Anda di halaman 1dari 6

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH KRITIK SASTRA

Disusun Oleh:
Huzaimi Nur’izhomi
E1C019085
IV/C

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2021
Nama : Huzaimi Nur’izhomi
Nim : E1C019085
Kelas : IV_C

Tugas UAS Matkul Kritik Sastra

Pantai dan Guru


“Cerita apa yang kau janjikan kemarin guruku?” seorang pemuda sedang duduk berdua
menghadap lautan bersama laki-laki tua yang tidak lain adalah gurunya.
Sang guru tidak langsung menjawab. Pandangannya menyapu ombak yang bergulung-
gulung di ujung sana. Kemrin, ia berkisah tentang ombak dan kekuasaannya. Hari sebelumnya
tentang karang dan hati.
“Kau sudah menyiapkan diri anak muda?” tanya sang guru tanpa menoleh sedikitpun.
“Baiklah, dengarkanlah: suatu hari, seorang pemuda hendak berangkat bekerja. pemuda
yang memiliki karir gemilang. Sebelum benar-benar berangkat, seseorang mengetuk pintu
rumahnya. Meminta bertemu dengannya. Mereka berbicara sebentar saja.
Perbincangan mereka menggetarkan semesta! Lalu tamu agung mengajaknya ke suatu
tempat. Meninggalkan piring sarapan yang belum sempat dicuci, meninggalkan kendaraan yang
sedang dipanaskan, meninggalkan pintu yang masih terbuka.
Sang pemuda meninggalkan rumah sebelum ia mengetahui dengan pasti kemana sang
tamu membawanya pergi dengan menggandeng tangannya.
“Kita hendak kemana?”
“Ikuti saja,” jawabnya tamunya singkat.
“Kau lihat tadi, banyak pekerjaan yang belum kuselesaikan. Di kantor juga ada rapat
yang harus kulaksanakan denga rekan-rekanku.”
Tamunya mengangguk, “Begitu pula hal lainnya,” jawabnya tenang.
Hari berikutnya adalah kesaksian sang pemuda atas segala sesuatu yang seharusnya ia
selesaikan dan tunaikan sebelumnya.
Tentang ibu yang sedang memasak sebagaimana hari-hari sebelumnya. Hanya saja, pada
makan bersama terakhir mereka, ia mengatakan bila makanan ibu sedikit asin. Itu tidak perlu
dikatakan bukan? Lihat betapa lelah ibu menantang keringat untuk memasak makanan
kesukaannya setiap hari.
Tentang temannya yang sedang mengerjakan tugas kantor. Padahal beberapa hari
sebelumnya, dirinyalah yang terlibat di sana. Tentang salam yang tertahan lantaran benci yang
disertai alasan setipis benang pada saudaranya. Ah, bukankah salam, sapa, dan maaf itu harusnya
ditunaikan saja kala itu?
Tentang setumpuk buku-buku di meja. Bebrapa sudah dibaca dan lebih banyak lagi yang
belum tersentuh. Tentang kelanjutan cerita laparnya tetangga sebelah. Saat itu dirinya berencana
memberi sepiring nasi namun ia sibuk dengan rutinnitas kantor. Bukankah seharusnya nasi itu
sudah dimakan oleh anak-anak mereka yang menahan lapar?
Tentang guru yang dicintai yang sedang terbaring lemah di tempat tidur. Bukankah ia
pernah berencana menjenguk dan mendoakan sang guru? Namun sebab alasan yang ia ciptakan,
ia menundanya? Dan tentang segala yang seharusnya dibayar namun ditunda dan kini
ditinggalkan.
Ringan saja, tentang senyuman yang tertelan kala bertemu orang-orang dijalan. Berat
sekali memberi senyuaman? “Aku dimana saat ini? Mengapa terasa jauh semua yang kumiliki?”
begitu pernyataan sang pemuda pada tamunya.
Sampai di sana sang guru menghentikan cerita panjangnya. Ia memandang muridnya.
“Apakah yang kau kisahkan adalah kematian, wahai guruku?” dan anggukan itulah yang
diberikan sang guru. “ ayo, cukuplah berada di sini. Kita lanjutkan perjalanan,” ucap sang guru
memegang tongkatnya.
“Aku tidak ikut,” jawab sang pemuda.
“Mengapa?”
“Aku khawatir bila di sana kutemui tamu yang ada dalam ceritamu.”
“Tugasmu bukan itu. Tugasmu bukanlah duduk di sini sepanjang waktu menunggu sang
tamu.”
“Lalu?”
“Tugasmu adalah berjalan dan mendengarkan kisah-kisah yang akan kuberikan padamu
lagi.”
A. Unsur Intrinsik
1. Tema
Unsur tema yang terkandung dalam cerpen di atas adalah tentang kehidupan. Dimana
seorang guru memberikan sebuah gambaran kehidupan kepada seorang pemuda. Tentang
bagaimana kehidupan yang dilupakan oleh seorang pemuda yang kemudian diingatkan
tentang semuanya oleh sang guru. Dari sinilah dapat kita menarik kesimpulan bahwa
tema dari cerpen di atas adalah tentang kehidupan.
2. Tokoh
Tokoh-tokoh yang ada pada cerpen di atas yaitu Pemuda dan Guru.
3. Latar
Latar yang digunakan dalam cerpen di atas yaitu
Latar tempat yang tergambar dalam cerpen ini terjadi di sebuah pantai, terlihat pada awal
cerita. Latar tempat kedua yaitu di rumah seorang pemuda.
Latar suasana pada cerpen di atas yaitu menyedihkan, mengharukan.
Latar waktu pada cerpen di atas adalah pagi hari.
4. Penokohan
Penokohan dalam cerpen di atas telah tergambarkan dengan baik. Tokoh guru pada
cerpen di atas memiliki watak baik, peduli, dan perhatian. Tokoh pemuda memiliki watak
baik, dan mau menerima segala masukan yang diberikan.
5. Alur
Alur yang digunakan dalam cerpen di atas yaitu alur maju, dimana memiliki klimaks di
akhir. Dilihat dari awal cerita yaitu sebuah pengenalan kemudian puncak konflik dari
cerita tersebut dan
6. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen di atas yaitu sudut pandang orang kedua
dan ketiga.
7. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis
atau  lisan (Moelino, 1989). Menurut HB Jassin, gaya bahasa adalah perihal memilih dan
mempergunakan kata sesuai dengan isi yang mau disampaikan. Sedangkan menurut Nata
Wijaya (1986:73), gaya bahasa adalah pernyataan dengan pola tertentu, sehingga
mempunyai efek tersendiri terhadap pemerhati (pembaca dan pendengar).
a) Personifikasi. Gaya bahasa persifikasi gaya bahasa personifikasi merupakan gaya
bahasa perbandingan yang membandingkan benda mati yang dianggap hidup serta
memiliki sifat manusia.
Gaya bahasa personifikasi pada cerpen di atasa adalah
- “Pandangannya menyapu ombak yang…”
Pada kalimat tersebut seolah-olah menggambarkan pandangan guru tersebut
menyapu selayaknya manusia menyapu.
b) Metafora. Gaya bahasa metafora Adalah pengungkapan berupa perbandingan
analogis satu hal dengan hal lain, dengan menghilangkan kata-kata seperti, layaknya,
bagaikan. Berikut kutipan cerita yang terdapat gaya bahasa metafora:
Gaya bahasa metafora terdapat pada kalimat
- “Tentang salam yang tertahan lantaran benci…”
Pada kalimat tersebut membadingkan salam yang tertahan dengan kebencian.
c) Smile. Gaya bahasa simile merupakan gaya bahasa perbandingan yang ditnjau dari
adanya perumpaan, layaknya, bagaikan, bak, seperti, ibarat dan lain-lain.
Gaya bahasa simile pada cerpen di atas terdapat pada kalimat :
d) Eksklamasio. Eksklamasio adalah ungkapan dengan menggunakan kata seru.
Misalnya wah, ahh, ohh, lho, dll. Berikut kutipan cerita yang terdapat gaya bahasa
eksklamasio:
- Ah, bukankah salam, sapa, dan maaf itu harusnya ditunaikan saja kala itu?
e) Hiperbola. Gaya bahasa hiperbola adalah merupakan gaya bahasa pertentangan yang
ditandai dengan adanya ungkapan berlebihan atau membesar-besarkan. Kutipan gaya
bahasa hiperbola yang terdapat pada cerpen di atas adalah
- Perbincangan mereka menggetarkan semesta!
Pada kalimat tersebut nampak jelas dimana penulis melebih-lebihkan makna yang
ada pada kalimat tersebut. Buktinya terdapat pada kata menggetarkan semesta.
8. Amanat
Amanat yang terkandung dalam cerpen tersebut sebagai berikut:
1. Harus peduli terhadap sesama.
2. Janganlah menunda-nunda pekerjaan.
3. Ketika mempunyai rencana, maka segera untuk dilakukan selagi masih bisa.
4.

B. Krikit Terhadap Cerpen “Pantai Dan Guru”

Dari cerpen yang berjudul “Pantai dan Guruku” dapat dikritik menggunakan teori
Hermeneutik. Karena dalam cerpen di atas mengandung tentang kemanusiaan serta nilai-nilai
kehidupan manusia.
Teori Hermeneutik pada dasarnya merupakan wahana penelitian dengan cara interpretasi
(penafsiran) terhadap teks. Secara etimologis, kata hermeneutic berasal dari bahasa Yunani
hermeneutin yang berarti menafsirkan kata benda hermeneia, secara harfiah dapat diartikan
sebagai penafsiran atau interpretasi (Sumaryono, 1999:23). Hermeneutika secara umum
dapat diartikan sebagai suatu teori atau filsafat tentang interpretasi makna. Hermeneutik
lama-kelamaan mengalami perkembangan sebagai ilmu yang lebih luas meneliti tentang
ilmu-ilmu kemanusiaan. Secara historis hermeneutic berasal dari metodologi Yunani, yang
berasal dari seorang tokoh mitologis yang bernama hermes. Hermeneutika adalah persoalan
memahami (understanding, Sinngebung). Persoalan memahami atau mengetahui bisa
didekati dari dua sudut, yakni: Epistemologi dan Hermeneutika.
Hermeneutik menurut pandangan kritik sastra ialah sebuah metode untuk memahami teks
yang diuraikan dan diperuntukan bagi penelaahan teks karya sastra. Hermenetik cocok untuk
membaca karya sastra karena dalam penelitian sastra, apapun bentuknya, berkaitan dengan
suatu aktivitas yakni interpretasi (penafsiran).
Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa cerpen yang berjudul “Pantai dan
Guru” dapat diterima karena dapat ditelaah dengan teori hermeneutik ini. Dimana setiap
kalimat pada cerpen di atas memiliki makna-makna kehidupan yang kemudian ditafsirkan
menggunakan teori tersebut. Menurut saya cerpen tersebut dapat diterima dan disetujui serta
cerpen tersebut dapat dianggap baik.

Anda mungkin juga menyukai