Anda di halaman 1dari 21

ENDOKRINOLOGI REPRODUKSI

“Imunologi Reproduksi”

OLEH :

FUJI RAHAYU HENAFI (1920332041)

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. dr. Defrin, SpOG(K)

PROGRAM STUDI S2 ILMU KEBIDANAN


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunianya serta hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan pada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Imunologi Reproduksi”.
Makalah ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Endokrinologi Reproduksi.

Dalam penulisan makalah ini, telah banyak mendapat bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak dalam menyelesaikan makalah ini. Untuk itu dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih :

1. Bapak Dr. dr. Defrin, SpOG(K) selaku dosen pembimbing mata kuliah
Endokrinologi Reproduksi,

2. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.

Terakhir penulis menyampaikan harapan, semoga penulisan makalah ini dapat


bermanfaat dan berguna untuk peningkatan kemampuan untuk memperbaiki etika
sebagai tenaga kesehatan dimasa yang akan datang.

Padang, Juni 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 6
2.1 Pengertian Imunologi Reproduksi ............................................................ 6
2.2 Aspek Imunologi Ibu ................................................................................ 6
2.3 Imunologi Pada Masa Kehamilan ............................................................ 8
2.3.1 Peristiwa imunologi pada masa pembuahan ..................................... 8
2.3.2 Peristiwa Imunologi Pada Masa Kehamilan ..................................... 8
2.3.3 Imunoendokrinologi Implantasi Normal...........................................11
2.3.4 Imunitas Maternal..............................................................................15
2.4 Sel Sperma Dalam Tubuh Pria ................ Error! Bookmark not defined.
2.5 Vaksin Imunokontrasepsi ....................................................................... 16
2.6 Sistem Imun Bawaan...............................................................................17

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 20


3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 20
3.2 Saran ....................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Imunologi reproduksi mengacu pada bidang kedokteran yang mempelajari
interaksi (atau tidak adanya mereka) antara sistem kekebalan tubuh dan komponen
yang berhubungan dengan sistem reproduksi , seperti toleransi kekebalan tubuh
ibu terhadap janin, atau interaksi imunologi melintasi penghalang darah-
testis . Konsep ini telah digunakan oleh klinik kesuburan untuk menjelaskan masalah
kesuburan , berulang keguguran dan komplikasi kehamilan diamati ketika negara ini
toleransi imunologi tidak berhasil dicapai. Hal ini jelas bahwa bagi janin untuk
menghindari pengakuan kekebalan tubuh dan menyerang oleh sistem kekebalan tubuh
ibu, respon imun maternal harus tumpul, stimulus antigen janin harus ditekan, atau,
seperti yang paling mungkin, keduanya harus terjadi.
Dalam penolakan allograft manusia yang normal, limfosit T memainkan peran
utama dalam pengakuan dan sitolisis sel antigen-bantalan asing. Peran ini terutama
dilakukan oleh limfosit T sitotoksik (CTL). Allograft janin harus dilindungi terhadap
sel efektor.
Anatomi organ reproduksi wanita cukup rumit karena terdapat dua percabangan
indung telur. Pada wanita normal, setiap bulan kedua indung telur ini bergantian
menghasilkan sel telur dan apabila tidak dibuahi, maka akan menjadi menstruasi. Di
dalam organ reproduksi wanita juga beberapa kelenjar yang mempunyai peran
masing-masing.
Berbeda dengan vagina dan ektoserviks, endoserviks dilapisi oleh sel epitel
kolumner simpleks yang memproduksi mukus yang akan membasahi dan melindungi
epitel. Setiap hari serviks memproduksi sekitar 20-60 mg mucus yang akan
melindungi serviks dan vagina dari patogen dan mencegah sperma maupun patogen
masuk ke dalam uterus. Mukus serviks terdiri atas air (9098%), bahan organic, ion
inorganic, protein plasma, immunoglobulin sekretori, enzim, molekul bakterisidal dan

4
bakteriostatik. Yang termasuk molekul Bakteriostatik antara lain lisosim, laktoferin,
zinc, dan defensin. Mucus terbentuk dari musin, sejumlah glikoprotein yang
mengandung domain serine dan threonine. Lebih dari 80% massa molekul musin
terbentuk dari kompleks oligosakarida. Sedikitnya ada 18 gen musin yang berhasil
dikloning, dan berdasarkan data sequencing.
Imunitas bawaan dipicu setelah invasi mikroorganisme. Pengenalan imun bawaan
prinsipnya dimediasi oleh reseptor selular yang dikenal sebagai patternrecognition
Receptor (PRR). Molekul tersebut mendeteksi mikroorganisme virulen melalui
pengenalan protein pemicu yang dimiliki oleh mikroorganisme yang disebut
pathogen associated molecular pattern (PAMP).
Imunitas bawaan memiliki dua system immunologi yaitu selular dan humoral.
System immune selular terdapat pada sel epitel, sel-sel fagosit dan protein
antimicrobial. Pada system immune humoral dimediasi oleh antibodi yang diproduksi
oleh terminally differentiated antibody-secreting cells (ASCs) yang dikenal sebagai
sel plasma.

1.2 Tujuan Penulis


Agar memahami lebih jelas mengenai sistem imunologi reproduksi

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Imunologi Reproduksi

Sistem Imun adalah sel & molekul yang bertanggung jawab atas imunitas.
Respons Imun komponennya secara bersama dan terkoordinasi. Respons imun ada 2
macam yaitu respons imun non spesifik/bawaan (Innate immunity) dan Respons Imun
Spesifik/didapat (Acquired).

Imunologi adalah ilmu yang dipelajari organ, sel, dan molekul yang berperan
dalam proses pengenalan dan pembuangan (“sistem imun”), bagaimana cara organ,
sel, dan molekul tersebut merespon dan berinteraksi, yang menghasilkan konsekuensi
– diharapkan (atas) atau sebaliknya (bawah) dan aktifitas tersebut, dan bagaimana
cara kerja organ, sel, dan molekul tersebut dimana manfaatnya dapat meningkat atau
berkurang pada situasi tertentu.

Imunologi reproduksi mengacu pada bidang kedokteran yang mempelajari


interaksi (atau tidak adanya interaksi tersebut) antara sistem kekebalan dan komponen
yang terkait dengan sistem reproduksi , seperti toleransi kekebalan ibu terhadap janin,
atau interaksi imunologi melintasi penghalang darah-testis.

Konsep ini telah digunakan oleh klinik kesuburan untuk menjelaskan masalah
kesuburan , keguguranberulang dan komplikasi kehamilan yang diamati ketika
keadaan toleransi imunologis ini tidak berhasil dicapai. Terapi imunologi adalah
metode baru yang akan datang untuk mengobati banyak kasus sebelumnya
"infertilitas yang tidak dapat dijelaskan " atau keguguran berulang.

2.2 Aspek Imunologi Ibu


Fakta bahwa jaringan embrio setengah asing dan tidak seperti transplantasi organ
yang tidak cocok , biasanya tidak ditolak, menunjukkan bahwa sistem imunologi ibu
memainkan peran penting dalam kehamilan. Plasenta juga berperan penting dalam

6
melindungi embrio dari serangan imun dari sistem ibu. Studi juga mengusulkan
bahwa protein dalam air mani dapat membantu sistem kekebalan wanita
mempersiapkan pembuahan dan kehamilan. Sebagai contoh, ada bukti substansial
untuk paparan air mani pasangan sebagai pencegahan pre-eklampsia , sebagian besar
karena penyerapan beberapa faktor modulasi imun yang ada dalam cairan mani,
seperti transforming growth factor beta (TGFβ).

Mekanisme yang tepat yang terlibat dalam keberhasilan nyata dari janin sebagai
allograft hanya sebagian dipahami. Beberapa hipotesis telah diusulkan, yang masing-
masing didukung oleh penyelidikan ilmiah yang cukup besar. Mekanisme yang
menghubungkan berbagai hipotesis dan banyak sinyal dan faktor-faktor yang tidak
diketahui yang memulai dan mengatur sistem secara keseluruhan tetap tidak jelas.
Hipotesis dasar tetap bahwa terdapat dua hambatan fisik dan humoral penolakan
kekebalan tubuh janin. Pandangan yang agak sederhana ini tetap substansial
tertandingi; Namun, pemahaman kita pada tingkat molekuler telah berkembang. Hal
ini jelas bahwa bagi janin untuk menghindari pengakuan kekebalan tubuh dan
menyerang oleh sistem kekebalan tubuh ibu, respon imun maternal harus tumpul,
stimulus antigen janin harus ditekan, atau, seperti yang paling mungkin, keduanya
harus terjadi. Dalam penolakan allograft manusia yang normal, limfosit T memainkan
peran utama dalam pengakuan dan sitolisis sel antigen-bantalan asing. Peran ini
terutama dilakukan oleh limfosit T sitotoksik (CTL). Allograft janin harus dilindungi
terhadap sel efektor. Hal ini dapat terjadi dengan berbagai mekanisme seperti,
peraturan pengakuan ibu dari allograft janin, rahim sebagai sebuah situs untuk
reaktivitas imun, cabang alloantigen unit fetoplasenta dan peran imunologi untuk
plasenta, pertukaran ibu janin komponen seluler dan humoral, konsekuensi imunologi
dari berbagai zat plasenta berlalu, respon imun marternal selama kehamilan,
kekebalan anti mikroba janin ibu, dan kekebalan aborsi spontan berulang.

7
2.3 Imunologi Pada Masa Kehamilan

2.3.1 Peristiwa imunologi pada masa pembuahan.

• Spermatozoa mengandung berbagai macam antigen.


• Setiap kali berhubungan, seorang wanita akan menerima berjuta-juta
sperma dan berbagai macam protein plasma semen.
• Antibodi antisperma terdapat di serum dan di cairan traktus reproduksi,
terutama dibawakan oleh kelas Ig G.
• Adanya antibody antisperma didalam serum wanita normal telah
dilaporkan dapat menyebabkan wanita tersebut infertile
• Sperma motil akan teraglutinasi dalam berbagai corak/tipe head to head,
tail to tail maupun tail to head agglutination sehingga sperma tidak dapat
melanjutkan perjalanan ke tuba falopii
• Respons imun didaerah ini baru akan bangkit apabila terdapat lesi
patologis akibat kuman- kuman penyakit.
• Pada keadaan normal, wanita seharusnya tetap toleran terhadap
spermatozoa dan plasma sperma akibat sifat-sifat imunosupresif plasma
sperma itu sendiri.
• Dalam plasma sperma ditemukan juga fakto-faktor anti komplemen yang
dapat menghambat aktivasi sistem komplemen. Dengan demikian proses
imobilisasi sperma oleh antibodi tidak terjadi.

2.3.2 Peristiwa Imunologi Pada Masa Kehamilan


Janin yang terjadi akibat pertemuan dua gamet yang berlainan, satu dari fihak
ayah dan yang lain dari fihak ibu, sebenarnya merupakan benda asing bagi
ibunya, sehingga secara imunologis penolakan plasenta dan janin oleh sistem
imunitas ibu merupakan keadaan yang seharusnya terjadi. Dengan adanya suatu
mekanisme immune depression pada tubuh ibu, yaitu suatu mekanisme tubuh

8
yang menekan sistem imun atau menahan repons imun yang telah bangkit dan
juga karena adanya mekanisme blocking factor yang disebabkan oleh suatu
faktor plasma yang spesifik, maka antigen paternal pada plasenta dan janin akan
di blok, sehingga kehamilan masih dapat berlangsung.

➢ Regulasi Respons Imun Ibu Janin


Walaupun ibu terpajan oleh banyak antigen janin dan plasenta , namun tidak
terjadi sensitisasi, atau bila ada, respons yang timbul tidak sampai
mengakibatkan kerusakan pada plasenta.

Blokade respons imun diperkirakan terjadi pada:


1. Fase pengenalan (aferen).
2. Fase generasi (sentral).
3. Fase eferen (efektor).
Peristiwa adaptasi imunologi selama masa kehamilan dapat digambarkan
sebagai berikut :
• Blokade Aferen
1. Tidak ada sensitisasi antigen pada trofoblas.
2. Imunosupresi nonspesifik: Perubahan populasi sel imun ; Faktor
supresi (plasenta, serum, desidua).
• Blokade Sentral
1. Blocking Antibody (anti fetal HLA, anti Fc reseptor, anti idiotropik).
2. Fetal – spesific T – supressor cell.
3. Peran T - helper 2 uterus.
• Blokade Eferen
1. Tidak ada antigen target pada trofoblas.
2. Blocking antibodies mask fetal antigens.
3. Faktor supresi nonspesifik (plasenta, serum, desidua).
4. Antibodi sitotoksik anti fetal diserap oleh plasenta.

9
5. Faktor supresor janin.

2.3.3 Imunoendokrinologi Implantasi Normal


Setelah fertilisasi berakhir, permulaan/ awal pembelahan mitosis berhasil,
konseptus yang terbungkus zona pelusida memerlukan waktu 6 hari untuk melintasi
tuba falopii untuk sampai ke uterus dalam bentuk blastosis pra implantasi. Dimana
blastosis adalah massa sel embrionik yang kistik dan autonom.

Penyusukan (implantasi) blastosis diatur oleh interaksi rumit antara peptide


hormon steroid yang menyelaraskan persiapan endometrium dengan perkembangan
embrio. Sekresi progesterone oleh korpus luteum merupakan komponen utama bagi
interaksi ini, yang diperlukan untuk pemeliharaan dan perkembangan desidua.

10
➢ Progesteron :
o Pertama dihasilkan oleh ovarium kemudian oleh plasenta
o Untuk ketahanan hidup konseptus
o Memelihara endometrium kehamilan yang disebut desidua
o Imunosupresif : pada permukaan pemisah (interface) maternal-
fetal → suatu mekanisme dimana progesterone mendukung
kehamilan melalui kemampuannya mengatur sitokin.
o Pada saat implantasi desidua berisi banyak leukosit, termasuk sel T
dan makrofag
o Biologi sel T klasik terfokus pada sel T-ab yang sangat adatif
o Sel-sel itu terdapat pada desidua maternal, tapi jumlah sel-sel T
sangat rendah dan cenderung bermigrasi dari uterus pada awal
kehamilan
o Pada desidua maternal telah dicatat arus masuk (influksi) sel-sel T
yang relatif baru yaitu sel-sel T-gd ini cenderung lebih rendah
daripada sel-sel T-ab sehingga menjadi barisan yang lebih
primitive daripada sel-sel T-ab
o Fungsi sel-sel T tersebut belum diketahui, diduga mencegah
pengaruh pengaruh simpang infeksi virus terhadap sel-sel desidua
maternal

11
o Peran sel-sel T dalam mendukung kehamilan belum jelas
o Produk-produk sitokin merupakan perantara bagi banyak interaksi
ini (proses kehamilan)
➢ Plasenta Sebagai Organ Imunoendokrin
o Merupakan Organ Imunoendokrin
o menghasilkan hormon steroid, protein → mengatur aktifitas
fisiologis kehamilan.
o Sebagai; paru, ginjal, usus, hati bagi janin.
o Jaringan kompleks yg berfungsi sebagai imunologis.
➢ Trofoblas
o Lapisan sinsitiotrofoblas multinuklear plasenta → “bungkus“
bagi janin→ sawar thd mekanisme efektor imun maternal.
o Sebagai makrofag, trofoblas menampilkan reseptor LIF dalam
kadar tinggi→ berkemampuan : fagositosis, sinsitialisasi,
menampilkan;FcR,CD4 dan CD14.
o Responsif terhadap ; TNF, IL-1 TGF-β (transforming growth
factor beta) dan IL-6
o Dengan temuan ini semua, maka trofoblas mewakili sebagian
jalinan jaringan mirip makrofag yang tersebar diseluruh tubuh
yang berbagi jalur sitokin umum
➢ Pada Kehamilan Normal
o Produksi sitokin Th2 bertukar dg sejumlah besar sitokin Th1 yang
mencetuskan IL-10
o IL-10 dihasilkan secara lokal pada unit fetoplasenta oleh trofoblas.
o IL-10 → mengatur tampilan antigen leukosit manusia (HLA)-G
dari sitotrofoblast pada sawar fetomaternal sehingga melindungi
janin dari penolakan
➢ Fungsi HLA-G dalam Proses Implantasi
1) Menempelkan blastosis ke endometrium

12
HLA-G ditemukan terlibat pada proses cellular adhesion
(Ødum et al 1991)
2) Membantu invasi Trofoblas pada jaringan uterus dan
arteri spiralis maternal
HLA-G diekspresikan oleh sel trofoblas endovaskular dan
mungkin sebagai modulator dari proses angiogenesis
(Le Bouteiller et al)
3) Membantu interakdi Trofoblast dengan sel efektor imun
maternal
HLA-G berinteraksi dengan reseptor di sel imun

13
14
Fertilization
Mating preferences seem to be Weak evidence for
influenced by MHC/HLA diversity MHC/HLA-mediated
Early embryo development and implantation
effects on
HLA-G expression associated with cleavage
spermatogenesis
rate and implantation success
Heterozygote advantage
Heterozygotes at the
MHC/ HLA loci may provide a Maternal genome Paternal genome
broader immune response

Balance between foetal/paternal and maternal interests?


Some HLA-G/MHC polymorphisms may work in favour of the
foetus, others in favour of maternal interests?

Foetal growth and survival


Some evidence that HLA haplotypes
and HLA-G polymorphism are
associated with birth weight, risk of
abortion and immuneadaptation

Deficiency of MHC/HLA homozygotes in


isolated populations: frequency of MHC
heterozygotes in human populations higher
than expected

2.3.4 Imunitas Maternal

Imunisasi pasif pada janin dapat terjadi melalui transfer antibodi atau sel
imun dari ibu yang imun kepada janin atau neonatus. Hal ini dapat terjadi melalui:
a. Imunitas maternal melalui plasenta.
➢ Antibodi dalam darah ibu merupakan proteksi pasif terhadap fetus.
b. Imunitas maternal melalui kolostrum.
➢ ASI mengandung berbagai komponen sistem imun.
➢ Beberapa diantaranya berupa enchancement growth factor untuk bakteri yang
diperlukan dalam usus atau faktor yang justru dapat menghambat tumbuhnya
kuman tertentu (lisozim, laktoferin, interferon, makrofag, sel T, sel B,
granulosit).
➢ Kadar antibodi lebih tinggi ditemukan dalam kolostrum.
➢ Proteksi antibodi dalam kelenjar susu tergantung dari antigen dari lamina
propria usus ibu dan gerakan sel yang dirangsang antigen dari lamina propria
usus ibu ke payudara. Jadi, antibodi terhadap mikroorganisme yang
menempati usus ibu dapat ditemukan dalam kolostrum, sehingga selanjutnya

15
bayi memperoleh proteksi terhadap mikroorganisme yang masuk ke saluran
cerna.
➢ Antibodi terhadap enteropatogen (e.coli, s.tiphosa murium, Shigella, Virus
Polio, Cocsakie) dalam ASI juga telah dibuktikan. Antibodi terhadap patogen
non saluran cerna seperti antitoksin tetanus, difteri dan hemolisis
antistreptokokus telah pula ditemukan dalam kolostrum

2.4 Sel Sperma Dalam Tubuh Pria


Kehadiran antibodi anti-sperma pada pria infertil pertama kali dilaporkan pada
tahun 1954 oleh Rumke dan Wilson. Telah diketahui bahwa jumlah kasus
autoimunitas sperma lebih tinggi pada populasi infertil yang mengarah pada gagasan
bahwa autoimunitas dapat menjadi penyebab infertilitas. Antigen anti sperma telah
digambarkan sebagai tiga isotop imunoglobulin (IgG, IgA, IgM) yang masing-masing
menargetkan bagian spermatozoa yang berbeda. Jika lebih dari 10% sperma terikat
pada antibodi anti-sperma (ASA), maka dicurigai infertilitas. darah testis
barrier memisahkan sistem kekebalan tubuh dan spermatozoa berkembang. Di
persimpangan antara sel-sel Sertoli membentuk sawar darah-testis tetapi biasanya
dilanggar oleh kebocoran fisiologis. Tidak semua sperma dilindungi oleh barrier
karena spermatogonia dan spermatosit awal terletak di bawah junction. Mereka
dilindungi dengan cara lain seperti toleransi imunologi dan imunomodulasi .
Infertilitas setelah pengikatan antibodi anti-sperma dapat disebabkan
oleh autoaglutinasi , sitotoksisitas sperma , penyumbatan interaksi sperma-ovum, dan
motilitas yang tidak memadai. Masing-masing muncul dengan sendirinya tergantung
pada situs pengikatan ASA.

2.5 Vaksin imunokontrasepsi

Eksperimen sedang dilakukan untuk menguji efektivitas vaksin


imunokontrasepsi yang menghambat peleburan spermatozoa ke zona pellucida .

16
Vaksin ini saat ini sedang diuji coba pada hewan dan diharapkan dapat menjadi alat
kontrasepsi yang efektif bagi manusia. Normalnya, spermatozoa menyatu dengan
zona pelusida yang mengelilingi oosit dewasa; reaksi akrosom
yang dihasilkan memecah lapisan keras telur sehingga sperma dapat membuahi sel
telur. Mekanisme vaksinnya adalah injeksi dengan cDNA ZP kloning, oleh karena itu
vaksin ini merupakan vaksin berbasis DNA. Hal ini menghasilkan produksi antibodi
terhadap ZP, yang menghentikan sperma mengikat zona pelusida dan akhirnya
membuahi sel telur.

Vaksin lain yang sedang diselidiki adalah vaksin melawan HCG. Imunisasi ini
akan menghasilkan antibodi terhadap hCG dan TT. Antibodi terhadap hCG akan
mencegah pemeliharaan rahim untuk kehamilan yang layak sehingga mencegah
pembuahan. Vaksin lain yang digunakan adalah peptida -hCG yang lebih spesifik
terhadap hCG dan respon yang lebih cepat dan efektif terjadi tanpa adanya LH, FSH,
dan TSH.

2.6 Sistem Immun Bawaan


Imunitas bawaan dipicu setelah invasi mikroorganisme. Pengenalan imun
bawaan prinsipnya dimediasi oleh reseptor selular yang dikenal sebagai
patternrecognition Receptor (PRR). Molekul tersebut mendeteksi mikroorganisme
virulen melalui pengenalan protein pemicu yang dimiliki oleh mikroorganisme yang
disebut pathogen associated molecular pattern (PAMP). PRR yang berperan pada
pertahanan alami terhadap infeksi menular seksual antara lain C.type lectins, Toll-like
receptors (TLR), NOD-like receptors (NOD), dan RNA helicases. Sedangkan PAMP
yang berperan antara lain: RNA rantai ganda yang dimilki oleh virus, unmethylated
CpG DNA yang ditemukan pada bakteri, lipopolisakarida yang diproduksi bakteri
gram negatif, asam teikoat pada bakteri gram positif, dan manoserik oligosakarida
yang ditemukan pada bakteri, mannose, fucose, Nacetyl glucosamine, ß-glucans, dan
flagelin. Hal ini juga terdapat pada system immune selular dan humoral yaitu:

17
1. System immune selular
Sel-sel epitelial mengekspresikan sejumlah PRR termasuk TLR (Toll-like
receptor), nucleotide-binding oligomerization domain (NOD)-like receptor,
komplemen serta reseptor immunoglobulin. Saat teraktivasi oleh patogen atau
produknya, sel-sel tersebut akan melepaskan beberapa kemokin seperti IL-8,
RANTES, MIP-1a dan ß, serta SDF1, yang akan merekrut sel imun yang lain
untuk menuju daerah yang terinfeksi. Dilepaskan pula sejumlah sitokin
proinflamasi seperti IL-1a dan TNF-a, yang akan mengaktivasi lekosit, dan
beberapa sitokin seperti IL-6, IL-15, TGF-ß, dan G-CSF yang mempengaruhi.
Deferensiasi dan regulasi respon limfosit T dan B. Sel epitelial juga
mengekspresikan molekul adesi seperti e-cadherin, ICAM-1, dan LFA-3 yang
penting untuk perlekatan lekosit. Sel epitelial mukosa juga mampu
mengekspresikan molekul MHC klas II dan CD1d, yang diduga dapat
mempresentasikan peptida dan glikolipid antigen pada sel-sel imun residen.
Berbagai tipe sel epitelial pada traktus genitalis laki-laki dan perempuan
mengekspresikan sejumlah PRR yang berbeda, dan memproduksi berbagai
kemokin dan sitokin setelah teraktivasi. Sel-sel epitelial juga kaya akan
peptida antimikrobial seperti, b-defensins, HD-5 dan 6, hCAP-18, dan SLPI.
Dapat dikatakan bahwa sel-sel epitelial traktus genitalis merupakan “penjaga
gawang” (gatekeeper) baik imun bawaan maupun adaptif.
Sel-sel fagositik merupakan komponen utama pada sistem imun bawaan
level selular, dan semua jenis sel fagosit, termasuk makrofag, netrofil,
eosinofil, sel mast, sel natural killer (NK), sel epithelial dan sel dendritik
(DC) berada pada jaringan mukosa. Sebagian diantaranya berkembang
membentuk karakteristik khusus tergantung lokasinya; misal sel mast pada
mukosa dan makrofag pada lamina propria.
Protein antimikrobial (AMP) disebut juga peptida pertahanan hospes,
merupakankomponen aktif pada respon imun bawaan; peptida-peptida

18
tersebut mempunyaiaktivitas mikrobisidal spektrum luas yang poten dan
kemungkinan dapat dipakai sebagai terapi . AMP mampu membunuh bakteri
Gram positif dan Gramnegatif (termasuk strain yang resisten terhadap
antibiotik konvensional),envelope virus dan jamur. Beberapa protein
antimikrobial yang disekresi traktus genitalis antara lain: defensin, katelidin,
laktoferin, dan lisosim.
2. System immune humoral
Imunitas humoral dimediasi oleh antibodi yang diproduksi oleh terminally
differentiated antibody-secreting cells (ASCs) yang dikenal sebagai sel
plasma. Setelah terstimulasi antigen, sel B yang berada di limfonodi dan lien,
mengalami ekspansi klonal dan diferensiasi menjadi sel B memori atau ASCs.
IgA terutama muncul pada jaringan mukosa limfoid dan lebih menyukai
kembali ke daerah efektor mukosa dimana IgG bergerak ke sumsum tulang
atau daerah inflamasi. Gambaran lalulintas ASC tergantung pada ekspresi
reseptor kemokin spesifik dan molekul adesi. Belum banyak diketahui
tentang mekanisme homing spesifik pada traktus genitalis. ASC traktus
genitalis menggunakan CCR10 yang banyak dijumpai pada jaringan mukosa.
Epitel traktus genital juga mensekresi SDF-1, yang diduga bahwa reseptor
kemokin CXCR4 mungkin berperan pada target ASC di genital

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Imunologi reproduksi mengacu pada bidang kedokteran yang mempelajari
interaksi (atau tidak adanya mereka) antara sistem kekebalan tubuh dan komponen
yang berhubungan dengan sistem reproduksi , seperti toleransi kekebalan tubuh
ibu terhadap janin, atau interaksi imunologi melintasi penghalang darah-
testis . Konsep ini telah digunakan oleh klinik kesuburan untuk menjelaskan masalah
kesuburan , berulang keguguran dan komplikasi kehamilan diamati ketika negara ini
toleransi imunologi tidak berhasil dicapai. Hal ini jelas bahwa bagi janin untuk
menghindari pengakuan kekebalan tubuh dan menyerang oleh sistem kekebalan tubuh
ibu, respon imun maternal harus tumpul, stimulus antigen janin harus ditekan, atau,
seperti yang paling mungkin, keduanya harus terjadi.
Fakta bahwa jaringan embrio setengah asing dan tidak seperti transplantasi
organ yang tidak cocok , biasanya tidak ditolak, menunjukkan bahwa sistem
imunologi ibu memainkan peran penting dalam kehamilan. Plasenta juga berperan
penting dalam melindungi embrio dari serangan imun dari sistem ibu. Studi juga
mengusulkan bahwa protein dalam air mani dapat membantu sistem kekebalan wanita
mempersiapkan pembuahan dan kehamilan. Sebagai contoh, ada bukti substansial
untuk paparan air mani pasangan sebagai pencegahan pre-eklampsia , sebagian besar
karena penyerapan beberapa faktor modulasi imun yang ada dalam cairan mani,
seperti transforming growth factor beta (TGFβ)

3.2 Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini akan meningkatkan pengetahuan
seorang bidan dalam memahami dan mengaplikasikan tentang sistem imunologi
reproduksi

20
DAFTAR PUSTAKA

1. P.Stite, Daniel dan Abba I. Terr. 1991. Basic Human Immunology.


America : Appleton & Lange
2. J. Heffner, Linda dan Danny J. Schust. 2006. At a Glance Sistem
Reproduksi. Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga
3. Anderson, DJ. Genitourinary Immune Defense. Dalam : Holmes KK, Sparling
PF,
4. Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, editor:
Sexually
5. Transmitted Diseases, 4rd

21

Anda mungkin juga menyukai