Anda di halaman 1dari 4

Sukses Belajar di Perguruan Tinggi Itu

Mudah
Bachrudin Musthafa

Dalam pelbagai kesempatan saya pernah ditanya orang tentang bagaimana cara sukses belajar
di Perguruan Tinggi (PT). Hal ini wajar ditanyakan kepada saya dan muncul ke permukaan
karena saya sering mengatakan kepada publik bahwa meraih suskes akademik itu mudah,
dan –- tambahan lagi—pendidikan di PT itu mahal (apalagi kalau dilakukan di luar negeri).

Tak seperti yang terjadi di Indonesia yang tampaknya menganggap kisah dan strategi sukses
itu merupakan masalah nasib-peruntungan (a matter of luck) belaka dan, oleh karena itu,
tidak menarik perhatian para peneliti, di dalam tradisi penelitian di luar negeri, sukses dan
kegagalan dipandang sebagai sesuatu yang perlu dijelaskan. Dari cara pandang semacam ini
lahir berbagai studi tentang peran strategi-mengolah diri dalam berbagai bentuknya dan
dengan segala konsekuensinya. Dari riset yang dilakukan terus-menerus dan dikelola melalui
sistem publikasi yang sistematis dan terbuka, telah banyak strategi-sukses yang ditemukan
dan strategi ini telah diverifikasi secara terbuka oleh peneliti di mancanegara.

Tulisan ringkas ini bertujuan memaparkan berbagai strategi sukses belajar di PT dan
menjelaskan mengapa berbagai kebiasaan yang baik umumnya menyifati orang-orang yang
kemudian terbukti sukses dalam bidangnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, tulisan ini—
pertama-tama—akan menggambarkan pelbagai kebiasaan yang umumnya dilakukan
mahasiswa yang berkinerja akademik tinggi. Setelah itu akan dijelaskan cara berpikir
strategis yang telah terbukti membawa mahasiswa ke puncak prestasinya. Dengan cara ini
diharapkan bahwa sidang pembaca dapat menyadap strategi pengolahan-diri yang baik,
sehingga menjadi pantas untuk meraih tingkat sukses akademik yang diinginkannya.

Kebiasaan Strategis Para Mahasiswa Unggul

Kebiasaan-kebiasaan “pembawa sukses” sebenarnya tidak asing bagi kebanyakan


mahasiswa; dan kebiasaan ini sedemikian wajar dan masuk-akal sehingga banyak mahasiswa
terkecoh dan menganggap enteng faedahnya. Kebiasaan yang dimaksud mencakup yang
berikut: datang ke kelas dengan persiapan yang baik; menghadiri semua sesi yang
dijadualkan dosen; bersikap takzim kepada dosen/instruktur yang mengajar; belajar dengan
jadual tetap dan teratur; mengembangkan perangkat keterampilan-strategis yang
menguntungkan (Nelson, 1998).

Kebiasaan #1: Mahasiswa unggul menyiapkan diri sebelum datang ke kelas.

Pada pertemuan pertama, lazimnya, dosen memperkenalkan matakuliah yang diampu dan
diajarkannya kepada mahasiswa. Pada pertemuan ini dibahas tujuan dan cakupan matkuliah
serta berbagai pengalaman-belajar yang utama dan topik-topik utama yang akan dibahas
setiap pertemuan dilengkapi dengan tugas dan referensinya. Inilah “menu” pendidikan-
pengajaran yang telah diracik dosen untuk matakuliah ini yang – bila dikelola dengan baik—
akan mengantarkan mahasiswa pada pengetahuan, keterampilan, sikap, serta kebiasaan
berpikir tertentu.

Diedit ulang oleh A Y S


Target-target capaian setiap matakuliah biasanya telah disusun dosen pengampu dalam
bentuk topik atau tema pengetahuan/keterampilan dan/atau kebiasaan berpikir, yang
pencapaiannya dibangun setahap-demi-setahap melalui rangkaian dari satu sesi ke sesi
lainnya. Untuk memastikan pencapaian ini, dosen lazimnya akan menugaskan bacaan
dan/atau latihan tertentu untuk dikerjakan mahasiswa di luar kelas untuk kemudian dibahas di
dalam sesi berikutnya bersama dosen.

Mahasiswa yang kemudian terbukti berprestasi tinggi adalah mereka yang melakukan tugas-
tugas membaca dan/atau mengerjakan latihan mandiri sebelum datang ke kelas untuk
mengikuti kuliah. Karena persiapan yang dilakukannya sebelum bertemu dosen, para
mahasiswa unggul ini memperoleh kesempatan lebih dari satu kali memahami yang
dipelajarinya: pertama, pemahaman dibangun melalui upaya mandirinya dalam mengerjakan
tugas yang ditugaskan; kedua, penguatan-pemahaman diperolehnya ketika memperoleh
konfirmasi dan/atau penjelasan dari dosen secara langsung di kelas.

Kebiasaaan#2: Mahasiswa unggul menghadiri semua sesi kuliah yang dijadualkan dosen.

Sebagai tenaga professional yang menguasai bidang keahliannya, dosen umumnya


mengetahui secara persis tahapan-tahapan yang harus dilalui mahasiswanya dari suatu sesi ke
sesi lainnya dalam satu semester. Dalam sistem semester yang umumnya berisi 16 sesi itu,
misalnya, dosen menjadualkan sesi satu untuk memperkenalkan matakuliahnya (dari segi
tujuan matakuliah, cakupan matakuliah, dan ekspekstasi dosen tentang apa yang harus
dilakukan mahasiswa, dan sistem penilaian yang diberlakukan untuk matakuliah yang
diampunya ini). Pada sesi dua sampai sesi tujuh adalah sesi-sesi penting yang sarat akan
konsep dan kegiatan pengembangan keterampilan yang umumnya kemudian diujikan dalam
UTS (ujian tengah semester) pada pekan ke delapan. Pada sesi pekan ke sembilan sampai
dengan sesi pekan ke limabelas umumnya diisi dengan konsep-konsep baru dan/atau kegiatan
pendalaman serta pelanjutan pengembangan keterampilan. Sesi pekan ke enambelas
umumnya diisi dengan ujian akhir semester (UAS) yang cakupannya menyeluruh: materi dari
sesi awal sampai sesi terakhir dalam semester yang bersangkutan.

Oleh karena rangkaian sesi perkuliahan yang disusun dosen ini telah sedemikian ketat dan
saling-berkait, kemangkiran kuliah sangat merugikan mahasiswa itu sendiri karena hal ini
dapat membuat pemahamannya tidak lengkap dan/atau ketempilannya menjadi rumpang.
Untuk alasan ini pulalah, para mahasiswa unggul lazimnya akan mengupayakan sekuat
tenaga agar semua sesi perkuliahan dihadirinya. Dengan kehadirannya ini—paling tidak—
topik yang dibahas di kelas diketahui secara persis dan penjelasan serta pesan-pesan dari
dosen terikuti secara langsung dan lengkap.

Kebiasaan#3: Mahasiswa unggul besikap takzim kepada dosen yang mengajarnya.

Tanyakan kepada dosen: mahasiswa yang seperti apa yang diperkirakannya akan “menjadi
orang” kelak di kemudian hari. Jawabannya—kemungkinan besar—mengandung komponen-
komponen berikut: menghormati dan berbaik sangka kepada gurunya. Sikap takzim dapat
mewujud dalam berbagai bentuk, termasuk menganggap bahwa dosen itu menguasai
bidangnya—atau, paling tidak, mengetahui lebih banyak dan lebih mendalam dari mahasiswa
yang diajarnya. Selain itu, mahasiswa unggul merasakan maksud baik dosennya: dosen
menginginkan agar mahasiswa yang diajarnya mengerti dan terampil—bila perlu, melebihi
dirinya sendiri.

Diedit ulang oleh A Y S


Oleh karena mahasiswa unggul selalu menyiapkan diri sebelum datang ke kelas, dan dia hadir
pada semua sesi yang dijadualkan dosen, mahasiswa ini memiliki rasa percaya-diri
(confidence) untuk berdekat-dekat dengan dosen. Mahasiswa yang baik merasakan sinyal dari
dosennya bahawa dia dapat didekati: untuk keperluan penjelasan tambahan yang mungkin
diperlukan, atau bahan-bahan bacaan tambahan yang mungkin dapat membantu pendalaman
pemahaman mahasiswa.

Dengan demikian, mahasiswa yang baik ini melihat banyak pintu terbuka bagi kemajuannya
yang optimal dan tidak harus menunggu punya masalah bila ingin berbicara dengan dosen.

Kebiasaan #4 Mahasiswa unggul belajar secara teratur dan memiliki jadual tetap.

Mahasiswa unggul itu teratur: dia tahu kapan harus mengerjakan tugas yang mana; dia tahu
tugas mana saja yang dapat dikerjakan belakangan; dan dia tahu dengan pasti kegiatan mana
yang dapat dikesampingkan (karena mungkin memang tak memberi manfaat baginya).
Mahasiswa unggul memiliki kontrol yang baik terhadap penggunaan waktu, dan dia tahu
kapan harus kerja-keras dan kapan boleh bersantai-santai. Keteraturannya dalam belajar
membuatnya cenderung “berada di depan” di kelasnya, dan—oleh karena itu– dia bisa-jadi
diperlakukan sebagai tempat bertanya bagi teman-temannya.

Kebiasaan#5: Mahasiswa unggul mengembangkan keterampilan-strategis yang


menguntungkan.

Dari kebiasaannya mengulang-ulang bahan yang dipelajarinya, dan dari kebiasaannya


membanding-kontraskan berbagai strategi yang telah diketahui dan dialaminya dalam praktik,
mahasiswa unggul lazimnya memiliki cara-cara yang kreatif untuk mengorganisasikan
segenap pengetahuan yang telah diperolehnya. Misalnya, sebagai contoh, mahasiswa ini
mungkin meringkas pengetahuan dan pemahamannya tentang konsep-konsep penting ke
dalam kartu-kartu catatan (index cards), ke dalam lembar-lembar catatan ringkasan (summary
notes), diagram dan bagan-bagan yang dapat membantunya mengingat dan menjelaskan
konsep serta pengetahuan yang berharga itu dengan mudah dan cepat.

Selain kreativitasnya dalam mengelola pengetahuan yang dimilikinya, mahasiswa unggul


juga memiliki keterampilan metakognitif—yakni kemampuan untuk memikirkan apa yang
diketahuinya, yang ujung-ujungnya memungkinkannya mengatur strategi dan mengontrol
proses belajarnya sendiri (lihat, misalnya, Anderson 2008). Mahasiswa dengan kemampuan
metakogitif seperti ini—tanpa dikomando pihak lain—dapat mengatur dirinya sendiri dengan
baik. Misalnya, ketika hendak menyiapkan diri menghadapi UAS, mahasiswa ini mungkin
mengisolasi diri dan menyibukkan dirinya mereviu catatan-catatannya, mempelajari ulang
semua tugas-tugas yang pernah dikerjakannya, dan dia lakukan semua ini jauh-jauh hari
sebelum jadual UAS tiba.

Kebiasaan#6: Mahasiswa unggul mengambil inisiatif dan bertanggungjawab atas


keberhasilan-belajarnya sendiri.

Dengan cara berpikir dan cara belajar yang telah dipilih dan dipraktikannya, mahasiswa
unggul memiliki sikap realistis terhadap waktu yang diperlukannya untuk belajar. Dia akan
mencicil waktu belajarnya dalam blok-blok waktu relatif kecil (misalnya satu-dua jam belajar
sekali duduk) dan secara strategis mendistribusikan beban belajarnya dari suatu hari ke hari
lainnya. Mahasiswa unggul memprioritaskan tugas kemahasiswaannya – yakni belajar—

Diedit ulang oleh A Y S


daripada kongkow–kongkow secara sosial dengan konco-konconya. Mahasiswa semacam ini
siap mengorbankan kesenangan-kesenangan pribadinya demi peningkatan capaian belajarnya.
Mahasiswa semacam ini tahu persis untuk apa dia kuliah dan akan melakukan apa setamat
kuliah.

Pentingnya Memiliki Tujuan

Seperti tercermin dari konsentrasinya dalam menjalani hari-harinya, dan ketelatenannya


mengerjakan tugas demi tugas yang diterimanya sebagai bagian dari mata-mata kuliah yang
diambilnya, mahasiswa unggul mempunyai tujuan sangat khusus yang hendak diraihnya.
Tujuan yang jelas dan menuntun serta mengerangkakan setiap gerak usahanya ke puncak
sukses akademiknya itu membuat mahasiswa ini terfokus—bahkan mungkin nyaris dapat
dikatakan “obsessed”. Hanya dengan obsesi semacam inilah—memang—mahasiswa pantas
mencapai apa yang diangankannya (lihat, misalnya, Cortina & Elder, 2000).

Pentingnya Mengetahui Proses Membaca dan Belajar

Selain kebiasaan-kebiasaan unggul, berbagai strategi belajar yang teruji serta terfokus pada
tujuan yang hendak dicapai, memahami dengan baik proses membaca dan proses belajar
merupakan aset tambahan yang krusial. Mahasiswa yang memimpikan sukses harus
memahami proses membaca untuk berbagai tujuan yang berbeda: membaca untuk memahami
isi teks, membaca cepat untuk menemukan gagasan dan informasi yang diperlukan, dan
membaca “sintopikal”—yakni membaca untuk menciptakan pengetahuan baru.

Kalau dapat dikatakan bahwa pelbagai kebiasaan unggul yang dipaparkan di muka tadi
sebagai kondisi yang memungkinkan mahasiswa beroleh sukses akademik yang tinggi, maka
kemampuan membaca untuk pelbagai tujuan—khususnya membaca sintopikal—
memungkinkan mahasiswa pengguna pengetahuan yang unggul menjadi pencipta
pengetahuan yang orisinal. Ini manusia langka yang diidamkan Indonesia.

Rujukan

Anderson, N.J.(2008). Metacognition and good language learners, in C. Griffiths (Ed),


Lessons from Good Language Learners (pp.99-109).New York, NY: Cambridge University
Press.

Cortina, J. & Elder, J. (2000). New Worlds.New York, NY: Mc Graw Hill.

Nelson, R. (1998). Using a Student Performance Framework to Analyze Success and Failure.
Journal of College Reading and Learning, 29(1), pp.82-89.

Diedit ulang oleh A Y S

Anda mungkin juga menyukai