Anda di halaman 1dari 1

Pada tingkat nasional distribusi penghasil emisi berasal dari Sektor Berbasis Lahan, Energi dan

Pengelolaan Limbah. Sektor berbasis lahan memberikan sumbangan sebesar 15% dari total Produk
Domestik Bruto (PDB) nasional (BPS, 2010). Namun, kegiatan berbasis lahan (perubahan tata guna
lahan dan kehutanan - LUCF, termasuk kegiatan pertanian dan kebakaran lahan gambut) ini juga
meyumbangan emisi sekitar 67% dari emisi total nasional dan merupakan yang terbesar
dibandingkan dengan sektor lain (SNC, 2010).
Sektor energi merupakan sumber emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar kedua setelah sektor berbasis
lahan (pertanian, kehutanan dan lahan gambut) (SNC, 2009). Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi
Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) telah membagi kelompok bidang energi ke dalam tiga sektor utama
yakni sektor energi (produksi dan konsumsi energi), transportasi dan industri. Berdasarkan dokumen
Second National Communication (2010), estimasi potensi emisi GRK dari sektor limbah secara total
pada tahun 2005 adalah sebesar 166.831,32 Gg CO₂. Potensi emisi GRK tersebut diperkirakan
meningkat pada tahun 2010 menjadi sebesar 194.367 Gg CO₂ dan diprediksi akan meningkat
menjadi 250.231 Gg CO₂ pada tahun 2020.

1. SEKTOR BERBASIS LAHAN


Penyebab utama dari emisi berbasis lahan di Indonesia adalah pemanenan kayu dan perluasan lahan
pertanian; kebakaran hutan khususnya di lahan gambut juga merupakan isu yang sangat penting
dalam pengelolaan sumberdaya lahan di Indonesia. Perumusan kebijakan yang konsisten dari semua
level pemerintahan dan juga bagi semua pemangku kepentingan terkait dengan sektor-sektor
berbasis lahan sangat penting bagi keberhasilan penyusunan strategi mitigasi dan pelaksanaan aksi
aksi pengurangan emisi GRK di sektor berbasis lahan.

Definisi dan Ruang Lingkup


Rencana aksi penurunan emisi GRK untuk sektor berbasis lahan mengacu pada satu set kebijakan
dan tindakan-tindakan mitigasi untuk mengurangi emisi GRK dari semua tipe penggunaan lahan,
yang berpengaruh terhadap penutupan lahan dan cadangan karbon.

RAN-GRK merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pembangunan dan disusun
berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014). Selain itu, penyusunan RAN-GRK ini juga
memperhatikan prinsip-prinsip pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan yang mencakup aspek
ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Pembiayaan pelaksanaan RAN/RAD-GRK berasal dari pendanaan
pembangunan di Kementerian/ Lembaga, daerah dan pihak-pihak lain yang tidak mengikat, serta terukur
dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu 2010-2020. Di dalam RPJMN 2009-2014 dan di dalam
RKP tahunannya, Perubahan Iklim menjadi salah satu isu lintas bidang yang dilaksanakan oleh berbagai
Kementerian/Lembaga, baik dalam upaya mitigasi maupun adaptasi.
Dalam pelaksanaan RAN-GRK, diatur peran Kementerian/ Lembaga yang bertanggung jawab terhadap kegiatan
penurunan emisi GRK di masing-masing bidang. Selanjutnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
mempunyai tugas untuk mengkoordinasikan pelaksanaan dan pemantauan RAN-GRK, sedangkan Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas melakukan review atau kaji ulang RAN-GRK secara
berkala, dan Menteri Dalam Negeri memfasilitasi daerah dalam penyusunan RAD-GRK. Selain itu, telah
dibentuk pula Tim Koordinasi Penanganan Perubahan Iklim Tingkat Nasional yang ditetapkan melalui Surat
Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Nomor.38/M.PPN/HK/03/2012 untuk
mengoptimalkan pelaksanaan RAN-GRK, dan memudahkan koordinasi dalam penanganan perubahan iklim
(mitigasi dan adaptasi). Untuk mempermudah pelaksanaan tugas dari Tim Koordinasi, Bappenas membentuk
Sekretariat RAN-GRK yang memberikan dukungan terkait administrasi dan logistik sesuai penugasan dari Tim
Koordinasi.

Adanya Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) ini merupakan perwujudan komitmen pemerintah Indonesia dalam
menangani berbagai tantangan isu perubahan iklim. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 18 Tahun 2020, Pembangunan
Berketahanan Iklim telah menjadi salah satu prioritas nasional (PN) ke 6 (enam) dalam RPJMN 2020-2024 yaitu Membangun
Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim.

Anda mungkin juga menyukai