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan stroke. Pasien sebelumnya pernah
didiagnosis hipertensi namun tidak mengkonsumsi obat. Saat serangan stroke
terjadi pasien kemudian mulai mengkonsumsi obat antihipertensi namun jarang
untuk kontrol.

4.2 Analisis Masalah


Fishbone diagram (diagram tulang ikan) dapat digunakan untuk
mengidentifikasi potensi masalah yang terjadi. Tujuan utama dari diagram tulang
ikan adalah untuk menggambarkan secara grafik cara hubungan antara akibat dan
semua faktor yang berpengaruh pada akibat ini.
Pembuatan diagram ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mungkin
menjadi penyebab dari suatu masalah atau penyimpangan (sebagai akibat dari
sebab-sebab). Dengan diketahui hubungan antara sebab dan akibat suatu masalah,
maka tindakan pemecahan masalah akan mudah ditentukan. Suatu tindakan dan
langkah improvement akan lebih mudah dilakukan jika masalah dan akar
penyebab masalah sudah ditemukan. Manfaat fishbone diagram ini dapat
menolong kita untuk menentukan akar penyebab masalah secara user friendly.
Untuk mengetahui akar masalah dari keluarga ini maka dilakukan pembuatan
diagram ini seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.1.
Pemeriksaan tekanan darah
yang terlambat, putus obat,
sehingga pasien tidak
mengetahui gejala hingga
terjadi stroke dan tekanan darah
Kurang mengerti mengenai tidak terkontrol setelah Pendidikan dan pengetahuan
penyakit yang diderita, lifestyle serangan pasien tentang kesehatan dan
yang baik dan komplikasinya
penyakit yang diderita rendah..
Kurang mengerti mengenai PHBS. METHOD

MATERIAL MAN

Resiko terjadinya
penyakit pada
geriatri

54
MANAGEMENT MONEY
MACHINE
Penghasilan keluarga yang
Pola makan tidak sehat.
kurang untuk mencukupi
Penggunaan garam dan Kurangnya penyuluhan kebutuhan pokok sehingga
MSG yang berlebih, dan terkait dengan penyakit anggaran untuk penbiayaan
jarang berolahraga. Tidak Hipertensi oleh tenaga kesehatan cukup
adanya jamban, kamar kesehatan. terabaikan.
mandi dan sumber air
dirumah.
Gambar 4.1 Diagram fishbone

4.3 Plan of Action


Berdasarkan analisis masalah diatas maka rencana penyelesaian masalah yang
sesuai dengan masalah diatas adalah
1. Man
⁻ Memberi penyuluhan dan edukasi pada penderita dan keluarga mengenai
penyakit hipertensi hingga pencegahan.
2. Method
⁻ Memberi edukasi kepada penderita agar lebih memperhatikan gejala-gejala
penyakit yang diderita agar tidak terlambat dalam melakukan penanganan.
⁻ Memberikan edukasi kepada penderita mengenai pentingnya kontrol dan
minum obat secara teratur
3. Material
⁻ Memberikan edukasi mengenai pola diet hipertensi yang baik
⁻ Memberikan edukasi mengenai aktifitas fisik yang harus dilakukan
⁻ Memberikan edukasi tentang PHBS
4. Management
⁻ Memberi edukasi kepada keluarga tentang pola makan gizi seimbang dan .
tentang pemberian nutrisi serta makanan terkait hipertensi
5. Machine
⁻ Memberikan saran kepada tenaga kesehatan untuk lebih aktif dalam
melakukan edukasi dan skrining hipertensi.

55
6. Money
⁻ Menyarankan kepada keluarga untuk menggunakan asuransi yang
disediakan pemerintah agar biaya pengobatan pasien tidak dirasa berat.

4.4 Pelaksanaan Intervensi dan Edukasi


Pelaksanaan kegiatan yang sudah kami rencanakan sebelumnya dilaksanakan
secara berkala yaitu pada tanggal 13, 15, 18 dan 20 April 2019 yaitu pemberian
edukasi dengan bantuan leaflet kepada keluarga binaan terkait masalah yang ada di
keluarga. Edukasi yang kami sampaikan sesuai dengan plan of action yang kami buat
yaitu:
1. Memberikan edukasi tentang penyakit hipertensi dan stroke
2. Memberikan edukasi mengenai konsumsi obat hipertensi dan pentingnya
untuk kontrol
3. Memberikan edukasi gizi seimbang dan PHBS
4. Memberikan edukasi mengenai diet yang efektif pada pasien hipertensi
5. Memberikan edukasi mengenai aktifitas fisik yang baik dilakukan untuk
pasien hipertensi
6. Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga untuk menggunakan
asuransi kesehatan yang dimiliki supaya biaya pengobatan lebih menjadi
minimal.

4.5 Evaluasi Hasil Intervensi


Evaluasi dari intervensi dan edukasi dilakukan dengan cara cross check atau
meminta penderita untuk mengulang dan mengingat poin-poin penting yang telah
disampaikan. Setelah dilakukan cross check, penderita dapat mengerti apa yang
telah disampaikan. Serta melalukan follow up pada kunjungan berikutnya.
1. Kunjungan I pada tanggal 13 April 2019, kami melakukan edukasi tentang
penyakit hipertensi meliputi penyebab, gejala, pemeriksaan yang perlu
dilakukan, hingga tatalaksana, pencegahan dan komplikasi.
2. Kunjungan II pada tanggal 15 April 2019, kami memberikan edukasi tentang
gizi seimbang, pola diet untuk penderita hipertensi termasuk membatasi

56
konsumsi garam natrium, dan aktifitas fisik. Dan dilakukan pengecekan
tekanan darah yaitu 180/110 mmHg yang telah mengalami penurunan dari
kunjungan sebelumnya yaitu 200/110 mmHg.
3. Kunjungan III pada tanggal 18 April 2019, kami memberikan edukasi
kembali mengenai hipertensi, lifestyle yang baik ditambah tentang PHBS dan
kembali melakukan pengukuran tekanan darah sebesar 150/90 mmHg. Kami
juga mengedukasi mengenai pentingnya kontrol dan konsumsi obat hipertensi
secara teratur.
4. Kunjungan IV pada tanggal 20 April 2019, kami mengcrosscheck kembali
apakah edukasi yang kami berikan sudah di lakukan seperti pola diet, aktifitas
fisik, konsumsi obat dan kontrol ke dokter. Hasil pengkuran tekanan darah
yaitu 140/90 mmHg. Dilakukan post test kepada pasien dan pasien dapat
menjawab 8 pertanyaan benar dari total 10 pertanyaan.

4.6 Kesan dan Pesan Keluarga Binaan


Kesan dari keluarga binaan ini, kami mendapatkan sambutan dan diterima
dengan baik oleh anggota keluarga, masukan yang kami berikan juga dapat
diterima dengan baik, serta adanya diskusi antara pihak keluarga binaan dengan
kami tentang masalah kesehatan yang sedang dialami.
Pesan keluarga binaan yaitu agar mengamalkan hal yang telah diedukasikan
terhadap mereka agar dapat meningkatkan status kesehatan keluarga tersebut.

57
BAB 5. PENUTUP

1.
5.1 Kesimpulan
Kejadian hipertensi sebenarnya dapat dicegah dan/atau diatasi dengan
pemahaman yang baik mengenai faktor-faktor risikonya dan meghindarinya.
Meskipun suatu keluarga mempunyai asuransi kesehatan, perasaan tidak tenang
akan pembiayaan kesehatan juga memperberat risiko suatu penyakit karena faktor
stressor. Hal tersebut dapat ditangani dengan membiasakan diri melakukan PHBS
dan managemen keuangan yang baik.

5.2 Saran
Pada kegiatan keluarga binaan diperlukan waktu yang lebih lama
pelaksanaannya agar tujuan dari keluarga binaan tidak hanya sebatas pada solusi
dari permasalahan kesehatan namun hingga pada hasil dari kegiatan keluarga
binaan.

58
DAFTAR PUSTAKA

Chobaniam AV et al. 2005. Seventh Report of the Joint National Committee on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure.JAMA: 2560-2572.

Dosh SA. 2011. The diagnosis of essential and secondary hypertension in adults.
J.Fam Pract;50:707-712.

Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. 2003. Lecture Note:
kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga.

Hajjar I, Kotchen TA. 2010. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And


Control Of Hypertension In The United States. JAMA:199-206.

Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Cetakan ketujuh. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

James, Paul et al. 2014.Evidence based guideline for the managementof high
blood presure in adults report from the panel members appointed to the
english joint national commitee (JNC 8). JAMA ;311(5):507-520.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan


Dasar. Tidak dipublikasikan.

Mancia et al.2013. ESC/ESH guideline for the management of arterial


hypertension. Journal of Hypertension; 31:1281-1357.

Novitaningtyas, Tri. 2014. Hubungan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin,


Tingkat Pendidikan) Dan Aktivitas Fisik Dengan Tekanan Darah Pada
Lansia Di Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo. Sukoharjo.

Oparil S et al. 2013. Pathogenesis of Hypertension. Ann Intern Med;139:761-776

Prince, A. Sylvia & Lorraine, M. Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-proses Penyakit. Edisi 8. Vol 2. Jakarta:EGC.

Puspitawati. 2013. Konsep Dan Teori Keluarga. Bogor: Departemen Ilmu


Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia-Institut Pertanian
Bogor.

Rohmat. 2010. Keluarga dan Pola Pengasuhan Anak. Jurnal Studi Gender & Anak
Yinyang.

59
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing

Smith, W. S., Hauser, S.L., Easton, J.D., 2001. Cerebrovascular Disease. New
York: McGraw-Hill.

Soeharto, I. 2004. Serangan Jantung dan Stroke. Edisi Kedua. Jakarta: PT


GramediaPustaka Utama.

Sustrani, Lanny, dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

World Health Organization (WHO). 2007.International Society of Hypertension


Statement on Management of Hypertension. J Hypertens;21:1983-1992.

World Health Organization (WHO). 2009.Cardio Vascular Disease, Risk Factors


for Stroke.
http://www.who.int/cardiovascular_disease/en/cvd_atlas_03_risk_factors
.pdf. [dikunjungi 12 Februari 2019].

60
Permasalahan 1 (hipertensi)

Ny A memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. Ny A memiliki


pengetahuan yang kurang tentang hipertensi sehingga mengabaikan penyakit
tersebut dan tidak pernah kontrol ataupun meminum obat anti hipertensi. Hingga
pada bulan Desember 2018 Ny A mengalami serangan stroke. Dan sejak saat itu
Ny A mulai perhatian tentang penyakitnya namun pengetahuan tentang penyakit
tersebut sangat kurang, sehingga tekanan darah Ny. A tidak terkontrol.

Solusi : dilakukan edukasi tentang hipertensi dengan leaflet

61
Permasalahan 2 (PHBS)

Kondisi rumah Ny A secara keseluruhan kurang layak karena di setiap


ruangan pencahayaan danventilasi kurang, terutama untuk kamar yang dihuni oleh
pasien. Lantai rumah berupa plester semen dan pada beberapa tempat masih
berupa tanah. Sekat antara ruang tamu dan kamar terbuat dari anyaman bambu.
Pencahayaan dan ventilasi tidak ada, sehingga lantai sangat lembab. Pasien
memelihara sapi dan ayam. Jarak rumah dengan kandang ayam dan sapi kurang
dari 1 meter. Kondisi rumah pasien memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya
penularan penyakit. Di dapur terdapat tikus. Pasien mengaku jarang mencuci
tangan saat akan memasak atau setelah memasak.dan pasien masih sering mandi,
BAK atau BAB disungai.

Solusi : mengadakan edukasi tentang PHBS dengan leaflet

62
Permasalahan 3 (diet hipertensi)

Berdasarkan analisis, gaya hidup keluarga pasien kurang baik. Pasien


sering mengkonsumsi mie instan, konsumsi garam natrium berlebih, dan gorengan
sekitar lebih dari tiga kali dalam seminggu. Pasien kurang asupan buah-buahan
dan sayur-sayuran. Pasien jarang konsumsi air putih.

Solusi: melakukan edukasi diet hipertensi dengan leaflet

63
Permasalahan 4 (aktifitas fisik)

Berdasarkan analisis, pasien jarang beraktifitas fisik. Hal ini dikarenakan


pasien merasa tetap lemas pada tangan dan kaki kanan setelah post MRS akibat
stroke. Pekerjaan pasien yang dilakukan sehari-hari adalah sebagai tukang pijat
atau sekedar membuat kue toples, jika tidak ada order, maka yang dilakukan
pasien tiduran di rumah saja.

Solusi: melakukan edukasi aktifitas fisik dengan leaflet

64
Permasalahan 5 (kepatuhan obat)

Berdasarkan analisis, pasien kurang memiliki kesadaran penuh akan


pentingnya minum obat dan rutin kontrol dikarenakan kurangnya pengetahuan
akan hal tersebut. Pasien kurang lebih 1-3 minggu tidak minum obat karena obat
habis dan tidak pergi untuk kontrol. Sehingga, tekanan darah pasien tidak
terkontrol. Pasien mengatakan alasan tidak pergi kontrol karena lupa dan merasa
bahwa keluhan berkurang.

Solusi: melakukan edukasi mengenai kepatuhan minum obat

65

Anda mungkin juga menyukai