Anda di halaman 1dari 54

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes, pada
tahun 2007 jumlah Rumah Sakit di Indonesia sebanyak 1.319 yang terdiri atas 1.033
RSU dengan jumlah kunjungan ke RSU sebanyak 33.094.000. Sementara data kunjungan ke IGD
sebanyak 4.402.205 (13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU) dan dari jumlah
seluruh kunjungan IGD terdapat 12,0 % berasal dari pasien rujukan.
Konteks pelayanan kegawatdaruratan, aspek asuhan keperawatan pada tahap
pelaksanaan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan karena dalam tahap
implementasi ini harus mengacu kepada doktrin dasar pelayanan gawat darurat yaitu
Time Saving Is Life Saving (waktu adalah nyawa) dengan ukuran keberhasilan adalah
Response Time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam.
(Basoeki dkk, 2008).

Triase berasal dari bahasa Perancis yaitu Trier dan bahasa Inggris Triage
kemudian diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir yaitu proses
khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis
perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan
suatu konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling
efisien terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di IGD setiap tahunnya
(Pusponegoro, 2010).

Pertolongan gawat darurat melibatkan dua komponen utama yaitu pertolongan


fase pra rumah sakit dan fase rumah sakit. Pertolongan gawat darurat memiliki sebuah
waktu standar pelayanan yang dikenal dengan istilah Response Time (waktu tanggap)
yaitu maksimal 5 menit. Response Time (waktu tanggap) gawat darurat merupakan
gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai
mendapat respon dari petugas Instalasi Gawat Darurat dengan waktu pelayanan yang
diperlukan pasien sampai selesai proses penanganan gawat darurat.

Dari beberapa penelitian sehubungan dengan Response Time (waktu tanggap)


penanganan gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) di beberapa rumah sakit,
2

di dapatkan rerata waktu tanggap di IGD RS. Cipto Mangunkusumo kurang lebih
delapan menit. Adapun di RSUD Curup didapatkan rerata waktu tanggap baik kasus
bedah maupun non bedah di Instalasi Gawat Darurat RSUD Curup adalah 10 menit.

Waktu maksimal standar pelayanan yang dikenal dengan istilah Response Time
(waktu tanggap) yaitu maksimal lima menit. Dalam Response Time (waktu tanggap)
ada tiga faktor penting yaitu keyakinan, kecepatan dan pelayanan (Umah dan Rizikiyah
2015, p. 108). Waktu tanggap pelayanan dapat dihitung dengan hitungan menit dan
sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen-
komponen lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi,
dan administrasi. Waktu tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat apabila
waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata-rata standar yang ada. Salah satu
indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat darurat adalah
kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita gawat darurat baik
pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana. Keberhasilan waktu tanggap
sangat tergantung kepada kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian pertolongan
untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam
perjalanan hingga pertolongan rumah sakit.
3

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah :
“Bagaimana Gambaran Response Time (Waktu Tanggap) Penanganan Pasien di IGD
RSUD Curup Rejang Lebong Tahun 2020?”.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Mengetahui gambaran Response Time (waktu tanggap) penanganan trauma di IGD
RSUD Curup Rejang Lebong Tahun 2020.

Tujuan Khusus :
1. Mengetahui gambaran tenaga medis yang dibutuhkan pada Response Time (waktu
tanggap) penanganan trauma di IGD RSUD Curup Rejang Lebong Tahun 2020.
2. Mengetahui gambaran fasilitas medis di IGD pada Response Time (waktu tanggap)
penanganan trauma di IGD RSUD Curup Rejang Lebong Tahun 2020.
3. Mengetahui gambaran kinerja tenaga dokter pada Response Time (waktu tanggap)
IGD RSUD Curup Rejang Lebong Tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Tempat Penelitian
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan
yang bertugas di IGD RSUD Curup Rejang Lebong Tahun 2020 sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan dalam penanganan pasien gawat darurat.
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan
untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan Response Time (waktu
tanggap) penanganan pasien di IGD RSUD Curup.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai sarana dalam mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang didapat selama pendidikan dengan kenyataan yang ada di
lapangan serta untuk menambah wawasan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Instalasi Gawat Darurat ( IGD )


Instalansi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit Rumah Sakit yang memberikan
perawatan pertama kepada pasien. Unit ini dipimpin oleh seorang dokter jaga dengan
tenaga dokter ahli dan berpengalaman dalam menangani PGD (Pelayanan Gawat
Darurat) yang kemudian bila dibutuhkan akan merujuk pasien kepada dokter spesialis
tertentu.
Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai standar
Instalansi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam KEPMENKES RI
No. 856/MENKES/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat
di Rumah Sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen
Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan
sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan tidak ditarik
uang muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 (lima) menit setelah pasien
sampai di IGD (Hidayati, 2014).
Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), selain sebagai area klinis, Instalasi Gawat
Darurat (IGD) juga memerlukan fasilitas yang dapat menunjang beberapa fungsi-fungsi
penting sebagai berikut : kegiatan ajar mengajar, penelitian/riset, administrasi, dan
kenyamanan staff.

Adapun area-area yang ada di dalam kegiatan pelayanan kesehatan bagi pasien di IGD
adalah :
1. Area administratif.
2. Reception/Triage/Waiting.
3. Resuscitation area.
4. Area perawat akut (pasien yang tidak menggunakan ambulan).
5. Area konsultasi.
6. Staff work station.
7. Area khusus.
8. Pelayanan penunjang.
9. Tempat peralatan yang bersifat mobile.
10. Ruang alat kebersihan.
5

11. Area tempat makanan dan minuman.


12. Kantor dan area administrasi.
13. Area diagnostik.
14. Ruang sirkulasi.

Adapun kriteria dari petugas yang berada di ruangan IGD sebagai berikut di bawah ini:
1. Ada dokter terlatih sebagai kepala instalasi atau Unit Gawat Darurat yang
bertanggung jawab atas pelayanan di instalasi atau Unit Gawat Darurat.
2. Ada perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan gawat darurat.
3. Semua tenaga dokter dan keperawatan mampu melakukan teknik pertolongan
hidup dasar (Basic Life Support).
4. Ada program penanggulangan korban masal, bencana (Disaster Plan) terhadap
kejadian di dalam Rumah Sakit ataupun diluar Rumah Sakit.
5. Semua staff atau pegawai harus manyadari atau mengetahui kebijakan dan tujuan
dari unit. Pengertian, meliputi kesadaran sopan santun, keleluasaan pribadi
(privasi), waktu tunggu, bahasa, perbedaan rasial atau suku, kepentingan konsultasi
dan bantuan sosial serta bantuan keagamaan.
6. Ada ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur) rekam
medik.
7. Semua pasien yang masuk harus melalui triase.
8. Triase harus dilakukan oleh dokter atau perawat senior yang berijazah atau
berpengalaman.
9. Triase sangat penting untuk penilaian kegawat daruratan pasien dan pemberian
pertolongan atau terapi sesuai dengan derajat kegawat daruratan yang dihadapi.
10. Petugas triase juga bertanggung jawab dalam organisasi dan pengawasan
penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.

Rumah Sakit yang hanya dapat memberi pelayanan terbatas pada pasien gawat
darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke Rumah Sakit lainnya. Gawat Darurat
adalah suatu keadaan dimana seseorang secara tiba-tiba dalam keadaaan gawat atau
akan menjadi gawat dan terancam jiwanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat
atau mati) bila tidak mendapat pertolongan segera.
6

Oleh karena definisi gawat darurat tersebut, maka Instalasi Gawat Darurat
merupakan salah satu bagian dari sebuah Rumah Sakit yang memegang peranan
penting. Hal tersebut jugalah yang membuat dalam sebuah IGD harus tersedia fasilitas
dan segala aspek yang dapat menunjang seluruh pasien gawat darurat yang datang,
terutama IGD dalam sebuah Rumah Sakit yang ramai akan pasien yang datang untuk
mendapatkan penanganan segera. Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan
pelayanan gawat darurat 24 (dua puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan
resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.

B. Standar Pelayanan Instalasi Gawat Darurat


Pentingnya peranan IGD sebagai ujung tombak pelayanan sebuah Rumah Sakit
membuat adanya beberapa aturan dasar yang harus dipenuhi guna kelancaran pelayanan
IGD. Standar sebuah IGD yang diatur oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia diatur
dalam KEPMENKES tahun 2008 tergantung dari tipe Rumah Sakit.

Klasifikasi pelayanan Instalasi Gawat Darurat terdiri dari :


1. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level IV sebagai standar minimal untuk Rumah
Sakit Kelas A.
2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar minimal untuk Rumah
Sakit Kelas B.
3. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II sebagai standar minimal untuk Rumah
Sakit Kelas C.
4. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I sebagai standar minimal untuk Rumah
Sakit Kelas D.

Setiap level I – IV memiliki ketentuan untuk memberikan pelayanan yang


dijelaskan dalam tabel 2.1. Mulai dari level I yang dituntut hanya sebatas melakukan
stabilisasi dan evakuasi setelah melakukan resusitasi Airway, Breathing dan
Circulation,s ampai pelayanan level IV yang dituntut untuk memberikan pelayanan
resusitasi hingga defibrilisasi, bahkan melakukan tindakan bedah cito bila diperlukan.
Oleh karena standar pelayanan yang harus diberikan pada setiap level berbeda,
maka tenaga medis yang harus disediakan oleh pelayanan Instalasi Gawat Darurat
memiliki standar yang berbeda pula pada setiap level. Pada pelayanan Level IV,
7

diwajibkan memiliki pelayanan dokter subspesialis on call, sedangkan level lainnya


tidak. Pada penyediaan tenaga dokter spesialis, diwajibkan spesialis Anak, Bedah,
Kandungan, serta Penyakit Dalam untuk dalam status on call pada pelayanan level II,
dan on site pada pelayanan level III maupun IV, serta on call untuk spesialis lainnya.
Pada level IV, ditambah tenaga spesialis anetesi on site serta dokter PPDS on site 24
jam. Untuk penyediaan tenaga dokter umum, dari level I – IV harus tersedia dalam
status on site 24 jam dengan kualifikasi bersertifikat pelatihan kegawatdaruratan seperti
Advance Trauma Life Support (ATLS), Advance Cardiac Life Support (ACLS), dan
yang sejenis lainnya. Begitu pula dengan tenaga kepala perawat S1 dan perawat lainnya,
harus memenuhi kualifikasi pelatihan kegawatdaruratan dengan status on site 24 jam.
Hal tersebut dirangkum dalam tabel 2.1.
8

Tabel 2.1 (Standar Pelayanan IGD Sesuai Level)

Level IV Level III Level II Level I

Memberikan pelayanan sebagai Memberikan pelayanan sebagai Memberikan pelayanan sebagai Memberikan pelayanan sebagai
berikut : berikut : berikut : berikut :

1. Diagnosis dan penanganan : 1. Diagnosis dan penanganan : 1. Diagnosis dan penanganan : 1. Diagnosis dan penanganan :
Permasalahan pada A, B, C Permasalahan pada A, B, C Permasalahan pada : Permasalahan pada :
dengan alat-alat yang lebih dengan alat-alat yang lebih A : Jalan nafas (Airway A : Jalan nafas (Airway
lengkap termasuk ventilator. lengkap termasuk ventilator. Problem) Problem)
2. Penilaian disability, 2. Penilaian disability, B : Pernafasan (Breathing B : Pernafasan (Breathing
penggunaan obat, EKG, penggunaan obat, EKG, Problem) Problem)
defibrilasi,. defibrilasi,. C : Sirkulasi Pembuluh Darah C : Sirkulasi Pembuluh Darah
3. Observasi HCU/R. 3. Observasi HCU/R. (Circulation Problem) (Circulation Problem)
Resusitasi-ICU. Resusitasi-ICU. 2. Penilaian Disability, 2. Melakukan stabilisasi dan
4. Bedah Cito. 4. Bedah Cito. Penggunaan obat, EKG, evakuasi
defibrilasi (Observasi HCU),
bedah Cito
9

Tabel 2.2 (Kualifikasi Tenaga IGD Sesuai Level Pelayanan)

Kualifikasi Tenaga Level IV Level III Level II Level I

1
Dokter Subspesialis Semua jenis on call - - -
14
Semua besar + Anestesi
1
on site Bedah, Obgyn, Anak,
1 Bedah, Obgyn, Anak,
Dokter Spesialis Penyakit Dalam on site (dr -
1
(dr Spesialis kain on Penyakit Dalam on call
Spesialis on call)
call)

On site 24 Jam (RS


Dokter PPDS On site 24 Jam - -
Pendidikan)

Dokter Umum (+Pelatihan


Kegawatdaruratan) On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam
GELTS, ATLS, ACLS, dll

Perawat Kepala S1 DIII


(+Pelatihan
Jam Kerja/ Diluar Jam Jam Kerja/ Diluar Jam
Kegawatdaruratan) Jam Kerja/ Jam Kerja/
Kerja Kerja
Emergensy Nursing,
BTLS, BCLS, dll

Perawat (+Pelatihan
On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam
Emergency Nursing)

Non Medis Bagian


Keuangan Kamtib (24 On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam
Jam) Pekarya (24 Jam)
10

C. Prosedur Administrasi Instalasi Gawat Darurat


Standarisasi Instalasi Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen
penilaian penting dalam perijinan dan akreditasi suatu Rumah Sakit. Sehingga proses
administrasi yang harus diselesaikan di IGD berbeda dengan pasien rawat jalan di
poliklinik Rumah Sakit. Penderita dari ruang IGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif,
ruang bedah sentral, ataupun bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk
ke Rumah Sakit lain. Untuk perawatan di IGD, pasien bisa dirawat dengan rawat inap
ataupun tidak, hal ini ditentukan seberapa parah sakit yang diderita pasien. Ketika pasien
datang, pasien langsung dibawa keruang IGD untuk diperiksa, dalam pemeriksaan ini
ditentukan apakah pasien harus rawat inap atau tidak.
1. Pasien Tidak Rawat Inap
a. Setelah pemeriksaan terhadap pasien selesai, jika tidak ada pendamping pasien,
pihak Rumah Sakit akan menelpon keluarga pasien untuk datang.
b. Proses selanjutnya pasien harus segera mendaftar di receptionist (khusus UGD),
kemudian diberi slip pembayaran untuk membayar biaya pemeriksaan dan biaya
obat.
c. Membayar di loket pembayaran
d. Kembali ke receptionist untuk menebus resep dengan menunjukkan slip
pembayaran yang sudah di sahkan di loket pembayaran sebagai bukti lunas
pembayaran.
e. Mengambil obat di apotek dengan memberikan resep terlebih dahulu
f. Setelah mendapat obat, jemput pasien di UGD dan pasien bisa pulang.

2. Pasien Rawat Inap


a. Setelah pemeriksaan terhadap pasien selesai dan pasien harus rawat inap,
pendamping pasien mendaftar di administrasi khusus rawat inap.
b. Setelah mendaftar dan mendapat ruangan, pasien segera dibawa ke ruangan rawat
inap.
c. Setelah pasien sembuh dan diberi izin pulang oleh dokter, pendamping harus
menyelesaikan administrasi dengan mengambil slip pembayaran biaya rawat inap
(sudah termasuk obat yang diberi selama rawat inap).
11

d. Pembayaran dilakukan di loket bank yang disediakan. Setelah proses administrasi


selesai, pendamping beserta pasien akan diberikan resume dan penjelasan
mengenai kondisi kesehatan pasien oleh dokter yang menangani.
e. Setelah itu pasien bisa pulang (pasien tidak perlu menebus resep obat, karena obat
sudah diberikan ketika masa rawat inap).
12

Bagan 2.1 (Alur Pendaftaran Pasien IGD)


13

D. Response Time (Waktu Tanggap)


Pengertian kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan yang dapat
diselesaikan dalam waktu yang telah di tentukan oleh unit penyelenggara pelayanan
Universitas Sumatera Utara (Kepmen: Nomor.63/KEP/M.PAN/7/2003). Kecepatan
pelayanan dalam hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan
perawat dalam waktu kurang dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD. Waktu
tanggap pada sistem realtime, di definisikan sebagai waktu dari saat kejadian (internal atau
eksternal) sampai instruksi pertama rutin pelayanan disebut dengan Event Response Time.
Sasaran dari penjadwalan ini adalah meminimalkan waktu tanggap angka keterlambatan
pelayanan pertama gawat darurat / Emergency Response Time Rate.
Response Time (waktu tanggap) merupakan waktu antara dari permulaan suatu
permintaan ditanggapi dengan kata lain dapat disebut waktu tanggap. Waktu tanggap yang
baik bagi pasien yaitu ≤ 5 menit. Response Time (waktu tanggap) atau ketepatan waktu
yang diberikan pada pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) memerlukan
standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat dengan Response Time (waktu tanggap) yang cepat dan
penangananan yang tepat. Response Time (waktu tanggap) juga di kategorikan dengan
prioritas P1 dengan penanganan 0 menit, P2 dengan penanganan <30 menit, P3 dengan
penanganan <60 menit. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana,
sumber daya manusia dan manajemen Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit sesuai
standar (Kemenkes, 2009).
Response Time (waktu tanggap) pelayanan merupakan kecepatan tindakan diawali
dari tanggapan atau respon perawat Instalasi Gawat Darurat (triage) sampai selesai
penanganan dari masalah pada pasien. Waktu tanggap pelayanan dapat dihitung dengan
hitungan menit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai hal yang baik mengenai jumlah
tenaga maupun komponen-komponen lain yang mendukung seperti laboratorium,
radiologi, farmasi dan administrasi. Dengan ukuran keberhasilan Response Time (waktu
tanggap) adalah selama < 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam (Basoeki dkk, 2008).
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat darurat
adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita gawat darurat
baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana. Keberhasilan waktu tanggap
14

sangat tergantung kepada kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian pertolongan
untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam
perjalanan hingga pertolongan Rumah Sakit. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah
waktu tanggap (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit mempunyai tugas menyelenggarakan
pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan
darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat
darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera yaitu cepat, tepat dan cermat
untuk mencegah kematian dan kecacatan (Soetrisno, 2013).

1. Response Time (waktu tanggap) tindakan berisi :


a. Response Time Triase, maksimal 3 menit, untuk mencapai target itu maka
dilaksanakan rencana kerja sebagai berikut :
1) Mempersiapkan perlengkapan alat yang sesuai
2) Menerima pasien
3) Melaksanakan pemeriksaan fisik
4) Menentukan pemberian label warna
b. Response Time Pemeriksaan dokter dan perawat, maksimal lima menit, untuk
mencapai target itu maka dilaksanakan rencana kerja sebagai berikut :
1) Melaksanakan pemeriksaan TTV
2) Melaksanakan pemeriksaan fisik
3) Melaksanakan anamnesa
4) Memberikan therapy
5) Melaksanakan therapy
c. Response time Penatalaksanaan IGD, maksimal 1,5 jam, untuk mencapai target itu
maka dilaksanakan rencana kerja sebagai berikut :
1) Melaksanakan tindakan keperawatan
2) Melaksanakan dokumentasi keperawatan
3) Menghubungi ruangan untuk kesiapan tempat
4) Mengantar pasien ke ruang rawat inap
15

Dapat disimpulkan bahwa waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan


pelayanan waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai
dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD. Waktu tanggap
pada sistem realtime, di definisikan sebagai waktu dari saat kejadian (internal atau
eksternal) sampai instruksi pertama rutin pelayanan disebut dengan Event Response
Time (Siahaan, 2010).

2. Faktor yang mempengaruhi Response Time (waktu tanggap)


Waktu tanggap merupakan hal yang paling umum untuk menjadi penilaian
kualitas pelayanan di sebuah Rumah Sakit. Secara garis besar faktor yang
mempengaruhi Response Time dibagi menjadi 2, yaitu faktor eksternal dan internal.
Faktor internal meliputi kinerja dari pada petugas baik medis, paramedis maupun non
medis yang bekerja pada Instalasi Gawat Darurat.
Standarisasi ketenagakerjaan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI pada
Pasal 1 Nomor 262 Tahun 1979 mendefinisikan tenaga medis adalah lulusan fakultas
kedokteran atau kedokteran gigi dan pascasarjananya yang memberikan pelayanan
medis dan pelayanan penunjang medis. Tenaga Para Medis Perawatan adalah lulusan
sekolah atau akademi perawat kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
paripurna. Tenaga Para Medis Non Perawat adalah seorang lulusan sekolah atau
akademi bidang kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan penunjang. Tenaga
Non Medis adalah seseorang yang mendapatkan ilmu pengetahuan yang tidak
termasuk pendidikan kedokteran, akademi perawat, maupun akademi bidang
kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan penunjang. Kinerja adalah prestasi
kerja atau hasil kerja (output) berupa produk atau jasa yang dicapai seseorang atau
kelompok dalam menjalankan tugasnya, baik kualitas maupun kuantitas melalui
sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor Internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-
sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai
kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang
16

mempunyai kinerja buruk disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah


dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.
Sebuah penelitian oleh Rahil (2012) menunjukkan perawat yang mempunyai
pengetahuan yang baik mempunyai peluang memiliki waktu tanggap lebih cepat
dibandingkan dengan perawat yang berpengetahuan kurang. Hasil ini menunjukkan
bahwa pengetahuan sangat mempengaruhi perawat dalam melakukan tugasnya.
Seiring dengan bertambahnya lama kerja yang telah dijalani oleh perawat akan
membentuk pengalaman kerja sehingga akan mampu meningkatkan pengetahuan dan
kompetensi dalam melaksanakan tugasnya. Sesuai dengan standard pelayanan
penyediaan tenaga medis di IGD, tenaga paramedis harus sudah mengikuti pelatihan
kegawatdaruratan. Tenaga paramedis harus dapat mengklasifikasikan pasien yang
datang ke IGD dengan cepat dan tepat karena klasifikasi tersebut menentukan prioritas
penanganan selanjutnya.
Setiap pasien gawat darurat perlu diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kasus gawat darurat
b. Kasus darurat tidak gawat
c. Kasus tidak gawat tidak darurat (non gawat darurat)
d. Kasus mati

Setiap klasifikasi tersebut memiliki kode warna tersendiri. Kasus gawat darurat
dilambangkan merah, kasus darurat tidak gawat diberikan warna kuning, kasus non
gawat darurat diberikan warna hijau, dan kasus mati diwarnai hitam. Pasien dengan
label merah merupakan prioritas utama. Bila terjadi kesalahan triase dari paramedis
akan berakibat fatal untuk penanganan kedepannya. Selain faktor internal diatas,
terdapat juga faktor eskternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan
rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Hal-hal inilah
yang mempengaruhi kinerja tenaga medis dan paramedis yang akan mempengaruhi
Respon Time (waktu tanggap) di IGD.
17

E. Triage / Triase
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan
dan sumber daya yang ada. Triase berasal dari bahasa prancis Trier bahasa inggris Triage
dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus
memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan
gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep
pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan
sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang
yang memerlukan perawatan di IGD setiap tahunnya (Pusponegoro, 2010). Triage adalah
suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan
pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan
tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan
dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).

1. Prinsip Dan Tipe Triage


Di Rumah Sakit, didalam triase mengutamakan perawatan pasien berdasarkan
gejala. Perawat triase menggunakan ABC (Airway-Breating-Circulation) keperawatan
seperti jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi,
respirasi, tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan
memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang
gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan jalan
nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu. Pasien-pasien ini mungkin memiliki kesulitan
bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung dan mereka menerima pengobatan
pertama. Pasien yang memiliki masalah yang sangat mengancam kehidupan diberikan
pengobatan langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan
banyak sumber daya medis (Bagus, 2007).
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan sistem prioritas,
prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi
pasien berdasarkan :
18

a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit.


b. Dapat mati dalam hitungan jam.
c. Trauma ringan.
d. Sudah meninggal.

Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan :


a. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
b. Menilai kebutuhan medis
c. Menilai kemungkinan bertahan hidup
d. Menilai bantuan yang memungkinkan
e. Memprioritaskan penanganan definitive
f. Tag Warna

2. Prinsip Dalam Pelaksanaan Triase


a. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang
mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen
kegawatdaruratan.
b. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Intinya, ketetilian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses
interview.
c. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila
terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
d. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat
seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal
tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostik dan tugas terhadap
suatu tempat yang dapat diterima untuk suatu pengobatan.
19

e. Tercapainya kepuasan pasien


1) Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat menetapkan
hasil secara serempak dengan pasien
2) Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang
dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit
dengan keadaan kritis.
3) Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga atau
temannya.

3. Pengambilan keputusan dalam proses triage


a. Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
b. Dapat mati dalam hitungan jam
c. Trauma ringan
d. Sudah meninggal
(Making the Right Decision A Triage Curriculum, 1995: page 2-3).

4. Tipe Triage Di Rumah Sakit


a. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
1) Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
2) Dilakukan oleh petugas yang tak berijazah
3) Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
4) Tidak ada dokumentasi
5) Tidak menggunakan protokol
b. Tipe 2 : Cek Triage Cepat
1) Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregistrasi atau
dokter
2) Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
3) Evaluasi terbatas
4) Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera
mendapat perawatan pertama
20

c. Tipe 3 : Comprehensive Triage


1) Perawat gawat darurat berpengalaman menyapa pasien.
2) Pasien yang membutuhkan perawatan segera dapat teridentifikasi dengan
cepat.
3) Tenaga kesehatan profesional yang kompeten melakukan pengkajian.
4) Pengkajian ulang dilakukan pada pasien dan keluarga.
5) Pertolongan pertama dan tindakan untuk menyelamatkan pasien dilakukan
lebih awal.
6) Pasien, keluarga dan pengunjung dapat terinformasikan tentang proses IGD.
7) Selama pengkajian, perawat gawat darurat memiliki kesempatan untuk
melakukan pendidikan kesehatan.
8) Perawat gawat darurat memutuskan area mana pada IGD yang sesuai dengan
kondisi pasien.
9) Jika protokol tertulis ada di IGD maka obat-obatan untuk demam, anti nyeri,
dan profilaksis tetanus dapat diberikan.
10) Perawat gawat darurat dapat meminta lab. dan radiografi berdasarkan
pedoman triase.
11) Pasien yang menunggu dicek kembali secara berkala sesuai dengan kabijakan
masing-masing IGD.
12) Jejaring komunikasi yang kuat akan terjaga antara area triase dan area
tindakan.

Beberapa tipe sistem triage lainnya :


a. Traffic Director
Dalam sistem ini, perawat hanya mengidentifikasi keluhan utama dan memilih
antara status “mendesak” atau “tidak mendesak”. Tidak ada tes diagnostik
permulaan yang diintruksikan dan tidak ada evaluasi yang dilakukan sampai tiba
waktu pemeriksaan.
21

b. Spot Check
Pada sistem ini, perawat mendapatkan keluhan utama bersama dengan data
subjektif dan objektif yang terbatas, dan pasien dikategorikan ke dalam salah
satu dari 3 prioritas pengobatan yaitu “gawat darurat”, “mendesak”, atau
“ditunda”. Dapat dilakukan beberapa tes diagnostik pendahuluan, dan pasien
ditempatkan di area perawatan tertentu atau di ruang tunggu. Tidak ada evaluasi
ulang yang direncanakan sampai dilakukan pengobatan.
c. Comprehensive
Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan dokter dan
perawat dalam menjalankan peran triage. Data dasar yang diperoleh meliputi
pendidikan dan kebutuhan pelayanan kesehatan primer, keluhan utama, serta
informasi subjektif dan objektif. Tes diagnostik pendahuluan dilakukan dan
pasien ditempatkan di ruang perawatan akut atau ruang tunggu, pasien harus
dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit (Iyer, 2004).

5. Klasifikasi Dan Penentuan Prioritas


Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada keluhan
utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasil
pengkajian fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive Speciality Standard, ENA tahun
1999, penentuan triase didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial
selain pada faktor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien
lewat sistem pelayanan kedaruratan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup
setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau meningkat keparahannya. Prioritas
adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan
yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul.

Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage adalah kondisi klien
yang meliputi :
a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
22

b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
c. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh
gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / pernafasan, Circulation / sirkulasi),
jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal / cacat (Wijaya, 2010).

Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :

Tabel 2.3 (Klasifikasi Triage)

Klasifikasi Keterangan
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan
kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan
hebat.
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti
oleh dokter spesialis. Misalnya : pasien
kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan
lainnya.
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa
tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien
sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat
langsung diberikan terapi definitive. Untuk
tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya
laserasi, fraktur minor / tertutup, sistitis, otitis
media dan lainnya.
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan
tanda klinis ringan / asimptomatis. Misalnya
penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya.
23

Tabel 2.4 (Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling))


Klasifikasi Keterangan
Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu
resusitasi dan tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera
yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada tangan dan
kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III
> 25%.
Prioritas II (kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital
bila tidak segera ditangani dalam jangka
waktu singkat. Penanganan dan pemindahan
bersifat jangan terlambat. Contoh: patah
tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II
dan III < 25 %, trauma thorak / abdomen,
laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka
sangat parah. Hanya perlu terapi suportif.
Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.
24

Tabel 2.5 (Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan (Iyer, 2004))

Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan
kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
a. Nyeri hebat
b. Perdarahan aktif
c. Stupor / mengantuk
d. Disorientasi
e. Gangguan emosi
f. Dispnea saat istirahat
g. Diaforesis yang ekstrem
h. Sianosis

6. Proses Triage
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu IGD. Perawat triage harus mulai
memperkenalkan diri, menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian cepat
kemudian pengkajian berlanjut di ruang tindakan. Pengumpulan data subjektif dan objektif
harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk
pengkajian perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien
di area pengobatan yang tepat; misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian
jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien
pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh
perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat,
pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus
didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah kategorisasi
keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya kebutuhan untuk memindahkan
pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika
pasien tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis (Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif bahwa ia
mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani
terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif
sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian
dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer).
25

a. Alur dalam proses triase:


1) Pasien datang diterima petugas / paramedis IGD.
2) Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas)
untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3) Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD)
4) Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna:
- Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya: Tension
pneumothorax, distress pernafasan (RR < 30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
- Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi tidak
ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur
tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar < 25%
luas permukaan tubuh, dsb.
- Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor,
memar dan lecet, luka bakar superfisial.
5) Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal
meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh
tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
6) Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah,
kuning, hijau, hitam.
7) Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan
diruang tindakan IGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,
penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit
lain.
8) Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih
lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien
dengan kategori triase merah selesai ditangani.
26

9) Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila
sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat
diperbolehkan untuk pulang.
10) Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
(Rowles, 2007).

b. Wawancara Triase
Pemberian salam dan sapaan yang dilakukan oleh seorang perawat triase dapat
menentukan kesan pengalaman berkunjung pasien selama di IGD. Meskipun perawat
berpengalaman melihat penyakit yang diderita pasien hanya cidera minor, pasien dapat
menjadi stres dan melihat melihat cedera ynag dialaminya sebagai suatu kondisi krisis.
Perawat harus netral dan berempati. Perawat triase harus memiliki keterampilan
interpersonal yang kuat, menganggapi dengan bijaksana setiap pertanyaan dan dapat
menghilangkan kecemasan pasien dengan informasi dan kepastian. Mengumpulkan
informasi vital sangat penting untuk membuat keputusan triase yang tepat. Tujuan dari
wawancara triase adalah untuk menentukan keluahan utama, memperoleh gambaran
tentang tanda dan gejala yang relevan, melakukan pemeriksaan dan menetapkan level
kegawatan pasien.

c. Dokumentasi Triase
Dokumen triase harus jelas, ringkas, dan mendukung kriteria level kegawatan.
Setiap Rumah Sakit harus memiliki kebijakan triase yang mencakup persyaratan
dokumentasi. Biasanya terdapat tempat spesifik pada lembar pemantauan/monitoring
pasien untuk mencatat hasil triase. Bagian pencatatan ini biasanya terdiri dari kotak
dengan daftar tilik, atau hanya bagian kosong untuk catatan naratif. Saat ini banyak
IGD yang menggunakan sistem dokumentasi terkomputerisasi. Setiap IGD perlu
memutuskan apakah penilaian seperti, hambatan belajar, kebutuhan gizi, atau
kekerasan dalam rumah tangga akan dilakukan pada proses triase atau dilakukan saat
pasien masuk area perawatan IGD. Pendokumentasian adalah pekerjaan
mencatat atau merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa
(pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.
27

Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :


1) Waktu dan datangnya alat transportasi
2) Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
3) Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4) Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5) Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus trauma, perawatan
minor versus perawatan kritis)

Permulaan intervensi (misal. balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur diagnostik
seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram (EKG), atau Gas Darah Arteri (GDA))
(ENA, 2005).
28

Tabel 2.6 (Komponen Dokumentasi Komprehensif Triase)


Komponen Dokumentasi Komprehensif Triase
1. Waktu dan jam kedatangan di IGD
2. Umur pasien
3. Keluhan utama
4. Waktu triase
5. Alergi (obat, makanan, lateks)
6. Penggunaan obat-obatan (resep, obat bebas, suplemen)
7. Level kegawatan
8. Tanda - tanda vital
9. Pertolongan pertama
10. Pengkajian ulang
11. Pengkajian nyeri
12. Riwayat penyakit sekarang
13. Pengkajian subjektif dan objektif
14. Riwayat medis penting
15. Menstruasi terakhir
16. Imunisasi tetanus terakhir
17. Prosedur diagnostik yang dilakukan
18. Obat-obatan yang diberikan di triase
19. Tanda tangan perawat
20. Pertimbangkan ha-hal berikut ini :
- Cara kedatangan
- Penggunaan penerjemah

d. Proses dokumentasi triage menggunakan sistem SOAPIE

S : data subjektif
O : data objektif
A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan
P : rencana keperawatan
I : implementasi, termasuk di dalamnya tes diagnostik
E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap pengobatan dan
perawatan yang diberikan (ENA, 2005).
29

Untuk mendukung kepatuhan terhadap standar yang memerlukan stabilisasi, dokumentasi


mencakup hal - hal sebagai berikut :

1) Deskripsi respon pasien terhadap pengobatan.


2) Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan lebih jauh pada kondisi
pasien. Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim.
3) Tindakan yang dilakukan atau pengobatan yang diimplementasikan di fasilitas
kesehatan pengirim.
30

BAB III
ANALISA DATA

A. Analisa Situasi Ruangan


Beberapa faktor yang mempengaruhi Response Time (waktu tanggap) penanganan
trauma yaitu mengenai jumlah tenaga medis maupun komponen-komponen lain yang
mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi, dan administrasi serta
kecepatan dan kualitas tenaga medis dalam pemberian pertolongan pertama pada pasien
trauma.
1. Jumlah Tenaga Medis
Jumlah tenaga medis merupakan aspek yang menunjang pelayanan pasien di
rumah sakit. Keadaan petugas yang kurang menyebakan penyelenggaraan pelayanan
tidak maksimal dan kurang memenuhi kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan.
Selain itu, akan mengalami kewalahan dalam menjalankan tugasnya sehingga
menurunkan tingkat kemampuan kerja. IGD RSUD Haji merupakan instalasi gawat
darurat bintang III yang harus memiliki dokter spesialis empat besar (dokter spesialis
bedah, penyakit dalam, spesialis anak, spesialis kebidanan) yang siaga di tempat (on-
site) dalam 24 jam, dokter umum siaga di tampat (on-site) 24 jam.

Perhitungan tenaga keperawatan di ruang Gawat Darurat Menurut DepKes 2005

Rumus :

Rt2 jumlah px prhr X jmlh jam prwtn prhr + Loss day


Jam efektif prwt

LossDay : Jmlh hr minggu dlm1 thn + Cuti X Jmlh prwt


Jmlh hari kerja efektif
31

2. Fasilitas Medis IGD


Fasilitas merupakan sarana bantu bagi instansi dan tenaga kesehatan dalam melakukan
pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Fasilitas dan penunjang yang harus tersedia
selain ditentukan oleh kelas IGD rumah sakit juga ditentukan oleh jumlah kasus yang
ditangani.

3. Ketanggapan dan Kinerja Tenaga Dokter


Kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) berupa produk atau jasa
yang dicapai seseorang atau kelompok dalam menjalankan tugasnya, baik kualitas
maupun kuantitas melalui sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas kerjanya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal
(disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya
kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan
seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek
disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak
memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. Faktor Eskternal yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan,
seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan,
fasilitas kerja dan iklim organisasi.
Ketanggapan dan kinerja tenaga medis berhubungan dengan aspek kesigapan
tenaga medis dalam penanganan dan pelayanan pasien di rumah sakit. Terdapat
beberapa indikator untuk minilai kinerja dokter yaitu, Seluruh dokter memiliki
privilege, kelengkapan jumlah dan jenis spesialis, memiliki izin praktek yang syah,
bersertifikat ATLS (IGD) mengikuti pelatihan teknis 20 jam setahun, ketepatan waktu
pelayanan, time reponse pelayanan, time motion pelayanan, pelayanan sesuai protap
dan standar mutu, menerapkan program patient safety, jumlah pasien yang dilayani,
kepuasan pasien terhadap dokter, besaran pendapatan yang dihasilkan dokter, tidak
adanya tuntutan terhadap dokter.
32

4. Definisi SWOT
Analisis SWOT merupakan sebuah bentuk perencanaan strategi bisnis yang diambil
dari empat sisi utamanya. SWOT terdiri dari Strength (Kekuatan), Weakness
(Kelemahan), Opportunity (Kesempatan/Peluang) dan Threat (Ancaman).

5. Faktor Analisis SWOT


Tabel 3.1 (Faktor Analisis SWOT)
Faktor Internal Faktor Eksternal
Strength (Kekuatan) dan Weakness PESTEL : Political (Politik), Economic
(Kelemahan) adalah kondisi keuangan, (Ekonomi), Social (Sosial), Technology
sumber daya manusia, masalah internal, (Teknologi), Environment (Lingkungan) dan
pencapaian perusahaan ataupun hal penting Legal (Peraturan/Hukum).
di perusahaan dan segala hal yang datang Faktor eksternal ini berasal dari luar
langsung dari dalam perusahaan. perusahaan, segala hal diatas dibedakan
menjadi Opportunity (Kesempatan) maupun
Threat (Ancaman).
33

6. Contoh Analisis SWOT Bisnis UKM


Tabel 3.2 (Analisis SWOT Bisnis UKM)
Strength (Kekuatan) 1. Konsep gaya yang ditawarkan adalah
kekinian atau update trendy terkini
2. Harga merakyat atau bisa dijangkau
semua kalangan, dengan kualitas bahan
yang baik
3. Lokasi yang mudah dijangkau dan tempat
yang nyaman
4. Memiliki website dan forum pribadi juga
kontak delivery order
5. Mengutamakan model terbaru dan
kekinian sesuai trend
6. Keterjaminan dalam penyampaian barang
yang dijual
Weakness (Kelemahan) 1. Kurangnya kemampuan untuk
menyediakan barang (ready stock)
2. Terkadang harus menunggu untuk bisa
mendapatkan barang yang dipesan
3. Modal untuk mengembangkan usaha
masih kurang
4. Modal besar untuk pembelian barang
5. Masih belum membuat produk tas sendiri
sebagai brand unggulan
Opportunity (Peluang) 1. Permintaan pasar yang terus-menerus ada,
didukung oleh trend tas wanita yang terus
berkembang
2. Masih jarangnya toko tas online yang
menyediakan forum untuk saling berbagi
satu sama lainnya
3. Social media membantu untuk pemasaran
dengan cepat, didukung banyaknya
influencer yang sesuai untuk target
market (wanita muda)
Threat (Ancaman) 1. Mulai banyak penjual tas online yang
bermunculan, menawarkan harga yang
terkadang jauh lebih murah
2. Harga dari supplier yang semakin mahal
dan peraturan pajak yang berubah dari
pemerintah
34

7. Analisa SWOT
Berdasarkan hasil Analisis yang sudah dilakukan di Ruang IGD Rumah Sakit Umum
Curup dari tanggal 15 – 20 Februari 2021 , didapatkan hasil analisa SWOT sebagai
berikut :

Tabel 3.3 (Analisis SWOT Kajian Situasional Ruang IGD RSUD Curup)

Analisa SWOT Bobot Rating Bobot x Rating

M1 (MAN)
Kekuatan (S)
1. Sebagian perawat sudah
mengikuti pelatihan seperti
0,3 2 0,6
BTCLS, ACLS, Resusitas
Neonatus, Manajemen
nyeri , K3RS, , PPGD,
ENBL
2. Seluruh perawat ruang IGD
sudah mempunyai STR. 0,3 2 0,6

3. Terdapat 1 orang dokter


spesialis di ruangan, 10 0,3 2 0,6 S-W
Orang dokter umum, 27
perawat dengan rincian (1,8- 1,2=0,6)
pendidikan 6 S.Kep
NERS, 21 D3
Keperawatan,10 bidan, 3
pembantu orang sakit, 1
petugas administrasi

TOTAL 1,8

Kelemahan (W)
1. 77, 8% perawat masih 0,2 2 0,4
berlatar belakang
pendidikan D3
Keperawatan.
2. Jenjang karir perawat 0,2 1 0,2
belum sesuai
35

3. Hasil perhitungan tenaga


perawat berdasarkan
0,2 3 0,6
Depkes jumlah perawat di
Ruang IGD masih kurang
sebanyak 15 orang

TOTAL 1,2
Peluang (O)
1. RS memberikan kebijakan 0,3 2 0,6
untuk memberikan
kesempatan tugas belajar
dan pelatihan bagi perawat
ruangan.
2. Adanya mahasiswa Ners
Keperawatan yang praktik 0,3 3 0,9
manajemen Keperawatan di O-T
Ruang IGD
(1,5-0,8= 0,7)
TOTAL 1,5

Ancaman (T)
1. Persaingan antar RS yang 0,3 3 0,9
semakin kuat dalam
menuju rumah sakit
internasional.

TOTAL 0,9

Analisa SWOT Bobot Rating Bobot x Rating

M2 (MATERIAL)
Kekuatan (S)
1. Akreditasi RS Tipe B 0,2 2 0,4
2. SOP lengkap sesuai
0,3 3 0,9
dengan 10 tindakan
terbanyak yang dilakukan
di IGD
3. Menjadi Rumah Sakit
0,2 2 0,4 S-W
Rujukan
(1,7-1=0,7)
TOTAL 1,7

Kelemahan (W)
1. Alat kesehatan yang sudah 0,1 2 0,2
ada tapi jumlahnya tidak
36

sesuai dengan kebutuhan


ruangan
2. Belum ada gudang, ruang
penyimpanan linen dan
ruang tempat penyimpanan 0,3 2 0,6
brankar dan denah ruangan
IGD.
3. Terdapat alat medis yang
tidak memiliki SOP. 0,1 2 0,2

TOTAL 1
Peluang (O)
1. Lokasi RS yang 0,5 3 1,5
berada ditengah
perbatasan
kabupaten
TOTAL 1,5
O-T
Ancaman (T)
(1,5-0,4= 1,1)
1. Persaingan antar RS yang 0,2 2 0,4
semakin kuat dalam
menuju rumah sakit
rujukan
TOTAL 0,4

Analisa SWOT Bobot Rating Bobot x Rating

M3 (METHODE)
Kekuatan
1. RSUD Curup memiliki
visi, misi, dan motto, yang
diterapkan pada seluruh
bidang yang terkait dalam 0,4 4 1,6
pelaksanaan pelayanan
kesehatan
2. Sudah ada format untuk
pendokumentasian asuhan 0,2 3 0,6
keperawatan
3. Timbang terima sudah
berjalan rutin dilakukan 0,1 3 0,3
4. Supervisi sudah maksimal 0,2 2 0,4
dilakukan scara rutin
37

5. Pelaksanaan metode tim S-W


sudah dilaksanakan. (3,1-1=2,1)
0.1 2 0,2

TOTAL 3,1

Kelemahan
1. Pre dan post conference 0,2 1 0,2
belum berjalan secara
optimal
2. Kepatuhan penggunaan
APD saat melakukan 0,2 2 0,4
tindakan invasif belum
optimal
3. Timbang terima belum 0,2 1 0,2
dilakukan berdasarkan
SBAR
4. Perawat jarang melakukan
double check pada saat 0,1 2 0,2
pemberian tindakan medis
lainnya.
TOTAL 1
Peluang (O)
1. Adanya mahasiswa Ners 0,3 4 1,2
yang praktek manajemen
keperawatan di instalasi
gawat darurat.
2. Dengan perkembangan 0,3 3 0,9
iptek dapat mendukung dan
meningkatkan pelayanan
kesehatan terhadap pasien
dengan melanjutkan O-T
jenjang pendidikan yang (3-1=2)
lebih tinggi bagi tenaga
kesehatan ruangan
3. Dengan adanya SOP yang
tersedia di instalasi gawat 0,3 3 0,9
darurat dapat menjadi
acuan dalam memberikan
pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal
TOTAL 3
38

Ancaman (T)
1. Tuntutan masyarakat 0,3 2 0,6
terhadap peningkatan
pelayanan kesehatan
2. Persaingan dari RS / klinik 0,2 2 0,4
lain
TOTAL 1

Analisa SWOT Bobot Rating Bobot x Rating

M4 (MONEY)
Kekuatan (S)
1. Selain gaji pokok, pegawai 0,2 3 0,6
RSUD Curup juga
mendapat upah insentif
2. Dana peralatan kesehatan S-W
dan prasarana penunjang 0,1 2 0,2 (1,8- 0,6= 1,2)
diperoleh dari dana BLUD
yang sudah dianggarkan
3. Adanya alokasi dana untuk
pelatihan yang diadakan
0,1 2 0,2
oleh Rumah Sakit bagi
perawat diruangan dari
bidang keperawatan
4. Adanya tunjangan hari
raya (THR) bagi PNS dan 0,2 4 0,8
Karyawan BLUD
TOTAL 1,8

Kelemahan (W)
1. Sistem gaji pegawai non- 0,3 1 0,3
PNS di ruangan belum
sesuai dengan UMR
2. Sistem pembayaran gaji
belum ada rincian terhadap 0,3 1 0,3
karyawan BLUD

TOTAL 0,6
Peluang (O)
1. Adanya program BPJS 0,3 2 0,6 O-T
yang dapat diikuti oleh
(0,8-0,4= 0,4)
semua warga Indonesia
39

2. Bekerjasama dengan pihak 0,2 1 0,2


institusi pendidikan
(Mahasiswa yang praktek
di klinik) melalui Diklat.
TOTAL 0,8

Ancaman (T)
1. Rumah sakit sekitar telah 0,2 2 0,4
memberlakukan gaji diatas
UMR

TOTAL 0,4

Analisa SWOT Bobot Rating Bobot x Rating

M5 (MARKETING)
Kekuatan (S)
1. Bentuk pemasaran /
marketing yang dilakukan 0.4 4 1.6
oleh bidang Promkes
RSUD yakni melalui media
cetak dan elektronik.
2. Pendaftaran pasien rawat 0.3 3 0.9
jalan bisa secara online.
3. Ruang IGD mempunyai 0.2 3 0.6
media informasi di bagian
luar ruangan berupa: 1 buah
banner tentang persyaratan
pelayanan pasien IGD, 1
buah banner tentang
penggolongan triase pasien S-W
IGD, 1 buah kotak saran, 3 (3,3- 2,1= 1,2)
buah poster yakni tentang
hak dan kewajiban pasien,
standar pelayanan IGD, dan
alur pelayanan IGD.
4. Bagian dalam ruangan IGD 0.1 2 0.2
terdapat 1 buah tempat
leaflet dan berisikan leaflet,
stiker dilarang memotret di
ruang bedah dan nonbedah.
TOTAL 3,3
40

Kelemahan (W)
0.4 4 1.6
1. Bidang promosi kesehatan
tidak menjadwalkan secara
khusus program
penyuluhan kesehatan di
ruang IGD.
2. Promosi kesehatan di ruang
0.3 3 0.9
IGD hanya mengharapkan
pada pemberi asuhan
(dokter, perawat dan bidan)
secara individual
3. Letak tempat leaflet kurang
0.3 2 0.6
strategis

TOTAL 2,1
Peluang (O)
0.4 3 1.2
1. Adanya mahasiswa
keperawatan yang sedang
praktek belajar di ruang
IGD RSUD Curup
2. Ada kerjasama antara pihak
0.7 4 2.8
RSUD Curup dengan
pemilik stasiun radio dan O-T
mediadi kota Curup yang
(4,0-1,0= 3,0)
biasa digunakan dalam
promosi kesehatan.
TOTAL 4,0
Ancaman (T)
1.0 1 1.0
1. Adanya rumah sakit
dan klinik lain.
TOTAL 1,0
41

Diagram 3.1 (Hasil Analisa SWOT Kajian Situasional)

Opportunity

Y (+)
Kuadran III Kuadran I
4

Market

3 1.2 – 3,0

2,5
Method
2 e
Material
1,5 2.1 – 2,
0.7 – 1,7
1 Money
Man
0,5 1,2– 0,4
X (- ) 0.6 – 0,7 X (+)

-2 -1,5 -1 -0,5 0,5 1 1,5 2 2,5 3


Strength
Weaknes

Kuadran IV
Kuadran II

Y (-)

Threat
42

B. Prioritas Masalah
Berdasarkan hasil analisa SWOT yang sudah dilakukan, didapatkan prioritas masalah
manajemen unit secara umum dari Ruang IGD RSUD Curup.

Tabel 3.2 (Prioritas Masalah Manajemen Unit Secara Umum Dari Ruang IGD RSUD
Curup)

Skoring Analisa SWOT


No Masalah Jumlah
IFAS EFAS

1 M5 : Market 1,2 3,0 4,2


2 M3 : Methode 2,1 2 4,1
3 M2 : Material 0,7 1,7 2.4
4 M4 : Money 1,2 0,4 1,5
5 M1 : Man 0.6 0,7 1,3
Jumlah 4.2 7 11.2

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan hasil masalah yang paling menonjol dari ruangan

IGD adalah pada M5, sedangkan menurut prioritasnya, masalah manajemen dalam

Keperawatan di RSUD Kota Curup adalah sebagai berikut :

1. M5 Market : 4,2

2. M3 Methode : 4,1

3. M2 Material : 2.4

4. M4 Money : 1,5

5. M1 Man : 1,3
43

1. M5: Market
Dari hasil analisa SWOT, ditemukan bahwa matriks space M5 (Marketing) berada
pada Kuadran I (Strategi Agresif) yang artinya dalam pelaksanaan manajemen
strategi, ruang IGD RSUD Kota Bandung dapat menggunakan strategi SO
(Kekuatan – Peluang), yaitu dengan cara memanfaatkan kekuatan internal untuk
menarik keuntungan dari peluang di lingkungan eksternal pada setiap kesempatan
yang ada.

2. M3: Methode
Dari hasil analisa SWOT, ditemukan bahwa matriks space M3 (Methode) berada
pada Kuadran I (Strategi Agresif) yang artinya dalam pelaksanaan manajemen
strategi, ruangan IGD RSUD Kota Bandung dapat menggunakan strategi SO
(Kekuatan – Peluang), yaitu dengan cara memanfaatkan kekuatan internal untuk
menarik keuntungan dari peluang di lingkungan eksternal.

3. M4: Money
Dari hasil analisa SWOT, ditemukan bahwa matriks space M4 (Money) berada pada
Kuadran I (Strategi Agresif) yang artinya dalam pelaksanaan manajemen strategi,
ruang IGD RSUD Kota Bandung dapat menggunakan strategi SO (Kekuatan –
Peluang), yaitu dengan cara memanfaatkan kekuatan internal untuk menarik
keuntungan dari peluang di lingkungan eksternal. Kekuatan utama yang dimiiki
Ruang IGD adalah Selain gaji pokok, pegawai IGD juga mendapat upah insentif,
Tunjangan hari raya.

4. M1 : Man
Dari hasil analisa SWOT, ditemukan bahwa matriks space M1 (Man) berada pada
Kuadran I (Strategi Agresif) yang artinya dalam pelaksanaan manajemen strategi,
ruang IGD RSUD Kota Bandung dapat menggunakan strategi SO (Kekuatan –
Peluang), yaitu dengan cara memanfaatkan kekuatan internal untuk menarik
keuntungan dari peluang di lingkungan eksternal.
44

Kekuatan utama yang dimiiki oleh Ruang IGD adalah :


a. Seluruh perawat sudah mengikuti pelatihan seperti BTCLS, ACLS, Resusitas
Neonatus, Manajemen nyeri , K3RS, PPGD, ENBL
b. Seluruh perawat ruang IGD sudah mempunyai STR.

5. M2 : Material
Dari hasil analisa SWOT, ditemukan bahwa matriks space M2 (Material) berada
pada Kuadran I (Strategi Agresif) yang artinya dalam pelaksanaan manajemen
strategi, ruang IGD dapat menggunakan strategi SO (Kekuatan – Peluang), yaitu
dengan cara memanfaatkan kekuatan internal untuk menarik keuntungan dari
peluang di lingkungan eksternal seperti lokasi RS yang berada ditengah kota dan
menjadi salah satu Rumah Sakit rujukan.
45

Planning Of Action (POA)

Tabel 3.3 (Planning Of Action)

No Masalah Sasaran Kegiatan Waktu PJ


MARKET
1 Letak tempat  Kepala Ruangan  Kolaborasi dengan kepala  Suleman
leaflet  Bidang PKRS ruangan
kurang  Konfirmasi dengan bidang Tanggal 13 s/d 21
strategis di PKRS September 2018 (sesuaikan
dalam  Menata letak kotak leaflet yang saja dengan teman2)
ruangan strategis
tindakan
2 Pendkes  Bidang PKRS  Konfirmasi dengan bidang  Suleman
kepada  Kepala ruangan PKRS  Nurhasana
pasien dan  Katim/Kasift  Melakukan sosialisasi kepada
keluarga  Perawat perawat ruangan
Tanggal 13 s/d 21
belum Pelaksana  Melakukan pemberian
September 2018 (sesuaikan
terlaksana pendidikan kesehatan bagi
saja dengan teman2)
dengan baik pasien
 Melakukan pemberian
pendidikan kesehatan bagi
keluarga pasien / pengunjung
3 Format  Bidang PKRS  Konfirmasi dengan bidang  Suleman
pendokument  Kepala ruangan PKRS  Nurhasana
asian hasil  Katim/Kasift  Mensosialisaikan kepada
Tanggal 13 s/d 21
penkes  Perawat parawat ruangan
September 2018 (sesuaikan
belum ada di Pelaksana
saja dengan teman2)
format
pengkajian
pasien IGD
46

4 Poster  Bidang PKRS  Konfirmasi dengan bidang  Suleman


dilarang  Kepala ruangan PKRS Tanggal 13 s/d 21  Nurhasana
memotret  Memasang Poster dilarang September 2018 (sesuaikan
tidak ada di memotret di dinding depan saja dengan teman2)
depan IGD IGD
5 Dena  Bidang PKRS  Konfirmasi dengan bidang  Suleman
Tanggal 13 s/d 21
ruangan IGD  Kepala ruangan PKRS  Nurhasana
September 2018 (sesuaikan
tidak ada di  Memasang Dena ruangan di
saja dengan teman2)
depan IGD dinding depan IGD
MONEY
1. Rincian gaji  Kepala Ruangan  Kolaborasi dengan kepala  Puryan Rikar
pegawai  Bagian ruangan untuk mengajukan  Nurinda Marjella
BLUD Keuangan rincian gaji ke bagian
Tanggal 13 s/d 21
belum ada keuangan.
September 2018
 Konfirmasi dengan bagian
keuangan mengenai rincian
gaji pegawai BLUD
47

DAFTAR PUSTAKA

Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. Edisi 7. Komisi Trauma “IKABI”
2004.

Anjaryani WD. 2009. Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan


Perawat di RSUD Tugurejo Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro: Semarang.

Dries D. Initial Evaluation of the Trauma Patient. Update on 2 January 2012,


available at http://www.medscape.com

Driscoll P, David Skinner. Initial assessment and management Primary Survey


Peter Driscoll. available at
www.primarytraumacare.org/PTCmain/Training/pdf/PTCC_INDO.pdf

Haryatun N. 2008. Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan Keperawatan Pasien


Cedera Kepala Kategori 1 – V di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Moewardi: Jawa
Tengah.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Tentang Standar


Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Tentang Standar


Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit. Jakarta.

Manuaba TW. Tindak bedah organ dan sistem organ payudara. In: R.
Sjamsuhidayat, Jong WD, editor. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2005.
p. 388- 401.

Purnama DI. 2008. Evaluation of Obstetric Emergency Referral Cases at Dr.


Cipto Mangunkusumo Hospital January - December 2008. Skripsi. Jakarta.
48

Pranowo KT, Hendrik. 2006. Pengaruh waktu Penatalaksanaan


Kegawatdaruratan Medis terhadap Mutu Pelayanan di Instalasi Gawat Daurat Bantul.
Skripsi. Yogyakarta.

Pratiwi A, Panggah W. 2008. Hubungan Beban Kerja Dengan Waktu Tanggap


Perawat Gawat Darurat Menurut Persepsi Pasien Di Instalasi Gawat Darurat RSU.
Pandan Arang Boyolali. Jawa Tengah.

Permana HP. 2007. Indikator Kinerja Rumah Sakit. Update on 26th January
2012, available at Indikator Kinerja RS-Hanna Subanegara.pdf.

Pranowo KT, Hendrik. 2006. Pengaruh waktu Penatalaksanaan


Kegawatdaruratan Medis terhadap Mutu Pelayanan di Instalasi Gawat Daurat Bantul.
Skripsi. Yogyakarta.

Sucista A. 2011. Pembuatan aplikasi penentuan rute optimal menuju pelayanan


gawat darurat berbasis mobile. Skripsi. Stmik Amikom: Yogyakarta.

Saanin S. Manajemen Penanganan Korban Bencana Tindakan Pada Pasien


Gawat-Darurat. Update on 29 th Desember 2011, available at
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery

Sleekr. 2017. Pengertian, Manfaat, dan Contoh Analisis SWOT Untuk Bisnis
UKM. Update on 21 February 2021., avalaible at https://sleekr.co/blog/analisis-swot-
untuk-bisnis-ukm/amp/
49

Kesimpulan
Level IV
Memberikan pelayanan sebagai berikut :
1. Diagnosis dan penanganan : Permasalahan pada A, B, C dengan alat- alat yang lebih
lengkap termasuk ventilator
2. Penilaian disability, penggunaan obat, EKG, defibrilasi
3. Observasi HCU/R. Resusitasi –ICU
4. Bedah Cito

Level III
Memberikan pelayanan sebagai berikut :
1. Diagnosis dan penanganan : Permasalahan pada A, B, C dengan alat- alat yang lebih
lengkap termasuk ventilator
2. Penilaian disability, penggunaan obat, EKG, defibrilasi
3. Observasi HCU/R. Resusitasi –ICU
4. Bedah Cito

Level II
Memberikan pelayanan sebagai berikut:
1. Diagnosis dan penanganan : Permasalahan pada A: Jalan nafas (Airway problem) B:
Pernafasan (Breathing problem) dan C: Sirkulasi pembuluh darah (Circulation
problem)
2. Penilaian disability, penggunaan obat, EKG, defibrilasi
3. Bedah Cito

Level I
Memberikan pelayanan sebagai berikut:
1. Diagnosis dan penanganan : Permasalahan pada A: Jalan nafas (Airway problem) B:
Pernafasan (Breathing problem) dan C: Sirkulasi pembuluh darah (Circulation
problem)
2. Melakukan Stabilisasi dan evakuasi
50

Level IV Level III Level II Level I

Memberikan Memberikan Memberikan Memberikan pelayanan


pelayanan sebagai pelayanan sebagai pelayanan sebagai sebagai berikut:
berikut: berikut: berikut: 1. Diagnosis dan
1. Diagnosis dan 1. Diagnosis dan 1. Diagnosis dan penanganan :
penanganan : penanganan : penanganan : Permasalahan pada
Permasalahan pada Permasalahan Permasalahan A: Jalan nafas
A, B, C dengan pada A, B, C pada A: Jalan (Airway problem) B:
alat- alat yang lebih dengan alat- alat nafas (Airway Pernafasan
lengkap termasuk yang lebih lengkap problem) B: (Breathing problem)
ventilator. termasuk Pernafasan dan C: Sirkulasi
2. Penilaian disability, ventilator. (Breathing pembuluh darah
penggunaan obat, 2. Penilaian problem) dan C: (Circulation
EKG, defibrilasi. disability, Sirkulasi problem).
3. Observasi HCU/R. penggunaan obat, pembuluh darah 2. Melakukan
Resusitasi –ICU. EKG, defibrilasi. (Circulation Stabilisasi dan
4. Bedah Cito 3. Observasi HCU/R. problem). evakuasi.
Resusitasi –ICU. 2. Penilaian
4. Bedah Cito disability,
penggunaan obat,
EKG, defibrilasi.
3. Bedah Cito
51

Kualifikasi Tenaga Level IV Level III Level II Level I

1
Dokter Subspesialis Semua jenis on call - - -
14
Semua besar + Anestesi
1
on site Bedah, Obgyn, Anak,
1 Bedah, Obgyn, Anak,
Dokter Spesialis Penyakit Dalam on site (dr -
1
(dr Spesialis kain on Penyakit Dalam on call
Spesialis on call)
call)

On site 24 Jam (RS


Dokter PPDS On site 24 Jam - -
Pendidikan)

Dokter Umum (+Pelatihan


Kegawatdaruratan) On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam
GELTS, ATLS, ACLS, dll

Perawat Kepala S1 DIII


(+Pelatihan
Jam Kerja/ Diluar Jam Jam Kerja/ Diluar Jam
Kegawatdaruratan) Jam Kerja/ Jam Kerja/
Kerja Kerja
Emergensy Nursing,
BTLS, BCLS, dll

Perawat (+Pelatihan
On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam
Emergency Nursing)

Non Medis Bagian


Keuangan Kamtib (24 On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam On site 24 Jam
Jam) Pekarya (24 Jam)
52

Definisi

1. Pasien Gawat Darurat : adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat
atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
2. Pasien Gawat Tidak Darurat : adalah pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
3. Pasien Darurat Tidak Gawat : adalah pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba,
tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badanya, misalnya luka sayat dangkal.
4. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat : adalah pasien yang datang dalam keadaan baik
tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misalnya pasien dengan Ulcus
tropicum.
5. Kecelakaan (accident) adalah suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor
yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera (fisik,
mental, sosial).

Jenis-Jenis Tindakan Emergency

1. Tindakan penyelamatan jiwa pada pasien henti nafas dan henti jantung
2. Penanganan serangan jantung / payah jantung, sesak nafas
3. Penanganan akut abdomen
4. Resusitasi cairan akibat dehidrasi / penanggulangan shock
5. Penanggulangan pendarahan saluran cerna
6. Penanggulangan penyakit stroke
7. Penanggulangan trauma / kecelakaan
8. Penanggulangan patah tulang, kelainan muskuloskeletal
9. Penanggulangan intotoksikasi obat / bahan lain
10. Penanganan penyakit akut lainnya
11. Pembedaan minor
12. Penanggulangan bencana alam
13. Penanganan keracunan massal
53

Tenaga Medis

(Dokter-Dokter IGD Memiliki Latar Belakang Pendidikan)

1. PPGD (Penanggulangan Pasien Gawat Darurat)


2. ACLS (Advance Cardiac Life Support)
3. Serta pelatihan – pelatihan lain yang sangat diperlukan dalam menangani kasus –
kasus gawat darurat.

Fasilitas

IGD RS. Usada Insani memiliki sarana serta prasarana yang memadahi, berkapasitas
11 tempat tidur yaitu :

1. Ventilator Ambulatory
2. Peralatan Resusitasi
3. Rung tindakan medical
4. Ruang observasi
5. Ruang tindakan bedah minor
6. Ruang tunggu yang nyaman
7. Ambulans
8. IGD RS. Usada Insani menerima pasien yang berobat baik pasien umum, asuransi
dan pasien jaminan perusahaan
54

Definisi Trauma
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Definisi ini
memberikan gambaran superfisial dari respon fisik terhadap cedera. Trauma juga
mempunyai dampak psikologis dan sosial dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas
seseorang. Trauma merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur di bawah 35
tahun. Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor empat, tetapi pada
kelompok umur 15-25 tahun, merupakan penyebab kematian utama.
Trauma dpat didefinisikan sebagai cedera pada tubuh akibat pemajanan akut tubuh
kesuatu bentuk energi atau akibat ketiadaan suatu bahan esensial misalnya oksigen dan panas
(Shechy,1989). Walaupun jaringan memiliki elastisitas untuk menyerap energi, namun
apabila kemampuan tersebut terlampaui maka akan terjadi cedera. Cedera dapat terbatas
pada satu organ atau sistem, misalnya pada kecelakaan lalu lintas yang banyak
mengakibatkan cedera pada kepala, dada, perut, dan tulang.
Tidak seperti penyakit progresif, trauma adalah suatu kejadian akut. Dalam
beberapa detik, kondisi pasien trauma dapat bergeser dari keseimbangan relatif menjadi stres
fisiologis yang berat. Derajat stres bergantung pada faktor-faktor misalnya keparahan cedera
yang dialami, efektivitas usaha resusitasi, usia dan patofisiologi yang sudah ada sebelumnya
(Richardson & Rodriguez, 1987). Anak, lansia, dan pasien yang sudah mengidap penyakit
lain dapat meninggal akibat stres dalam waktu yang lebih cepat dan memiliki resiko
mengalami komplikasi yang lebih besar. Di pihak lain tubuh anak yang lebih besar dan orang
dewasa muda yang sehat dapat melakukan kompensasi lebih lama sehingga deteksi cedera
yang samar menjadi lebih sulit.

Anda mungkin juga menyukai