1. Paparan Kasus Seorang neonatus laki-laki, usia 27 hari, berat badan 3000 gram dibawa ke Rumah Sakit Ahmad Yani oleh keluarganya pada tanggal 11 November 2015 dengan keluhan tidak bisa buang air besar sejak ±2 minggu setelah kelahiran. Keluhan disertai perut kembung dan muntah. Buang air kecil normal. Pasien masih mengkonsumsi air susu ibu (ASI) dari lahir sampai sekarang. Nafsu makan pasien menurun. Keluarga pasien telah membawa pasien berobat ke Rumah Sakit lain sebelumnya, namun keadaan pasien tidak kunjung membaik. Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala, tidak pernah kejang, tidak ada riwayat asfiksia dan penyakit kuning sebelumnya. Pasien merupakan anak pertama, lahir cukup bulan dan menangis kuat. Pasien telah mendapatkan imunisasi polio dan hepatitis B. Nama : Mr. xxx Umur : 27 Hari Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat :- Diagnosis Klinis : observasi meteorismus, dengan diagnosis banding ileus. Pemeriksaan : Foto abdomen 3 posisi. 2. Persiapan Pasien Menurut Ballinger 2014 pemeriksaan radiologi abdomn dilakukan dengan persiapan pasien yaitu makan makanan yang rendah serat, mengurangi bicara, tidak merokok, dan berpuasasampai pemeriksaan selesai. 3. Persiapan Alat a. Pesawat Sinar-x b. Kaset 30 x 40 cm c. Film 30 x 40 cm d. Marker e. Grid 4. Teknik Radiograf a. Proyeksi AP 1) Posisi Pasien a) Pasien supine diatas meja pemeriksaan. b) Kedua tangan lurus disamping tubuh 2) Posisi Objek a) Kedua kaki lurus dengan diberi ganjalan b) Atur abdomen dipertengahan kaset 3) CR : Tegak lurus kaset 4) CP : Setinggi vertebre lumbal 3-4 5) FFD : 100 cm 6) Ukuran kaset : 30 x 40 cm b. Proyeksi LLD (Left LateralDecubitus) 1) Posisi Pasien a) Pasien tidur miring (Recumbent) pada sisi kiri b) Kepala diberikan bantalan c) Atur MSP tubuh sejajar dengan kaset 2) Posisi Objek a) Atur Knee fleksi untuk fiksasi b) Kedua lengan disamping kepala c) Letakkan kaset dibelakang menempel pada punggung pasien 3) CR : Tegak lurus kaset 4) CP : 2 cm diatas crista illiaca 5) FFD : 100 cm 6) Ukuran Kaset : 30 x 40 cm 5. Hasil Pemeriksaan B. Pembahasan Pada kasus ini yaitu seorang pasien wanita dengan keluhan utama demam, batuk berdahak yang hilang timbul disertai darah, sesak nafas yang memberat seminggu sebelum masuk rumah sakit dan keluhan ini sudah di rasakan sejak 4 tahun lalu dengan keluhan serupa saat itu Pada bulan November 2016, telah dilakukan pemindaian foto polos toraks Pada CT toraks yang menunjukkan kavitas berbentuk bulat dan berdinding tebal serta irregular dengan jumlah yang banyak di lobus inferior paru kanan, dengan ukuran (13.7x9.5x11.7 cm), terdapat air-fluid level di tiap kavitas, densitas komponen cairan adalah 9-15 HU dengan konsolidasi disekitarnya, yang menyebabkan deviasi dari posisi jantung. Pasien juga melakukan pemeriksaan Histopatologi dan hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan inflamasi supuratif kronis tanpa ditemukannya sel ganas. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, pasien dinyatakan terinfeksi tuberkulosis dan sejak saat itu diobati dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) oleh karena itu dari keluhan-keluhan yang dirasakan diagnosa klinis pada kasus ini adalah adanya abses paru pada Hemotoraks dengan riwayat tuberkulosis. Oleh karena itu perlunya Pengetahuan mengenai abses paru, pemilihan pencitraan radiologi yang tepat untuk diagnosis, menyingkirkan diagnosis banding dan evaluasi pengobatan merupakan hal penting manajemen pasien. Dengan mengetahui gambaran khas dari abses paru sedini mungkin, radiolog dapat membantu meminimalisasi waktu bagi klinisi dalam merencanakan tatalaksana selanjutnya, diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan foto polos thorax dan CT- Scan thorax merupakan pemeriksaan yang berguna dalam menilai identitas dari kavitas pada paru, seperti pada abses paru. Pada kasus ini, temuan radiologis baik pada CT maupun foto polos toraks memberikan gambaran yang konsisten. Berikut ini penjelasan mengenai pemeriksaan pada kasus ini : 1. Melakukan pemeriksaan menggunakan Radiografi konvensional toraks dimana tampak lusensi berdinding tebal dengan air-fluid level didalamnya. Pada radiograf tampak terpasang selang drainase pada hemitoraks dekstra yang berujung di lesi. 2. Lalu dilakukan Pemindaian CT toraks awal dengan pemberian kontras pada potongan aksial dan koronal dari gambaran tampak kavitas multiple yang berdinding tebal disertai air-fluid level. 3. Radiografi konvensional toraks evaluasi, masih tampak lusensi berdinding tegas dengan air-fluid level didalamnya 4. Diagnosis banding dari abses paru adalah empyema toraks dan bula yang terinfeksi. 5. Setelah itu dilakukan Pemindaian CT toraks evaluasi dengan pemberian kontras, potongan aksial dan koronal pada pasien pada gambaran tampak kavitas multiple yang disertai air-fluid level. Dibandingkan dengan pemeriksaan CT toraks sebelumnya, tampak ukuran dari kavitas yang mengecil, disertai dengan air-fluid level yang relatif berkurang. Pemindaian CT baik dalam mengidentifikasi abses paru dengan memberikan gambaran lesi yang bulat, dengan batas yang tegas pada area paru yang terinfeksi dengan dinding, tepi lumen dan permukaan eksterior yang ireguler. Pada kasus ini setelah melakukan beberapa pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis klinis salah satu nya dengan diagnosis banding dari abses paru adalah empyema toraks dan bula yang terinfeksi. pasien mengalami perbaikan setelah mendapatkan terapi Follow-up terapi pada pasien ini dilakukan pada bulan januari 2017, dengan radiografi konvesional dan pemindaian CT dengan aplikasi media kontras untuk menilai ukuran, karakterisasi dari dinding abses dan akumuasi air fluid level didalamnya. Selang drainase tetap dipertahankan untuk dekompresi dari lesi tersebut, guna mengurangi pergeseran mediastinum. Pada evaluasi pasien ini, tampak penurunan dari ukuran lesi, dimana diameter dari abses yang mengecil dan air-fluid level yang berkurang bila dibandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya. Hingga saat ini, pasien belum melakukan evaluasi lebih lanjut, Evaluasi ukuran dan perubahan morfologi dari abses secara radiologi menunjukkan perbaikan yang sesuai dengan kondisi pasien.