Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MUAMALAH DAN AKHLAK

“MAWARIST”

Dosen: Drs.Abdul Rosyid.,M.Pd.

Disusun oleh:

1. Dewi Setyowati (202051200)


2. Widia Ningsih (202051201)
3. Ricky Surya Silalahi (202051202)
4. Khalifatul Aulia A (202051206)
5. Nur Aziza Rofa (202051207)

PRODI FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL

JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Muamalah dan Akhlak
tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “Mawarits” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak.
Kami berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi pihak yang membutuhkannya. Selain
itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca
makalah ini.

Penulis menyadari makalah bertema bahasa ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama
pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi
penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami
memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah bahasa Indonesia ini
dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, April 2021


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama islam dimungkinkan
banyak dari anggota masyarakat yang menggunakan system hukum Islam. Tetapi
seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan kemajuan dan teknologi
prinsip- prinsip dalam dalam hukum islam terus mengalami kemajuan yang pesat dan
selalu mengikuti perubahan zaman guna untuk kemaslahatan u,mat di duinia tanpa
membedakan baik laki-laki maupun perempuan. Asas hukum dalam pewarisan Islam
tidak memandang perbedaanantara laki-laki dengan perempuan, semua ahli waris baik
laki-lakimaupun perempuan mempunyai hak yang sama sebagai ahli waris.
Tetapihanyalah perbandingannya saja yang berbeda. Memang di dalam hukumwaris
Islam yang ditekankan adalah keadilan yang berimbang, bukanlahkeadilan yang sama
rata sebagai sesama ahli waris. Karena prinsip inilahyang sering menjadi polemik dan
perdebatan yang kadang kalamenimbulkan persengketaan diantara para ahli waris. .
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum waris ilam telah
mengakomodir prinsip hukum yang berkadilan gender.1

1.2. Rumusan Masalah


Apa yang dimaksud dengan mawaris, rukun waris, syarat waris, ahli waris dan bagian
bagiannya?

1.3. Tujuan
untuk mengetahui pengertian waris dan dasar hukumnya, rukun waris, syarat waris
serta ahli waris dan bagian- bagiannya.

1. Bachtiar,M. Hukum Waris Islam dipandang dari Perspektif Hukum Berkeadilan Gender . Jurnal Ilmu
Hukum Vol 3 no 1.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Waris dan Dasar Hukumnya

Kata mawaris merupakan bentuk jamak dari mirast(irts, wirts, wiratsahdan turats,
yang dimaknai dengan mauruts) merupakan harta pusaka peninggalan orang yang meninggal
yang diwariskan kepada para keluarga yang menjadi ahli warisnya. Orang yang
meninggalkan harta pusaka tersebut dinamakan muwarits. Sedang yang berhak menerima
pusaka disebut warist.2

Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang telah
meninggal dunia kepadaahli warisnya. Dalam istilah lain, waris disebut juga dengan fara‟idh
artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak
menerimanya.3

mawaris adalah ilmu yang membicarakan hal pemindahan harta peninggalan dari
seseorang yang meningal dunia kepada yang masih hidup, baik mengenai harta yang
ditinggalkannya, orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan tersebut, bagian
masing-masing ahli waris, maupun cara penyelesaian pembagian harta peninggalan itu.4

2.2. Rukun Waris


Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris,
dimana bagian harta waris tidak akan didapatkanbila tidak ada rukun-rukunnya.
Rukun-rukun untuk mewarisi ada tiga yaitu:
1.Al-Muwarriṡ(pewaris), yaitu orang yang meninggal dunia baik secara hakiki
(sebenarnya) maupun ḥukmī(suatu kematian yang dinyatakan oleh keputusan hakim)
seperti mafqūd (orang yang hilang).5

2. Muhammad Hasby Ash-Shiddieqy. Ibid.,hal. 5


3. Muhammad Ali Ash-Shabuni, al-Mawarits fi asy-Syari‟atil Islamiyah „ala Dhauil Kitab Was-Sunnah,
Terj: A. M. Basalamah, Panduan Waris Menurut Islam,(Jakarta: Gema Insani Press, 2007),Cet. Ke-10, hal.
33
4. Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 13
5. Muhibbussabry, Fikih Mawaris (Medan :Pusdikra Mitra Jaya,2020.) hal 18.

2.Al-Wāriṡ(ahli waris), yaituorang yang hidup ketika pewaris meninggal dan


merupakan orang yang berhak mendapatkan warisan meskipun keberadaannya masih
dalam kandungan atau orang yang hilang.
3.Al-Maurūṡ(harta warisan), yaitu harta benda yang menjadi warisan. Termasuk juga
harta-harta atau hak-hak yang mungkin dapat diwariskan, seperti hak qiṣaṣ(perdata),
hak menahan barang yang belum dilunasi pembayarannya, dan hak menahan barang
gadaian.Inilah tiga rukun waris. Jika salah satu dari rukun tersebut tidak ada, waris
mewarisi tidak dapat dilaksanakan. Jika seorang meninggal dunia namun tidak
memiliki ahli waris, atau ada ahli waris tapi tidak ada harta yang ditinggalkan, maka
waris mewarisi tidak bisa dilakukan, karena tidak memenuhi rukun waris.5

2.3. Syarat Waris


Syarat waris adalah sesuatu yang karena ketiadaannya maka tidak akan ada proses
pembagian warisan.
Adapun syarat-syarat untuk mewarisi ada tiga, yaitu:
1.Meninggalnya pewaris,baik secara hakiki, hukmī, dan taqdirī.
2.Hidupnya ahli waris pada saat pewaris meninggal dunia, baik secara hakikiatau
hukmī.
3.Mengetahui sebab menerima warisan atau mengetahui hubungan antara pewaris dan
ahli warisnyaatau mengetahui seluk beluk pembagian harta warisan. Apakahmenjadi
ahli waris karena hubungan pernikahan, hubungan darah, atau wala‟(pemerdekaan
budak). Ahli waris harus diketahui pasti, baik dari kedekatan kekerabatannya, bagian-
bagiannya serta hajib(yang menghalang) dan mahjub(terhalang) untuk mendapatkan
warisan. 5

5. Muhibbussabry, Fikih Mawaris (Medan :Pusdikra Mitra Jaya,2020.) hal 18-19

2.4. Ahli Waris dan Bagian- Bagiannya

Menurut Kompilasi Hukum Islam, ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal
dunia mempunyai hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama
Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.6 Dengan demikian, yang dimaksud
ahli warisadalah mereka yang jelas-jelas mempunyai hak waris ketika pewarisnya meninggal
dunia, tidak halangan untuk mewarisi (tidak ada mawani‟ al-irts).7

Secara umum hukum Islam membagi ahli waris menjadi duamacam, yaitu:

1.Ahli waris nasabiyah, yaitu ahli waris yang hubungan kekeluargaannya timbul
karena adanya hubungan darah.

2.Ahli waris sababiyah, yaitu hubungan kewarisan yang timbul karena sebab tertentu,
yaitu:

-Perkawinan yang sah (al-musaharah)

-Memerdekakan hamba sahaya (al-wala‟) atau karena perjanjian tolong menolong.

Apabila dilihat dari bagian-bagian yang diterima, dapat dibedakankepada:

1.Ahli waris ashab al-furud, yaitu ahli waris yang menerima bagian yang telah
ditentukan besar kecilnya, seperti1/2, 1/3, atau 1/6.

2.Ahli waris ashabah, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa setelah harta
dibagikan kepada ahli waris ashab al-furu‟.

3.Ahli Waris zawi al-arhamyaitu ahli waris karena hubungan darah tetapi menurut
ketentuan Al-Qur'an tidak berhak menerima warisan.

6. Pasal 171 huruf c kompilasi Hukum Islam.


7. Ahmad Rofiq, Op.cit., hal. 303

Apabila dilihat dari hubungan kekerabatan (jauh-dekat)nya sehingga yang dekat lebih
berhak menerima warisan daripada yang jauh dapat di bedakan.
1.Ahli waris hijab, yaitu ahli waris yang dekat yang dapat menghalangi yang jauh,
atau karena garis keturunannya menyebabkannya menghalangi orang lain.

2.Ahli waris mahjub, yaitu ahli waris yang terhalang oleh ahli waris yang dekat
hubungan kekerabatannya. Ahli waris ini dapat menerima warisan,jika yang menghalanginya
tidak ada.

Jumlah keseluruhan ahli waris yang secara hukum berhak menerima warisan, baik ahli waris
nasabiyah atau sababiyah, ada 17 orang, terdiri dari10 orang laki-laki dan 7 orang perempuan.
Apabila dirinci seluruhnya ada 25orang, 15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Agar
lebih mudah dipahami, uraian selanjutnya digunakan jumlah ahli waris 25 orang.8

 Ahli Waris Nasabiyah


Ahli waris nasabiyah adalah ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan
karena nasab atau keturunan.9
Jika para ahli waris perempuan dan laki-laki semua masih hidup jumlahnya ada 25
orang.
Sepuluh ahli waris perempuan dan lima belas ahli waris laki-laki.
Jika ahli waris laki-laki semuanya ada, maka urut-urutannya adalah
sebagaiberikut:
 Anak
 Cucu
 Ayah
 Kakek
 Saudara sekandung
 Saudara seayah
 Saudara seibu

8. Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: PT raja Grafindo Persada, 1998), hal. 49-50
9. Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),

 Anak saudara laki-laki sekandung


 Anak saudara laki-laki seayah
 Pamankandung
 Paman seayah
 Anak paman kandung
 Anak paman seayah
 Suami
 Orang yang memerdekakan dengan hak Wala’. 10

Sedangkan jika ahli waris perempuan semuanya ada, urutannya adalah sebagai
berikut:

 Anak
 Cucu
 Ibu
 Ibu dari ibu
 Ibu dari ayah
 Saudara kandung
 Saudara seayah
 Saudara seibu
 Ibu
 Orang yang memerdekakan dengan hak wala’.11

Apabila seluruh ahli waris yang berjumlah 25 orang (laki-laki dan perempuan)
semua ada, maka hanya 5 orang saja yang berhak mendapat bagian, mereka yaitu:

 Suami atau Istri


 Anak laki-laki
 Anak perempuan
 Ayah dan
 Ibu

10. Amir Syarifuddin, Op.cit., hal. 222


11. Ibid.
 Ahli Waris Sababiyah
Ahli waris sababiyah adalah ahli waris yang berhubungan pewarisnya timbul karena
sebab-sebab tertentu, yaitu:
 Sebab perkawinan, yaitu suami atau isteri
 Sebab memerdekakan hamba sahayaSebagai ahli warisan sababiyah, mereka
dapat menerima warisanapabila perkawinan suami-isteri tersebut sah. Begitu
juga hubungan yang timbul sebab memerdekakan hamba sahaya, hendaknya
dapat dibuktikan menurut hukum yang berlaku.12

 Al-Furudh Al-Muqaddarah dan Macam-macamnya


Kata al-furudh adalah bentuk jamak dari kata fardh artinya bagian(ketentuan). Al-
Muqaddarah artinya ditentukan. Jadi al-furudh al muqaddarah maksudnya adalah
bagian-bagian yang telah ditentukan besarkecilnya di dalam Al-Qur'an. Bagian-bagian
itulah yang akan diterimaoleh ahli waris menurut jauh-dekatnya hubungan
kekerabatan.
Macam-macam al-furudhal-muqaddarahyang diatur di dalam Al-Qur'an ada 6, yaitu:
 Setengah/separoh (1/2 = al-fisf)
 Sepertiga (1/3 = al-sulus)
 Seperempat (1/4 = al-rubu‟)
 Seperenam (1/6 = al-sudus)
 Seperdelapan (1/8 = al-sumun)
 Dua pertiga (2/3 = al-sulusan „alsulusain)

 Ahli Waris Ashab al-Furudhdan


Hak-haknya pada penjelasan dibawah ini tidak dipisahkan lagi antara ahli waris
nasabiyah dan sababiyah. Pertimbangannya mereka sama-sama sebagai ashab al-
furudh.Pada umumnya ahliwaris ashab al-furudh adalah perempuan,sementara ahli
waris laki-laki yang menerima bagian tertentu adalahbapak, atau kakek, dan suami.
Selain itu, menerima bagian sisa („ashabah).

12. Ahmad Rofiq, Op.cit., hal. 54


Adapun hak-hak yang diterima ahli waris ashab al-furudh adalah:13
a.Anak perempuan, berhak menerima bagian:
 1/2 jika sendirian tidak bersama anak laki-laki,
 2/3 jika dua orang atau lebih tidak bersama anak laki-laki.
b. Cucu perempuan garis laki-laki, berhak menerima:
 1/2 jika sendirian, tidak bersama cucu laki-laki dan tidak mahjub (terhalang).
 2/3 jika dua orang atau lebih, tidak bersama cucu laki-laki dan tidak mahjub.
 1/6 sebagai pelengkap 2/3 jika bersama seorang anak perempuan, tidak ada
cucu laki-laki dan tidak mahjub. Jika anak perempuan dua orang atau lebih ia
tidak mendapatkan bagian.
c. Ibu, berhak menerima bagian:
 1/3 jika tidak ada anak atau cucu (far‟u waris) atau saudara dua orangatau
lebih.
 1/6 jika ada far‟u warisatau bersama dua orang saudara atau lebih.
 1/3Sisa, dalam masalah Gharrawain, yaitu apabila ahli waris terdiri
dari:suami/isteri, ibu dan ayah.

d.Ayahberhak menerima bagian:

 1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki1/6 + sisa, jika bersama anak
perempuan atau cucu perempuan garislaki-laki.Jika ayahbersama ibu:
 -Masing-masing 1/6 jika ada anak, cucu atau saudara dua orang ataulebih.
 1/3 untuk ibu, ayahmenerima sisanya, jika tidak ada anak, cucuatau saudara
dua orang lebih.
 Ibu menerima 1/3 sisa, bapak sisanya setelah diambil untuk suamiatau isteri.

e.Nenek, jika tidak mahjubberhak menerima bagian:

 1/6 jika seorang1/6 dibagi rata, apabila nenek lebih dari seorang dan
sederajatkedudukannya.

13. Ibid., hal. 55-56


f.Kakek, jika tidak mahjub, berhak menerima bagian:
 1/6 jika bersama anak laki-laki atau cucu laki-laki1/6 + sisa, jika bersama anak
atau cucu perempuan tanpa ada anaklaki-laki. 1/6 atau muqasamah(bagi rata) dengan
saudara sekandung atau seayah, setelah diambil untuk ahli waris lain.
 1/3 atau muqasamahbersama saudara sekandung atau seayah, jika tidak ada
ahli waris lain.

g.Saudara perempuan sekandung, jika tidak mahjub, berhak menerimabagian:

 1/2jika seorang, dan tidak bersama saudara laki-laki sekandung


 .-2/3 dua orang atau lebih, tidak bersama saudara laki-laki sekandung.

h.Saudara perempuan seayah, jika tidak mahjub, berhak menerimabagian:

 2/3 seorang diri dan tidak bersama saudara laki-laki seayah


 -2/3 dua orang atau lebih tidak bersama saudara laki seayah.
 1/6 jika bersama dengan saudara perempuan sekandung seorang,sebagai
pelengkap 2/3.

i.Saudara seibu, baik laki-laki ataupun perempuan kedudukannya sama.Apabila


tidak mahjub, saudara seibu berhak menerima bagian:

 1/6 jika seorang diri1/3 dua orang atau lebih bergabung menerima 1/3 dengan
saudarasekandung, ketika bersama-sama dengan ahli waris sunni dan
ibu(musyarakah)

j.Suami, berhak menerima bagian:


 1/2 jika tidak mempunyai anak atau cucu.
 1/4 jika bersama dengan anak atau cucu.

k.Isteri, berhak menerima bagian:


 1/4 jika tidak mempunyai anak atau cucu.
 1/8 jika bersama anak atau cucu.13
13.Ibid., hal. 55-56

 Ahli Waris ‘Ashabahdan Macam-macamnya„Ashabahadalah bagian sisa setelah


diambil oleh ahli waris ashab al-furudh. Sebagai penerima bagiansisa, ahli waris
„ashabah, terkadangmenerima bagian banyak (seluruh harta warisan), terkadang
menerimasedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama sekali, karena
habisdiambil ahli waris ashab al-furudh.Adapun macam-macam ahli waris
„ashabahada tiga macam, yaitu:14
a. Ashabah bin nafsi, yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinyasendiri berhak
menerima bagian ashabah.
Ahli waris kelompok ini semuanya laki-laki, kecuali mu‟tiqah(perempuan yang
memerdekakansahaya), yaitu:
 Anak laki-laki
 Cucu kali-laki dari garis laki-laki
 Ayah
 Kakek (dari garis bapak)
 Saudara laki-laki sekandung
 Saudara laki-laki seayah
 Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
 Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
 Paman sekandung
 Paman seayah
 Anak laki-laki paman sekandung
 Anak laki-laki paman seayah
 Mu‟tiqdan atau Mu‟tiqah(anak laki atau perempuanmemerdekakan hamba
sahaya)
14. Ibid.,hal. 60
b. Ashabah bi al-Ghair, yaitu ahli waris yang menerima sisa karenabersama-sama
dengan ahli waris lain yang menerima bagian sisa.Apabila ahli waris penerima
sisa tidak ada, maka ia tetap menerimabagian tertentu (tidak menerima ‟ashabah).
Ahli waris „ashabahbi al-ghairtersebut adalah:
 Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki.
 Cucu perempuan garis laki-laki, bersama dengan cucu laki-lakigaris laki-
laki.
 Saudara perempuan sekandung bersama dengan saudara laki-
lakisekandung.
 Saudara perempuan seayah bersama dengan saudara laki-lakiseayah.
c. Ashabah ma‟al-Ghair, ialah ahliwaris yang menrima bagian „ashabahkarena
bersama ahli waris lain bukan penerima bagian ashabah.Apabila ahli waris tidak
ada, maka ia menerima bagian tertentu.„Ashabah ma‟ al-Ghairini diterima ahli
waris:
 Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) karenabersama dengan
anak perempuan (seorang atau lebih) atau bersamadengan cucu perempuan
garis laki-laki (seorang atau lebih).
 Saudara perempuan seayah (seorang atau lebih) bersama dengananak atau
cucu perempuan (seorang atau lebih).Misalnya seorangmeninggal, ahli
warisnya terdiri dari seorang anak perempuan,seorang cucu perempuan
garis laki-laki, dan dua orang saudara perempuan seayah.14

14.Ibid.,hal. 60
2.5. Bagian Waris Bagi Ayah dalam Hukum Waris
Dalam hukum kewarisan Islam pada dasarnya ayah mendapat bagian
seperenam dengan ketentuan bahwa ia mewarisi bersama far‟ul waris(anak laki-laki,
anak perempuan, cucu laki-laki pancar laki-laki, dan cucu perempuan pancar laki-
laki).15

Artinya:“Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam


dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak.(Q.S. An-
Nisaa‟ (4) ayat 11).16
Ayah mendapat ashabah apabila tidak ada far‟ul warits berdasarkan firman
Allah Swt.:
“Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka
ibunya mendapat sepertiga.(Q.S. An-Nisaa‟ (4) ayat 11). 17
Ayat di atas menetapkan bagian ibu dan ayah ketika ada anak, yaitu 1/6. Dan
jika tidak ada anak, maka seluruh harta menjadi milik ibu-ayahnya. Ayah diatas
menyebut bagian ibu 1/3, tetapi tetapi tidak menyebut bagian ayah, maka dapat kita
fahami sisanya 2/3 adalah bagian ayah. Oleh karena itu, ia mewarisi sebagai
„ashabah.18

15. Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Op.cit., hal. 13


16. Departemen Agama RI, Op.cit.,hal.205
17. Departemen Agama RI, Ibid.,hal.206
18. Ash-Shabuny, Hukum Waris Islam, Op.cit., hal. 94-95
BAB III
KESIMPULAN

 Waris adalah berbagai aturan tentang perpindahan hak milik seseorang yang telah
meninggal dunia kepadaahli warisnya. Dalam istilah lain, waris disebut juga dengan
fara‟idh artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang
berhak menerimanya.3
 mawaris adalah ilmu yang membicarakan hal pemindahan harta peninggalan dari
seseorang yang meningal dunia kepada yang masih hidup, baik mengenai harta yang
ditinggalkannya, orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan tersebut,
bagian masing-masing ahli waris, maupun cara penyelesaian pembagian harta
peninggalan itu.
 Rukun waris ada 3 yaitu : Al-muwaris, Al-Wāriṡ(ahli waris)Al-Maurūṡ(harta
warisan),
DAFTAR PUSTAKA

1. Bachtiar,M. Hukum Waris Islam dipandang dari Perspektif Hukum Berkeadilan


Gender . Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 no 1.
2. Muhammad Hasby Ash-Shiddieqy. Ibid.,hal. 5
3. Muhammad Ali Ash-Shabuni, al-Mawarits fi asy-Syari‟atil Islamiyah „ala Dhauil
Kitab Was-Sunnah, Terj: A. M. Basalamah, Panduan Waris Menurut Islam,(Jakarta:
Gema Insani Press, 2007),Cet. Ke-10, hal. 33
4. Beni Ahmad Saebani, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 13
5. Muhibbussabry, Fikih Mawaris (Medan :Pusdikra Mitra Jaya,2020.) hal 18.
6. Pasal 171 huruf c kompilasi Hukum Islam.
7. Ahmad Rofiq, Op.cit., hal. 303
8. Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: PT raja Grafindo Persada, 1998), hal. 49-50
9. Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),
10. Amir Syarifuddin, Op.cit., hal. 222
11. Ibid.
12. Ahmad Rofiq, Op.cit., hal. 54
13. .Ibid., hal. 55-56
14. Ibid.,hal. 60
15. Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Op.cit., hal. 13
16. Departemen Agama RI, Op.cit.,hal.205
17. Departemen Agama RI, Ibid.,hal.206
18. Ash-Shabuny, Hukum Waris Islam, Op.cit., hal. 94-95

Anda mungkin juga menyukai