1
Moh. Reshki Maulana1 dan Made Suangga2
Universitas Bina Nusantara, Jl. K H. Syahdan No. 9 Kemanggisan Jakarta Barat 11480, (021) 53696969
E-mail: mreshki@yahoo.com
2
Dosen Departemen Teknik Sipil, Universitas Bina Nusantara, Jl. K H. Syahdan No. 9 Kemanggisan
Jakarta Barat 11480, (021) 53696969
E-mail: suangga@gmail.com
ABSTRAK
Jembatan beton prategang-I merupakan suatu perkembangan yang maju dari bahan beton. Pada jembatan
beton prategang diberikan gaya prategang awal yang berfungsi untuk mengimbangi tegangan akibat
beban. Namun , setelah masa konstruksi jembatan selesai, perlu dipastikan apakah jembatan tersebut akan
menahan semua kondisi beban yang telah direncanakan, sehingga dibutuhkan pengujian dari segi nilai
lendutan dengan menggunakan alat sensor LVDT dan putaran sudut dengan menggunakan tiltmeter pada
jembatan secara langsung di lapangan dengan kondisi yang telah direncanakan. Akan tetapi alat uji tes
tersebut mempunyai nilai keakuratan (kalibrasi) tersendiri yang dapat dibandingan dengan nilai lendutan
dan putaran sudut rencana pada struktur tersebut.
Dalam penelitian ini, metode uji pembebanan yang dilakukan di lapangan adalah uji beban semi statik
dengan pendekatan terintegrasi, dimana dilakukan analisa nilai lendutan dan putaran sudut dengan
menggunakan program finite element Midas-Civil yang kemudian diintegrasikan terhadap hasil alat
sensor uji beban dilapangan . Hasil dari analisa menunjukan bahwa nilai perbandingan lendutan dan
putaran sudut dengan menggunakan program mendekati nilai hasil pengujian sensor di lapangan, serta
analisa perhitungan secara manual menghasilkan nilai paling besar dan dapat dijadikan sebagai batasan
nilai maksimum dalam penelitian ini. Bila nilai modulus elastisitas semakin tinggi, maka rentang nilai
yang dihasilkan akan semakin besar bila dibandingkan dengan hasil pengujian sensor di lapangan. Nilai
modulus elastisitas beton di lapangan sesuai dengan nilai modulus elastisitas beton rencana
Kata Kunci: Jembatan Beton Prategang-I, Metode Integrasi, LVDT, Tiltmeter, Lendutan, Putaran Sudut,
Midas-Civil.
Sedangkan untuk penempatan beban truk arah memanjang (sumbu X) yang akan dianalisa dalam
penelitian ini sebanyak 10 titik pembebanan dimana beban terpusat dari as roda depan sebagai titik awal
acuan, yang akan dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 1. Posisi beban arah sumbu X
Posisi As Beban
Beban AS
Depan dari As
Posisi Beban Belakang
Titik [0,0] Depan
(kN)
(m) (kN)
X1 1,0975 70 0
X2 5,3675 70 200
X3 5,4875 70 200
X4 9,7575 70 200
X5 10,975 70 200
X6 15,245 70 200
X7 16,4625 70 200
X8 20,7325 70 200
X9 20,8525 70 200
X10 25,1225 0 200
35 kN
P
A C B
L
Gambar 2. Beban terpusat berada di tengah bentang
b. Beban terpusat berada di jarak tertentu pada bentang
100 kN
P
A C B
a b
L
Gambar 3. Beban terpusat berada di jarak tertentu pada bentang
Hasil data perhitungan waktu kemudian disesuaikan dengan sampel data maksimum per detik yang sudah
diolah sebelumnya. Dari pengolahan data yang telah dilakukan, maka akan didapatkan nilai lendutan pada
LVDT yang terletak di tengah bentang dan tiltmeter yang terletak di tumpuan pada jarak 50 cm akibat
pembebanan statik di 10 titik pada jembatan. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara data hasil
lendutan dan putaran sudut pada program Midas-Civil, data hasil pengujian di lapangan, beserta hasil
perhitungan manual.
a. Lendutan
TRUK Y2
b. Putaran sudut
a. Pengaruh terhadap lendutan (posisi beban menjauhi girder yang memiliki sensor)
Gambar 8. Perbandingan nilai lendutan akibat pengaruh nilai E terhadap hasil sensor pada girder 4 akibat
beban Y4
b. Pengaruh terhadap putaran sudut (posisi beban mendekati girder yang memiliki sensor)
Gambar 9. Perbandingan nilai putaran sudut akibat pengaruh nilai E terhadap hasil sensor pada girder 4
akibat beban Y2
Dari hasil studi parameter pengaruh nilai modulus elastisitas terhadap lendutan dan putaran sudut, dapat
diketahui bahwa semakin besar nilai modulus elastisitas beton maka semakin kecil nilai lendutan dan
putaran sudut yang dihasilkan pada kedua kondisi posisi beban, baik yang mendekati maupun menjauhi
girder yang memiliki sensor. Hal tersebut menunjukan bahwa perbedaan nilai modulus elastisitas rencana
pada pemodelan dengan kondisi sebenarnya di lapangan mempengaruhi nilai lendutan dan putaran sudut
yang terjadi pada girder jembatan, dan nilainya pun sudah sesuai dengan keadaan lapangan sebenarnya.
Kondisi ini juga dapat dilihat dari konsep perhitungan nilai lendutan dan putaran sudut secara teoritis
yang berbanding terbalik dengan nilai modulus elastisitas.
Gambar 10. Perbandingan nilai lendutan akibat pengaruh pemodelan dengan dan tanpa diafragma pada
girder 4 akibat beban Y2
Gambar 11. Perbandingan nilai lendutan akibat pengaruh pemodelan dengan dan tanpa diafragma pada
girder 4 akibat beban Y3
Gambar 12. Perbandingan nilai putaran sudut akibat pengaruh pemodelan dengan dan tanpa diafragma
pada girder 7 akibat beban Y3
Gambar 13. Perbandingan nilai lendutan akibat pengaruh pemodelan dengan dan tanpa diafragma pada
girder 4 akibat beban Y4
Dari hasil analisa pengaruh pemodelan dengan dan tanpa diafragma terhadap nilai lendutan dan
putaran sudut, dapat diketahui bahwa :
a. Pada Gambar 4.12 dan Gambar 14, dimana saat posisi beban
mendekati girder yang terdapat sensor, pemodelan tanpa menggunakan diafragma menghasilkan
nilai lendutan dan putaran sudut yang lebih besar daripada pemodelan menggunakan diafragma.
Kondisi tersebut terjadi dikarenakan beban terdistribusi paling besar hanya pada girder yang
menerima beban secara langsung diatasnya.
b. Pada Gambar 13 dan Gambar 15, dimana saat posisi beban
menjauhi girder yang terdapat sensor, pemodelan tanpa menggunakan diafragma menghasilkan nilai
lendutan dan putaran sudut yang lebih kecil daripada pemodelan menggunakan diafragma. Kondisi
tersebut terjadi dikarenakan kekakuan struktur jembatan yang berkurang akibat tidak adanya
diafragma, sehingga girder yang tidak menerima beban secara langsung diatasnya tidak mewakili
distribusi beban yang terjadi.
Dan dari penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan saran – saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu:
a. Untuk menyempurnakan hasil perbandingan dengan menggunakan program terhadap hasil sensor,
maka perlu dilakukan penelitian dengan modulus elastisitas yang sesuai dengan kondisi sebenarnya
di lapangan.
b. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi hasil perbandingan seperti faktor presisi pemodelan
jembatan yang berbeda dengan kondisi jembatan sebenarnya, dan berbagai hal lain. Penelitian
dengan pemodelan jembatan yang lebih akurat perlu dikembangkan untuk mendapatkan hasil
perbandingan yang lebih akurat dengan keadaan di lapangan sebenarnya.
REFERENSI
Akimovs, Edmunds dan Paeglitis, Ainars. (2013). Load Testing of Some new Bridges in Latvia. Latvia :
Riga Technical University.
Direktorat Jendral Binamarga, Departemen Pekerjaan Umum. Standar Pembebanan Untuk Jembatan
(RSNI T-02-2005-jatan).
Gere, James M. Dan Timoshenko, Stephen P.(2000). Mekanika Bahan. Jakarta : Erlangga.
Issa,Moussa A. dan Shahawy ,Mohsen A. (1993). Dynamic and Static Tests of Prestressed Concrete
Girder Bridges in Florida. Structural Research Center, MS 80 Florida Department of
Transportation.Tallahassee
Mahargya, Lintang. (2012). Analisa Pengaruh Korosi Pada Girder Terhadap Perubahan Kapasitas
Penampang Dan Frekuensi Alamiah Jembatan Komposit (Baja-Beton)
Prestalita, Gita. (2011). Jembatan Prategang
Galati, Nestore dan Casadei, Paolo. (2005). In-Situ Load Testing Of Bridge A6102 Lexington, Mo.
United States of America : University of Missouri.
Staskiewicz, Michal ; Kotynia, Renata dan Lasek Krzysztof. (2012). Trial Loading of The Bridge in
Szczercowska Wies Before Structural Strengthening. Poland : University of Lodz.
Sutresman, Onny S dan Tjandinegara, Thomas. (2012). Analisis Teoritis dan Eksperimental Defleksi
Balok Segiempat Dengan Variasi Posisi Pembebanan. Makassar : Jurusan Teknik Mesin
Universitas Hasanuddin.