Anda di halaman 1dari 3

Nama : Bondan Erlangga Ghafur Pamungkas

NIM : 031215726

Prodi : Administrasi Negara

TTM 3 KEPEMIMPINAN

1. A) Adanya Stereotip negatif Tentang kepemimpinan perempuan disebabkan oleh:

a. Faktor latar belakang sosial budaya termasuk pandangan dalam keyakinan dan
kepercayaan masyarakat secara individu maupun kolektif

b. Beragamnya pemahaman masyarakat terhadap kesetaraan gender yang terkait


dengan dunia kerja

c. Tingkat pembangunan suatu negara atau wilayah. Semakin maju suatu negara maka
ada kecenderungan semakin besar peluang tercapainya maksimalisasi pendidikan
masyarakat dan Meniadakan diskriminasi jenis kelamin. Semakin terbelakang
pembangunan suatu negara maka ada kecenderungan semakin besar terjadinya
diskriminasi jenis kelamin dalam pemberian kesempatan pendidikan.

B) Perbedaan dalam potensi kepemimpinan perempuan dan laki laki menurut bass, dari
berbagai penelitian laboratorium diperoleh hasil :

 Kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal menyatakan bahwa perempuan


cenderung sebagai komunikator yang lebih baik daripada laki laki. Komunikasi Verbal
merupakan komunikasi dengan kata kata yang explisit, sedangkan komunikasi Nonverbal
merupakan komunikasi yang menggunakan gerak tubuh dan mimik.

 Kemampuan Kognitif laki laki mencapai skor yang lebih baik daripada perempuan
terutama pengetahuan umum, tetapi baik perempuan maupun laki laki turut berperan
serta dalam diskusi dan sejajar kemampuannya dalam melakukan perencanaan,
pengorganisasian dan pembuatan keputusan.

2. Sikap, perilaku dan gaya kepemimpinan yang dipakai di Indonesia yaitu Lebih banyak
bercirikan budaya malu (shame culture). Dalam budaya malu, keselarasan hubungan inter
personal Lebih penting, batas antara diri pribadi dengan orang lain tidak jelas dan tujuan
lebih banyak bersifat kelompok bukan pribadi. Para kepala keluarga di Indonesia memiliki
tanggung jawab yang sangat besar terhadap keluarganya, kebutuhan untuk
mensejahterahkan keluarga sangat besar, tetapi keinginan untuk mengabiskan waktu lama
dalam keluarga sangat kecil.

Sisi positif :

 Setiap bertindak atau mengambil keputusan secara manusiawi melalui hati nurani
sebagai bentuk ekspresi dari rasa malu.

 Dapat menyadarkan perilaku tidak baik yang telah diperbuat

 Memahami rasa tanggung jawab dan kondisi


Sisi negatif :

 Memperlambat perkembangan seseorang untuk bisa menyampaikan suara

 Tidak mampu mengelola dan menempatkan pribadinya dalam rasa malu

 Lari dari tanggung jawab yang diemban karena malu

 Potensi dari pribadi akan sangat sulit keluar

3. Perbedaan antara kepemimpinan organisasional dan kepemimpinan sosial yaitu


organisasional lebih menekankan pada aktivitas aktivitas yang dikoordinasikan. Sedangkan
sosial lebih banyak menghasilkan kebutuhan kebutuhan sosial dan menekankan pada
sebuah tanggung jawab yang mengarah pada organisma adaptif. Selain itu juga,
Kepemimpinan organisasional timbul karena seseorang menjadi pimpinan unit organisasi
dengan pengikut sebagai bawahan yang Patuh dengan berbagai norma norma organisasi
formal. Dimensi administratif lebih dominan daripada dimensi sosial maupun politik. Pada
kepemimpinan sosial Timbul dengan konteks kelembagaan karena kapasitas dan kualitas
pribadi seseorang yang kharismatik dalam kehidupan masyarakat sehingga mampu menarik
perhatian orang orang untuk menjadi pendukungnya. Dalam menggerakkan pengikutnya
yang bersangkutan lebih banyak menggunakan dimensi sosial dan politik dari pada dimensi
administratif

4. Kepemimpinan Kepala daerah di Era otonomi daerah saat ini yaitu didasari pada pijakan
moral Pancasila dalam kepemimpinan. Moral kepemimpinan nasional yang bersumber pada
Pancasila Tercermin secara terpadu dalam kelima sila Pancasila, pertama moral Ketaqwaan
yang dicirikan dengan keimanan dan kesetaraan sesama manusia dimata Tuhan. Dalam
konteks otonomi daerah, Ciri ini penting untuk memberikan delegasi wewenang dengan
prinsip kepercayaan.

Kedua, moral kemanusiaan, pengakuan akan HAM, Dalam konteks ini ciri ini penting untuk
menjaga harmonisasi daerah dan dalam hubungan pusat daerah serta antar daerah.

Ketiga, moral kebersamaan dan kebangsaan. Dalam konteks ini, ciri ini sangat relevan karena
apapun yang berkembang di daerah dan di pusat semata mata berlangsung untuk
kepentingan pusat dan daerah secara harmoni.

Keempat, moral kerakyatan dengan ciri keterbukaan dan konsisten. Dalam konteks otonomi
daerah, ciri ini sangat relevan karena otonomi daerah memang didorong untuk
memberdayakan masyarakat dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat.

Kelima, moral keadilan dengan ciri bersandar pada keimanan dan ketaqwaan. Dalam konteks
otonomi daerah, ciri ini sangat penting karena semangat otonomi daerah untuk memberikan
kesejahteraan rakyat termasuk di dalamnya dimensi keadilan, juga dengan semangat ini,
melalui kebijakan desentralisasi atau otonomi daerah, bagian masyarakat paling kecilpun
akan terdengar suaranya dalam pengambilan keputusan sebagaimana ciri otonomi daerah.

5. O’Connors Mengemukakan ada empat tahap yang perlu dilakukan oleh pemimpin

a. Mengidentifikasi perubahan, Faktor yang paling menentukan dalam melaksanakan


perubahan organisasi adalah menumbuhkan urgensi perubahan organisasi, apakah
organisasi perlu berubah atau tidak. Keputusan untuk berubah atau tidak tersebut
sangat penting. Urgensi perubahan akan dipandang tidak sama oleh anggota organisasi.
b. Menilai posisi organisasi, Langkah ini sangat penting, sebab tanpa mengetahui di mana
posisi organisasi para manajer akan kesulitan untuk menentukan seperti, sejauh apa
harus melangkah, di mana posisi para pesaing, apa yang mungkin menjadi keunggulan
organisasi tersebut, serta apakah tujuan organisasi sejalan dengan kebutuhan organisasi
dan sebagainya.

c. Merencanakan dan melaksanakan perubahan. Selesai memetakan Posisi organisasi


maka langkah selanjutnya adalah merencanakan dan melaksanakan perubahan. Yang
perlu disadari oleh para manajer bahwa mengelola perubahan adalah suatu langkah
yang penuh resiko. Diperlukan kecermatan dalam perencanaan dan dalam
pelaksanaannya. Perencanaan dan pelaksanaan perlu disusun secara seimbang dan
selalu dimonitor.

d. Melakukan evaluasi. Langkah terakhir dalam proses perubahan adalah melakukan


evaluasi. Tujuan melakukan evaluasi adalah memperoleh data seberapa besar terjadi
penyimpangan antara rencana dan pelaksanaan. Evaluasi merupakan fase yang penting
dalam memonitor perubahan.

Anda mungkin juga menyukai