Dosen pengampu :
BAB I PENDAHULUAN
B. TUJUAN …………………………………………………………………………………..2
C. MANFAAT ……………………………………………………………………………….2
A.TINJAUAN KASUS……………………………………………………………………………5
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa selalu memberikan
rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
setelah melalui berbagai hambatan dan hambatan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan
keterbatasan pengetahuan dan waktu yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna menyempurnakan makalah ini
dimasa yang akan datang lebih baik. Semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi
kita semua.
penulis
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. LATAR BELAKANG
Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama dan setelah selesai masa hubungan kerja, baik pada pekerjaan yang
menghasilkan barang maupun pekerjaan berupa. Dari aspek hukum ketenagakerjaan
merupakan bidang hukum privat yang memiliki aspek publik, karena meskipun hubungan
kerja dibuat berdasarkan kebebasan para pihak, namun terdapat sejumlah ketentuan yang
WAJIB tunduk pada ketentuan pemerintah dalam artian hukum publik.
Di era globalisasi seperti sekarang ini, permasalahan tentang sumber daya manusia
(tenaga kerja) dalam suatu perusahaan menuntut untuk lebih diperhatikan, sebab secanggih
apapun teknologi yang dipergunakan dalam suatu perusahaan serta sebesar apapun modal
yang diputar perusahaan, tenaga kerja tetap merupakan asset yang paling utama dalam
kehidupan perusahaan karna tanpa adanya karyawan maka peralatan dan modal tidak
mungkin akan dapat di pergunakan secara maksimal. Tenaga kerja merupakan sebagai salah
satu elemen utama dalam suatu sistem kerja, sehingga tenaga kerja masih sangat di butuhkan
oleh setiap perusahaan. Salah satu permasalahan yang sedang marak saat ini adalah dampak
krisis moneter yang terjadi 1998 masih dapat dirasakan sampai saat ini yang mengakibatkan
banyak perusahaan- perusahaan yang tidak mampu bertahan dan berimbas kepada tenaga
kerja dampak yang terjadi terhadap tenaga kerja adalah Pemutusan Hubungan Kerja yang
dilakukan dengan sangat tidak terencana.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui peraturan pemerintah tentang ketenagakerjaan.
2. Untuk melindungi ketenagakerjaan dari hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Untuk mengetahui hukum ketenagakerjaan di Indonesia
C. MANFAAT
Bagi mahasiswa :
Menambah pengetahuan, memperluas ilmu dalam bidang yang berlandaskan hukum.
BAB II
LANDASAN TEORI
Tenaga kerja menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 menyebutkan
bahwa :
“Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.”
Dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)mengatur hak pekerja untuk melaksanakan
ibadah dengan kaidah sebagai berikut:
“Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.”
Sebagai tenaga kerja hak untuk beribadah dan bertakwa kepada Tuhan merupakan
hak-hak dasar manusia yang dijamin oleh Pancasila dan Konstitusi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”). Hal ini
diatur dalam beberapa pasal peraturan perundang-undangan yang berlaku di NKRI, yaitu:
1. UUD 1945
Dalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 diatur sebagai berikut:
Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.
Selain itu, dijelaskan mengenai peran dari negara dalam
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”)
Jika melihat ke dalam Pasal 4 UU HAM, diatur mengenai hak untuk beragama
merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun,
bunyi selengkapnya sebagai berikut:
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun dan oleh siapapun.
Selain itu, Pasal 22 ayat (2) UU HAM juga mengatur hal yang senada dengan dua
pasal dalam UUD 1945 di atas, sebagai berikut:
1. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi negara dan siapapun untuk menjunjung tinggi hak
beragama dan beribadah di wilayah NKRI, sehingga aturan dasar tersebut berlaku dalam
setiap roda kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam lingkungan
Ketenagakerjaan.
,
BAB III
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN KASUS
"Tenaga Kerja Mengaku Dilarang Shalat dan Dipecat, Lami Mengadu ke Komnas HAM",
B. RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN KASUS
1. PENDAPAT KELOMPOK
Maka dari itu beribadah dan bertakwa kepada Tuhan merupakan hak-hak dasar
manusia yang dijamin oleh Pancasila dan Konstitusi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”). Hal ini diatur
dalam beberapa pasal peraturan perundang-undangan yang berlaku di NKRI, yaitu:
1. UUD 1945
Jika melihat ke dalam Pasal 4 UU HAM, diatur mengenai hak untuk beragama
merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun,
bunyi selengkapnya sebagai berikut:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun dan oleh siapapun.”
3. Selain itu, Pasal 22 ayat (2) UU HAM juga mengatur hal yang senada dengan dua
pasal dalam UUD 1945 di atas, sebagai berikut:
a. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Adapun sanksi bagi pengusaha yang merintangi atau menghalangi kegiatan keagamaan
dan peribadatan dalam ruang lingkup ketenagakerjaan diatur dalam Pasal
185 UU Ketenagakerjaan, yaitu:
1. Barangsiapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143,
dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
Dengan demikian perbuatan pengusaha yang tidak memberikan kesempatan atau
bahkan menghalangi pekerja/buruh untuk melakukan ibadah tergolong sebagai tindak
pidana kejahatan yang diacam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling
banyak Rp 400 juta.
Menurut hemat kami, adapun contoh-contoh tindakan yang melanggar hak beribadah
sebagai berikut:
1. Penerapan hari kerja oleh pengusaha terhadap karyawan di hari besar keagamaan;
2. Tidak disediakannya waktu dan fasilitas ibadah oleh perusahaan bagi karyawan
yang membutuhkan fasilitas peribadatan.
DAFTAR PUSTAKA