Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL PENDERITA HIV/AIDS

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK : 1

NI LUH PUTU SINTIA DEWI 20190104

NILUH ENSIANI 201901106

SALPA 201901115

AMALIA RAHIM 201901086

EMILDA S TOBUALI 201801277

VIVIT RESKIKA 201901120

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

2021
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

A. LATAR BELAKANG...................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH ..............................................................................
C. TUJUAN........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................

A. Konsep HIV AIDS.........................................................................................


B. Penyebab HIV dan AIDS pada ibu hamil........................................................
C. Bahaya infeksi HIV pada ibu hamil dan bayI..................................................
D. Tes HIV pada ibu hamil..................................................................................
E. Pengobatan HIV pada ibu hamil......................................................................
F. Mencegah penularan HIV dari ibu hamil ke anak............................................
G. Konsep asuhan keperawatan pada kasus HIV/AIDS.....................................

BAB III PENUTUP....................................................................................................

A. Kesimpulan ...................................................................................................
B. Saran ..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus menyerang
dan melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia dalam melawan infeksi dan
beberapa tipe kanker Sebagai virus yang merusak dan menurunkan fungsi
dari sel imun, orang yang terinfeksi virus HIV secara bertahap akan menjadi
imunodefisiensi. Tahap akhir dari infeksi virus HIV disebut dengan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). (Kusmiran, 2011) Prevalensi kasus
HIV di dunia menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan pada
tahun 2015 yang diperkirakan mencapai 36,7 juta (34,0 - 39,8 juta) kasus, hal
ini menunjukkan terjadinya peningkatan sebesar 3,4 juta dibandingkan tahun
2010. Dari jumlah kasus diatas 2,1 juta diantaranya merupakan kasus HIV
yang baru ditemukan, dan sudah menyumbangkan sebesar 1,1 juta kasus
kematian dari keseluruhan kasus HIV. (UNAIDS, 2018) Di Indonesia, kasus
HIV/AIDS menyebar di 407 dari 507 kabupaten atau kota (80%) dari seluruh
provinsi di Indonesia. Diketahui adanya peningkatan jumlah kasus HIV
dengan jumlah kumulatif penderita HIV sampai dengan bulan Maret 2019
sebanyak 338.363 kasus dan kasus AIDS sebanyak 115.601 kasus. Bali
sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang masuk ke dalam kategori besar
provinsi dengan kasus AIDS tertinggi dengan jumlah 8.147 kasus AIDS dan
digolongkan ke dalam 6 besar provinsi yang memiliki kasus HIV tertinggi
dengan jumlah kasus HIV sebanyak 19.812 kasus dan kematian sebanyak
149,2 per 100.000 penduduk di dalam daerah tersebut.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sekitar
80% wanita yang terinfeksi HIV berada pada masa reproduktif. Dimana, di
Amerika Serikat, dari 1,2 juta orang yang hidup dengan infeksi HIV, tercatat
36% dari keseluruhan kasusnya adalah perempuan. (Psaros,C, 2009 dalam B
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan
suatu masalah penelitian yaitu “Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan
pada ibu hamil terinfeksi HIV dengan Ansietas di Poliklinik Kebidanan
RSUD Wangaya?”
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menggambarkan asuhan
keperawatan pada ibu hamil terinfeksi HIV dengan masalah ansietas.
2. Tujuan Khusus
Adapun beberapa tujuan khusus dari studi kasus ini antara lain:
a. Mengidentifikasi data pengkajian pada ibu hamil terinfeksi HIV
dengan masalah ansietas.
b. Mengidentifikasi perumusan diagnosa keperawatan pada ibu hamil
terinfeksi HIV dengan masalah ansietas.
c. Mengidentifikasi perumusan rencana keperawatan pada ibu hamil
terinfeksi HIV dengan masalah ansietas.
d. Mengidentifikasi pelaksanaan tindakan keperawatan pada ibu hamil
terinfeksi HIV dengan masalah ansietas.
e. Mengidentifikasi hasil evaluasi keperawatan pada ibu hamil terinfeksi
HIV dengan masalah ansietas
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep HIV AIDS


1. Pengertian
Infeksi human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit
kekurang sistem imun yang disebabkan oleh retro virus HIV tipe 1 atau HIV
tipe 2 (Copstead dan banasik, 2012).Infeksi HIV adalah infeksi virus yang
secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV
biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekbalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama
pada orang dewasa) (Bararah dan jauhar, 2013). Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu
yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia dan lorraine, 2012).
Definisi kasus surveilensi untuk HIV dari CDC menurut Sylvia dan
lorraine (2012) yaitu kriteria yang direfisi pada tahun 2000 untuk pelaporan
tingkat nasional mengombinasikan infeksi HIV dan AIDS dalam suatu
definisi kasus. Pada orang dewasa, remaja, atau anak-anak berusia 18 bulan
atau lebih, definisi kasus suveilensiHIV dipenuhi apabila salah atui kriteria
laboratorium positif atau dijumpai bukti klinis yang secar spesifik
menunjukan infeksi HIV dan penyakit HIV berat (AIDS)
Bukti laboratorium untuk infeksi HIV mencakup reaksi positif
berulang terhadap uji-uji penap[isan antibodi yang dikonfirmasi dengan uji
suplementer (misal, ELISA dikonfirmasi dengan ujui Western blot) atau hasil
positif atau laporan terdeteksinya salah satu uji njonantibodi atau virologi
HIV: uji antigen p24 HIV dengan pemeriksaan netralisir, biakan virus HIV,
deteksi asam nuleat (RNA atau DNA) HIV (misalnya, reaksi berantai
polimerase atau RNA HIV-1 plasma, yang berinteraksi akibat terpajan masa
perinatal).
2. Penyebab HIV dan AIDS pada ibu hamil
HIV adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh human
immunodeficiency virus. Virus ini menyerang sel T (sel CD4) dalam sistem
imun yang tugas utamanya adalah melawan infeksi. Virus penyebab
HIV menyebar dari satu orang ke lainnya lewat pertukaran cairan tubuh
seperti darah, air mani, cairan pra-ejakulasi, dan cairan vagina yang notabene
sangat lumrah terjadi saat hubungan seksual. berdasarkan laporan
Kementerian Kesehatan tahun 2017, ada tren kenaikan jumlah kasus HIV baru
pada ibu rumah tangga. Seperti dikutip dari The Jakarta Post, Emi Yuliana
dari Komisi Pencegahan AIDS di Surabaya mengatakan jumlah ibu rumah
tangga yang mengidap HIV/AIDS lebih banyak ketimbang kelompok wanita
pekerja seks komersil.
Besarnya angka ini kemungkinan dipengaruhi oleh kerutinan
berhubungan seksual dengan suami yang positif HIV (baik terdiagnosis dan
diketahui, maupun tidak). Penetrasi penis ke vagina tanpa kondom merupakan
jalur penularan HIV yang paling umum di antara pasangan heteroseksual
(lelaki yang berhubungan seks dengan perempuan) Setelah masuk dalam
tubuh, virus dapat tetap aktif menginfeksi tapi tidak menunjukkan gejala
HIV/AIDS yang berarti selama setidaknya 10-15 tahun. Selama masa jendela
ini, seorang ibu rumah tangga bisa saja tidak pernah mengetahui bahwa
dirinya terjangkit HIV hingga pada akhirnya positif hamil.Selain dari
hubungan seks, seorang perempuan juga bisa terinfeksi HIV dari penggunaan
jarum suntik tidak steril sewaktu sebelum hamil.
a. Bahaya infeksi HIV pada ibu hamil dan bayi
Sistem imun yang lemah atau rusak akibat infeksi HIV kronis
dapat membuat ibu hamil sangat rentan terhadap infeksi
oportunistik, seperti pneumonia, toksoplasmosis, tuberkulosis
(TBC), penyakit kelamin, hingga kanker. Kumpulan penyakit ini
menandakan bahwa HIV telah berkembang menjadi
penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Pengidap HIV yang telah memiliki AIDS biasanya dapat bertahan
hidup sekitar 3 tahun jika tidak mendapatkan pengobatan.
Tanpa penanganan medis yang tepat, masing-masing dari
infeksi tersebut juga berisiko menyebabkan komplikasinya
tersendiri pada kesehatan tubuh serta kehamilan.Ambil contoh
toksoplasmosis. Parasit penyebab penyakit ini dapat menginfeksi
bayi lewat plasenta sehingga menyebabkan keguguran, bayi lahir
mati (stillbirth), dan dampak buruk lainnya bagi ibu dan bayi.
Bahaya HIV pada ibu hamil dan bayinya tidak cuma itu.Ibu hamil
yang terdiagnosis positif HIV juga dapat menularkan infeksinya
pada bayi di dalam kandungan lewat plasenta.Tanpa pengobatan,
seorang ibu hamil yang positif HIV berisiko sekitar 25-30% untuk
menularkan virus pada anaknya selama kehamilan.
Penularan HIV dari ibu hamil pada anaknya juga dapat terjadi
selama proses persalinan normal, apabila bayi terpapar darah,
cairan ketuban yang pecah, cairan vagina, atau cairan tubuh ibu
lainnya. Selain itu, penularan HIV dari ibu kepada bayinya juga
dapat berlangsung selama masa menyusui eksklusif karena HIV
dapat ditularkan melalui ASI.HIV dari ibu juga dapat ditularkan
pada bayinya melalui makanan yang terlebih dulu dikunyahkan
oleh ibu meski risikonya sangatlah rendah.
b. Tes HIV pada ibu hamil
Jika Anda terkena HIV saat hamil atau sudah mengidapnya
sejak sebelum kehamilan, konsultasi ke dokter. Dokter akan
menganjurkan Anda untuk secepatnya menjalani tes HIV;
langsung pada jadwal cek kandungan pertama jika memungkinkan.
Tes HIV lanjutan juga akan direkomendasikan dokter di trimester
ketiga kehamilan dan setelah kelahiran bayi Anda. Tes HIV pada
ibu hamil yang paling umum adalah test antibodi HIV. Tes
antibodi HIV bertujuan mencari antibodi HIV pada sampel
darah.Antibodi HIV merupakan sejenis protein yang diproduksi
tubuh untuk menanggapi infeksi virus.
HIV pada ibu hamil baru bisa benar-benar dipastikan ketika
mendapat hasil positif dari tes antibodi HIV.Tes kedua berupa tes
konfirmasi HIV dilakukan untuk memastikan bahwa orang
tersebut memang benar terinfeksi oleh HIV.Jika tes kedua juga
positif, berarti Anda positif terinfeksi HIV selama
kehamilan.Pemeriksaan HIV pada ibu hamil juga bisa
mengidentifikasi keberadaan penyakit menular seksual lainnya,
seperti hepatitis C dan sifilis.Selain itu, pasangan Anda juga harus
menjalani tes HIV.
c. Pengobatan HIV pada ibu hamil
Seorang ibu yang mengetahui ia terinfeksi HIV pada awal
kehamilannya memiliki waktu lebih untuk mulai merencanakan
pengobatan demi melindungi kesehatan dirinya, pasangannya, dan
bayinya. Pengobatan HIV secara umum dilakukan lewat terapi
obat antiretroviral (ART).Kombinasi obat ini dapat mengendalikan
atau bahkan menurunkan jumlah viral load HIV pada darah ibu
hamil.Seiring waktu, kerutinan menjalani pengobatan HIV dapat
meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan infeksi.Patuh
terhadap terapi ART juga memungkinkan ibu hamil mencegah
penularan infeksi HIV pada bayi dan pasangannya.Beberapa obat
anti-HIV telah dilaporkan dapat tersalurkan dari ibu hamil ke bayi
dalam kandungan melalui plasenta (juga disebut ari-ari).Obat anti-
HIV dalam tubuh bayi membantu melindunginya dari infeksi HIV.

d. Mencegah penularan HIV dari ibu hamil ke anak


Untungnya, ibu hamil dapat menekan risiko penularan pada
bayinya dengan menerapkan langkah pencegahan HIV yang
tepat.Dengan pengobatan dan rencana yang tepat, risiko penularan
HIV dari ibu hamil pada bayi bisa dikurangi sebanyak 2 persen
sepanjang masa kehamilan, persalinan, melahirkan, dan menyusui.
Apabila hasil dari tes HIV Anda positif, ada beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk mengurangi risiko penularan HIV ke bayi
Anda :
1) Rutin minum obat
Jika didiagnosis dengan HIV selama kehamilan
Anda, direkomendasikan untuk segera memulai
perawatan dan terus melanjutkannya setiap
hari.Pengobatan HIV pada ibu hamil perlu dilakukan
sesegera mungkin setelah ibu hamil terdiagnosis
mengidap HIV.Namun, obat antiretroviral tidak hanya
digunakan selama masa kehamilan saja.Untuk
mengatasi gejala HIV sekaligus munculnya penyakit
komplikasi HIV, pengobatan HIV pada ibu hamil perlu
dijalani seumur hidup.Pengobatan juga tidak hanya
ditujukan pada ibu hamil saja. Setelah kelahiran,
bayinya juga akan diberikan obat HIV selama 4 hingga
6 minggu untuk mengurangi risiko infeksi dari HIV
yang mungkin masuk ke dalam tubuh bayi selama
proses kelahiran.
2) Melindungi bayi Anda selama persalinan
rutin jalani pengobatan sejak jauh sebelum
kehamilan, ada kemungkinan bahwa viral load sudah
tidak terdeteksi dalam darah. Hal ini artinya Anda dapat
merencanakan persalinan normal melalui vagina karena
risiko penularan HIV kepada bayi selama persalinan
akan sangat kecil. Namun jika dokter melihat Anda
masih berisiko menularkan virus pada bayi, Anda akan
disarankan untuk bersalin lewat operasi caesar.
Prosedur ini memiliki risiko yang lebih kecil terhadap
penularan HIV pada bayi dibandingkan dengan
persalinan melalui vagina.
3) Melindungi bayi selama menyusui
ASI mengandung virus HIV.
Pada umumnya dokter akan menyarankan Anda
untuk menyusui bayi dengan susu formula. Namun jika
Anda ingin menyusui ASI eksklusif, Anda harus selalu
ingat untuk terus rutin menggunakan pengobatan
selama setidaknya 6 bulan.
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui
enam cara penularan, yaitu :
a. Hubungan seksual dengan penderita HIV AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita
HIV tanpa perlindungan bisa menu;arkan HIV. Selama hubungan
seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah yang dapat
mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV
yang terdapat dalam cairan tersebut masauk kedalam aliran darah
(Nursalam 2007). Selama berhubungan bisa terjadi lesi mikropada
dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV
untuk asuk kedalam aliran darah pasangan seksual.
b. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).
Berdasarkan CDC Amerika, prevelensi dari ibu ke bayi 0,01%
sampai dengan 7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV belum ada gejala
AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi 20% sampai 30%, sedangkan
gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50%
(PELKESI , 1995 ddalam Nursalam 2007). Penularan juga terjadi
selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atatu
kontak kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi
maternal saat melahirkan. ( Lili V 2004 dalam Nursalam 2007).
Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI dari
Ibu yang positif sekitar 10%.
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke
pembuluh darah dan menyebar keseluruh tubuh.
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak streril
Alat pemeriksaan kandungan sperti spekulum, tenakulum, dan alat-
alat lainnya yang menyentuh dara, cairan vagina atau air mani
yang terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain
yang tidak terinfeksi HIV bisa menularkan HIV.
e. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan oleh parah pengguna narkoba
(Injekting Drug User - IDU) sangat berpotensi menularkan HIV.
Selain jarum suntik para pengguna IDU secara bersam- sama
menggunakan tempat penyampur, pengaduk dan gelsa pengoplos
obat, sehingga berpotensi tinggi menularkan HIV

HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu


tangan, hidup serumah dengan pederita HIV/AIDS, gigtan nyamuk, dan
hubunga sosial yang lainnya.

3. Patofisiologi
Menurut Robbins, Dkk (2011) perjalanan HIV paling baik dipahami
dengan menggunakan kaidah saling mempengaruhi antara HIV dan sistem
imun. Ada tiga tahap yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi
antara virus dan penjamu. (1) fase akut pada tahap awal; (2) fase kronis pada
tahap menengah; dan (3) fase kritis pada tahap akhir.
Fase akut menggambarkan respon awal seseorang deawas yang
imunokompeten terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal yanmg khas
merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang terjadi pada 50% hingga 70%
dari orang dewasa selama 3-6 minggu setelah infeksi; fase ini ditandai
dengan gejalah nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, nilagioa, demam, ruam,
dan kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan
prooduksi virus dalam jumlah besar, viremia dan persemaian yang luas pada
jaringan limfoid perifer, yang secara khas disertai dengtan berkurangnya sel
T CD4+ kembali mendekati jumlah normal. Namun segera setelah hali itu
terjadi, akan muncul respon imun yang spesifik terhadap virus, yang
dibuktikan melalui serokonversi ( biasanya dalam rentang waktu 3 hingg 17
minggu setelah pejanan) dan munculnya sel T sitoksik CD8+ yang spesifik
terhadap virus. Setelah viremia meredah, sel T CD4+ kembali mendekati
jumlah normal. Namun berkurangnya virus dalam plasma bukan merupakan
penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus berkanjut didalam
magkrofak dan sel T CD4+ jaringan.
Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukan tahap penahanan
relatif virus.Pada fase ini, sebagaian besar sistem imun masih utuh, tetapi
replikasi virus berlanjut hingga beberapa tahun. Pada pasien tiudak
menunjukan gejala ataupn limfadenopati persisten, dsan banyak penderita
yang mengalami infeksi oportunistik ”ringan” seperti sariawan (candida) atau
herpes zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus
berlanjut. Pergantian virus yang meluas akandisertai dengan kehilangan sel
CD4+ yang berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi imun besar, sel
CD4+ akan tergantikan dengan juumlah yang besar. Oleh karena itu
penuruna sel CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah
melewati periode yang panjang dan beragam, pertahanan mulai berkkurang,
jumlah CD4+ mulai menurun, dan jumlah CD4+ hidup yang terinfeksi oleh
HIV semakin meningkat. Linfadenopati persisten yang disertai dengan
kemunculan gejala konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah
lelah) mencerminkan onset adanya deokompesasi sistem imun, peningkatan
replikasi virus, dan onset fase “kritis”.
Tahap akhir, fase kritis , ditandai dengan kehancuran pertahanna
penjamu yang sangat merugikan viremia yang nyata, srerta penyakit kinis.
Para pasien khasnya akan mengalami demam lebih dari satu bulan, mudah
lelah, penurunan berat badan, dan diare. Jumlah sel CD4+ menurun dibawah
500 sel/µL. Setelah adanya interval yang berubah- ubah, para pasien
mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma sekunder, dan atau
manifestasi neurologis (disebut kondisi yang menentukan AIDS), dan pasien
yang bersangkutan dikatakan telah menderita AIDS yang sesungguhnya.
Bahkan jikakondisi lazim yang menentukan AIDS tidak muncul, pedoman
CDC yanng digunakan saat ini menentukan bahwa seseorang teerinfeksi HIV
dengan jumlah sel CD4+ kurang atau sma dengan 200/µL sebagai pengidap
AIDS.
4. Penatalaksanaan
Menurut Brunner dan Suddarth (2013) upaya penanganan medis
meliputi beberapa cara pendekatan yang mencakup penanganan infeksi yang
berhubungan dengan HIV serta malignasi, penghentian replikasi virus HIV
lewat preparat antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun
melaluui penggunaan preparat immunomodulator. Perawatan suportif
merupakan tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyakit
AIDS yang sangat menurunkan keadaan umum pasien; efek tersebut
mencakup malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan danimobilisasi dan
perubahan status mental.
B. Konsep asuhan keperawatan pada kasus HIV/AIDS

Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit HIV AIDS merupakan


tantangan yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi
untuk menjadi sasran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan
dipersulit oleh komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana
keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual untuk
memenuhi kebutuhan masing-masing pasien (Brunner dan suddarth, 2013).
Pengkajian pada pasien HIV AIDS meliputi:

1) Pengkajian

a) Identitas Klien Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status


kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.

b) Keluhan utama. Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi


respiratori ditemui keluahn utama sesak nafas. Keluahn utama lainnya
dirtemui pada pasien penyakit HIV AIDS, yaitu demam yang
berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan
berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%,
batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan
oleh jamur candida albikans,pembekakan kelenjar getah bening diseluruh
tubuh, munculnya herpes zooster berulang dan bercak-0bercak gatal
diesluruh tubuh.

c) Riwayat kesehatan sekarang. Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya


disampaikan pasien HIV AIDS adalah: pasien akan mengeluhkan napas
sesak (dispnea) bagipasien yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-
batuk, nyreri dada, dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare
serta penurunan berat badan drastis.
d) Riwayat kesehatan dahulu Biasanya pasien pernah dirawat karena
penyakit yang sama. Adanya riwayat penggunaan narkoba suntik,
hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS
terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.

e) Riwayat kesehatan keluarga Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya


anggota keluarga yang menderita penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan
dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV. Pengakajian lebih lanjut
juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja
ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja seks komersial).

f) Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :

1) Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat. Biasanya pada pasien
HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan pada
personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB
dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan
melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung
dibantu oleh keluarga atau perawat.

2) Pola nutrisi Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami


penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga
pasien akan mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis
dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB).

3) Pola eliminasi Biasanya pasien mengalami diare, feses encer,


disertai mucus berdarah

4) Pola istrihat dan tidur Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola
istrirahat dan tidur mengalami gangguan karena adanya gejala
seperti demam daan keringat pada malam hari yang berulang.
Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi terhadap
penyakit.

5) Pola aktifitas dan latihan Biasanya pada pasien HIV/ AIDS


aktifitas dan latihan mengalami perubahan. Ada beberapa orang
tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini
disebabkan mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat
maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya
ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.

6) Pola prespsi dan kosep diri Pada pasien HIV/AIDS biasanya


mengalami perasaan mara, cemas, depresi dan stres.

7) Pola sensori kognitif Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami


penurunan pengecapan dan gangguan penglihatan. Pasien juga
biasanya mengalami penurunan daya ingat, kesulitan
berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif
lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.

8) Pola hubungan peran Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi


perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpesonal
yaitu pasien merasa malu atau harga diri rendah.

9) Pola penanggulangan stres Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien


akan mengalami cemas, gelisa dan depresi karena penyakit yang
dideritanya. Lamanya waktu perawtan, perjalanan penyakit yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, marah,
kecemasan, mudah tersinggungdan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif dan adaptif.

10) Pola reproduksi skesual Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi
seksualitasnya terganggu karean penyebab utama penularan
penyakit adalah melalui hubungan seksual.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan Pada pasien HIV AIDS tata nilai
keyakinan pasien awalnya akan berubah, karena mereka
menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan perbuatan
mereka. Adanya status perubahan kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien dalam kehidupan
mereka dan agama merupakan hal penting dalam hidup pasien.

g) Pemeriksaan fisik

1) Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah

2) Kesdaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan


tingkat kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.

3) Vital sign : TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi;


terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat, pernapasan :
biasanya ditemukn frekuensi pernapasan meningkat, suhu; suhu
biasanya ditemukan meningkat krena demam, BB ; biasanya
mengalami penrunan(bahkan hingga 10% BB), TB; Biasanya tidak
mengalami peningkatan (tinggi badan tetap).

4) Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis


seboreika
5) Mata : biasnay konjungtifa anemis , sce;era tidak ikterik, pupil
isokor,refleks pupil tergangg

6) Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung

7) Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi


jamur criptococus neofarmns

8) Gigi dan mulutr : biasany ditemukan ulserasi dan adanya bercak-


bercak putih seperti krim yang menunjukan kandidiasis

9) Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan

10) Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang
disertai dengan TB napas pendek (cusmaul)

11) Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif

12) Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya


tandatanda lesi (lesi sarkoma kaposi)

13) Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun,


akral dingin

2) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita


HIV AIDS yaitu: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungn dengan penyakit paru obstruksi kronis;
ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan
neurologis, ansietas, nyeri, keletihan; diare berhubungan dengan
infeksi; kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif; ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan diare; ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis ,
ketidakmampuam menelan; nyeri kronis berhubngan dengan agen
cedera biologis; nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
biologis; hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme; kerusakan integritas kulitberhubungan dengan
perubahan status cairan, perubahan pigmentasi perubahan turgor
kulit.

3) Perencananan keperawatan Perencanaan keperawtan arau


intervensi yang ditemukan pada pasien dengan HIV AIDS sebagai
berikut :

N Diagnosa kriteria Hasil(NOC) interervensi (NIC)


O keperawatan

1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


bersihan jalan nafas tindakan keperawatan Posisikan pasien untuk
Definisi : ketidak diharapkan status meminimalkan
mampuan untuk pernafasan tidak ventilasi;
membersikan terganggu dengan
motivasi pasien untuk
sekresi atau kriteria hasil :
bernafaas pelan, pelan
obstruksi dari
Deviasi ringan dari berputar dan batuk;
saluran nafas untuk
kisaran normal Auskultasi bunyi nafas,
mempertahankan
frekuensi pernafasan; cata area yang
bersihan jalan nafas
Deviasi ringan dari ventilasinya menurun
Batasan kisaran normal tidak dan adanya suara
karakteristik : Suara auskultasi nafas; napfas tambahan
nafas tambahan; Deviasi ringan dari fisioterapi dada
Perubahan frekuensi kisaran normal Jelaskan tujuan dan
pernafasan; kepatenan jalan nafas; prosedur
Perubahan irama Tidak ada retraksi
fisioterapi dada kepada
nafas; penurunan dinding dada
pasien; Monitor status
bunyi nafas; Sputum
respirasi dan kardiologi
dalam jumlah
(misalnya denyut,
berlebihan; Batuk
irama, suara kedalaman
tidak efektif
nafas); Monitor jumlah
dasn karakteristik
sputum; Ajarkan pasien
melakukan relaksasi
napsa dalam

2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan manajemen jalan nafas:


pola nafas Definisi : asuhan keperawatan Posisikanpasien untuk
inspirasi danatau diharapkan status memaksimalkan
ekspirasi yang tidak pernafasan tidak ventilasi;
memberi ventilasi terganggu dengan
lakukan fisioterapi
adekuat
kriteria hasil : dada, sebagai mana
Faktor resiko: Frekuensi pernafasan mestinya; Buang secret
Perubahan tidak ada deviasi dari dengan memotivasi
kedalaman kisaran normal; Irama klien untuk batuk
perbafasan; pernafasan tidak ada efektif atau menyedot
Bradipneu; deviasi dari kisaran lendir; Auskultasi suara
Takipneu; Dispneu; normal; Tidak ada napas, catat area yang
pernafasan cuping retraksi dinding dada; ventilasinya menurun
hidung Tidak ada suara nafas atau ada dan tidaknya
Faktor yang tambahan; Tidak ada suara napas tambahan
berhubungan: pernafasan cuping
Kerusakan hidung
neurologis: Imunitas
neurologi

4) Implementasi Keperawatan Implementasi dilakukan sesuai dengan


rencana tindakan keperawatan atau intervensi

BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Provinsi NTT 2013

Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI, (2016). Laporan Perkembangan HIV AIDS
triwulan 1 Tahun 2016. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia 2014.


Jakarta:Sekretaris Jenderal

Kumar,Cotran,Robbins.(2011). Buku Ajar Patologi Jakarta: EGC

Nurasalam. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV AIDS, Jakarta :
Salemba Medika

Nursalam dan Kurniawati,Ninuk Dian. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzerth dan Bare (2013) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol.3. jakarta:
EGC

NANDA internanational (2015).Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC

Perry & Potter (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep proses,dan
praktik. Jakarta: EGC

APLIKASI Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-


NOC. Edisi revisi jilid 1,2,3. (2015) .

Anda mungkin juga menyukai