Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN RASA AMAN DAN NYAMAN (NYERI)


DI RUANG ASOKA
RSUD DR. HARYOTO
PERIODE TANGGAL 21-26 JUNI 2021

Oleh :

NAMA : AFIYATUL HASANIYAH


NIM : 202303101058

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Konsep Kebutuhan Rasa Aman & Nyaman (Nyeri)
A. Definisi
Kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan
sehari-hari) (Potter & Perry, 2006). Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan
psikologis. Pemenuhan kebutuhan keamanan dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari
kecelakaan baik pasien, perawat atau petugas lainnya yang bekerja untuk pemenuhan
kebutuhan tersebut (Asmadi, 2008).
Perubahan kenyamanan adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dan berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, 2006).
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan actual atau potensial yang di gambarkan sebagai kerusakan
(Internalional Associatron for the study of poin); awita yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan berakhirnyadapat diantisipasi atau di prediksi (Nanda
International INC, 2015-2017). Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam
dimensi fisik psikospiritual, lingkungan dan social. (SDKI, 2016). Jadi dapat disimpulkan
bahwa nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat.

B. Keseimbangan/Nilai Normal
Menilai keseimbangan atau nilai normal nyeri menggunakan skala numerik verbal,
skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Yaitu
dengan skala 0 berarti tidak nyeri dan 10 nyeri berat. Semakin nilainya besar, semakin besar
pula tingkat nyeri.
0-1 tidak nyeri
1-3 nyeri ringan
3-7 nyeri sedang
7-9 nyeri berat
9-10 nyeri sangat berat
Teori VAS (Visual Analog Scale) Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi
tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis
sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter. Ini memudahkan pasien untuk
menunjukkan skala nyeri, karena pasien hanya menunjuk saja dengan jari dan perawat
menjelaskan tentang skala nyeri tersebut.

C. Organ Pengatur Nyeri


Organ pengatur nyeri terbagi menjadi beberapa dan yang paling penting yaitu
Saraf perifer terhadap nyeri dan sistem saraf pusat yang berfungsi :
1) Saraf perifer terhadap nyeri
Nosiseptor atau reseptor nyeri, merupakan suatu kelas aferen primer yang terspesialisasi
dimana memberikan respon terhadap rangsangan yang intens dan berbahaya pada kulit,
otot, sendi, viseral, maupun pembuluh darah.
2) Sistem saraf pusat
Korteks somatosensoris otak depan (SI dan SII) bertanggung jawab pada sensoris-
diskriminatif terhadap rangsangan nyeri perifer (contohnya lokasi dan intensitas nyeri),
korteks limbik dan thalamus juga bertanggung jawab terhadap persepsi komponen
motivasi-afektif nyeri.
D. Ketidakseimbangan dan Jenis-jenisnya
1. Nyeri akut
Selang waktunya lebih singkat dengan tanda – tanda klinis antara laina berkeringat banyak,
tekanan darah naik, nadi naik, pucat dan dengan respon pasien, umunya menaggis, teriak
atau mengusap daerah yang nyeri.
2. Nyeri kronik Mempunyai selang waktu yang lebik lama dan dapat berlangsung lebih dari
enam bulan.
3. Nyeri intensitasnya
- Nyeri berat ( 7 – 10 )
- Nyeri sedang ( 3 – 6 )
- Nyeri ringan ( 0 – 3 )
4. Nyeri berdasarkan tempatnya
a. Pheriperal pain, yakni nyeri yang terasa pada permukaan tubuh,misalnya pada kulit,
mukosa
b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada
organ-organ tubuh visceral.
c. Refered pain, yakni nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam
tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal
nyeri.
d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat,
spinal cord, batang otak, talamus dan lain-lain.
5. Nyeri berdasarkan sifatnya:
a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu lama.
c. Proxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri
tersebut biasanya ± 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.

E. Factor Yang Mempengaruhi


Reaksi klien terhadap nyeri sangat personal dan memberikan
berbagai variasi terhadap pengalaman nyeri antar individu.
1) Persepsi nyeri
Persepsi nyeri atau interpretasi nyeri merupakan komponen penting dalam pengalaman
nyeri. Oleh karena kita menerima dan menginterpretasikan nyeri juga dirasakan berbeda
pada tiap individu. Persepsi nyeri tidak hanya bergantung dari derajat kerusakan fisik. Baik
stimulus fisik maupun faktor psikososial dapat memengaruhi pengalaman kita akan nyeri.
Walaupun beberapa ahli setuju mengenai efek spesifik dari faktor-faktor ini dalam
memengaruhi persepsi nyeri yaitu kecemasan, pengalaman, perhatian, harapan, dan arti di
balik situasi pada saat terjadinya cedera (Black & Hawks, 2014).
2) Faktor sosiobudaya
Ras, budaya, dan etnik merupakan faktor yang memengaruhi seluruh respons sensori,
termasuk respons terhadap nyeri. Peneliti menemukan bahwa penilaian perawat mengenai
nyeri yang dialami klien dipengaruhi oleh kepercayaan dan budaya mereka sendiri (Black
& Hawks, 2014).
3) Usia
Terdapat beberapa variasi dalam batas nyeri yang dikaitkan dengan kronologis usia.
Individu dewasa mungkin tidak melaporkan adanya nyeri karena takut bahwa hal tersebut
mengindikasikan diagnosis yang buruk. Nyeri juga dapat berarti kelemahan, kegagalan,
atau kehilangan kontrol bagi orang dewasa (Black & Hawks, 2014).
4) Jenis Kelamin
Jenis kelamin dapat menjadi faktor dalam respon nyeri, anak laki-laki jarang melaporkan
nyeri dibandingkan anak perempuan. Di beberapa budaya di Amerika Serikat, laki-laki
jarang mengekspresikan nyeri dibandingkan anak perempuan. Hal ini tidak berarti jika anak
laki-laki jarang merasakan nyeri, namun mereka jarang memperlihatkan hal itu. (Black &
Hawks, 2014).
5) Pengalaman Sebelumnya Mengenai Nyeri
Pengalaman sebelumnya mengenai nyeri memengaruhi persepsi akan nyeri yang di alami
saat ini oleh klien. Individu yang mengalami pengalaman buruk sebelumnya mungkin
menerima episode selanjutnya dengan lebih intens meskipun dengan kondisi medis yang
sama. Sebaliknya, klien mungkin melihat pengalaman mendatang secara positif karena
tidak seburuk sebelumnya(Black & Hawks, 2014).
6) Arti Nyeri
Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan klien lain, bergantung
pada keadaan dan interpretasi klien mengenai makna nyeri tersebut. Seorang klien yang
menghubungkan rasa nyeri dengan hasil akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan
sangat baik. Sebaliknya klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih
menderita (Kozier, 2011).
7) Ansietas
Ansietas sering kali menyertai nyeri. Ancaman dari sesuatu yang tidak diketahui dan
ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa yang menyertai nyeri sering kali
memperburuk persepsi nyeri. Seseorang yang mengalami nyeri percaya bahwa mereka
dapat mengontrol nyeri akan mengalami penurunan rasa takut dan ansietas yang akan
menurunkan persepsi nyeri mereka (Kozier, 2011).
8) Efek placebo
Plasebo biasa diberikan saat pemberi layanan Kesehatan meragukan apakah klien benar-
benar merasakan nyeri. Plasebo adalah pil yang berbentuk seperti obat biasa namun tidak
memiliki sifat atau kandungan obat. Ketika klien diberikan plasebo, mereka diberitahu
bahwa pil tersebut mengandung obat untuk mengatasi nyeri. Saat ini dilaporkan bahwa 30
% hingga 70% individu yang diberikan plasebo menyatakan nyeri mereka berkurang atau
reda pada waktu singkat (Black & Hawks, 2014).

F. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan keadaan fisik
a. Ekspresi wajah
- Menutup mata rapat-rapat
- Membuka mata lebar-lebar
- Menggigit bibir bawah
b. Verbal
- Menangis
- Berteriak
c. Tanda- tanda vital
- Tekanan darah meningkat
- Nadi meningkat
- Pernapasan meningkat
d. Ekstremitas
Amati gerak tubuh pasien untuk mealokasikan tempat atau rasa yang tidak
nyaman
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan pada abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemeriksaan fisik lainnya
d. CT SCAN (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah
di otak
G. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Menurut Wahyudi dan Wahid (2016) menjelaskan bahwa penanganan nyeri secara
farmakologi adalah seperti berikut ini:
1) Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai daerah opium seperti morfin dan kodein. Narkotik
memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan
dengan reseptor opioid dan mengaktifkan penekanan nyeri endogen pada susunan saraf
pusat. Namun penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernapasan di
medula batang otak.
2) Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen dan Ibuprofen selain memiliki efek
anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan antipiretik. Efek samping obat ini paling
umum terjadi gangguan pencernaan seperti adanya ulkus Gaster dan pendarahan Gaster.
b. Non farmakologi.
Tindakan pengontrolan nyeri melalui tindakan non farmakologi:
1) Membangun hubungan terapeutik perawat dan client
Terciptanya hubungan terapeutik antara klien dengan perawat akan memberikan
pondasi dasar terlaksananya Asuhan Keperawatan yang efektif pada klien yang
mengalami nyeri.
2) Bimbingan Antisipasi
Menghilangkan kecemasan klien sangatlah perlu, terlebih apabila dengan timbulnya
kecemasan akan meningkatkan persepsi klien.
3) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan
dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
4) Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah upaya untuk menciptakan kesan dalam pikiran klien,
kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap dapat
menurunkan persepsi klien terhadap nyeri titik
5) Ditraksi
Merupakan tindakan pengalihan perhatian klien ke hal-hal di luar negeri yang Dengan
demikian diharapkan dapat menurunkan kewaspadaan klien terhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri
6) Akupuntur
Akupuntur merupakan terapi pengobatan Kuno dari Cina dimana akupuntur
menstimulasi titik-titik tersebut pada tubuh untuk meningkatkan aliran energi
disepanjang jalur yang disebut jalur Meridian.
7) Biofeedback
Metode elektrik yang mengukur respon fisiologis seperti gelombang pada otak,
kontraksi otot atau temperatur kulit kemudian mengembalikan memberikan informasi
tersebut pada pilihan.
8) Stimulasi Kutaneus
Teknik ini bekerja dengan menstimulasi permukaan kulit untuk mengontrol nyeri.
Sebagai contoh tindakan ini adalah mandi air hangat atau sauna, masase Kompres
dengan air dingin atau panas pijatan dengan mentol atau TENS (Transkutaneus
Electrical Nerve Stimulation).
9) Akupresur
Terdapat beberapa teknik akupresur untuk membebaskan rasa nyeri yang dapat
dilakukan secara mandiri. Klien dapat menggunakan ibu jari atau jari untuk
memberikan tekanan pada titik akupresur untuk membebaskan ketegangan pada otot
kepala, bahu atau leher.
10) Psikoterapi
Psikoterapi dapat menurunkan persepsi pada nyeri pada beberapa klien, terutama pada
klien yang sangat sulit sekali mengontrol nyeri, pada klien yang mengalami depresi,
atau pada klien yang pernah mempunyai riwayat masalah psikiatri.

II. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Aman dan Nyaman


A. Pengkajian
1. Anamnesa
1) Identitas
Melakukan pengkajian yang meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur, umur, status
perkawinan, pekerjaan, alamat, pendidikan terakhir, tanggal masuk, nomer register,
diagnosa medis, dan lain-lain.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Penyakit Sekarang
c. Riwayat Penyakit Dahulu
d. Riwayat Penyakit Keluarga
3) Riwayat nyeri:
a) Lokasi. Meminta klien untuk menunjukkan area nyeri
b) Intensitas nyeri. Penggunaan skala intensitas nyeri, yang sering dilakuakan adala
rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0 menunjukkan tidak nyeri, sedangkan 10 merupakan
nyeri terhebat
c) Kualitas nyeri.
d) Pola. Meliputi awitan, durasi, kekambuhan atau interval nyeri (kapan nyeri dimulai,
berapa lama berlangsung, apakah nyeri berulang, kapn nyeri terkahir muncul).
e) Faktor presipitasi. Aktifitas fisik berat dapat menimbulkan munculnya nyeri,
stressor fisik dan emosional juga memunclkan nyeri.
f) Gejala yang menyertai. Mual, muntah, pusing, diare
g) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari. Sejauh mana nyeri dapat mempengaruhi
aktivitas klien, kaji tidur, nafsu makan, konsentrasi, pkerjaan, hubungan
interpersonal, aktivitas di rumah, status emosional
h) Sumber koping.
i) Respon afektif. Kaji perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal ada
diri klien
j) Ekspresi klien terhadap nyeri Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan
kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan
nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang
tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus
ketika pengkajian.
k) Klasifikasi pengalaman nyeri Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien
akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang
karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan
apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.
l) Karakteristik nyeri Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah
adanya riwayat nyeri, keluhan nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu serangan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST:
- P: provoking/pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
- Q: quality dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat
- R: region, yaitu daerah perjalanan nyeri
- S: severity adalah keparahan atau intensitas nyeri
- T: time adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.

2. Pemeriksaan Fisik (data focus):


e. Ekspresi wajah
- Menutup mata rapat-rapat
- Membuka mata lebar-lebar
- Menggigit bibir bawah
f. Verbal
- Menangis
- Berteriak
g. Tanda- tanda vital
- Tekanan darah meningkat
- Nadi meningkat
- Pernapasan meningkat
h. Ekstremitas
Amati gerak tubuh pasien untuk mealokasikan tempat atau rasa yang tidak nyaman

3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan pada abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemeriksaan fisik lainnya
d. CT SCAN (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di
otak

B. Diagnosa Keperawatan Utama


1. Definisi/Pengertian Nyeri Akut
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang 3 bulan.
Penyebab
1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

2. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Mengeluh nyeri
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
3. Tekanan darah meningkat
4. pola napas berubah
5. nafsu makan berubah
6. proses berpikir terganggu
7. Menarik diri
8. Berfokus pada diri sendiri
9. Diaforesis
10. Factor Yang Berhubungan
Kondi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma

C. Planning/Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tingkat nyeri
menurun dan kontrol nyeri meningkat dengan kriteri hasil :
e. Tidak mengeluh nyeri
f. Tidak meringis
g. Tidak bersikap protektif
h. Tidak gelisah
2. Intervensi dan Rasional
Intervensi Utama :
Dukungan Nyeri Akut : Pemberian Analgesik
Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
b. Identifikasi riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika, nonnarkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
e. Monitor efektifitas analgesik Terapeutik
f. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
g. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
h. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respons pasien
i. Dokumentasikan respons terhadap efek
j. analgesik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
Dukungan Nyeri Akut : Manajemen Nyeri
Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respons nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

D. Masalah Keperawatan Lain Yang Bisa Terjadi


Nyeri Kronis
1. Definisi/Pengertian Nyeri Kronis
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan keruskan jaringan aktual tau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
Penyebab.
1. Kondisi muskuloskeletal kronis
2. Kerusakn sistem saraf
3. Penekanan saraf
4. Infiltrasi tumor
5. Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor
6. Gangguan imuntas (mis. neuropati terkait HIV, virus varicella-zoster)
7. Gangguan fungsi metabolik
8. Riwayat posisi kerja statis
9. Peningkatan indeks massa tubuh
10. kondisi pasca trauma
11. Tekanan emosional
12. Riwayat penganiayaan (mis. fisik, psikologis, seksual)
13. Riwayat penyalahgunaan obat/zat
2. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh nyeri
2. Merasa depresi (tertekan)
Objektif
1. Tampak meringis
2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1. Merasa takut mengalami cedera berulang
Objektif
1. Bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri)
2. Waspada
3. Pola tidur berubah
4. Anoreksia
5. Fokus menyempit
6. Berfokus pada disi sendiri

3. Faktor Yang Berhubungan


Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi kronis (mis arthritis reumatoid)
2. Infeksi
3. Cedera modula spinalis
4. Kondisi pasca trauma
5. Tumor

4. Planning/Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 2 pertemuan pagi dan sore
dalam satu hari diharapkan nyeri menurun dengan kriteria hasil :
a. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
b. Keluhan nyeri menurun
c. Pola nafas membaik
d. Frekuensi nadi membaik
e. Tekanan darah membaik
f. Pola tidur membaik
g. Mampu menggunakan teknik nonfarmakologis
(SLKI, L.08066)
2. Intervensi dan Rasional
Manajemen nyeri (I.08238)
Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (TENS,
hypnosis, terapi musik, terapi pijat, kompres hangat/ dingin)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1) Jelaskan strategi meredakan nyeri
2) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Perawatan Kenyamanan (I.08245)
Observasi
1) Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan (misal nyeri)
Terapeutik
1) Berikan posisi nyaman
2) Berikan kompres dingin atau hangat
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman
4) Dukung keluarga terlibat dalam terapi
5) Diskusikan mengenai pilihan terapi
Edukasi
1) Jelaskan mengenai pilihan terapi
2) Ajarkan teknik relaksasi kepada klien dan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti. (2017). Manajemen Nyeri Pada Lansia Dengan Pendekatan Non Farmakologi. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah, 2 (1): 179-182
Risnah, Risnawati HR, Maria Ulfah Azhar, Muhammad Irwan. (2019). Terapi Non Farmakologi
dalam Penanganan Diagnosis Nyeri Akut pada Fraktur : Systematic Review. Journal of Islamic
Nursing. 4(2) : 77-87
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.inna-
ppni.or.id
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta. Retrieved
from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Retrieved from http://www.innappni.or.id

Anda mungkin juga menyukai