Anda di halaman 1dari 3

CERITA RAKYAT :

“MALIN KUNDANG”

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Kami dari kelas 5 (lima) akan bermain drama yang berjudul “Malin Kundang”.
Adapun tokoh dalam drama ini akan diperankan oleh :
 Malin Kundang diperankan oleh : Fikri Wildany
 Istri Malin Kundang diperankan oleh : Perdana Egi
 Ibu Malin Kundang diperankan oleh : Fikri Asidik
 Ajudan 1 Malin Kundang diperankan oleh : Dafa Kartika Rahmadani
 Ajudan 2 Malin Kundang diperankan oleh : Kailo Raihaki
 Pembaca Narasi Teks Drama : Farel Febriyanto

Pada suatu desa hiduplah seorang Ibu Tua yang mempunyai seorang anak laki-
laki yang bernama Malin Kundang. Mereka hidup sangat kurang sekali
ekonominya … Pada suatu malam Malin berkata kepada ibunya :
Malin : “Ibu hidup kita semakin lama semakin susah saja, bagaimana kalau
aku merantau ke negeri seberang.”

Ibu : “Aduh… anakku janganlah engkau pergi dari Ibu…


Ibumu ini sudah tua …. dan engkaulah anak Ibu satu-satunya.”

Malin : “Tapi… Ibu, kehidupan kita susah begini, nanti kalau aku sudah
mempunyai uang yang banyak aku tidak akan melupakanmu Ibu.”

Ibu : “Baiklah anakku… kalau itu memang keinginanmu, Ibu akan ijinkan
kamu pergi… tetapi jika suatu saat kamu berhasil, ingatlah selalu
pada Ibumu ini…”

Keesokan harinya Malin berpamitan dengan Ibunya, dengan rasa sedih Malinpun
pergi meninggalkan Ibu dan desanya…
Seiring berjalannya waktu, susah dan senang Malin jalani hidupnya, akhirnya ia
menemukan jalan hidupnya, sehingga ia menjadi seorang yang kaya raya. Pada
suatu ketika Malin bertemu dengan wanita cantik dan baik hati, lalu menikahlah
mereka, dan pada suatu hari Malin beserta Istrinya dan kedua Ajudannya pergi
berlayar untuk berlibur, akan tetapi tiba-tiba cuaca di lautanpun memburuk, dan
akhirnya kapal yang mereka tumpangi terombang-ambing di tengah laut, hingga
akhirnya mereka terdampar di suatu pantai, di dekat desanya Malin tinggal. Maka
kebingunganlah mereka.

Istri : Aduh… Kakanda kita sedang terdampar di sebuah desa. Apakah


Kakanda tahu desa ini…?
Setelah istrinya bertanya, malinpun baru menyadarinya bahwa ia terdampar di
pantai, dimana pantai tersebut adalah dekat dengan desa kelahirannya.

Malinpun pura-pura tidak tahu kalau itu desanya, karena jika ia mengatakannya
Malin merasa malu dengan Istrinya, karena di desa itu ada Ibunya.

Malin : “Tidak.. aku tidak tahu desa ini!”

Ajudan 1 : “Sepertinya desa ini sepi ya Tuan?”

Ajudan 2 : “Ya Tuan, tidak ada seorang pun di pantai ini.”

Ajudan 1 : “Tapi ada kok, orang disebelah sana yang sedang mencari kerang”.

Ajudan 2 : “Ya Tuan, sepertinya wanita tua!”

Malin : “Oke lah… biar aku saja yang bertanya, adakah tempat untuk
bermalam di sini?.”

Ajudan : “Baiklah Tuan…”


1&2

Malin : “Maaf Bu, apakah disini ada tempat beristirahat?”

(dengan kaget Ibu tua itu saat melihat anak muda yang gagah dan
kaya raya, sepertinya ia tahu anak muda itu, lalu ia bertanya)

Ibu : “Aduh Nak!!”


“Kamu dari mana nak? Sepertinya Ibu mengenal kamu.

Istrinya : “Apakah benar Kakanda mengenal Ibu Tua itu”?

Malin : “Tidak, aku tidak tahu…”

Ibu : “Kamu… Malin Kundang Anakku kan?…. Karena anaku Malin ada
tanda lahir di kepala bagian kanan seperti tanda yang ada di
kepalamu nak..

Dengan rasa percaya diri si Ibu memanggil dan memeluk.

Ibu : “Anakku.. Maliiiin…”

Malin : “Bukan wanita tua..!!! aku adalah Raja yang kaya raya, mana
mungkin engkau mempunyai anak seorang Raja.. Orang tua jelek…”
Istri : “Tidak boleh begitu Kakanda, janganlah engkau berkata kasar
terhadapnya, jika benar itu Ibumu, akui saja, aku tidak akan marah
kok”.

(Dengan nada marah, Malin mengelak)

Malin : Tidak…, Dia bukan Ibuku..


(Sambil mendorong ibunya terjatuh).

(Dengan marah Ibunya berkata)


Ibu : “Jika kau tidak mengakui aku sebagai Ibumu… maka akan menyesal
engkau… KU KUTUK KAU MENJADI BATU.”…

Tidak lama kemudian tiba-tiba cuacapun menjadi buruk, langitpun perlahan gelap,
disertai hujan petir. Seketika petirpun menyambar Malin yang sedang berdiri …
secara tiba-tiba kaki Malin tidak dapat digerakkan seperti akan menjadi batu…

Dengan rasa menyesal Malinpun menyadari bahwa dirinya telah durhaka terhadap
Ibunya, karena tidak mengakui Ibunya. Akhirnya Malinpun meminta maaf kepada
Ibunya atas keangkuhannya.

Malin : “Maafkanlah aku Ibu! Ya memang aku bernama Malin, aku adalah
anakmu yang susah itu.. tolong cabut kutukanmu itu Ibu”

Istri : “Ya Ibu, tolong maafkan Suamiku”

Ibu : “Tidak…. kau adalah anak durhaka, engkau memang pantas menjadi
batu, karena hatimu sekeras batu.

Sambil bersujud dikaki Ibunya, Malin meminta maaf. Tetapi sudah terlambat! Dan
akhirnya Malinpun menjadi BATU.

Akhirnya Ibu Malinpun menyesali ucapannya, bahwa tanpa disadari ucapannya itu
adalah sebuah kutukan yang benar-benar terjadi terhadap Anaknya sendiri.

Tetapi apalah daya, nasi telah menjadi bubur, kutukannya itu tidak dapat di cabut
lagi.

PESAN :
Dari cerita ini kita dapat mengambil hikmahnya bahwa terhadap orang tua kita
harus selalu menghormati dan taat terhadap nasihatnya, jika suatu saat nanti kita
sukses, janganlah melupakan jasa kedua orang tua kita dan janganlah bersifat
sombong. Menjadilah anak yang berbakti kepada orang tua.

Demikianlah cerita ini kami sampaikan, kurang lebihnya kami mohon maaf.

Wabilahi Taufik Walhidayah,


Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Anda mungkin juga menyukai