Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

TUGAS MATA KULIAH EMBRIOLOGI MANUSIA

“Malformasi Kongenital”

Oleh :

RAHMATUN FAUZIAH
NIM. 1920332045

DOSEN PEMBIMBING :
. Prof. Dr. dr. Yusrawati, SpOG(K)

PROGRAM STUDI S2 KEBIDANAN FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Malformasi kongenital”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada makalah
Embriologi Manusia yang diampu oleh Prof. Dr. dr. Yusrawati, SpOG(K), Program
Studi S2 Kebidanan Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa penyusunan


makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan,
dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Tidak ada manusia yang sempurna,
dalam makalah ini masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki sehingga kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah khasanah
keilmuan dalam bidang pendidikan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu
permasalahan yang serupa khususnya dalam kebidanan.

Padang, April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG ................................................................................ 1
B RUMUSAN MASALAH ........................................................................... 2
B TUJUAN PENULISAN ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A CACAT JANIN .......................................................................................... 2


B JENIS ABNORMALITAS ......................................................................... 6
C FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ...................................................... 8
D DIAGNOSIS PRANATAL ........................................................................ 24

BAB III PENUTUP


3.1. KESIMPULAN ........................................................................................ 33
3.2 SARAN .................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Cacat lahir, malformasi kongenital, dan anomali kongenital adalah istilah-istilah

sinonim yang digunakan untuk menjelaskan gangguan struktural, perilaku, fungsional, dan

metabolik yang ada sejak lahir. Kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan ilmu mengenai

penyakit-penyakit ini adalah teratologi (Yun. Teratos: monster) dan dismorfologi. Anomali

struktural mayor terjadi pada 2-3% bayi lahir hidup, dan selain itu 2-3% lainya timbul pada

usia 5 tahun sehingga persentase totalnya 4-6%. Cacat lahir adalah penyebab utama mortalitas

bayi, menyebabkan sekitar 21% kematian bayi. Cacat lahir adalah penyebab utama kelima

hilangnya tahun-tahun kehidupan yang potensial sebelum 65 tahun dan penyumbang utama

disabilitas. Cacat lahir juga bersifat nondiskriminatorik; angka mortalitas yang disebabkan

oleh cacat lahir sama untuk orang Asia, Amerika, Afrika, Amerika Latin, kulit putih, dan

Amerika asli.

Untuk itu diperlukan ketepatan dalam mendiagnosis kecacatan prenatal ini. Dokter

perinatologi memiliki beberapa pendekatan untuk menilai tumbuh-kembang janin in utero,

termasuk ultrasonografi, pemeriksaan penyaring serum ibu, amniosentesis, dan pengambilan

sampel vilus korion. Dalam kombinasi, teknik-teknik ini dirancang untuk mendeteksi

malformasi, kelainan genetik, pertumbuhan janin keseluruhan, dan penyulit kehamilan,

misalnya kelainan plasenta atau uterus. Penerapan dan perkembangan terapi in utero

menimbulkan konsep baru yang mengemukakan bahwa janin kini adalah seorang pasien.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang cacat lahir dan diagnosis prenatal.
4
B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah apa itu malformasi kongenital

singga apa saja penyebab dari cacat janian ini ?

C. TUJUAN PENULISAN

Untuk memahami tentang malformasi kongenital

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. CACAT LAHIR

Cacat lahir, malformasi kongenital, dan anomali kongenital adalah istilah-istilah

sinonim yang digunakan untuk menjelaskan gangguan struktural, perilaku, fungsional, dan

metabolik yang ada sejak lahir. Kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan ilmu mengenai

penyakit-penyakit ini adalah teratologi (Yun. Teratos: monster) dan dismorfologi. Para ahli

dismorfologi biasanya bernaung di bawah departemen gengetika klinis. Anomali struktural

mayor terjadi pada 2-3% bayi lahir hidup, dan selain itu 2-3% lainya timbul pada usia 5 tahun

sehingga persentase totalnya 4-6%. Cacat lahir adalah penyebab utama mortalitas bayi,

menyebabkan sekitar 21% kematian bayi. Cacat lahir adalah penyebab utama kelima

hilangnya tahun-tahun kehidupan yang potensial sebelum 65 tahun dan penyumbang utama

disabilitas. Cacat lahir juga bersifat nondiskriminatorik; angka mortalitas yang disebabkan

oleh cacat lahir serius. Secara khusus, anomal telinga adalah indicator cacat lain yang mudah

dikenali dan ditemukan pada hampir semua anak dengan malformasi sindromik.

B. JENIS ABNORMALITAS

• Malformasi terjadi selama pembentukan struktur, sebagai contoh, selama organogenesis.

Kelainan ini dapat menyebabkan ketiadaan suatu struktur secara total atau parsial atau

perubahan konfigurasi normal suatu struktur. Malformasi disebabkan oleh faktor lingkungan

dan atau genetik yang bekerja secara independen atau bersamaan. Kebanyakan malformasi

berawal pada minggu ketiga sampai kedelapan kehamilan.


6
• Disrupsi menyebabkan perubahan morfologis pada struktur yang sudah terbentuk dan

disebabkan oleh proses destruktif. Gangguan vaskular yang menyebabkan atresia usus dan

cacat yang ditimbulkan oleh pita amnion adalah contoh dari faktor-faktor perusak yang

menyebabkan disrupsi.

• Deformasi terjadi karena gaya mekanis yang ‘mencetak’ suatu bagian janin dalam jangka

lama. Clubfeet, sebagai contoh, disebabkan oleh penekanan di rongga amnion. Deformasi

sering mengenai sistem muskuloskeletal dan mungkin pulih setelah lahir.

• Sindrom adalah kumpulan anomali yang terjadi bersamaan dan memiliki satu penyebab

spesifik. Kata ini menunjukkan diagnosis telah ditegakkan dan resiko kekambuhan (pada

kehamilan selanjutnya) diketahui.

Sebaliknya, asosiasi (keterkaitan) adalah kemunculan non-acak dua atau lebih anomali

yang timbul lebih sering dibandingkan jika terjadi hanya secara kebetulan, tetapi yang

penyebabnya belum diketahui. Salah satu contoh adalah asosiasi VACTERL, (anomali

vertebrata [vertebral], anus [anal], jantung [cardiac], trakeoesofagus [tracheoesophageal],

ginjal [renal], dan ekstremitas [limb]). Meskipun anomali-anomali itu bukanlah suatu

diagnosis, asosiasi merupakan hal penting karena ditemukannya salah satu atau lebih

komponen yang lain.

7
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

1. Lingkungan

Sampai awal tahun 1940an, diperkirakan bahwa cacat congenital terutama disebabkan

oleh faktor herediter. Dngan ditemukannya oleh N. Gregg bahwa campak Jerman yang

mengenai ibu selama awal kehamilan menyebabkan kelainan di mudigah, menjadi jelas

bahwa malformasi kongenital pada manusia juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan.

Pada tahun 1961, pengamatan oleh W. Lenz yang mengaitkan cacat anggota badan dengan

obat sedatif talidomid menegaskan bahwa obat juga dapat melewati plasenta dan

menimbulkan cacat lahir.

Gambar 2.1 Contoh Fokomelia, hilangnya tulang-tulang panjang ekstremitas

8
Gambar 2.2 Kelainan Fokomelia

Sejak saat itu, banyak obat yang diketahui bersifat teratogen (faktor yang menyebabkan

cacat lahir) (lihat table 2.1).

TABEL 2.1 Teratogen yang Berkaitan dengan Malformasi pada Manusia

Teratogen Malformasi Kongenital

Agen Infeksi

Virus rubella Katarak, glaukoma, cacat jantung, tuli, kelainan gigi

Sitomegalovirus Mikrosefalus, kebutaan, retardasi mental, kematian janin

Virus herpes simpleks Mikroftalmia, mikrosefalus, displasia retina

Virus varisela Hipoplasia ekstremitas, retardasi mental, atrofi otot

HIV Mikrosefalus, retardasi pertumbuhan

Toksoplasma Hidrosefalus, kalsifasi serebrum mikroftalmia

Sifilis Retardasi mental, ketulian

Agen Fisik

Sinar X Mikrosefalus, spina bifida, langit-langit sumbing, cacat

ekstremitas

9
Hipertermia Anensefalus, spina bifida, retardasi mental, cacat wajah,

kelainan jantung, omfalokel, cacat ekstremitas

Bahan Kimia

Talidomid Cacat ekstremitas, malformasi jantung

Aminopterin Anensefalus, hidrosefalus, bibir dan langi-langit sumbing

Difenilhidantion(fenit Sindrom hidantoin janin: cacat wajah, retardasi mental

oin)

Asam valproate Cacat tabung saraf, anomali

jantung/kraniofasial/ekstremitas

Trimetadion Langit-langit sumbing, cacat jantung, kelainan urogenital

dan tulang

Litium Malformasi jantung

Amfetamin Bibir dan langit-langit sumbing, cacat jantung

Warfarin Kondrodisplasia, mikrosefalus

Inhibitor ACE* Retardasi pertumbuhan, kematian janin

Kokain Retardasi pertumbuhan, mikrosefalus, kelainan perilaku,

gastroskisis

Alkohol Sindrom alkohol janin, fisura palpebra pendek, hipoplasia

maksila, cacat jantung, retardasi mental

Isotretinoin Embriopati vitamin A: telinga kecil dan berbentuk

(vitaminA) abnormal, hipoplasia mandibula,langit-langit sumbing,

cacat jantung

Pelarut industri Berat badan lahir rendah, cacat kraniofasial dan tabung

saraf

10
Merkuri organik Gejala neurologis serupa dengan yang disebabkan oleh

cerebral palsy

Timbal Retardasi pertumbuhan, gangguan neurologis

Hormon

Bahan androgenik Maskulinasi genitalia wanita: labia menyatu, hipertrofi

(etisteron, klitoris

noretisteron)

Dietilstikbestrol (DES) Malformasi uterus, tuba uterina, dan vagina bagian atas:

kanker vagina; malformasi testis

Diabetes ibu Berbagai malformasi; tersering cacat jantung dan tabung

saraf

Obesitas ibu Cacat jantung, omfalokel

*ACE, angiotensin-coverting enzyme (enzim pengubah angiotensin)

2. Prinsip Teratologi

Faktor-faktor yang menentukan kapasitas suatu agen untuk menimbulkan cacat lahir telah

didefinisikan dan diajukan sebagai prinsip teratologi. Prinsip-prinsip tersebut mencakup :

a. Kerentanan terhadap teratogenesis yang bergantung pada genotipe konseptus dan cara

bagaimana komposisi genetic ini berinteraksi dengan lingkungan. Genom ibu juga

penting dalam kaitannya dengan metabolism obat, resistensi terhadap infeksi, dan

proses biokimiawi dan molekular lainnya yang memengaruhi konseptus.

b. Kerentaan terhadap teratogen bervariasi sesuai stadium perkembangan saat pajanan.

Periode paling peka untuk timbulnya cacat lahir adalah minggu ketiga hingga

kedelapan kehamilan, yaitu periode embriogenesis. Setiap sistem organ mungkin

11
memiliki satu atau lebih tahap kerentanan. Sebagai contoh, langit-langit sumbing dapat

terinduksi pada tahap blastokista (hari ke-6), selama grastulasi (hari ke-14), pada tahap

awal pembentukan tunas ekstremitas (minggu kelima), atau saat bilah langit-langit itu

sendiri sedang terbentuk (minggu ketujuh). Selain itu, sementara kebanyakan kelainan

ditimbulkan selama embriogenesis, cacat juga dapat ditimbulkan sebelum atau setelah

periode ini; tidak ada tahap perkembangan yang benar-benar aman.

c. Manifestasi gangguan perkembangan bergantung pada dosis dan lama pajaan ke

teratogen.

d. Teratogen bekerja melalui jalur (mekanisme) spesifik pada sel dan jaringan yang

sedang berkembang untuk memicu kelainan embryogenesis (patogenesis). Mekanisme

ini mungkin melibatkan inhibitor proses biokimiawi atau molekular tertentu;

pathogenesis mungkin melibatkan kematian sel, penurunan poliferasi sel, atau

fenomena sel lainnya.

e. Manifetasi kelainan perkembangan adalah kematian, malformasi, retardasi

pertumbuhan, dan gangguan fungsional.

3. Agen Infeksi

Agen infeksi yang menyebabkan cacat lahir (tabel 8.1) mencakup sejumlah virus.

Rubela dahulu merupakan masalah besar, tetap kemampuan kita untuk mendeteksi titer

antibodi dalam serum dan pembuatan vaksi telah secara bermakna menurunkan insidens

cacat lahir akibat virus ini. Saat ini sekitar 85% wanita sudah mempunyai kekebalan.

Sitomegalovirus adalah ancaman serius. Ibu sering tidak memperlihatkan gejala,

tetapi efek pada janin dapat parah. Infeksi sering mematikan, dan jika tidak, dapat terjadi

maningoensefalitis virus yang menyebabkan retardasi mental.


12
Virus herpes simpleks, virus varisela, dan virus imunodefisiensi manusia (human

immunodeficiency virus, HIV) dapat menyebabkan cacat lahir. Kelainan disebabkan herpes

jarang dijumpai, dan infeksi biasanya ditularkan ke anak sebagai penyakit kelamin sewaktu

proses kelahiran. Demikian juga, HIV, penyebab sindrom omunodefisiensi didapat

(acquired immunodeficiency syndrome, atau AIDS) tampaknya memiliki potensi

teratogenetik yang rendah. Infeksi oleh varisela menyebabkan insidens cacat lahir sebesar

20%.

4. Infeksi Virus Lain dan Hipertermia

Malformasi yang timbul setelah infeksi ibu oleh virus campak, gondongan, hepatitis,

poliomielitis, echovirus, virus Coxsackie, dan influenza pernah dilaporkan. Studi-studi

prospektif menunjukkan bahwa angka malformasi setelah pajanan ke virus-virus ini rendah

atau bahkan tidak ada.

Faktor penyulit yang ditimbulkan oleh virus-virus ini dan agen infeksi lain adalah

bahwa kebanyakan bersifat pirogenik, dan peningkatan suhu tubuh (hipertermia) bersifat

teratogenik. Cacat yang ditimbulkan oleh meningkatnya suhu tubuh antara lain adalah

anensefalus, spina bifida, retardasi mental, mikroftalmia, bibir dan langit-langit sumbing,

defisiensi ekstremitas, omfalokel dan kelainan jantung. Selain penyakit demam, mandi

berendam di air panas dan sauna dapat menghasilkan peningkatan suhu yang dapat

menyebabkan cacat lahir.

Toksoplasmosis dan sifilis menyebabkan cacat lahir. Daging yang dimasak kurang

matang; hewan peliharaan, terutama kucing; dan feses di tananh yang tercemar dapat

13
mengandung parasit protozoa Toxoplasmosis gondii. Gambaran khas infeksi toksoplasma

pada janin adalah kalsifikasi otak.

5. Radiasi

Radiasi pengion mematikan sel-sel yang berploriferasi pesat sehingga radiasi ini

adalah teratogen kuat, menimbulkan hampir semua jenis cacat lahir bergantung pada dosis

dan stadium perkembangan konseptus saat pajanan terjadi. Radiasi dari ledakan nuklir juga

teratogenik. Di antara para wanita hamil yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima

dan Nagasaki, 28% mengalami abortus, 25% melahirkan anak yang meninggal dalam tahun

pertama kehidupannya, dan 25% melahirkan anak dengan cacat lahir parah yang mengenai

sistem saraf pusat. Radiasi juga adalah agen mutagenic dan dapat menyebabkan perubahan

gengetik pada sel germinativum dan malformasi selanjutnya.

6. Bahan Kimia

Peran bahan kimia dan obar farmasi dalam pembentukan kelainan pada manusia sulit di

nilai karena dua alasan :

a. Sebagian besar penelitian bersifat retrospektif, mengandalkan ingatan ibu tentang

riwayat pajanan

b. Wanita hamil mengonsumsi banyak obat farmasi.

Suatu studi oleh National Institutes of Health menemukan bahwa wanita hamil

menggunakan 900 obat yang berbeda, dengan rata-rata 4 obat per wanita. Hanya 20%

wanita hamil yang tidak menggunakan obat selama kehamilan mereka. Bahkan dengan

penggunaan bahan kimia yang luas ini, relative sedikit dari banyak obat yang digunakan

selama kehamilan yang terbukti positif bersifat teratogenik.


14
Salah satu contoh adalah talidomid, suatu obat antimual dan obat tidur. Pada tahun

1961, disadari di Jerman Barat bahwa frekuensi amelia dan meromedia (ketiadaan sebagian

atau seluruh ekstremitas), suatu kelainan herediter yang jarang, mendadak meningkat.

Pengamatan ini mendorong dilakukannya pemeriksaan terhadap riwayat prenatal anak

yang terkena dan menyebabkan terungkapnya fakta bahwa banyak banyak dari ibu tersebut

yang menggunakan talidomod pada awal kehamilan mereka.

Hubungan sebab-akibat antara talidomid dan meromeria terungkap hanya karena

obat ini menimbulkan kelainan yang sedemikian tidak lazim. Jika cacatnya adalah jenis

yang lazim dijumpai, misal bibir sumbing atau malformasi jantung, keterkaitan dengan

obat mungkin mudah terlewatkan.

Obat lain dengan potensi teratogenik adalah anti kejang difenilhidantion (fenition), asam

valproat, dan trimetadion, yang digunakan oleh wanita pengidap epilepsi. Secara spesifik,

trimetadion dan difenilhidantion menimbulkan spektrum kelainan yang luas yang

membentuk pola dismorfogenesis tersendiri yang dikenal sebagai sindrom trimetadion atau

sindrom hidantoin janin. Sumbing di wajah sering di jumpai pada sindrom ini. Asam

valproat juga menyebabkan kelainan kraniofasial tetapi memiliki kecendrungan khusus

untuk menimbulkan cacat tabung saraf.

Obat antipsikotik dan anticemas (masing-masing adalah tranquilizer mayor dan

minor) dicurigai menimbulkan malformasi kongential. Antipsikotik fenotiazin dan lutium

dilaporkan bersifat teratogenik. Meskipun bukti untuk teratogenitas fenitiazin saling

bertentangan, kekhawatiran akan lutium lebih terdokumentasi dengan baik.

15
Bagaimanapun, diduga kuat bahwa pemakaian obat-obat ini selama kehamilan membawa

risiko tinggi.

Pengamatan serupa dijumpai pada obat-obat anticemas meprobamat,

klordiazepoksid, dan diazepam (valium). Suatu penelitian prospektif memperlihatkan

bahwa anomali berat terjadi pada 12% janin yang terpajan ke meprobamat dan pada 11%

dari mereka yang terpajan ke klordiazepoksid, dibandingkan dengan 2,6% kontrol.

Demikian juga, penelitian-penelitian retrospektif membuktikan bahwa terjadi peningkatan

hampir empat kali lipat kejadian bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit sumbing

pada anak dari ibu yang menggunakan diazepam selama kehamilan.

Antikoagulan warfarin bersifat teratogenik, sedangkan heparin tampaknya tidak. Obat anti

hipertensi yang menghambat enzim pengubah angiotensin (inhibitor ACE) menyebabkan

retardasi pertumbuhan, disfungsi ginjal, kematian janin, dan oligohidramnion.

Kekhawatiran juga dilontarkan mengenai sejumlah senyawa lain yang mungkin

merusak mudigah atau janin. Yang paling menonjol diantara senyawa-senyawa ini adalah

propiltiourasil dan kalium iodida (gondok dan retardasi mental), streptomisin (tuli),

sulfonamid (kernikterus), anti depresan imipramin (cacat anggota badan), tetrasiklin

(anomali tulang dan gigi), amfetamin (bibir sumbing dan kelainan kardiovaskular), dan

kina (tuli). Yang terakhir, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa aspirin

(salisilat), obat yang paling sering dikonsumsi selama kehamilan dapat membahayakan

janin jika digunakan dalam dosis tinggi.

Salah satu masalah yang semakin besar di masyarakat saat ini adalah efek obat-obat

‘pergaulan’, misalnya LSD (lysergic acid diethylamide), PCP (fensiklidin, atau “angel

16
dust”), mariyuana, alkohol, dan kokain. Pada kasus LSD, pernah dilaporkan anomali

anggota badan dan malformasi sistem saraf pusat. Namun, suatu ulasan komprehensif

terhadap lebih dari 100 publikasi mengarah kepada kesimpulan bahwa LSD murni yang

digunakan dalam dosis sedang tidak bersifat teratogenik dan tidak menyebabkan kerusakan

genetic. Kurangnya bukti yang menyimpulkan teratogenitas serupa juga dilaporkan untuk

mariyuana dan PCP. Kokain dilaporkan menyebabkan sejumlah cacat lahir, mungkin

melalui kerjanya sebagai vasokonstriktor yang menyebabkan hipoksia.

Terdapat bukti kuat tentang keterkaitan konsumsi alkohol oleh ibu hamil dan

kelainan kongenital. Karena alkohol dapat menyebabkan spektrum penyakit yang luas,

berkisar dari retardasi mental hingga kelainan struktural, digunakan istilah spektrum

penyakit alkohol janin (fetal alcohol spectrum disorder, FASD) untuk setiap cacat akibat

alkohol. Sindrom alkohol janin (fetal alcohol syndrome, FAS) mencerminkan akibat yang

parah dari spektrum ini mencakup cacat struktural, defisiensi pertumbuhan, dan retardasi

mental.

17
Gambar 2.3 Gambaran khas anak dengan sindrom alkohol janin

Gangguan perkembangan saraf terkait alkohol (alcohol-related

neurodevelopmental disorder, ARND) adalah yang lebih ringan. Insidens FAS dan ARND

bersama-sama adalah 1 dari 100 kelahiran hidup. Selain itu, alkohol merupakan penyebab

utama retardasi mental.

Merokok belum pernah dilaporkan berkaitan dengan cacat lahir mayor, tetapi

merokok berperan menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterus dan pelahiran

prematur. Juga terdapat bukti bahwa merokok menyebabkan gangguan perilaku.

Isotretinoin (asam 13-sis-retinoat), suatu analog vitamin A, dibuktikan

menyebabkan malformasi dengan pola khas yang dikenal sebagai embriopati isotretinion

atau embriopati vitamin A. obat ini diresepkan untuk terapi akne kistik dan dermatomis

18
kronis lain, tetapi sangat teratogenik dan dapat menimbulkan hampir semua jenis cacat.

Bahkan retinoid topikal, misalnya etretinat, berpotensi menimbulkan kelainan.

Dengan gencarnya anjuran pemakaian multivitamin yang mengandung asam folat

saat ini, timbul kekhawatiran bahwa pemakaian berlebihan suplemen vitamin dapat

membahayakan, karena sebagian besar suplemen tersebut mengandung sekitar 8.000 IU

vitamin A. Masih diperdebatkan sebenarnya berapa jumlah vitamin A yang dianggap

membahayakan, tetapi kebanyakan ilmuwan sepakat bahwa 25.000 IU adalah kadar

ambang untuk teratogenisitas.

7. Hormon

OBAT ANDROGENIK. Dahulu, progestin sintetis sering digunakan selama kehamilan

untuk mencegah abortus. Progestin etisteron dan noretisteron memiliki aktivitas androgenik yang

cukup besar, dan telah banyak dilaporkan kasus maskulinasi genitalia pada mudigah perempuan.

Kelainan berupa pembesaran klitoris disertai penyatuan lipatan labioskrotum dengan derajat

bervariasi.

ENDOCRINE DISRUPTERS. Endocrine disrupters adalah bahan eksogen yang mengganggu kerja

regulatorik normal hormon-hormon yang mengontrol proses perkembangan. Bahan-bahan ini

paling sering mengintervensi kerja estrogen melalui reseptornya dan menyebabkan kelainan

perkembangan sistem saraf pusat dan saluran reproduksi.

Selama beberapa waktu, telah diketahui bahwa estrogen sintesis dietilstilbesterol yang

dahulu digunakan untuk mencegah abortus, meningkatkan insidens karsinoma vagina dan serviks

pada wanita yang terpajan di obat ini sewaktu di dalam kandungan. Selain itu, banyak dari wanita

ini mengalami disfungsi reproduksi yang sebagian disebabkan oleh malformasi kongenital uterus,

tuba uterina, dan vagina bagian atas. Mudigah laki-laki yang terpajanin utero juga dapat

19
terpengaruhi, seperti dibuktikan oleh meningkatnya malformasi testis dan kelainan pada hasil

analisis sperma. Namun, berbeda dengan wanita, pria tidak memperlihatkan peningkatan resiko

mengidap karnisoma saluran genitalia.

Saat ini, estrogen dalam lingkunganlah yang menimbulkan kekhawatiran, dan banyak studi

dilakukan untuk menentukan efek bahan ini pada janin. Berkurangnya hitung sperma dan

meningkatnya insidens kanker testis, hipospadia, dan kelainan lain saluran reproduksi pada

manusia, bersama dengan kelainan sistem saraf pusat (maskulinisasi otak wanita dan feminisasi

otak pria) pada spesies lain akibat pajanan lingkungan yang tinggi, menimbulkan kesadaran akan

kemungkinan efek merugikan dari bahan-bahan ini. Banyak estrogen yang berasal dari bahan kimia

yang digunakan untuk tujuan industri dan dari pestisida.

KONTRASEPSI ORAL. Pil keluarga berencana, yang mengandung estrogen dan

progesterone, tampaknya memiliki potensi teratogenik yang rendah. Namun, karena

hormon lain seperti dietilstilbestrol menimbulkan kelainan, pemakaian kontrasepsi oral

harus dihentikan jika dicurigai terjadi kehamilan.

KORTISON. Penelitian eksperimental telah berulang kali membuktikan bahwa

kortison yang di suntikkan kedalam mencit dan kelinci pada tahap-tahap tertentu kehamilan

menyebabkan peningkatan insidens langit-langit- sumbing pada bayi hewan ini. Namun,

pada manusia sulit dibuktikan bahwa kortison adalah faktor lingkungan yang menyebabkan

langit-langit sumbing.

8. Penyakit Ibu

DIABETES. Gangguan metabolisme karbohidrat selama kehamilan pada pengidap diaetes

menyebabkan peningkatan insidens lahir-mati, kematian neonates, bayi yang terlalu besar,

dan malformasi kongenital. Risiko anomali kongetinal pada anak dari ibu pengidap

20
diabetes adalah tiga sampai empat kali lebih banyak dibandingkan anak dari ibu

nondiabetik dan pernah dilaporkan higga setinggi 80% pada anak dari ibu yang telah lama

mengidap diabetes. Malformasi pernah ditemukan antara lain adalah disgenesis kaudal

(sirenomelia).

Faktor-faktor yang berperan menimbulkan kelainan ini belum diketahui pasti,

namun bukti-bukti menunjukkan bahwa perubahan kadar glukosa berperan dan bahwa

insulin tidak bersifat teratogenik. Dalam hal ini terdapat korelasi signifikan antara

keparahan dan lama penyakit ibu dan insidens malformasi. Pengendalian ketat

metabolisme ibu dengan terapi insulin yang agresif sebelum konsepsi dapat mengurangi

kejadian malformasi.

Namun, terapi ini meningkatkan frekuensi dan keparahan episode hipoglikemia.

Banyak penelitian pada hewan menunjukkan bahwa sewaktu gastrulasi dan neurulasi,

mudigah mamalia bergantung pada glukosa sebagai sumber energi, sehingga bahkan

episode singkat penurunan gula darah dapat besifat teratogenik. Karena itu, dalam

menangani wanita diabetes yang hamil kita perlu berhati-hati. Pada kasus diabetes non-

dependen insulin, obat hipoglikemik oral dapat digunakan. Obat-obat ini antara lain adalah

sulfonilurea dan biguanid. Kedua kelas obat tersebut pernah dilaporkan sebgai teratogen.

FENILKETONURIA. Ibu dengan fenilketonuria (PKU), yaitu defisiensi enzim fenilalanin

serum, berisiko memiliki bayi dengan retardasi mental, mikrosefalus, dan cacat jantung.

Wanita dengan PKU yang mengonsumsi diet rendah fenilalanin sebelum konsepsi dapat

menurunkan risiko bagi bayi mereka setara dengan yang diamati pada populasi umum.

21
9. Defisiensi gizi

Meskipun banyak defisiensi nutrisi, terutama defisienti vitamin, telah terbukti bersifat

teritogrnik pada hewan percobaan, bukti pada manusia jarnag dikemukakan, karena itu,

kecuali kretinisme endemikyang berkaitan dengan defisiensi iodium, belum ada analogi

terhadap eksperimen pada hewan yang pernah ditemukan. Namun, bukti-bukti menyiratkan

bahwa kekurangan gizi pada ibu sebelum dan selama kehamilan berperan menyebabkan

berat badan lahir rendah dan cacat lahir.

10. Obesitas

Obesitas telah mencapai tingkat epidemik si Amerika Serikat dan angkanya meningkat

hampir dua kali lipat dalam 15 tahun terakhir. Obesitas prakehamilan yang didefinisikan

sebagai indeks masa tubuh (IMT) >30kg/m2, berkaitan dengan peningkatan dua sampai

tiga kali lipat risiko melahirkan anak dengan cacat tabung saraf. Hubungan sebab-

akibatnya belum dipastikan tetapi mungkin berkaitan dengan gangguan metabolisme ibu

yang mengenai glukosa, insulin, atau faktor lain. Studi-studi juga memperlihatkan bahwa

obesitas prakehamilan meningkatkan risiko memiliki bayi dengan cacat jantung,

omfalokel, dan anomaly multipel.

11. Hipoksia

Pada berbagai hewan percobaan, hipoksia menginduksi malformasi kongenital. Masih

perlu dibuktikan apakah hal ini juga berlaku pada manusia. Meskipun anak yang lahir di

daratan yang relatif tinggi biasanya berat badannya lebih ringan dan kecil dibandingkan

dengan mereka yang lahir di dekat atau setinggi permukaan laut, belum ditemukan adanya

peningkatan insidens malformasi kongenital. Selain itu, wanita dengan penyakit

22
kardiovaskular tipe sianotik sering melahirkan bayi kecil, tetapi biasanya tanpa

malformasi kongenital yang nyata.

12. Logam Berat

Beberapa tahun yang lalu, para peneliti di Jepang memcatat bahwa sejumlah ibu yang

makanannya terutama terdiri dari ikan melahirkan anak dengan gejala neurologis multipel

mirip cerebral palsy. Pemeriksaan lebih lanjut memperlihatkan bahwa ikan yang mereka

konsumsi mengandung merkuri organic dengan kadar sangat tinggi. Merkuri ini dialirkan

ke Teluk Minamata dan perairan tepi pantai lainnya di Jepang oleh industri-industri besar.

Banyak dari ibu itu sendiri tidak memperlihatkan gejala yang menunjukkan bahwa janin

lebih peka terhadap merkuri dibandingkan dengan ibu mereka.

Di Amerika Serikat, hal serupa diamati ketika jagung di semprot oleh fungisida yang

mengandung merkuri diberikan kepada babi dan dagingnya kemudian dimakan oleh

wanita hamil. Demikian juga, di Irak, beberapa ribu bayi terkena setelah ibu mereka

mengonsumsi padi-padian yang diberi fungisida yang mengandung merkuri. Timbal

dilaporkan berkaitan dengan peningkatan angka abortus, retardasi pertumbuhan, dan

gangguan neurologis.

13. Teratogenesis yang Diperantarai oleh Pria

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pajanan ke bahan kimia dan bahan lain, misal

etilnitrosourea dan radiasi, dapat menyebabkan muatasi pada sel germinativum pria.

Penelitian epidemiologis mengaitkan pajanan ke merkuri, timbal, pelarut, alkohol,

merokok, dan senyawa lain dari lingkungan dan pekerjaan ayah dengan abortus spontan,

berat badan lahir rendah, dan cacat lahir.

23
Usia ayah yang lanjut adalah faktor yang meningkatkan risiko cacat ekstremitas dan cacat

tabung saraf, sindrom Down, serta mutasi-mutasi dominan otosom baru. Yang menarik,

pria yang berusia kurang dari 20 tahun memiliki risiko relatif lebih tinggi menjadi ayah

dari anak cacat lahir. Bahkan penularan toksisitas yang diperantarai oleh ayah dapat

terjadi melalui cairan semen dan dari pencemaran barnag-barang rumah tangga oleh

bahan kimia yang terbawa di baju kerja ayah. Penelitian juga memperlihatkan bahwa pria

dengan cacat lahir itu sendiri memiliki risiko lebih dari dua kali lipat memiliki anak yang

juga terkena.

D. DIAGNOSIS PRANATAL

Dokter perinatologi memiliki beberapa pendekatan untuk menilai tumbuh-kembang

janin in utero, termasuk ultrasonografi, pemeriksaan penyaring serum ibu, amniosentesis, dan

pengambilan sampel vilus korion. Dalam kombinasi, teknik-teknik ini dirancang untuk

mendeteksi malformasi, kelainan genetik, pertumbuhan janin keseluruhan, dan penyulit

kehamilan, misalnya kelainan plasenta atau uterus. Penerapan dan perkembangan terapi in

utero menimbulkan konsep baru yang mengemukakan bahwa janin kini adalah seorang pasien.

1. Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah yang relatif noninvasif yang menggunakan gelombang suara

befrekuensi tinggi yang dipantulkan dari jaringan untuk menciptakan bayangan.

Pendekatannya dapat melalui transabdomen atau transvagina. USG transvagina

menghasilkan citra dengan resolusi lebih tinggi.

24
Gambar 2.4 Contoh efektivitas ultrasonografi dalam pencitraan mudigah dan janin

Pada kenyataannya, teknik ini yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1950an, telah

berkembang ke tahap yang dapat mendeteksi aliran darah di pembuluh besar, mengetahui

gerakan katup ke jantung, dan aliran cairan di trakea dan bronkus. Teknik ini aman dan

sering digunakan, dengan sekitar 80% wanita hamil di Amerika Serikat menjalani paling

sedikit satu kali pemindaian.

Parameter-parameter penting yang terungkap dengan ultrasonografi antara lain adalah

karakteristik usia dan pertumbuhan janin, ada atau tidaknya anomali kongenital; status

lingkungan uterus, termasuk jumlah cairan amnion; letak plasenta dan aliran darah

umbilikus; dan ada tidaknya kehamilan multipel. Semua faktor ini kemudian digunakan

untuk menentukan pendekatan yang tepat untuk menangani kehamilan yang bersangkutan.

25
Gambar 2.5 Citra ultrasonografi posisi tengkorak janin dan rongga amnion sewaktu amniosintesis

(A), USG pada janin kembar (B)

Mengetahui usia dan pertumbuhan janin sangat penting dalam merencanakan

penatalaksanaan kehamilan, terutama untuk bayi dengan berat badan lahir rendah. Pada

kenyataannya, studi-studi memperlihatkan bahwa kehamilan dengan bayi berberat badan

lahir rendah yang terkelola dan yang menjalani pemeriksaan penyarinfg ultrasonografi

memperlihatkan penurunan angka kematian sebesar 60% dibandingkan dengan kelompok

yang tidak disaring. Usia dan pertumbuhan janin dinilai dari panjang puncak kepala-

bokong selama usia kehamilan 5 sampai 10 minggu. Setelah itu, digunakan kombinasi

pengukuran-termasuk diameter biparietal (BPD) tengkorak, panjang femur, dan lingkaran

perut.

Gambar 2.6 USG yang memperlihatkan ukuran mudigah & janin

26
Pengukuran multipel terhadap parameter-parameter ini dalam suatu kurun waktu akan

meningkatkan kemampuan kita menentukan tingkat pertumbuhan janin. Malformasi

kongenital yang dapat ditentukan dengan ultrasonografi antara lain adalah cacat tabung

saraf anensefalus dan spina bifida; cacat dinding abdomen, misalnya omfalokel dan

gastroskisis; dan cacat jantung dan wajah, termasuk bibir dan langit-langit sumbing.

2. Pemeriksaan Penyaring Serum Ibu

Penelitian untuk mencari penanda-penanda biokimiawi status janin menyebabkan

dikembangkannya uji penyaring serum ibu. Salah satu dari pemeriksaan pertama yang

digunakan adalah penilaian konsentrasi α-fetoprotein (AFP) serum. AFP secara normal

dihasilkan oleh hati janin, memuncak kadarnya pada sekitar 14 minggu, dan “bocor” ke

dalam sirkulasi ibu melalui plasenta.

Karena itu, konsentrasi AFP dalam serum ibu meningkat selama trimester kedua dan

kemudian melai terus turun setelah usia kehamilan 30 minggu. Pada kasus cacat tabung

saraf dan beberapa kelainan lain, termasuk omfalokel, gastroskisis, ekstrofi kandung

kemih, sindrom pita manion, teratoma sakrokoksigeus, dan atresia usus, kadar AFP

meningkat dalam cairan amnion dan serum ibu.

Pada kasus lain, konsentrasi AFP menurun seperti kromosom seks, dan triploidi. Keadaan-

keadaan ini berkaitan dengan rendahnya konsentrasi gonadotropin korion manusia (human

chirionic gonadotropin, hCG) dan estriol tak-terkonjugasi dalam serum. Karena itu,

pemeriksaan penyaring serum ibu adalah teknik yang relatif noninvasif untuk member

penilaian awal kesejahteraan janin.

27
3. Amniosentesis

Pada amniosentesis, sebuah jarum dimasukkan memalui dinding abdomen ke dalam rongga

amnion (diidentifikasi dengan ultrasonografi), dan dilakukan penyedotan 20-30mL cairan.

Karena jumlah cairan yang dibutuhkan tersebut, tindakan ini biasanya tidak dilakukan

sebelum kehamilan 14 minggu, saat tersedia cairan dalam jumlah memadai tanpa

membahayakan janin. Risiko kematian janin akibat tindakan ini adalah 1% tetapi lebih

kecil jika dilakukan di pusat pelayanan yang terampil dalam teknik ini.

Cairan itu sendiri dianalisis untuk berbagai faktor biokimia, misalnya AFP dan

asetilkolinesterse. Selain itu, sel janin yang terlepas ke dalam cairan amnion, dapat

ditemukan dan digunakan untuk penentuan kariotipe metafase dan analisis genetik lainnya.

Sayangnya, sel-sel yang dipanen ini tidak membelah dengan cepat sehingga harus dibuat

biakan sel yang mengandung mitogen agar dihasilkan sel bermetafase dalam jumlah

memadai untuk analisis.

Pembiakan ini memerlukan waktu 8 sampai 14 hari, dan karenanya, penegakan diagnosis

tertunda. Setelah kromosom behasil diperoleh, dapat dideteksi kelainan-kelainan

kromosom mayor, misalnya translokasi, pemutusan, trisomi, dan monosomi. Dengan

pewarna khusus (Giemsa) dan teknik resolusi-tinggi, pola pita kromosom dapat ditentukan.

Selain itu, karena genom manusia telah berhasil diketahui skuensnya, analisis-analisis

molekular yang lebih canggih yang menggunakan reaksi berantai polymerase (polymerase

chain reaction, PCR) dan penentuan genotipe akan meningkatkan tingkat kepekaan deteksi

kelainan genetik.

28
4. Pengambilan Sampel Vilus Korion

Pengambilan sampel vilus korion (chorionic villus sampling, CVS) dilakukan dengan

memasukkan sebuah jarum secara transabdomen atau transvagina ke dalam massa plasenta

dan mengaspirasi sekitar 5 sampai 30 mg jaringan vilus.

Sel-sel dapat segera dianalisis, tetapi keakuratan teknik ini dipermasalahkan karena

tingginya kesalahan kromosom pada plsenta normal. Karena itu, sel-sel dari inti mesenkim

diisolasi dengan tripsinisasi sel yang doperoleh, diperlukan 2-3 hari pembiakan untuk

memungkinkan dilakukannya analisis genetic. Karena itu, waktu untuk penentuan

karakteristik genetik janin lebih singkat dibandingkan dengan menggunakan

amniosentesis.

Namun, risiko kematian janin akibat CVS adalah sekitar dua kali lipat lebih besar

dibandingkan dengan smniosentesis, dan terdapat petunjuk bahwa teknik ini membawa

risiko cacat reduksi ekstremitas.

Secara umum, uji-uji diagnosik prenatal tidak digunakan secara rutin (meskipun pemakaian

iltrasonografi kini mendekati rutin), dan dicadangkan untuk kehamilan tinggi. Indikasi

untuk menggunakan pemeriksaan-pemeriksaan ini antara lain adalah :

a. Usia ibu yang lanjut (35 tahun atau lebih)

b. Riwayat masalah gengetik dalam keluarga, misalnya orang tua pernah memiliki anak

dengan sindrom Down atau cacat tabung saraf

c. Adanya penyakit ibu, misalnya diabetes

d. Kelainan dalam pemeriksaan ultrasonografi atau pemeriksaan penyaring serum

29
5. Terapi Janin

a. Transfusi Janin

Pada kasus anemia janin akibat antibodi ibu atau kausa lain, dapat dilakukan tranfusi

darah untuk janin. Ultrasonografi digunakan untuk menuntun insersi jarum ke dalam

vena umbilikalis dan darah ditransfusikan langsung kedalam janin.

b. Terapi Medis Janin

Terapi untuk infeksi, aritmia jantung, gangguan fungsi tiroid, dan masalah medis janin

lain biasanya diberikan melalui ibu dan mencapai janin setelah melewati plasenta.

Namun, pada sebagian kasus obat dapat diberikan langsung kepada janin melalui

penyuntikan intamuskulus ke dalam regio gluteus atau melalui vena umbilikalis.

c. Pembedahan janin

Berkat kemajuan dalam prosedur ultrasonografi dan bedah maka mengoperasi janin

kini dapat dilakukan. Namun, karena risiko dari ibu, janin, dan kehamilan selanjutnya,

tindakan ini hanya dilakukan di pusat pelayanan dengan tim terlatih dan hanya jika

tidak ada alternative lain.

Dapat dilakukan beberapa jenis pembedahan, termasuk pemasangan pirau (shunt)

untuk mengeluarkan cairan dari organ dan rongga. Sebagai contoh, pada obstruksi

uretra dapat dipasang pirau pigtail ke dalam kandung kemih janin. Salah satu masalah

adalah mendiagnosis kelainan sedini mungkin untuk mencegah kerusakan ginjal.

Pembedahan eks utero, yaitu dengan membuka uterus dan mengoperasi janin secara

langsung, pernah dilakukan untuk memperbaiki hernia diafragmatika kongenital,

mengangkat lesi kistik (adenomatoid) di paru, dan memperbaiki cacat spina bifida.

30
Perbaikan hernia dan lesi paru memiliki prognosis baik jika criteria pemilihan kasus

diterapkan dengn benar, dan salah satu dari criteria pemilihan kasus diterapkan dengan

benar, dan salah satu dari criteria ini adalah kenyataan bahwa jika tanpa pembedahan

tersebut, janin hampir pasti akan meninggal.

Pembedahan untuk cacat tabung saraf lebih kontroversial karena kelainan tidak

mengancam nyawa. Juga, bukti yang ada tidak meyakinkan bahwa perbaikan lesi dapat

memperbaiki fungsi neurologis, meskipun tindakan ini menghindari terjadinya

hidrosefalus dengan membebaskan korda spinalis yang melekat dan mencegah heniasi

serebelum ke dalam foramen magnum

d. Transplantasi Sel Tunas dan Terapi Gen

Karena janin belum memiliki imunokompetensi sebelum usia kehamilan 18 minggu,

jaringan atau sel dapat ditransplantasikan sebelum waktu ini tanpa ditolak. Riset dalam

bidang ini befokus dalam sel tunas hematopoietic untuk mengobati imunodefisiensi

dan kelainan hematologi. Terapi gen untuk penyakit metabolik herediter, misalnya

Tay-Sachs dan fibrosis kistik, juga sedang diteliti.

31
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berbagai agen diketahui menyebabkan malformasi congenital pada sekitar 2-3% dari

semua bayi lahir hidup. Agen-agen ini mencakup virus, misalnya rubella dan sitomegalovirus;

radiasi; obat, misalnya talidomid, aminopterin, serta senyawa anti kejang, anti psikotik dan anti

cemas; obat pergaulan, misalnya PCP, rokok, dan alcohol; hormone misalnya dietilstilbestrol; dan

diabetes ibu.

Efek teratogen tergantung pada genotip ibu dan janin, stadium perkembangan saat pajanan

terjadi, serta dosis dan durasi pajanan kea gen. Sebagian besar malformasi mayor diinduksi selama

periode embryogenesis (periode teratogenik: minggu ke-3 sampai 8), tetapi pada stadium sebelum

dan sesudah waktu itu janin juga rentan sehingga tidak ada massa kehamilan yang sama sekali

bebas resiko.

Banyak cacat lahir dapat dicegah, tetapi hal ini bergantung pada memulai tindakan

pencegahan sebelum konsepsi dan meningkatkan kesadaran dokter dan ibu terhadap resiko

tersebut. Telah tersedia berbagai teknik untuk menilai status tumbuh kembang janin.

Ultrasonografi dapat secara akurat menentukan usia dan parameter pertumbuhan janin, serta dapat

mendeteksi banyak malformasi. Pemeriksaan penyaringan serum ibu untuk α fetoprotein dapat

menunjukkan adanya cacat tabung saraf atau kelainan lain.

Amniosentesis adalah tindakan dengan memasukkan sebuah jarum kedalam rongga

amnion dan mengambil sampel amnion. Cairan ini dapat dianalisis secara biokimiawi untuk

memperoleh sel guna dibiakkan dan dianalisis secara genetic.


32
Pengambilan sampel villus korion adalah aspirasi sampel jaringan secara langsung dari

plasenta untuk memperoleh sel untuk analisa genetic. Karena memiliki resiko bagi janin dan

ibunya. Banyak dari tindakan ini umumnya hanya digunakan untuk kehamilan resiko tinggi

(kecuali ultrasonografi).

Factor resiko ini mencakup usia ibu yang lanjut (35 thn atau lebih), riwayat cacat tabung

saraf dalam keluarga, riwayat kehamilan sebelumnya dengan kelainan kromosom, kelainan

kromosom pada orang tua dan ibu yang membawa penyakit terkait X.

B. SARAN

Saran pembaca dapat mengetahui dan memahami proses diferensiasi mudigah sehingga

mengetahui apa saja dampak yang terjadi jika ibu hamil memiliki riwayat atau mengalami suatu

keadaan yang dapat menyebabkan cacat janin. Pembaca dapat memberikan edukasi berupa

promotif yang tepat pada masyarakat dan melakukan pencegahan terjadinya cacat janin.

33
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC

Sadler TW. 2012. Langnam Embriologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Sherwood L. 2012. Fisiologi Manusia dari sel ke system Edisi 6. Jakarta : EGC

34

Anda mungkin juga menyukai