1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spriritual memiliki banyak
kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan dari kebutuhan yang
paling dasar seperti makan, minum, bernapas, elimininasi, reproduksi dan
istirahat.
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang
pada dasarnyamemiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena budaya, maka
kebutuhan tersebutpun ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhan manusia
menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Jika gagal memenuhi
kebututhannya manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak untuk
berusaha mendapatkannya.
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan.
Berdasarkan teori Virginia Henderson ada 14 kebutuhan dasar manusia
dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu 1)Bernapas secara normal;
2)Makan dan minum yang cukup; 3)Eliminasi (buang air besar dan kecil);
4)Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan; 5)Tidur dan
istirahat; 6)Memilih pakaian yang tepat; 7)Mempertahankan suhu tubuh dalam
kisaran normal dengan menyesuaikan pakaian yang dikenakan dan modifikasi
lingkungan; 8)Menjaga kebersihan diri dan lingkungan; 9)Menghindari bahaya
dari lingkungan dan menghindari yang membahayakan orang lain;
10)Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi,
kebutuhan, kekhawatiran dan opini; 11)Beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan; 12) Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai
kebutuhan hidup; 13)Bermain dan berpartisipasi dalam berbagai bentuk
rekreasi; 14)Belajar, menemukan atau memuaskan rasa ingin tahu yang
mengarah pada perkembangan yang normal, kesehatan, dan penggunaan
fasilitas kesehatan yang tersedia;
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital
dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup
udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem
respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan O2
ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat
menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan.
Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar
pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2
dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses
respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi
pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2.
Nn. R (22 tahun) merupakan salahsatu klien yang berada di Ruang
Teratai Putih RSUD R. Syamsudin, SH. Kronologis masuk rumah sakit karena
tertabrak sebuah angkutan umum pada saat klien menyebrang di jalan raya.
Diagnosa medis Nn. R yaitu CKR. Sudah dirawat di ruangan Teratai putih atas
selama 4 hari saat dilakukan pengkajian. Penampilan secara umum klien
terpasang nasal kateter (3 Lpm), terpasang infus RL (20 Tpm).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat kasus
kebutuhan dasar manusia sebagai sebuah laporan dengan judul
Asuhan Keperawatan pada Nn. R dengan gangguan kebutuhan oksigenasi di Ruang
Teratai RSUD *** B.
B. Tujuan Penulisan
1.Tujuan umum
Sebagai salahsatu tugas early exposure I dalam mata kuliah KDK II.
2.Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan tugas ini adalah sebagai berikut:
1. Mampu melakukan pengkajian pada Asuhan Keperawatan
2. Mampu membuat Diagnosa keperawatan menurut prioritas pada
Nn. R
3. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada pasien Nn. R 4
Mampu menerapkan tindakan keperawatan pada pasien Nn. R .
Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah di laksanakan sesuai
dengan tujuan yang telah diterapkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi kebutuhan oksigenasi
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan
aktivitas berbagai organ atau sel (Hidayat, 2009). Oksigen merupakan gas
tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses
metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan
air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh
akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel
(Mubarak, 2007). Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital
dalam proses metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh
sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2
ruangan setiap kali bernapas (Wartonah Tarwanto, 2006) Terapi oksigen
adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam udara ruangan adalah
21%. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen yang
adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stres
pada miokardium ( Mutaqqin, 2005 )
B. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi menurut NANDA (2011), yaitu hiperventilasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri, cemas, penurunan energy atau
kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan
kognitif atau persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan
otot pernafasan dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.
C. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses
ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan
ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan
menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses
ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup,
afterload preload dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi
pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002)
D. Manifestasi klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan
8 untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea,
ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi tubuh menunjukan posisi 3
poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter
anterior- posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi
tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi
gangguan oksigenasi (NANDA, 2011). Beberapa tanda dan gejala kerusakan
pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas,
hipoksia, kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat,
kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun,
abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2011).
E. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen
1) Faktor fisiologis
a. Penurunan kapasitas membawa oksigen
b. Penurunan konsentrasi oksigen oksigen yang diinspirasi
2) Faktor perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang
sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil
dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa
kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi
terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan
berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak
dan pola napas. Tahap perkembangan klien dan proses penuaan yang normal
mempengaruhi oksigenasi jaringan: Bayi Prematur, Bayi dan Todler, Anak
usia sekolah dan remaja, Dewasa muda dan dewasa pertengahan dan Lansia.
3) Faktor lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin
tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat
dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki
laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang
meningkat. Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan
berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah
panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung
meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan
yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya
meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung
sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.
4) Gaya hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan
dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan
pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi
penyakitparu
5) Status kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat
menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan
tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada
terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu
penyakit- penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya
terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang
mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi
membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi
transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.
6) Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam
pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila
memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan
kedalaman pernapasan.
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan sel jaringan.
8) Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini
sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit
disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena
usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu
ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti
pada penderita asma.
F. Pemeriksaan fisik
1. Mata
a. Konjungtiva pucat (karena anemia)
b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
c. Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau
endokarditis)
2. Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b. Penurunan turgor (dehidrasi)
c. Edema periorbital.
3. Jari dan kuku
a. Sianosis
b. Clubbing finger.
4. Mulut dan bibir
a. membrane mukosa sianosis
b. bernapas dengan mengerutkan mulut.
5. Hidung
a. Pernapasan dengan cuping hidung.
6. Vena leher
a. Adanya distensi / bendungan.
7. Dada
a. retraksi otot Bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas
pernapasan, dispnea, obstruksi jalan pernapasan)
b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
c. Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran/rongga pernapasan
d. Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial) atau Suara
napas tidak normal (creklerlr/rales, ronkhi, wheezing, friction
rub/pleural friction), Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness)
8. Pola pernapasan
a. pernapasan normal (eupnea)
b. pernapasan cepat (tacypnea)
c. pernapasan lambat (bradypnea)
G. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan oksigenasi yaitu:
1) EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung,
mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.
2) Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond
jantung terhadap stres fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi
tentang respond miokard terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan
menentukan keadekuatan aliran darah koroner.
3) Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi ;
pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah (AGD).
H. Penatalaksanaan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
a. Pembersihan jalan nafas
b. Latihan batuk efektif
c. Suctioning
d. Jalan nafas buatan