Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

“Mengelola Pembelajaran”

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Perencanaan dan Strategi Pembelajaran

Disusun Oleh Kelompok 5:


1. Rani Hotmaida Rumahorbo NIM. 1703011106
2. Maulidya Tri Amanda NIM. 1703011128
3. Murni Purnama Sari NIM. 1703011102

Dosen Pengampu:
Ratnawati, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKA
UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT,yang selalu memberikan rahmat dan


kasih sayangnya kepada kita semua khusunya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.shalawat serta salam semoga selalu tercurah di limpahkan
kepada junjungan alam yakni,Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
sahabatnya dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya diakhir zaman.
Amin
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Perencanaan dan Strategi pembelajaran yang membahas Pengelolaan Pembelajaran.
Akhirnya kami sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini dan
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri penulis sendiri dan
khususnya pembaca pada umumnya.

Dharmasraya, September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan Masalah..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Pengelolaan Siswa..........................................................................................3
B. Pengolalaan Guru...........................................................................................15
C. Pengelolan Pembelajaran...............................................................................19
D. Pengelolaan Kelas..........................................................................................31
BAB III PENUTUP..................................................................................................36
A. Kesimpulan....................................................................................................36
B. Saran...............................................................................................................37
DAFTAR PUSATAKA............................................................................................38

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru sebagai komponen penting dalam tenaga pendidikan memiliki
tugas untuk melaksanakan proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan
pembelajaran guru dituntut harus mampu atau paham mengelola
pembelajaran dengan baik. Pengelolaan pembelajaran merupakan sesuatu
yang penting dalam pendidikan, karena tanpa pengelolaan yang baik maka
proses pembelajaran tidak akan terarah dengan baik. Dan tujuan pembelajaran
pun yang telah ditetapkan tidak akan tercapai dengan optimal.
Menurut Marasabessy, A. (2012, hlm. 9-11) mengemukakan bahwa
“penilaian skala dari 1-5 tentang kemampuan guru dalam pengelolaan
pembelajaran baik itu guru yang tersertifikasi maupun yang tidak tersertifikasi
selama proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung adalah sebagai beikut:
dimana pemberian nilai 1 = sangat tidak baik, 2 = tidak baik, 3 = kurang baik,
4 = baik, 5 = sangat baik, dan hasilnya adalah kemampuan guru tersetifkasi
dalam pengelolaan waktu adalah 2.7 dengan kategori kurang baik sedangkan
sedangkan guru yang belum tersertifikasi 2.6 dengan kategori kurang baik.
Kemampuan pengelolaan media pembelajaran yang dilakukan oleh guru
tersertifikasi adalah 3.2 dengan kategori kurang baik, sedangkan guru yang
belum tersertifikasi adalah 2.8 dengan kategori kurang baik. Kemampuan
pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru tersertifikasi adalah 3.4 dengan
kategori kurang baik, sedangkan pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru
yang belum tersertifikasi adalah 3.2 dengan kategori kurang baik.” Maka bisa
dilihat bahwa kemampuan guru di dalam pengeleloan pembelajaran masih
kurang baik, baik itu guru yang sudah tersertifikasi maupun yang belum
tersertifikasi. Apabila melihat dari hal tersebut seharusnya seorang guru yang

1
sudah tersertifikasi bisa lebih baik dalam pengelolaan pembelajarannya
dibandingkan dengan guru yang belum disertifikasi.
Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Milan sebagaimana dikutip
oleh Marasabessy (2012, hlm. 9) bahwa “tingkat keberhasilan pembelajaran
amat ditentukan dengan kondisi yang terbangun selama pembelajaran.”
Sehingga seorang guru baik itu yang sudah tersertifikasi maupun yang belum
tersertifikasi harus mampu melakukan pengelolaan pembelajaran dengan baik,
karena keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran tergantung dari kondisi
yang terbangun selama pembelajaran khususya dalam pengelolaan
pembelajaran. Oleh karena itu, melihat dari permasalahan tersebut kami
membuat makalah dengan judul “Pengelolaan Pembelajaran dan Bahan Ajar”
guna memberikan pengetahuan kepada guru, agar guru dapat mengelola
pembelajaran dengan baik dan dapat mengembangkan bahan ajar yang
disesuaikan dengan karakteristik siswanya supaya pembelajaran dapat
berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

B. Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan siswa?
2.      Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan guru?
3.      Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan pembelajaran?
4.      Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan lingkungan kelas?

C. Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengelolaan siswa.
2.      Untuk mengetahui pengelolaan guru.
3.      Untuk mengetahui pengelolaan pembelajaran.
4.      Untuk mengetahui pengelolaan lingkungan kelas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Siswa
1. Pengertian Pengelolaan Siswa
Pengelolaan pembelajaran terdiri dari beberapa pengelolaan,
diantaranya pengelolaan siswa. Menurut Majid (2009, hlm. 112)
mengemukakan bahwa “Kedudukan siswa dalam kurikulum berbasis
kompetensi merupakan ‘produsen’, artinya siswa sendirilah yang mencari tahu
pengetahuan yang dipelajarinya. Siswa dalam suatu kelas biasanya memiliki
kemampuan yang beragam: pandai, sedang, dan kurang. Karenanya, guru
perlu mengatur kapan siswa bekerja perorangan, berpasangan, dan
berkelompok atau klasikal”. Jadi, dalam kegiatan pembelajaran guru hanya
sebagai fasilitator saja dimana guru harus mampu mengarahkan,
mengkondisikan, dan membimbing siswa menemukan pengetahuan selama
proses pembelajaran.
Selebihnya, siswa lah yang berperan aktif dalam pembelajaran. Selain
itu, guru harus mampu mengetahui dan mengenali karakter masing-masing
dari siswa agar guru dapat mengatur pembelajaran baik itu secara
perseorangan maupun kelompok yang disesuaikan dengan tingkat kesulitan
materi yang akan diajarkan. Guru dapat mengatur dan merekayasa segala
sesuatunya. Guru dapat mengatur siswa berdasarkan situasi yang ada ketika
proses belajar mengajar berlangsung. Menurut Andree sebagaimana dikutip
oleh Majid (2009, hlm. 112) ada beberapa macam pengelompokan siswa,
diantaranya:
a. Task planning groups, bentuk pengelompokan berdasarkan rencana tugas
yang akan diberikan oleh guru. Jadi, selama proses pembelajaran
berlangsung siswa dibagi kedalam beberapa kelompok untuk
menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh guru dan dikerjakan secara

3
bersama-sama. Misalnya, guru memberikan tugas mencari antonim dan
sinonim kata sifat tetapi dalam pengerjaannya dilakukan secara
berkelompok. Dimana guru membagi siswanya menjadi 4 kelompok,
Kelompok 1 dan 2 tugasnya mencari antonim dan untuk kelompok 3 dan 4
tugasnya mencari sinonim.
b. Teaching groups, kelompok ini biasanya digunakan untuk group teaching,
dimana guru memerintahkan suatu hal, siswa yang ada pada tahap yang
sama mengerjakan tugas yang sama pada saat yang sama. Misalnya, guru
menyuruh siswa melakukan role playing dengan memerankan tokoh
pahlawan Soekarno secara bergantian tetapi dengan pembawaan masing-
masing siswanya dalam satu pertemuan.
c. Seating groups, pengelompokan yang bersifat umum; dimana 4-6 siswa
duduk mengelilingi satu meja. Misalnya, selama pembelajaran
berlangsung guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok yang
terdiri dari 4-6 siswa dimana dalam pelaksanaan seperti forum diskusi
didalam kelas tetapi tidak untuk menyelesaikan suatu masalah melainkan
melakukan pembelajaran seperti biasanya.
d. Joint learning groups, pengelompokan siswa dimana satu kelompok siswa
bekerja dengan kegiatan yang saling terkait dengan kelompok yang lain.
Hasilnya mungkin seperangkat yang saling terkait. Jadi, dalam kegiatan
pembelajaran guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok dimana
setiap kelompok diberikan pembahasan yang berbeda tetapi materi
tersebut saling berkaitan satu sama lain. Misalnya, dalam pembelajaran
IPS. Kelompok A membahas mengenai bencana alam dan kelompok B
membahas mengenai penganggulangan dari bencana alam tersebut.
e. Collaborative groups, kelompok kerja yang menitikberatkan pada kerja
sama tiap individu dan hasilnya sebagai sesuatu yang teraplikasi. Jadi,
selama proses pembelajaran guru memberikan sebuah tugas kepada setiap
individu tetapi dalam pengerjaannya individu tersebut bekerja sama

4
dengan individu yang lainnya dimana mereka saling memberikan
pendapat dan masukan yang kemudian akan mendapatkan suatu hasil atau
produk dari apa yang telah mereka simpulkan, serta dilakukannya atau
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Masalah Siswa
Berdasarkan pengelompokan siswa di atas, sering kali menimbulkan
masalah baru bagi guru. Pengelompokan siswa tersebut terkadang malah
menimbulkan masalah baru bagi guru. Untuk membantu guru menghadapi
masalah tersebut, Pollard sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 113)
mengelompokkan kepribadian siswa dalam 5 kelompok besar, yaitu:
a. Impulsivity / Reflexivity. Gambaran impulsivity adalah orang yang
tergesa-gesa dalam mengerjakan tugas tanpa berfikir terlebih dahulu,
sedangkan reflexivity adalah orang yang sangat mempertimbangkan tugas
tersebut tanpa berkesudahan. Misalnya, untuk impulsivity ada siswa yang
apabila diberi tugas oleh guru dia akan langsung mengerjakannya secara
terburu-buru tanpa berfikir apa yang ia tuliskan yang terpenting adalah ia
dapat menyelesaikannya. Sedangkan untuk reflexivity siswa tersebut akan
teliti terhadap suatu tugas yang diberikan dan terus menerus
mempertimbangkannya karena takut terjadi kesalahan tanpa berhenti
menelitinya.
b. Extroversion. Gambaran extroversion adalah orang yang ramah, terbuka,
bahkan kadang-kadang tergantung dari perlakuan teman-teman
sekelompoknya. Sedangkan intoversion adalah orang yang tertutup dan
sangat pribadi, malah kadang-kadang tidak mau bergaul dengan teman-
temannya. Jadi, untuk siswa yang extroversion mereka lebih cenderung
pasrah terhadap apa yang terjadi tetapi mereka terbuka terhadap apa yang
ada didepan mereka. Sedangkan untuk siswa yang intoversion mereka
lebih cenderung menutup diri dan enggan untuk berinteraksi dengan
orang lain.

5
c. Anxiety / Adjusment. Gambaran anxiety adalah orang yang merasa kurang
dapat bergaul dengan teman, guru, atau tidak dapat menyelesaikan
permasalahan dengan baik. Jadi, anxiety hampir sama dengan
introversion tetapi mereka membutuhkan orang lain untuk membantu
dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Sedangan
adjusment adalah orang yang merasa dapat bergaul dengan guru, teman,
atau dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Jadi, mereka yang
mempunyai kepribadian adjusment cenderung lebih percaya diri baik
dalam bergaul maupun dalam menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapinya.
d. Vacillation / Perseverance. Gambaran vacillation adalah orang yang
konsentrasinya rendah sering berubah-ubah, dan cepat menyerah dalam
pekerjaan. Jadi, orang yang memiliki kepribadian vacallation adalah
mereka yang tidak mempunyai pendirian tetap terhadap apa yang mereka
pilih. Sedangkan perseverance adalah orang yang mempunyai daya
konsentrasi kuat dan terfokus serta pantang menyerah dalam
menyelesaikan pekerjaan. Orang perseverance adalah mereka yang
bersungguh-sungguh dan tekun dalam menyelesaikan pekerjaannya.
e. Competitiveness / Collaborativeness. Gambaran mengenai
competitiveness adalah orang yang mengukur prestasinya dengan orang
lain dan suka bekerja sama dengan orang lain. Mereka yang mempunyai
kepribadian ini adalah mereka yang suka membandingkan hasil yang
mereka peroleh dengan hasil orang lain dan biasanya selalu bekerja sama
dengan orang lain (meminta bantuan) untuk mendapatkan hasil tersebut.
Sedangkan collaborativeness adalah orang yang sangat tergantung pada
orang lain dan tidak dapat bekerja sendiri. Mereka yang mempunyai
kepribadian ini adalah mereka yang tidak percaya diri terhadap
kemampuan yang mereka miliki dan cenderung selalu meminta bantuan
orang lain dalam menyelesaikan pekerjaannya.

6
Sedangkan, menurut M. Entang dan T. Raka Joni sebagaimana dikutip
oleh Majid (2009, hlm. 114) mengelompokkan masalah pengelolaan siswa
menjadi dua kategori, yaitu masalah individual dan masalah kelompok.
Tindakan pengelolaan siswa yang dilakukan guru akan efektif apabila ia dapat
mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi,
sehingga pada gilirannya ia dapat memilih strategi penganggulangan yang
tepat pula.
Masalah individu muncul karena dalam individu ada kebutuhan ingin
diterima kelompok dan ingin mencapai harga diri. Apabila kebutuhan tersebut
tidak dapat dipenuhi dengan lumrah dikalangan masyarakat, maka ia akan
melakukan cara apapun (berlaku tidak baik). Perbuatan-perbuatan untuk
mencapai tujuan dengan cara yang tidak baik itu oleh Rudolf Dreikurs dan
Pearl Cassel yang dikutip oleh T. Raka Joni dalam Majid (2009, hlm. 114)
digolongkan menjadi empat, yaitu:
1. Tingkah laku yang ingin mendapat perhatian orang lain (attention getting
behaviors). Misalnya, membadut dikelas atau berbuat lamban sehingga
perlu mendapat pertolongan ekstra.
2. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking
behaviors). Misalnya selalu mendebat, kehilangan kendali emosional
(marah-marah, menangis) atau selalu lupa pada aturan-aturan penting
dikelas.
3. Tingkah yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking
behaviors). Misalnya menyakiti orang lain dengan mengata-ngatai,
memukul, menggigit, dan sebagainya.
4. Peragaan ketidakmampuan (passive behaviors), yaitu sama sekali
menolak untuk mencoba melakukan apapun karena khawatir mengalami
kegagalan. Misalnya apabila diberi tugas tidak mau mengerjakan.

7
Menurut Maman Rahman sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm.
114-115) dari keempat tindakan diatas sebagaimana dikemukakan oleh Rodolf
Dreikurs akan mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah laku yang
sering nampak pada anak usia sekolah, yaitu:
a. Pola aktif konstruktif yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius
untuk menjadi super star dikelasnya dan berusaha membantu guru dengan
penuh vitalitas dan sepenuh hati. Misalnya mencoba melakukan segala
sesuatu agar dipuji teman yang lain, atau selalu membantu guru tanpa
diminta supaya mendapat tempat tersendiri dikelasnya.
b. Pola aktif destruktif yaitu pola tingkah laku yang diwujudkan dalam
bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar, dan memberontak.
Biasanya, mereka melakukan hal tersebut untuk mendapatkan perhatian
dari teman yang lain.
c. Pola pasif konstruktif yaitu pola yang menunjukkan kepada satu bentuk
tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan
mengharapkan perhatian. Bisa juga mereka berpura-pura lamban dalam
mengerjakan sesuatu karena mungkin malas dan mengharapkan orang
lain membantunya.
d. Pola pasif destruktif yaitu pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan
(sifat malas) dan keras kepala. Mereka tidak mau diatur, tidak mau
mengerjakan apapun dan selalu bertingkah sesuai dengan kehendak
mereka tanpa memperdulikan ucapan orang lain.
Dua kategori pokok tentang masalah pengelolaan siswa, yaitu masalah
individual dan masalah kelompok. Berikut penjelasannya:
1. Masalah Indiviu
Kategori masalah individu dalam pengelolaan siswa menurut Dreikurs
dan Cassel sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 115) didasarkan
pada asumsi bahwa tingkah laku manusia itu mempunyai maksud dan

8
tujuan. Setiap individu mempunyai kebutuhan pokok untuk menjadi dan
merasa berguna. Ada empat tipe perilaku yang kurang baik, yaitu:
a. Perilaku untuk menarik perhatian, siswa yang tidak menaikkan
statusnya dengan cara yang tidak dapat diterima oleh lingkungannya,
biasanya akan mencari jalan lain untuk menarik perhatian baik itu
dengan cara aktif maupun pasif. Misalnya bergaya sok, melawak,
mengacau, rewel, atau dengan meminta pertolongan secara terus
menerus. Jika guru merasa terganggu dengan tindakan siswa, mungkin
tujuan mereka adalah untuk mencari perhatian.
b. Perilaku untuk mencari kekuasaan, perilaku ini hampir sama dengan
perilaku diatas namun sifatnya lebih kuat yakni mencari perhatian
dengan cara merusak. Misalnya membantah, pemarah, menolak
perintah atau biasanya tidak mau bekerja sama sekali dan hanya ingin
orang lain yang mengerjakannya. Jika guru merasa dikalahkan atau
terancam, tujuan mereka mungkin untuk mencari kekuasaan.
c. Perilaku untuk melampiaskan dendam, biasanya disebabkan karena
putus asa dan bingung sehingga mencari keberhasilan dengan cara
menyakiti orang lain, menyerang secara fisik (memukul, menendang)
atau bermusuhan dengan teman-temannya. Biasanya, perilaku yang
ditimbulkan lebih banyak perilaku yang aktif daripada perilaku yang
pasif. Jika guru merasa sangat tersinggung, tujuan mereka mungkin
untuk mencari pelampiasan dendam.
d. Perilaku yang memperlihatkan ketidakmampuan, siswa yang
berkelakuan buruk merupakan pribadi yang sangat putus asa, pesimis
dalam mencapai keberhasilan, dan hanya mengalami kegagalan yang
terus menerus. Perasaan tidak berharga dan tidak berdaya tersebut
menyebabkan “drop-out” pada diri siswa dan menyebabkan kegagalan
yang lebih serius. Jika guru merasa tidak berdaya, tujuan mereka
mungkin untuk menunjukkan ketidakmampuannya.

9
2. Masalah Kelompok
Kategori masalah kelompok dalam pengelolaan siswa menurut
Johnson dan Bany sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 117)
mengidentifikasi tujuh masalah kelompok dalam pengelolaan kelas, yaitu:
a. Kurangnya kesatuan, ditandai dengan konflik-konflik antara
individu dan sub kelompok. Misalnya konflik antara jenis kelamin,
konflik antar agama, ras, dan yang lainnya sehingga menyebabkan
perpecahan dikelas dan para siswa pun tidak saling mendukung
antara yang satu dengan yang lain.
b. Ketidaktaatan terhadap standar tindakan dan prosedur kerja,
apabila kelas atau para siswanya menganut kebiasaan yang kurang
baik, norma-norma buruk sudah diterapkan, maka kebiasaan tersebut
dikategorikan sebagai tidakan terhadap standar tingkah laku.
Misalnya selalu membuat keributan, kegaduhan, berbiacara keras,
bertingkah laku yang menganggu orang lain dan sebagainya.
c. Reaksi negatif terhadap pribadi anggota, ditandai dengan kesan
bermusuhan terhadap anak yang tidak diterima oleh kelompok, yang
menyimpang dari aturan kelompok. Ciri khas dari masalah ini adalah
tindakan kelompok untuk membuat individu lain menyesuaikan diri
dengan kelompok tersebut.
d. Pengakuan kelas terhadap kelakuan buruk, tindakan ini timbul
ketika kelompok mendorong dan mendukung seseorang yang
berkelakuan yang tidak dapat dapat diterima kelompok kelas. Contoh
yang paling umum adalah bilamana kelompok kelas mendukung
terhadap “pelawak kelas”. Jika kasus ini terjadi, kita bisa
mengelompokkan masalah ini menjadi masalah kelompok dan
masalah individu yang harus segera ditangani oleh guru supaya
masalah tersebut tidak bertambah menjadi masalah yang lebih serius.

10
e. Kecenderungan adanya gangguan, kemacetan pekerjaan, dan
kelakuan yang dibuat-buat. Masalah yang timbul pada saat kelompok
mengerjakan tugas, cenderung kelompok tersebut yang memacetan
kegiatan. Kelompok tersebut terlalu memperhatikan gangguan-
gangguan kecil yang timbul dan membiarkan masalah yang sedang
dihadapi sehingga akan menganggu produktivitas. Misalnya pada
saat mengerjakan tugas, ada salah satu anggota kelompok yang
membuat kerusuhan. Kemudian anggota kelompok yang lain terlalu
mengurusinya sehingga tugas yang sedang dikerjakan pun akan
terhambat dan tidak diperhatikan lagi.
f. Ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan. Kelompok kelas yang memberi reaksi buruk pada saat
ada peraturan baru, situasi darurat, perubahan anggota kelompok,
perubahan jadwal, atau pergantian guru, merupakan ketidakmampuan
menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
g. Semangat juang yang rendah dan adanya sikap bermusuhan. Jika
kelas terlibat dalam tindak proses dan perlawanan tersembunyi atau
terang-terangan yang mengakibatkan kelambatan dan kemacetan, ini
merupakan masalah yang paling sulit diatasi. Misalnya kelompok
dalam kelas tersebut merupakan kelompok yang paling berpengaruh,
kemudian ada kelompok lain yang muncul sebagai kelompok yang
lebih baik dari mereka. Mereka menganggap bahwa kelompok lain
merupakan ancaman bagi kelompok mereka, seharusnya dengan
adanya kelompok lain mereka dapat membuat kelompok yang lebih
baik.
3. Pemecahan Masalah Siswa
Sebagaimana penjelasan mengenai permasalahan yang muncul dari
malasah siswa tersebut, maka menurut Majid (2009, hlm.188) pengelolaan
siswa merupakan kegiatan atau tindakan guru dalam rangka penyediaan

11
kondisi yang optimal agar proses tindakan tersebut dapat berupa tindakan
yang bersifat pencegahan dan atau tindakan bersifat korektif. Tindakan
yang bersifat pencegahan (preventif) yaitu dengan jalan menyediakan
kondisi fisik maupun kondisi sosio emosional sehingga benar oleh siswa
rasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar. Tindakan yang bersifat
korektif merupakan tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang dan
merusak kondisi optimal bagi proses belajar mengajar yang sedang
berlangsung.
Tindakan yang bersifat korektif terbagi dua, yaitu tindakan yang
seharusnya segera diambil guru pada saat terjadi gangguan (dimensi
tindakan) dan penyembuhan (kuratif) terhadap tingkah laku yang
menyimpang yang terlanjur terjadi agar penyimpangan tersebut tindak
berlarut-larut. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengelolaan siswa
merupakan suatu kedudukan dimana siswa sendirilah yang mencari tahu
pengetahuan yang dipelajarinya. Siswa dikelompokan berdasarkan dengan
kemampuan yang dimilikinya agar dapat membantu kepada siswa lainnya
yang mengalami kesulitan belajarnya sehingga pembelajaranpun akan
berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan.
a. Usaha yang Bersifat Pencegahan
Tindakan atau usaha yang dapat guru lakukan dalam
mengkondisikan proses pembelajaran supaya berlangsung dengan
efektif yakni dengan tindakan pencegahan adalah tindakan yang
dilakukan sebelum munculnya tingkah laku menyimpang yang
menganggu kondisi optimal berlangsungnya pembelajaran.
Konsekuensinya adalah guru dalam menentukan langkah-langkah
dalam pengelolaan kelas harus merupakan langkah yang efektif dan
efisien untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut mulyani
sumantri sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 119) dalam

12
mengembangkan keterampilan mengelola siswa yang bersifat
preventif, guru dapat menggunakan kemampuan dengan cara:
1. Menunjukan sikap tanggap dalam tugas mengajarnya guru
harus terlibat secara fisik maupun mental dalam arti guru selalu
memiliki waktu untuk semua perilaku peserta didik, baik peserta
didik yang mempunyai perilaku positif maupun perilaku yang
bersifat negatif. Guru berperan dalam melakukan pengawasan
peserta didik agar mengetahuai apa yang karakter masing masing
setiap peserta didiknya.
2. Membagi perhatian guru harus mampu membagi perhatian
kepada semua peserta didik. Perhatian itu dapat bersifat visual
maupun verbal.
3. Memusatkan perhatian kelompok, mempertahankan dan
meningkatkan keterlibatan peserta didik dengan cara memusatkan
kelompok kepada tugas-tugasnya dari waktu kewaktu. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan selalu menyiagakan peserta didik dan
menuntut tanggungjawab peserta didik akan tugas-tugasnya.
4. Memberi petunjuk-petunjuk yang jelas, pertunjukan ini dapat
dilakukan untuk materi yang disampaikan tugas yang diberikan
dan prilaku-prilaku peserta didik lainnya yang berhubungan baik
langsung maupun tidak pada pelajaran.
5. Menegur , tegurlah peserta didik bila mereka menunjukan
perilaku yang menganggu atau menyimpang. Sampaikan teguran
itu dengan tegas dan jelas tertuju pada perilaku yang menganggu,
menghindari ejekan dan peringatan yang kasar dan menyakitan.
6. Memberikan penguatan, perilaku peserta didik baik yang positif
maupun negative perilaku memperoleh penguatan. Perilaku positif
diberikan pengutan agar perilaku tersebut muncul kembali.

13
Perilaku negatif diberikan penguatan dengan cara memberi teguran
atau hukuman agar perilaku termasuk tidak terjadi kembali.
b. Usaha yang Bersifat Penyembuhan (kuratif)
Berkenaan dengan kegiatan yang bersifat penyembuhan Johar
Permana sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 122)
mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengidetifikasi masalah
Pada langkah ini, guru mengenal atau mengetahui masalah-
masalah pengelolaan kelas yang timbul dalam kelas. Berdasarkan
masalah tersebut guru mengidentifikasi jenis penyimpangan
sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta didik
melakukan penyimpangan tersebut. Misalnya dengan menyelidiki
masalah yang sering timbul didalam proses pembelajaran dan
mencari faktor utama yang menimbulkan masalah tersebut.
2. Menganalisis masalah
Pada langkah ini guru menganalisis penyimpangan peserta
didik dan menyimpulkan latar belakang dan sumber-sumber dari
penyimpangan itu. Selanjutnya menentukan alternatif-alternatif
penanggulangannya. Menganalisis ini berarti memperkirakan atau
memdeskripsikan masalah yang timbul yang akan mencari
penyelesaiannya.
3. Menilai alternatif-alternatif pemecahan
Pada langkah ini guru menilai dan memilih alternatif
pemecahan masalah yang dianggap tepat dalam menanggulangi
masalah.
4. Mendapatkan balikan
Pada langkah ini guru melaksanakan monitoring, dengan
maksud menilai keampuhan pelaksanaan dari alternatif pemecahan
yang dipilih untuk mencapai sasaran yang sesuai dengan yang

14
direncanakan. Kegiatan kilas balik ini dapat dilaksanakan dengan
mengadakan pertemuan dengan para pesrta didik. Pertemuan
disini dijelaskan oleh guru sehingga peserta didik mengetahui
serta menyadari bahwa pertemuan diusahakan dengan penuh
ketulusan, semata-mata untuk perbaikan, baik peserta didik
maupun madrasah.

B. Pengelolaan Guru
Pengelolaan pembelajaran terdiri dari beberapa pengelolaan,
diantaranya pengelolaan guru. Menurut Majid (2009, hlm. 123)
mengemukakan bahwa “pengetahuan adalah abstraksi dari apa yang dapat
diketahui dalam jiwa orang yang mengetahuinya. Pada dasarnya pengetahuan
tidak bersifat spontan, melainkan pengetahuan harus diajarkan dan dipelajari.”
Dengan kata lain pengetahuan itu harus diusahakan. Awal pengetahuan terjadi
karena panca indra berinteraksi dengan alam nyata. Guru adalah orang yang
bertugas membantu murid untuk mendapatkan pengetahuan sehingga ia dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Guru harus dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana yang
kondusif, karena fungsi guru di sekolah sebagai "bapak" kedua yang
bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Jadi
seorang guru yang memberikan pengetahuan, informasi terhadap siswanya
supaya siswanya lebih mengembangkan potensi yang dimilikinya, dan supaya
siswa lebih pintar ataupun menambah pengetahuannya lebih banyak lagi, atas
apa yang telah guru sampaikan kepada siswanya. Karena seorang guru harus
bisa menjadi guru yang disenangi oleh siswanya, supaya apa yang guru
harapkan dalam pembelajaran bisa tercapai dengan baik.
Ki Hajar Dewantara telah menggariskan pentingnya perannan guru
dalam proses pendidikan dengan konsep pendidikan ing ngarso sung tulodo,
ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Ing ngarso sung tulodo berarti

15
di depan memberi teladan. Asas ini sesuai perinsip modeling yang
dikemukakan oleh Sarason atau Bandura sebagaimana dikutip oleh Majid
(2009, hlm. 126). Sarason dan bandura sama-sama menekankan pentingnya
modeling atau keteladanan yang merupakan cara yang paling ampuh dalam
mengubah perilaku inovasi seseorang.
Ing madya mangun karso berarti di tengah menciptakan peluang untuk
berprakasa. Asas ini memperkuat peran dan fungsi guru sebagai mitra setara
(di tengah), serta sebagai fasilitator (menciptakan peluang). Asas ini
menekankan pentingnya produktivitas dalam pembelajaran. Dengan
menerapkan asas ini para guru perlu mendorong keinginan berkarya dalam
diri peserta didik sehingga mampu membuat suatu karya. Asas ini sesuai
dengan perinsip pedagogi produktif yang menekankan produktivitas
pembelajaran dalam mencapai hasil belajar.
Tut wuri handayani artinya dari belakang memberikan dorongan dan
arahan. Hal ini mempunyai makna yang kuat tentang peran dan fungsi guru.
Para guru perlu berperan sebagai pendorong atau motivator. Mereka juga
perlu berperan sebagai pengarah atau pembimbing yang tidak membiarkan
peserta didik melakukan hal yang kurang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Dengan demikian, para guru perlu menjadi fasilitator agar dorongan dan
bimbingan dapat terwujud dalam perubahan prilaku peserta didik. Peran guru
sebagai mitra juga tersirat dalam asas tut wuri handayani. Fungsi pembimbing
dan pendorong tidak menempatkan para guru pada hierarki teratas dalam
pembelajaran. Guru mempunyai fungsi setara atau sejajar sebagai mitra, tetapi
berfungsi dan beberapa sebagai pembimbing dan pendorong. Jadi pendidikan
menurut konsep Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip oleh menurut
Sadulloh (2010, hlm. 106) mengemukakan bahwa “hasil interaksi antara
pembawaan dan potensi dengan bakat yang dimiliki anak, dimana dalam
proses interaksi tersebut pendidik memiliki peran aktif, tidak menyerahkan
begitu saja kepada anak didik, dan sebaliknya pendidik tidak boleh dominan

16
menguasai anak.” Dalam rangka mendorong peningkatan prodesionalisme
guru, secara tersirat undang-undang sistem pendidikan nasional No.20 tahun
2003 pasal 35 ayat 1 telah mencantumkan standar nasional pendidikan yang
meliputi: isi, proses, kompetensi, lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
perasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus
ditingkatkan secara berencana dan berkala."
Standar yang dimaksud dengan hal ini menurut Arikunto sebagaimana
dikutip oleh Majid (2009, hlm. 127) mengemukakan bahwa “suatu kriteria
yang telah dikembangkan dan ditetapkan oleh program berdasarkan atas
sumber, prosedur dan manajemen yang efektif. Sedangkan kriteria adalah
sesuatu yang menggambarkan ukuran keadaan yang dikehendaki.” Secara
konseptual, standar juga dapat berfungsi sebagai alat untuk menjamin bahwa
program-program pendidikan suatu profesi dapat memberikan kualifikasi
kemampuan yang harus dipenuhi oleh calon sebelum masuk kedalam profesi
yang bersangkutan. Sedangkan kompetensi adalah seperangkat tindakkan
intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan
tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketepatan dan
keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukan sebagai
kebenaran tindakkan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi
maupun etika. Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru
akan menunjukan. Kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan
terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara
profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa standar
kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang
guru supaya layakkan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang
tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan. Berkenaan dengan standar

17
kompetensi guru, direktorat jenderal pendidikan dasar dan menengah
departemen jenderal pendidikan dasar dan menengah departemen pendidikan
nasional telah menyusun secara khusus rumusan standar kompetensi guru
yang terdiri dari tiga komponen, yaitu:
a. Komponen kompetensi pengelolaan pembelajaran yang meliputi:
1) Penyususnan rencana pembelajaran;
2) Pelaksanaan interaksi belajar mengajar;
3) Penilaian prestasi belajar peserta didik;
4) Pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian.
b. Komponen kompetensi pengembangan potensi yaitu pengembangan
profesi.
c. Komponen-komponen penguasaan akademik yang meliputi:
1) Pemahaman wawasan pendidikan; dan
2) Penguasaan bahan kajian.
Untuk mencapai standar tersebut, maka harus dilakukan berbagai
upaya baik yang dilakukan oleh guru secara individu maupun oleh lembaga
formal instansi bersangkutan. Guru seyogyanya memiliki sensitivitas yang
tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran berjalan
secara efektif atau tidak. Apa yang harus dilakukan oleh guru? Pernyataan
tersebut dijawab oleh sarah sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm.
128-129).
a. Selalu membuat perencanaan konkrit dan detail yang siap untuk
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar.
b. Bergeser pada pola baru yaitu guru sebagai "mitra" atau "pasilitator"
pada semua.individu.
c. Bersikap kritis,kreatif dan produktif.
d. Mengubah pola tindakkan peran siswa sebagai konsumen (mendengar,
menghafal, mencatat) karena pola baru peran siswa sebagai produsen
(bertanya, meneliti, mengarang, menulis, dan lain sebagainya).

18
e. Kreatif untuk menghasilkan karya pendidikan seperti: pembuatan alat
bantu belajar, analisis bahan ajarbakar, penyusunan alat rencana
penilaian yang beragam dan lain sebagainya.

C. Pengelolaan Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran terdiri dari beberapa pengelolaan,
diantaranya pengelolaan pembelajaran. Menurut (Sanjaya. 2009) sebagaimana
dikutip oleh Marasabessy (2012: hlm. 8) Pengelolaan pembelajaran adalah
sebuah kegiatan untuk mengendalikan aktifitas pembelajaran berdasarkan
konsep dan prinsip pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pengelolaan pembelajaran diawali dengan penentuan strategi dan
perencanaan, proses dan diakhiri dengan penilaian.
Pengelolaan pembelajaran disini maksudnya guru harus melakukan
suatu perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pembelajaran, yang
mana agar pembelajran tersebut teratur serta tujuan pembelajran dapat
tercapai. Yang mana diawali denganpenentuan strategi dan perencanaan,
kemudian bagaimana dalam pelaksanaanya atau prosesnya, dan diakhiri
dengan penilaian, baik itu penilaian tes dan non tes.
1. Prinsip- Prinsip Pembelajaran
Bahasa adalah alat komunikasi antar manusia. Dan kita telah
menemukan bahwa terdapat perbedaan dalam cara- cara orang berbicara.
Ada yang berbicara panjang lebar, padahal informasi yang didapatkan
sedikit saja, sementara ada yang memiliki pengetahuan yang banyak
tetapi ia membutuhkan kekuatan ungkapan untuk menyampaikan
pengetahuan itu. Bahkan ada yang memperpanjang pembicaraan,
sementara dia mengetahui bahwa hal itu bisa diringkas tanpa
menghilangkan sedikit pun inti pembicaraan. (Majid, A. 2009: hlm. 130)
Dapat kita bayangkan apabila di dunia ini tidak ada bahasa, maka
kita akan kesulitan dalam berkomunikasi, maka dari itu bahasa berfungsi

19
sebagai alat komunikasi antara manusia, sebagai penghubung, agar
terjadinya kesepahaman antara satu dengan yang lainnya. Mengenai cara-
cara orang berbicara, benar bahwa adanya orang yang berbicara panjang
tapi informasi atau pengetahuan yang ia miliki sedikit, dan ada pula yang
memiliki informasi atau pengetahuan banyak, tapi ia memerlukan
kekuatan lebih untuk mengutarakan informasi atau pengetahuannya. Hal
ini dapat disebabkan karena rasa tidak percaya diri.
Hal tadi merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang kita
hadapi. Maka, kita harus mencari cara terbaik sekaligus benar untuk
berkomunikasi dengan siswa. Menurut Majid (2009, hlm. 130) cara
berkomunikasi yang baik yaitu kita tidak berbicara dengan sambung
menyambung (nyerocos), akan tetapi dengan cara terpisah- pisah atau
jeda. Dalam hal ini benar bahwa dalam pembelajaran kita tidak boleh
menjelaskan pada siswa terlalu cepat, karena siswa akan kesulitan dalam
menangkap informasi atau pengetahuan yang akan ditangkapnya. Dengan
hal ini, sebagai pendidik kita harus memberikan informasi atau ilmu yang
kita miliki secara perlahan, dengan adanya jeda, atau bisa juga kita
mengulang kalimat kita tersebut sebanyak 3 kali.
Setelah membahas mengenai cara berkomunikasi yang baik,
alangkah baiknya apabila kita mengetahui prinsip-prinsip pembelajaran,
menurut Majid ( 2009. hlm. 131) prinsip-prinsip belajar adalah sebagai
berikut:
a. Motivasi: Segala ucapan yang mempunyai kekuatan yang dapat
menjadi pendorong kegiatan individu untuk melakukan suatu
kegiatan mencapai tujuan. Kebutuhan akan pengakuan sosial
mendorong seseorang untuk melakukan berbagai upaya kegiatan
sosial. Motivasi terbentuk oleh tenaga- tenaga yang bersumber dari
dalam dan dari luar individu. Apabila kita memberikan kalimat yang
memberikan motivasi pada orang lain maka, hal tersebut dapat

20
mendorong seseorang untuk bersemangat kembali dalam
melaksanakan suatu hal. Selain itu dengan memotivasi orang lain
juga memberikan kepuasan tersendiri apabila perkataan atau kalimat
yang kita lontarkan pada orang tersdbut menjadi penyemangatnya.
Contohnya : Andi memiliki nilai yang jelek, maka sebagai sorang
pendidik kita harus merangkulnya dengan memberikan kalimat yang
dapat membangiktkan semangatnya dan membuat nya terpacu untuk
belajar lebih giat agar mendapat nilai baik pada ulangan selanjutnya.
b. Fokus: ucapannya ringkas, langsung pada inti pembicaraan tanpa ada
kata yang memalingkan dari ucapannya, sehingga mudah dipahami.
Memulai pembicaraan atau dalam memberikan informasi, kita harus
fokus pada apa yang kita bicarakan, jangan sampai informasi yang
kita miliki tidak tersampaikan sedangkan hal yang tidak pentinglah
yang justru kita sampaikan. Hal ini perlu kita tekankan bahwa kita
harus berbicara langsung pada intinya dan tetap fokus pada tujuan
kita dalam memberikan informasi.
c. Pembicaraannya tidak terlalu cepat, sehingga dapat memberikan
waktu yang cukup kepada anak untuk menguasainya. Seperti yang
telah kita singgung sebelumnya bahwa dalam cara berkomunikasi
dengan siswa harus memberikan jeda, maka disini kita harus
memberikan informasi secara perlahan, dengan memberikan jeda-
jeda yang pas, dan dapat juga kita berikan pengulangan kalimat
sebanyak 3 kali. Repetisi: hal ini telah kita bahas pada poin ketiga
bahwa senantiasa melakukan tiga kali pengulangan pada kalimat-
kalimatnya supaya dapat diingat atau dihafal.
d. Analogi langsung: maksudnya disini adalah dengan melihat suatu
objek yang dapat memotivasi kita atau membuat kita menjadi lebih
bersemangat dalam mengerjakan sesuatu hal. Misalnya: seorang anak
mengagumi kakaknya yang baik, pintar dan penurut, sehingga dapat

21
memberikan motivasi, hasrat ingin tahu bagaimana dapat menjadi
sosok seperti itu, memuji atau mencela, dan mengasah otak untuk
menggerakan otak atau timbul kesadaran untuk bisa mencapai yang
diinginkannya.
e. Memperhatikan keragaman anak, sehingga dapat melahirkan
pemahaman yang berbeda dan tidak terbatas pada satu pemahaman
saja, dan dapat memotivasi siswa untuk terus belajar tanpa dihinggapi
perasaan jemu. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap orang
memiliki pemikiran yang berbeda-beda, sekalipun orang tersebut
lahir dalam kondisi kembar. Maka dalam hal ini sebagai pendidik kita
harus memperhatikan keragaman anak, baik itu dari karakteristik
siswanya, cara belajarnya dan yang lainnya. Yang mana hal ini
menambah kesan menarik dengan keberagaman anak, yang dapat
dikembangkan kembali pembelajarannya, supaya tidak menyebabkan
kejemuan atau bosan dan terkesan pembelajarannya menarik dan
nyaman.
f. Memperhatikan tiga tujuan moral, yaitu kognitif atau pengetahuan,
emosional dan kinetik. Dalam mengelola pembelajaran tentu saja kita
patut untuk memperhatikan dari kognitif atau pengetahuan yang akan
kita sampaikan atau kita transfer lada siswa, kemudian dari emosioal,
apabila dalam pembelajaran seorang pendidik harus dapat
mengendalikan emosinya. Jangan sampai masalah yang didapat
pendidik di luar sekolah di bawa ke dalam kelas (bersikap
profesional).
g. Memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak (aspek
psikologi atau ilmu jiwa). Dalam hal ini pendidik tentunya patut
memperhatikan masalah ini karena dengan memperhatikan
pertumbuhan anak dan perkembangan anak dalam pembelajaran,

22
supaya mengetahui sejauh mana siswa memahami materi yang yang
telah pendidik sampaikan.
h. Menumbuhkan kreativitas anak, dengan mengajukan pertanyaan,
kemudian mendapat jawaban dari anak yang diajak bicara. Hal ini
memancing siswa supaya mau mengungkapkan pendapatnya, dengan
begitu akan terjadi komunikasi yang baik antara pendidik dan siswa.
i. Berbaur dengan anak-anak, masyarakat dan sebagainya, tidak
terpisah/eksklusif. Misalnya dengan acara makan bersama,
musyawarah bersama dan berjuang bersama mereka. Hal ini akan
semakin mempererat hubungan antar satu sama lain.
j. Aplikasi, dalam pembelajaran pelaksanaanya sangat penting. Sebagai
pendidik kita harus mempersiapkan segala macamnya. Entah itu
bahan ajar, pendekatan, metode, strategi, atau model yang akan kita
gunakan dalam pembelajran.
2. Prosedur Pembelajaran
Perekayasaan proses pembelajaran dapat didesain oleh guru sedemikian
rupa. Idealnya kegiatan untuk siswa pandai harus berbeda dengan kegiatan
untuk siswa sedang atau kurang, walaupun untuk memahami satu jenis konsep
yang sama karena setiap siswa mempunyai keunikan masing- masing. Hal ini
menunjukan bahwa pemahaman terhadap pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran tidak bisa diabaikan (Majid. 2009: hlm.132).
Seperti yang kita bahas sebelumnya bahwa pemikiran, kemampuan,
karakteristik dan yang lainnya setiap orang pasti berbeda-beda. Tak jauh
berbeda dengan pembelajaran disini antara siswa yang pintar dapat memahami
materi dengan satu kali penjelasan, dan ada siswa yang kurang pintar harus
berulang-ulang kali. Maka dari itu kita sebagai pendidik harus mencari
pendekatan, metode, teknik yang pas untuk pembelajaran, agar pembelajaran
dapat merata.

23
Pendekatan dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi berkenaan dengan
hakikat dan belajar mengajar. Metode adalah rencana yang menyeluruh
tentang penyajian materi ajar secara sistematis dan berdasarkan pendekatan
yang ditentukan. Teknik tidak adalah kegiatan spesfik yang
diimplementasikan dalam kelas sesuai dengan metode dan pendekatan yang
dipilih. Pendekatan bersifat aksiomatis, metode bersifat prosedural, dan teknik
bersifat oprasional (Majid. 2009, hlm.132-133)
a. Pendekatan
Menurut (Sanjaya, 2007) sebagaimana dikutip oleh Hamruni
(2012, hlm. 5) pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan disini adalah
sebagai titik tolak ukur yaitu sejauh mana atau sudah berhasil atau belum
pembelajaran yang kita sampaikan dipahami atau tidaknya oleh siswa
dalam proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran menurut (Roy
Killen, 1998) sebagaimana dikutip oleh Hamruni (2012, hlm. 5) dibagi
menjadi dua yaitu:
1) Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher- centred approaches)
Menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct
instruction), pembelajran deduktif (guru secara aktif membimbing
siswa), atau pembelajran ekspositori (guru memegang peran
dominan). Maksud dari pendekatan yang berpusat pada guru disini
yaitu guru memberikan konsep pembelajran, membimbing siswa-
siswanya, dan dalam hal ini guru lah yang berperan aktif atau
dominan dibanding siswanya.
2) Pendekatan yang berpusat pada siswa (student- centred approaches)
Menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta
strategi pembelajaran induktif. Maksud dari pendekatan yang
berpusat pada siswa disini yaitu siswa disini pada saat pembelajaran
berperan lebih aktif dari pada guru. Materi pembelajaran tidak hanya

24
mengandalkan buku-buku atau dari guru saja, akan tetapi bisa dari
pengalaman atau pengetahuan siswa dari kehidupannya sehari- hari
dan pendekatan ini pun memacu siswa untuk berfikir kritis.
b. Metode
Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan
antara guru dengan peserta didik dalam suatu pengajaran untuk
mewujudkan tujuan yang ditetapkan (Majid. 2009, hlm.135) Proses
belajar mengajar tidak akan terjadi apabila komunikasi antara guru dan
peserta didik tidak berjalan dengan baik, maka dari itu, interaksi antara
guru dan peserta didik harus sinkron, nyambung, supaya mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Menurut (Hamruni, 2012, hlm. 6) Metode didefinisikan sebagai
cara-cara menyajikan bahan pelajaran pada peserta didik untuk
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai suatu tujuan
tentu saja tidak dapat langsung, semuanya melalui proses, step by step
yang harus dilewati terlebih dahulu. Setiap guru pasti memiliki perbedaan
dalam menentukan metode dalam pembelajaran. Metode apapun yang
digunakan oleh pendidik atau guru dalam proses pembelajaran, yang
perlu diperhatikan adalah akomodasi menyeluruh terhadap prinsip-
prinsip KBM (Majid. 2009, hlm.136).
1. Berpusat kepada anak didik (student oriented). Guru harus
memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua
orang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar. Satu
kesalahan jika guru memperlakukan mereka secara sama. Gaya
belajar (learning style) anak harus diperhatikan. Hal ini jelas, seperti
yang telah kita bahas sebelum-sebelumnya bahwa anak didik berbeda
antar satu sama lain, mereka memiliki perbedaan dalam baik dalam
karakteristik, sikap, gaya belajar pola pikir, dan yang lainnya, maka
dari itu anak didik disebut sebagai sesuatu yang unik.

25
2. Belajar dengan melakukan (learning by doing). Supaya proses belajar
itu menyenangkan, guru harus menyediakan kesempatan kepada anak
didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia
memperoleh pengalaman nyata. Belajar langsung adalah hal yang
menyenangkan. Terlebih ketika kita merasa pusing dengan berbagai
teori yang memusingkan, akan mudah mengerti apabila dengan
melakukannya langsung. Misalkan dalam mempelajari tentang Ipa
Perubahan Zat. Maka apabila siswa mempelajarinya langsung dengan
praktek maka mereka akan mudah mengingatnya.
3. Mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan
pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan,
juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial (learning to live
together). Proses pembelajaran bukan hanya sekedar memperoleh
ilmu pengetahuan, akan tetapi proses pembelajaran disini juga
sebagai tempat interaksi sosial antara pendidik dengan siswa dan
siswa dengan siswa. Interaksi sosial didapatkan dari siswa dengan
siswa dalam pembelajaran dapat dengan pendidik membagi-bagi
siswa berkelompok, sehingga terjadi interaksi antara siswa satu
dengan siswa lainnya. Sedang pendidik dengan siswa yaitu pendidik
memberikan pertanyaan-pertanyaan pada siswa mengenai
pembelajaran dan mendapat respon dari siswa, maka terjadilah
interaksi antara pendidik dan siswa.
4. Mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran
dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingin tahu anak didik.
Juga mampu memompa daya imajinatif anak didik untuk berfikir
kritis dan kreatif.
5. Mengembangkan kreativitas dan keterampilan memecahkan masalah.
Proses pembelajaran dan pendidikan yang dilakukan oleh guru
bagaimana merangsang kreativitas dan daya imajinasi anak untuk

26
menemukan jawaban terhadap setiap masalah yang dihadapi anak
didik. Pendidik harus kreatif dalam hal ini. Yang mana supaya
peserta didik dapat terpacu untuk berfikir kritis dalam menemukan
jawaban dari pertanyaan yang di berikan guru.
c. Teknik
Proses kegiatan belajar mengajar tidaklah berdiri sendiri
melainkan terkait dengan komponen materi dan waktu langkah
pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh guru
dan siswa secara berurutan sehingga cocok dengan pertumbuhan dan
perkembanagan siswa. Teknik pembelajaran yang berorientasi pada
pengembangan kognitif banyak sekali diantaranya dengan sorongan pada
saat mengaji/menghapal ayat ayat al-Quran (biasanya diterapkan di
pesantren-pesantren tradisional). Teknik psikomotor diantaranya drill dan
practice berlatih dan mempraktekkan seperti pada materi menghafalkan
huruf al-Quran, berwudhu dan praktek ibadah salat. Teknik pembelajaran
yang berorientasi pada nilai afektif ada bermacam–macam diantaranya
ialah:
1. Teknik indokrinasi: prosedur teknik ini dilakukan melalui beberapa
tahap yaitu:
a. Tahap brainwashing yakni pendidik memulai pendidikan nilai
dengan jalan merusak tata nilai yang sudah mapan dalam pribadi
siswa untuk dikacaukan sehingga mereka menjadi tidak
mempunyai pendirian lagi.
b. Tahap menanamkan fanatisme yakni pendidik berkewajiban
menanamkan ide-ide baru dianggap benar sehingga nilai-nilai
yang ditanamkannya masuk kepada anak tanpa melalui
pertimbangan rasional yang mapan.
c. Tahap penanaman dokrin pada tahap ini pendidik dapat
menggunakan pendekatan emosional keteladanan.saat penanaman

27
doktrin hanya dikenal adanya satu nilai kebenaran yang disajikan
dan tidak ada alternative lain.
2. Teknik moral reasoning: langkah-langkah teknik dilakukan dengan
jalan:
a. Penyajian dilema moral pada tahap ini siswa dihadapkan dengan
problematika nilai yang bersifat kontradiktif dari yang bersifat
sederhana sampai dengan kompleks.
b. Pembagian kelompok diskusi setelah disajikan problematika
moral tersebut kemudian siswa dibagi kedalam berbagai
kelompok kecil untuk mendiskusikan hasil pengamatan terhadap
dilema moral tersebut.
c. Hasil diskusi kelompok selanjutnya dibawa kedalam diskusi
kelas dengan tujuan untuk mengadakan klarifikasi nilai membuat
alternatif dan konsekuensinya.
d. Siswa mendiskusikan secara intensif dan melakukan seleksi
nilai yang dipilih sesuai dengan alternatif yang diajukan dan
siswa mengorganisasikan nilai-nilai terpilih tersebut dalam
dirinya.
3. Teknik meramalkan konsekuensi: teknik ini merupakan penerapan
dari pendekatan rasional dalam mengajarkan nilai. Langkah–
langkahnya sebagai berikut:
a. Siswa diberikan kasus melalui cerita, membaca majalah, melihat
film, atau melihat kejadian konkret dilapangan.
b. Siswa diberi beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan
nilai-nilai yang ia lihat, ketahui dan ia rasakan. Pertanyaan itu
adakalanya bersifat memperdalam wawasan
4. Teknik klarifikasi: teknik ini merupakan salah satu cara untuk
membantu anak dalam menentukan nilai-nilai yang akan dipilihnya.
Dalam teknik ini dapat ditempuh lewat tiga tahap, yaitu:

28
a. Tahap pemberian contoh: pada tahap ini guru memperkenalkan
kepada siswa nilai-nilai yang baik dan memberikan contoh
penerapannya. Misalnya dalam pembelajaran guru bisa
melibatkan siswa secara langsung melalui kegiatan observasi,
melibatkan siswa dalam kegiatan nyata atau bisa juga guru
memberikan contoh secara langsung kepada para siswanya.
b. Tahap mengenal kelebihan dan kekurangan nilai yang telah
diketahui oleh siswa lewat contoh-contoh tersebut seperti diatas.
Misalnya pada saat pembelajaran guru menggunakan metode
diskusi atau tanya jawab guna melihat kelebihan dan kekurangan
dari nilai tersebut, setelah melihat nilainya siswa bisa
mengetahui, memilih, dan menyetujui nilai yang dianggap paling
benar.
c. Tahap mengorganisasikan tata nilai pada diri siswa.Setelah
pemilihan nilai yang dianggap benar tersebut, siswa dapat
mengorganisasikan atau mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari dan menjadikan nilai tersebut sebagai pribadinya.
5. Teknik internalisasi: apabila teknik-teknik di atas hanya terbatas pada
pemilihan nilai dengan disertai wawasan yang cukup luas dan
mendalam maka dalam teknik internalisasi ini sasarannya sampai
kepada tahap pemilikan nilai yang menyatu dalam kepribadian siswa,
atau sampai pada taraf karakterisasi atau me-watak. Tahap-tahap
internalisasi ini adalah:
a. Tahap tranformasi nilai: pada tahap ini guru sekedar
menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik kepada
siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal. Jadi,
pada tahap ini guru hanya sebatas memberitahukan mana yang
yang baik dan mana yang kurang baik kepada siswa. Misalnya
guru menjelaskan bahwa bersikap arogan itu tidak baik,

29
seharusnya siswa mempunyai perilaku yang sopan, ramah, tidak
keras kepala, dan sebagainya.
b. Tahap transaksi nilai: yakni suatu tahap pendidikan nilai dengan
jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara siswa
dan guru bersifat timbal balik. Apabila pada tahap transformasi,
komunikasi masih dilakukan satu arah yakni oleh guru saja (guru
yang aktif). Pada tahap transaksi ini, guru dan siswa sama-sama
harus berperan aktif. Dalam tahap ini guru tidak hanya
menyajikan informasi tentang nilai baik buruknya sesuatu, tetapi
juga guru terlibat untuk melaksanakan dan memberikan contoh
yang nyata dan siswa diminta memberikan respon yang sama,
yakni menerima dan mengamalkan nilai tersebut.
c. Tahap transinternalisasi: tahap ini jauh lebih dalam dari sekedar
transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa
bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mental
(kepribadiannya). Begitu juga dengan guru memandang siswa,
bukan dari sosok fisiknya melainkan dari kepribadian siswanya.
Proses dari transinternalisasi itu mulai dari yang sederhana
sampai yang kompleks, yaitu mulai dari: (1) menyimak
(receiving), yakni kegiatan siswa untuk bersedia menerima
adanya stimulus yang berupa nilai-nilai baru yang dikembangkan
dalam sikap afektif; (2) menanggapi (responding), yakni
kesediaan siswa untuk merespon nilai-nilai yang ia terima dan
sampai ke tahap memiliki kepuasan untuk merespon nilai
tersebut; (3) memberi nilai (valuing), yakni sebagai kelanjutan
dari aktivitas merespon nilai menjadi siswa mampu memberikan
makna baru terhadap nilai-nilai yang muncul dengan kriteria
nilai-nilai yang diyakini kebenarannya; (4) mengorganisasi nilai
(organization of value), yakni aktivitas siswa untuk mengatur

30
berlakunya sistem nilai yang ia yakini sebagai kebenaran dalam
kepribadiannya sendiri sehingga ia memiliki satu sistem nilai
yang berbeda dengan orang lain; (5) karakteristik nilai yakni
dengan membiasakan nilai-nilai yang benar dan diyakini, dan
yang telah terorganisir dalam laku pribadinya sehingga nilai
tersebut sudah menjadi watak (kepribadiannya), yang tidak dapat
dipisahkan lagi dari kehidupannya.

D. Pengelolaan Kelas
1. Pengertian Pengelolaan Kelas
Bisa berjalan baik atau tidaknya suatu pembelajaran di kelas
tergantung dari kemampuan seorang guru dalam mengelola kelasnya.
Sehingga strategi pembelajaran yang telah dibuat guru dapat berjalan
dengan baik dan bahan materi ajar dapat diterima atau dipamahami oleh
siswa. Menurut Bachari (2008, hlm. 20) mengemukakan bahwa
“pengelolaan kelas adalah rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan
mempertahankan organisasi kelas yang efektif, yaitu meliputi tujuan
pengajaran, pengaturan waktu, pengaturan ruangan dan peralatan, dan
pengelompokan siswa dalam belajar.” Sedangkan, Joni, Raka
sebagaimana dikutip oleh Bachari (2008, hlm. 20) mengemukakan bahwa
“pengelolaan kelas adalah segala kegiatan guru di kelas yang
menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya
proses belajar.”
Dari beberapa pendapat diatas menyatakan bahwa di dalam
pengelolaan kelas ini adanya suatu kegiatan guru dalam menciptakan dan
mempertahankan suatu kondisi yang efektik dan optimal dalam proses
pembelajaran di kelas. Maksud dari kondisi efektif dan optimal dalam
proses pembelajaran adalah pencapaian pembelajaran yang ingin dicapai
dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang telah ditetapkan

31
sebelumnya oleh guru dalam strategi pembelajaran, dan memaksimalkan
kemampuan siswa untuk dapat berkontribusi atau berperan aktif dalam
proses pembelajaran di kelas. Jadi, pengelolaan kelas adalah suatu
kegiatan guru dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas
yang efektif dan optimal, sehingga pencapaian pembelajaran dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh guru dan
mengembangkan kemampuan siswa untuk dapat berperan aktif dalam
proses pembelajaran di kelas. Sementara itu, Wilford A. Webber
sebagaimana dikutip oleh Bachari (2008, hlm. 20) mengemukakan bahwa
pengelolaan kelas adalah:
1. Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan
ketertiban suasana kelas melalui penggunaan disiplin (pendekatan
otoriter) seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan
mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui intimidasi tim
(pendekatan intimidasi).
2. Seperangkat kegitan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa
(pendekatan permisif) seperangkat kegiatan guru menciptakan
suasana kelas dengan cara mengikuti petunjuk atau resep yang telah
disajikan (pendekatan buku masak).
3. Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan suasana kelas yang
efektif melalui perencanaan pembelajaran yang bermutu dan
dilaksanakan dengan baik (pendekatan instruksional).
4. Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku
peserta didik yang diinginkan dengan mengurangi tingkah laku yang
tidak diinginkan (pendekatan perilaku).
5. Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan interpersonal yang
baik dan iklim sosio-emosionaal kelas yang positif (pendekatan
penciptaan iklim sosio-emosional).

32
6. Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan
mempertahankan organisasi kelas yang efektif (pendekatan sistem
sosial).
Dari pendapat Wilford A. Webber tersebut juga dijelaskan adanya
kegiatan guru dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi siswa di
dalam kelas yang efektif supaya pencapai pembelajaran dapat tercapai
sesuai dengan yang telah ditetapakan. Namun dalam hal ini, sesuai degan
pendapat Wilford A. Webber bahwa di dalam pengelolaan kelas ini
adanya suatu pendekatan-pendekatan, yaitu: pendekatan otoriter,
pendekatan intimidasi, pendekatan permisif, pendekatan buku masak,
pendekatan instruksional, pendekatan perilaku, pendekatan, penciptaan
iklim sosio-emosional, pendekatan sistem sosial. Sehingga seorang guru
harus mampu melakukan pendekatan-pedekatan tersebut di dalam
pengelolaan kelas, supaya dapat menciptakan dan mempertahankan
kondisi siswa di dalam kelas yang efektif.
Maka dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan kelas adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam
menciptakan dan mempertahankan kondisi situasi belajar siswa yang
efektif di dalam kelas, sehingga pencapaian pembelajaran dapat tercapai
sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menjadikan siswa
ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa
mendapatkan pengalaman yang berkmakna.
2. Pengelolaan Kelas
Supaya pembelajaran dapat berjalan dengan efektif, maka seorang
guru harus mampu mengelola kelasnya dengan baik. Menurut Harmer
sebagaimana dikutip dalam Wachyudi, dkk. (2015, hlm. 41) ada beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh pendidik ketika mengajar di kelas agar bisa
mengelola kelas dengan baik yaitu proximity (kedekatan), appropriacy

33
(kelayakan), movement (gerakan), dan awareness (kesadaran). Berikut ini
penjelasan mengenai hal tersebut:
a. Proximity (Kedekatan)
Seorang guru dalam hal ini harus mampu mendekatkan dirinya
dengan siswa ketika siswanya tersebut memerlukan bantuan di dalam
memenuhi kebutuhannya dalam proses pembelajaran.
b. Appropriacy (Kelayakan)
Seorang guru harus mampu memposisikan dirinya didepan kelas
layaknya seorang guru yang mampu memberikan bantuan sehingga siswa
tidak merasa canggung kepada gurunya.
c. Movement (Gerakan)
Seorang guru harus selalu begerak menghampiri siswa-siswanya di
dalam kelas dikala proses pembelajaran, sehingga guru mengetahui
masalah atau kebutuhan setiap siswa dalam proses pembelajaran.
d. Awareness (Kesadaran)
Seorang guru harus mampu menyadari masalah atau kebutuhan yang
dialami oleh siswanya, sehingga guru dapat memberikan bantuan atau
solusi yang diperlukan oleh siswanya.
Setelah adanya hal-hal yang perlu guru perhatikan dalam proses
pembelajaran, ada juga hal yang perlu guru lakukan dalam pengelolaan
menurut Shakila sebagaimana dikutip dalam Wachyudi, dkk. (2015, hlm. 41)
mengeksplorasi bagian-bagian dari pengelolaan kelas yang selalu terkait pada
motivasi (giving feedback), mengontrol peserta didik, pengaturan tempat duduk,
dan interaksi antara pendidik dan peserta didik. Berikut ini penjelasan mengenai
hal tersebut:
1. Motivasi (Giving Feedback)
Motivasi (Giving Feedback) adalah seorangguru memberikan suatu
motivasi belajar pada siswa, agar siswa mampu mengembangkan
kemampuan yang ada pada dirinya. Motivasi (Giving Feedback)

34
mempunyai dua fungsi, yaitu: Positive feedback. Memberikan dampak yang
baik kepada siswa, sehingga membantu mereka terdorong untuk belajar. ;
Negative feedback, memberikan dampak yang tidak baik, sehingga justru
malah mengurangi dan menurunkan minat siswa dalam belajar.
2. Mengontrol Peserta Didik
Mengontrol peserta didik adalah seorang guru harus melihat atau
memperhatikan perkembangan siswanya dalam proses pembelajaran di
kelas dengan melihat hasil belajar ataupun dalam proses pembelajaran.
sehingga guru dapat mengetahui pencapaian perkembangan kemampuan
belajar siswanya.
3. Pengaturan Tempat Duduk
Pengaturan tempat duduk adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
seorang guru dalam memposisikan tempat duduk siswanya sesuai dengan
kebutuhan siswa dan menjadikan diantara para siswa menjadi saling
mengenal satu sama lain dan menjalin keakraban diantara para siswa.
4. Interaksi antara Pendidik dan Peserta Didik
Interaksi antara pendidik dan peserta didik adalah adanya suatu
hubungan komunikasi yang terjalin dengan baik di dalam kelas, yakni
antara guru dan siswa. Sehingga, di dalam pembelajaran dapat berjalan
dengan baik sesuai yang guru intstruksikan dalam kelas dan sehingga
adanya saling tukar pikiran dalam pemahaman materi pelajaran

35
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelolaan pembelajaran dan pengembangan bahan ajar dalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam mengatur atau mengelola aktifitas
belajar siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga di dalam pengelolaan pembelajaran
dan pengembangan bahan ajar, adanya beberapa pengelolaan yang perlu guru
pahami, diantaranya sebagai berikut: pengelolaan siswa, pengelolaan guru,
pengelolaan pembelajaran, pengelolaan lingkungan kelas.
Pengelolaan siswa adalah kegiatan yang guru lakukan dalam
pemebelajaran dengan guru hanya sebagai fasilitator saja, dimana guru harus
mampu mengarahkan, mengkondisikan, dan membimbing siswa menemukan
pengetahuan selama proses pembelajaran. Selebihnya, siswa lah yang
berperan aktif dalam pembelajaran. Selanjutnya, penngelolaan guru adalah
seorang guru harus dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana yang
kondusif, karena fungsi guru di sekolah sebagai "bapak" kedua yang
bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Jadi
seorang guru yang memberikan pengetahuan, informasi terhadap siswanya
supaya siswanya lebih mengembangkan potensi yang dimilikinya, dan supaya
siswa lebih pintar ataupun menambah pengetahuannya lebih banyak lagi, atas
apa yang telah guru sampaikan kepada siswanya.
Pengelolaan pembelajaran adalah seorang guru harus melakukan suatu
perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pembelajaran, yang mana
agar pembelajran tersebut teratur serta tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Yang mana diawali dengan penentuan strategi dan perencanaan, kemudian
bagaimana dalam pelaksanaanya atau prosesnya, dan diakhiri dengan
penilaian, baik itu penilaian tes dan non tes. Lalu dilanjutkan dengan
pengelolaan kelas, pengelolaan kelas adalah suatu kegiatan guru dalam

36
menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang efektif dan optimal,
sehingga pencapaian pembelajaran dapat berjalan dengan baik sesuai dengan
yang telah ditetapkan oleh guru dan mengembangkan kemampuan siswa
untuk dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas.

B. Saran
Semoga dengan para guru memahami pengelolaan pembelajaran dan
pengembangan bahan ajar, diharapkan para guru mampu mengelola atau
mengatur aktifitas belajar siswa dengan baik. Sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai sesuai dengan yang ditetapkan sebelumnya.

37
Daftar pustaka
Bachari, A. D. (2008). Manejemen Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung: UPI
PRESS.

Hamruni. (2012). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani

Majid, A. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT REMAJA


ROSDAKARYA.

Marasabessy, A. (2012). Analisis Pengelolaan Pembelajaran yang Dilakukan Oleh


Guru yang Sudah Tersertifikasi dan yang Belum Sertifikasi Pada
Pembelajaran Ipa Dikelas V Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian
Pendidikan, vol 13,hlm. 8-11.

Sa’diyah, C. dkk. (2011). Pengelolaan Kelas dan Penerapannya Dalam


Pembelajaran Matematika di SD. Yogyakarta: Pusat Perkembangan
dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK)
Matematika 2011.

Sadulloh, U. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: ALPABETA.

Wachyudi, K. dkk.(2015). Analisis Pengelolaan dan Interaksi Kelas Dalam


Pengajaran Bahasa Inggris. Jurnal Ilmiah Solusi, vol 1, hlm. 41.

38

Anda mungkin juga menyukai