Anda di halaman 1dari 13

ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

“PERATURAN PEMERINTAH PASAL 80 UNDANG-UNDANG


NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN “
(UU KETENAGAKERJAAN)

Dosen pengampu :

Sri Yun Utama,S.pd,MKM

Disusun Oleh : Kelompok 6

ANGGRAINI DWI FADILLANINGSIH (PO71241200026)


LOLA TRI NINGSIH (PO71241200017)
NORA PARAMITA (PO71241200038)
ONIECA KARININA SIANTURI (PO71241200016)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

PRODI DIV JURUSAN KEBIDANAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

A. TINJAUAN TEORI ………………………………………………………………………….1

B. TUJUAN …………………………………………………………………………………..2

C. MANFAAT ……………………………………………………………………………….2

BAB II LANDASAN TEORI………………………………………………………………………………3

BAB III PEMBAHASAN

A.TINJAUAN KASUS……………………………………………………………………………5

B. RUMUSAN MASALAH ………………………………………………………………………6

BAB IV PEMBAHASAN KASUS …………………………………………………………………………7

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………………...


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa selalu memberikan
rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
setelah melalui berbagai hambatan dan hambatan.

Makalah ini diberi judul “PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TENAGA KERJA.


Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk mengurus nilai mata kuliah Etikolegal
Semester 2. Selain itu, makalah disusun untuk memberikan informasi dan pengetahuan
tentang tenaga kerja.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan
keterbatasan pengetahuan dan waktu yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna menyempurnakan makalah ini
dimasa yang akan datang lebih baik. Semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi
kita semua.

Senin, 19 April 2021

penulis
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang mempunyai tujuan nasional untuk “memajukan


kesejahteraan umum” sesuai rumusan tujuan negara dalam alinea keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam meweujudkan
kesejahteraan umum, maka negara Indonesia sebagai negara hukum menempatkan konstitusi
sebagai norma hukum tertinggi dalam menjalankan sistem pemerintahannya. Salah satu cara
pemerintah negara Indonesia mewujudkan kesejahteraan umum dalam rangka mencapai
tujuan negara dijalankan melalui pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang
dilakukan adalah pembangunan kesehatan yang bertujuan mewujudkan derajat kesehatan
optimal sesuai amanah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

Tenaga kerja merupakan bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan


Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja
serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun
spiritual. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional tenaga kerja mempunyai peranan dan
kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan
peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan. Pembangunan
ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak- hak dan perlindungan
yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat
mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.

Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama dan setelah selesai masa hubungan kerja, baik pada pekerjaan yang
menghasilkan barang maupun pekerjaan berupa. Dari aspek hukum ketenagakerjaan
merupakan bidang hukum privat yang memiliki aspek publik, karena meskipun hubungan
kerja dibuat berdasarkan kebebasan para pihak, namun terdapat sejumlah ketentuan yang
WAJIB tunduk pada ketentuan pemerintah dalam artian hukum publik.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, permasalahan tentang sumber daya manusia
(tenaga kerja) dalam suatu perusahaan menuntut untuk lebih diperhatikan, sebab secanggih
apapun teknologi yang dipergunakan dalam suatu perusahaan serta sebesar apapun modal
yang diputar perusahaan, tenaga kerja tetap merupakan asset yang paling utama dalam
kehidupan perusahaan karna tanpa adanya karyawan maka peralatan dan modal tidak
mungkin akan dapat di pergunakan secara maksimal. Tenaga kerja merupakan sebagai salah
satu elemen utama dalam suatu sistem kerja, sehingga tenaga kerja masih sangat di butuhkan
oleh setiap perusahaan. Salah satu permasalahan yang sedang marak saat ini adalah dampak
krisis moneter yang terjadi 1998 masih dapat dirasakan sampai saat ini yang mengakibatkan
banyak perusahaan- perusahaan yang tidak mampu bertahan dan berimbas kepada tenaga
kerja dampak yang terjadi terhadap tenaga kerja adalah Pemutusan Hubungan Kerja yang
dilakukan dengan sangat tidak terencana.

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui peraturan pemerintah tentang ketenagakerjaan.
2. Untuk melindungi ketenagakerjaan dari hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Untuk mengetahui hukum ketenagakerjaan di Indonesia

C. MANFAAT
Bagi mahasiswa :
Menambah pengetahuan, memperluas ilmu dalam bidang yang berlandaskan hukum.
BAB II

LANDASAN TEORI

Tenaga kerja menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 menyebutkan
bahwa :

“Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.”
Dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)mengatur hak pekerja untuk melaksanakan
ibadah dengan kaidah sebagai berikut: 
“Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.”
Sebagai tenaga kerja hak untuk beribadah dan bertakwa kepada Tuhan merupakan
hak-hak dasar manusia yang dijamin oleh Pancasila dan Konstitusi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”). Hal ini
diatur dalam beberapa pasal peraturan perundang-undangan yang berlaku di NKRI, yaitu:
1. UUD 1945
Dalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 diatur sebagai berikut:
  Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali. 
Selain itu, dijelaskan mengenai peran dari negara dalam 
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
 
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”)
Jika melihat ke dalam Pasal 4 UU HAM, diatur mengenai hak untuk beragama
merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun,
bunyi selengkapnya sebagai berikut:
 
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun dan oleh siapapun.
 
Selain itu, Pasal 22 ayat (2) UU HAM juga mengatur hal yang senada dengan dua
pasal dalam UUD 1945 di atas, sebagai berikut:
 
1. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
 
Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi negara dan siapapun untuk menjunjung tinggi hak
beragama dan beribadah di wilayah NKRI, sehingga aturan dasar tersebut berlaku dalam
setiap roda kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam lingkungan
Ketenagakerjaan.

,
BAB III

PEMBAHASAN

A. TINJAUAN KASUS
"Tenaga Kerja Mengaku Dilarang Shalat dan Dipecat, Lami Mengadu ke Komnas HAM",

JAKARTA, KOMPAS.com — Lami, buruh yang mengaku dipecat karena memprotes


direktur yang melarangnya shalat di pabrik tempat dia bekerja di Cakung, Jakarta Timur,
mengadukan masalah tersebut ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, Rabu
(31/7/2013). Ia datang didampingi Yati Andriyani dari Kontras dan beberapa temannya.
"Saya dipersulit untuk shalat. Ketika saya protes, saya malah di-PHK (pecat)," kata Lami di
kantor Komnas HAM. Sebelumnya, Lami bekerja sebagai buruh di PT M, Cakung. Lami
bercerita, kejadian itu berawal ketika dirinya hendak shalat pada jam istirahat, Jumat
(12/7/2013) pukul 11.30 WIB. Karena mushala di pabrik itu kecil atau hanya bisa memuat 20
orang, Lami memilih shalat di ruang detektor. Ia mengaku biasa shalat di situ untuk
menghemat waktu. Jika terpaksa shalat di mushala, ia harus mengantre karena banyak
karyawan yang ingin menjalankan ibadah di tempat tersebut. Belum lagi letaknya jauh,
padahal waktu istirahat hanya 30 menit. Namun, saat itu direktur perusahaan, yakni HK,
malah membentaknya. "Dia marah-marah, 'Tidak boleh shalat di situ.' Saya jelaskan, kalau
tidak boleh, saya shalat di luar ruangan saja. Tapi dia tetap marah-marah. Saya ambil mukena
dipersoalkan. Dia sampai angkat tangan mau pukul saya. Di situ saya bilang, 'Silakan tampar.'
Saya panik, saya teriak-teriak saya dilarang shalat," tutur Lami kepada anggota Komnas
HAM yang menerima laporan, Siti Nur Laila. Saat itu, kata Lami, bosnya semakin marah.
Pihak personalia langsung menjelaskan lewat pengeras suara bahwa tidak ada pelarangan
shalat. Pasca-kejadian itu, Lami bekerja biasa. Namun, dirinya tidak bisa mengisi daftar hadir.
"Tapi saya tetap kerja seperti biasa," katanya. Di saat tanggal gajian, Lami mengaku hanya
dirinya yang tidak menerima gaji. Ia lalu menghadap manajemen perusahaan pada 24 Juli.
Siangnya, gajinya diberikan secara tunai. Namun, sorenya ia dipanggil kembali dan diberi
tahu bahwa ia sudah dipecat karena melanggar ketertiban perusahaan. Perusahaan
menganggap Lami melakukan provokasi dengan menyebut direktur melarang shalat. Padahal,
menurut Lami, larangan itu memang benar. Tak terima di-PHK, sehari kemudian, Lami tetap
masuk kerja. Namun, manajemen perusahaan menyampaikan kepada Lami bahwa dirinya
dinonaktifkan sampai proses PHK selesai. Lami yakin pemecatannya bukan hanya karena
masalah shalat, tetapi juga keputusannya yang membangun serikat pekerja bernama Federasi
Buruh Lintas Pabrik baru-baru ini. Lami menjadi ketuanya. Serikat pekerja itu akan
dicatatkan ke Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara. "Perusahaan tidak
suka. Jadi hal sekecil apa pun yang saya lakukan dipersoalkan perusahaan," kata perempuan
yang sudah bekerja di perusahaan itu sejak 2004. Yati menilai ada pelanggaran hak asasi oleh
perusahaan. Meski tidak ada aturan yang melarang buruh untuk shalat, tetapi perusahaan telah
menghambat buruh untuk mendapatkan haknya beribadah. "Karena terhambat, maka Lami
pilih cara lain. Perusahaan tidak punya etika yang baik untuk memenuhi hak beribadah," kata
Yati. Kepada Komnas HAM, Lami ingin agar aduannya diproses. Untuk saat ini, ia tidak
ingin menempuh proses hukum lantaran bakal memakan waktu lama. "Saya hanya ingin
perusahaan meminta maaf dan memperkerjakan saya kembali," kata Lami

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pendapat kelompok terkait kasus ini?


2. Pasal berapa yang sepantasnya diberikan kepada perusahaan?
3. Apa sanksi yang diberikan bagi perusahan/kantor jika tidak memberikan tenaga kerja
hak untuk melaksanakan ibadah?
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

1. PENDAPAT KELOMPOK

Menurut kelompok kami,


…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………..

2. UNDANG-UNDANG YANG MENYANGKUT HAK TENAGA KERJA UNTUK


BERIBADAH

Maka dari itu beribadah dan bertakwa kepada Tuhan merupakan hak-hak dasar
manusia yang dijamin oleh Pancasila dan Konstitusi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”). Hal ini diatur
dalam beberapa pasal peraturan perundang-undangan yang berlaku di NKRI, yaitu:
 

1. UUD 1945

Dalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 diatur sebagai berikut:


  Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali. 
Selain itu, dijelaskan mengenai peran dari negara dalam 
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”)

Jika melihat ke dalam Pasal 4 UU HAM, diatur mengenai hak untuk beragama
merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun,
bunyi selengkapnya sebagai berikut:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun dan oleh siapapun.”
3. Selain itu, Pasal 22 ayat (2) UU HAM juga mengatur hal yang senada dengan dua
pasal dalam UUD 1945 di atas, sebagai berikut:
a. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

b. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing


dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
 
Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi negara dan siapapun untuk menjunjung tinggi
hak beragama dan beribadah di wilayah NKRI, sehingga aturan dasar tersebut berlaku dalam
setiap roda kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam lingkungan Ketenagakerjaan.
 Pasal 80 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”) mengatur hak pekerja untuk melaksanakan ibadah dengan kaidah sebagai
berikut:
“Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.”
 
Berdasarkan dengan ketentuan tersebut, sudah sepantasnya pihak perusahaan/atasan
dalam kasus ini memberikan izin dan kebebasan kepada pekerja untuk melaksanakan
ibadahnya yaitu dengan memberikan fasilitas dan waktu yang cukup dengan tidak menahan,
menghalang-halangi ataupun melarang pekerja untuk melaksanakan ibadah.
 

3. SANKSI YANG DIBERIKAN

Adapun sanksi bagi pengusaha yang merintangi atau menghalangi kegiatan keagamaan
dan peribadatan dalam ruang lingkup ketenagakerjaan diatur dalam Pasal
185 UU Ketenagakerjaan, yaitu:
 
1. Barangsiapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan
ayat (2),  Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143,
dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
 
Dengan demikian perbuatan pengusaha yang tidak memberikan kesempatan atau
bahkan menghalangi pekerja/buruh untuk melakukan ibadah tergolong sebagai tindak
pidana kejahatan yang diacam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling
banyak Rp 400 juta.
 
Menurut hemat kami, adapun contoh-contoh tindakan yang melanggar hak beribadah
sebagai berikut:
1.  Penerapan hari kerja oleh pengusaha terhadap karyawan di hari besar keagamaan;
2. Tidak disediakannya waktu dan fasilitas ibadah oleh perusahaan bagi karyawan
yang membutuhkan fasilitas peribadatan.
DAFTAR PUSTAKA

 Khakim, Abdul. 2014. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Bandung:


Citra Aditya Bakti.
 Benggolo. A. Tanpa tahun. Tenaga Kerja dan Pembangunan. Jakarta: Jasa Karya.
 Manulang, SH. 1995.Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.Jakarta:
Rineka Cipta.
 Kompas.com:
https://megapolitan.kompas.com/read/2013/07/31/1525093/Mengaku.Dilarang.Shalat.
dan.Dipecat.Lami.Mengadu.ke.Komnas.HAM

Anda mungkin juga menyukai