Anda di halaman 1dari 7

INTISARI BAB XVII DARI BUKU

KONSEP DAN PERSPEKTIF ETIKA DAN HUKUM

KESEHATAN MASYARAKAT

FRENSI ARYNANTI TANGKI’

NIM : K011201202

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

KELAS D
INTISARI BAB XVII “MALPRAKTIK DALAM PELAYANAN KESEHATAN”
Dalam pelayanan kesehatan, selain dokter, perawat juga termasuk sebagai
“pelaku utama”nya. Pertama, dokter bukanlah satu-satunya tenaga kesehatan yang
menjalankan praktik dalam pelayanan kesehatan. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan tenaga keperawatan dalam hal ini
perawat dan bidan sebagai salah satu jenis dari tujuh jenis tenaga kesehatan. Kedua,
dalam menjalankan praktik kedokteran, dokter tidak akan melaksanakannya sendiri
apalagi memberikan pelayanan kesehatan bermutu tanpa bantuan tenaga kesehatan
lainnya khususnya perawat. Baik dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun
1992 maupun PP No. 32 Tahun 1996 dalam penjelasaannya disebutkan dengan tegas
bahwa dokter dan perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak
bersentuhan dengan pasien. Perawat yang berada dirumah sakit selama 24 jam
diharuskan merawat pasiennya selama dokter tidak bertugas. Ketiga, PP No. 32 Tahun
1996 telah menetapkan batas kewenangan antara dokter dan perawat, tetapi meskipun
perawat secara tidak langsung dapat melakukan pengobatan kecuali sebelumnya
mendapat izin tertulis dari dokter dan dalam keadaan kegawatan medik sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1239 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Praktik Keperawatan yang digantikan oleh Keputusan Menteri
Kesehatan No. 148 Tahun 2010 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan.
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 73 ayat
(2) dan (3) menyebutkan “setiap orang dilarang menggunakan alat, metode, atau cara
lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat
tanda registrasi dan/atau surat izin praktik”. Penjeasan pasal 73 ayat (3) UU No.
29/2004 Tenaga Kesehatan dimaksud antara lain bidan dan perawat yang diberi
kewenangan untuk melakukan tindakan medis sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Peranan perawat tidak hanya melakukan tindakan perawat saja, tetapi juga
melakukan beberapa tindakan medis sebagai extended role. Namun, tindakan medis
yang dilakukan oleh perawat didasarkan atas delegasi yang diberikan oleh dokter,
karena kewenangan tindakan medis ada pada dokter.
Malpraktik terjadi bila :
1. Atas dasar suatu tindakan atau tanpa melakukan suatu tindakan yang
seharusnya dilakukan
2. Tindakan atau tanpa tindakan itu menyimpang dari suatu standar pelayanan
medis
3. Dari sudut pasien, malpraktik dapat terjadi dalam penentuan diagnosis,
pemberian terapi dan perawatan
A. PENGERTIAN MALPRAKTIK
Secara etimologis, malpraktik bermakna tindakan atau praktik yang buruk
dari seseorang yang memegang suatu profesi. Referensi internasional tahun
1956 merumuskan malpraktik sebagai kelalaian seorang dokter atau perawat
untuk menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya dalam pemberian
pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seseorang pasien yang lazim
diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan
wilayah ang sama.
Ada dua istilah yang sering dibicarakan bersamaan dengan kaitannya
dengan malpraktik, yaitu kelalaian dan malpraktik itu sendiri. Kelalain lebih
bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, dan
sembrono. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika
kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan
orang itu dapat menerimanya. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian
materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka kelalaian
diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata) serius dan criminal.
Sedangkan malpraktik adalah kegagalan seorang professional (misalnya dokter
dan perawat) melakukan sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi
seseorang yang karena memiliki keterampilan dan Pendidikan. Hal ini dipertegas
lagi oleh Ellis dan Hartley, bahwa malpraktik adalah suatu batasan spesifik dari
kelalaian. Batasan malpraktik ditujukan untuk menggambarkan kelalaian oleh
perawat dalam melakukan kewajibanya sebagai tenaga keperawatan. Kelalaian
memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi didalam malpraktik tidak selalu
harus ada unsur kelalaian.
Istilah malpraktik mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan
sengaja (criminal malpractice) dan melanggar undang-undang. Didalam arti
kesengajaan, tersirat ada motifnya sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata
atau pidana. Jadi, malpraktik adalah suatu hal yang seharusnya tidak boleh
dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan, atau dengan kata lain tidak
melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya
(negligence). Dalam pelayanan kesehatan, malpraktik dibagi menjadi empat
kategori sesuai bidang yang dilanggar, yaitu :
1. Malpraktik Etik (Ethical Malpractice)
Pelanggaran etik dalam pelayanan kesehatan dapat dilakukan dari
dua aspek, yaitu :
a) Pelanggaran Etik Murni, diantarnya :
 Menarik imbalan jasa yang tidak wajar dari pasien atau
imbalan jasa dari sejawat dan keluarganya
 Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawat
 Memuji diri sendiri di depan pasien, keluarga atau
masyarakat
 Pelayanan kedokteran yang diskriminatif
 Kolusi dengan perusahaan farmasi atau apotik
 Tidak mengikuti Pendidikan kedokteran
berkesinambungan
 Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri
b) Pelanggaran Etikolegal Tikolegal, diantaranya :
 Pelayanab kedokteran dibawah standar
 Memberikan surat keterangan palsu
 Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan
hukum
 Melakukan tindakan medik tanpa indikasi
 Pelecehan seksual
 Membocorkan rahasia pasien
2. Malpraktik Hukum Pidana (Criminal Malpractice)
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal
malpractice manakalah perbuatan tersebut merupakan kesengajaan
(misalnya euthanasia), kelalaian (misalnya kurang hati-hati yang
menyebabkan luka, cacat atau meninggalnya pasien), dan
kecerobohan (melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien).
Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice
bersifat individu, oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain
atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
3. Malpraktik Hukum Perdata (Civil Malpractice)
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil
malpractice jika tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan
prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan
tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice anatar
lain :
 Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan
 Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan tetapi terlambat, tidak sempurna dan tidak
seharusnya dilakuakn.
Tuntutan malpraktik dapat juga dilakukan berdasarkan pasal 1365
KUH Perdata yang menyatakan “Tiap perbuatan melanggar hukum
yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian
tersebut”, pasal 1366 KUH Perdata yang berbunyi “Setiap orang
bertanggungjawab tidak hanya untuk kerugian yang disebabkan
karena kelalaian atau kurang hati-hati”, maupun pasal 1371 KUH
Perdata yaitu, “Penyebab luka atau cacat anggota badan atau kurang
hati-hati”. Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat
individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain
berdasarkan principle of vicarious liability.
4. Malpraktik Hukum Administrasi Negara (Administrative Malpractice)
Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative
malpractice manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar
hukum administrasi. Apabila turan tersebut dilanggar, maka tenaga
kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum
administrasi. Sebagaimana dalam pasal 188 ayat 3 UU Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan “Tenaga kesehatan dan
fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan yang diatur
dalam undang-undang kesehatan dapat diambil tindakan
administrative berupa :
a) Peringatan secara tertulis
b) Pencabutan izin sementara atau izin tetap
Pasal 33 ayat 2 UU No. 32 tahun 1996, tindakan disiplin dapat
berupa teguran (lisan atau tertulis) dan pencabutan izin untuk
melakukan upaya kesehatan.
Banyaknya kasus dugaan malpraktik dalam pelayanan kesehatan
maka sudah saatnya penanganan dan penyelesaian perkara
malpraktik pelayanan kesehatan memerlukan peningkatan
pengetahuan, keahlian dan pengalaman apparat hukum. Meskipun
terdapat kesulitan dalam menilai dan membuktikan apakah suatu
tindakan itu termasuk kategori malpraktik atau tidak maka secara
teoretis dapat diajukan beberapa kriteria.
1. Tindakan itu merupakan kewajiban dokter, perawat atau tenaga
kesehatan lainnya. Hal ini berkaitan erat dengan penerapan
standar pelayanan medik, standar asuhan keperawatan dan
penataan persetujuan tindakan kedokteran.
2. Tindakan itu merupakan pelanggaran terhadap kewajiban.
Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut
standar profesinya
3. Tindakan yang diberikan mendatangkan kerugian
4. Kelalaian merupakan penyebab langsung dari timbulnya
kerugian

B. TANGGUNGJAWAB PERDATA DOKTER


Tindakan hukum dalam bidang pelayanan kesehatan dari segi hukum
perdata merupakan pelaksanaan suatu perikatan antara tenaga kesehatan atau
dokter perawat pada khususnya dengan pasien. Secara hukum, hubungan
tersebut didasarkan pada suatu perjanjian ikhtiar/usaha, yaitu dokter tidak
menjanjikan kepastian kesembuhan kepada pasien, akan tetapi berusaha
semaksimal mungkin berdasarkan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan untuk menyembuhkan pasien. Prinsip yang dianut dalam hukum
perdata adalah bahwa setiap perbuatan yang merupakan pelanggaran terhadap
perjanjian (wanprestasi) dan perbuatan melanggar hukum, akan melahirkan
tuntutan hukum, baik oleh pasien maupun keluarganya, dimaksudkan untuk
memperoleh ganti rugi.
Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
dalam pasal 58 dengan tegas menyatakan “Setiap orang berhak menuntut ganti
rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan atau penyelenggara kesehatan
yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan yang diterimanya”. Pasal 1234 KUH Perdata merupakan ketentuan
umum yang memberi dasar hukum bagi permintaan ganti rugi yang diakibatkan
karena wanprestasi. Pemberi pelayanan kesehatan selain dapat dituntut atas
dasar wanprestasi dan perbuatan melanggar hukum, dapat pula dituntut atas
dasar lalai, sehigga menimbulkan kerugian. Gugatan atas dasar kelalaian ini
diatur dalam pasal 1366 KUH Perdata yang berbunyi “Setiap orang
bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau
kurang hati-hati”.

C. TANGGUNGJAWAB PIDANA DOKTER


Dari segi hukum pidana, tanggungjawab dokter timbul jika perbuatan
dokter dianggap melanggar atau bertentangan dengan hukum pidana yang
berlaku sehingga membahayakan baik ketentraman dan ketertiban masyarakat
maupun individu. Tanggungjawab dokter dalam segi hukum ini tidak terlepas dari
penerapan asas legalitas sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 KUHP
dan pada pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kehakiman.
Untuk adanya suatu delik, harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur
segi perbuatan yaitu unsur yang meliputi perbuatan yang dituduhkan mencocoki
rumusan undang-undang dan unsur segi pelaku yang meliputi pelaku mampu
mempertanggungjawabkan perbuatan yang dituduhkan. Adapun alas an
pembenar adalah alasan yang meniadakan sifat melawan hukum dari perbuatan,
tetapi pelaku tetap mempunyai kesalahan seperti menjalankan perintah undang-
undang,menjalankan perintah jabatan yang sah, risiko pengobatan yang meliputi
risiko yang melekat, reaksi hipersensitivitas (alergi), dan komplikasi yang terjadi
tiba-tiba, kelalaian dan pasien yang menghendaki pulang paksa.
Sedangkan alasan pemaaf yaitu alasan yang menghapuskan
kesalahan pelaku, dimana perbuatan yang dilakukan tetap bersifat mwlawan
hukum seperti, daya paksa, kekeliruan dalam penilaian medik, dan kecelakaan
medik. Oleh karena itu, pihak dokter maupun perawat secara yuridis formal
dapat mengemukakan beberapa alasan, seperti adanya risiko yang melekat
pada pengobatan, reaksi alergi, komplikasi dalam tubuh pasien,kekeliruan
penilaian medik dan lain sebagainya.

D. MALPRAKTIK KEPERAWATAN
Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status professional
seseorang misalnya perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Caffe
(1991) dalam Vestal, K.W. mengidentifikasi tiga area dimana perawat berisiko
melakukan kesalahan yaitu sebagai berikut :
1. Assesment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi
tentang pasien secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi
yang diperlukan seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda
vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera
2. Planning errors, termasuk kegagalan dalam mencatat masalah pasien dan
kelalaian menuliskan dalam rencana keperawatan
3. Intervention errors, termasuk kegagalan menginterpretasikan dan
melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan
keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti atau mencatat
order/perintah dari dokter atau supervisor

E. PENAGGULANGAN MALPRAKTIK
1. Upaya pencegahan malpraktik dalam pelayanan kesehatan seperti, tidak
menjanjikan atau memberi jaminan akan keberhasilan tindakan tapi berusaha
dalam mencapai kesehatan pasien berdasarkan ilmu yang dimiliki. Selain itu,
sebelum melakukan intervensi sebaiknya selalu dilakukan informed consent
dan mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis. Apabila
terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada teman sejawat perawat atau
dokter dan menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan
masyarakat sekitar.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum di pengadilan, maka tenaga kesehatan
dapat mengajukan bukti guna menangkal dakwaan dalam perkara pidana
atau menangkal tuntutan ganti rugi dalam perkara perdata dengan
mengajukan alasan pembenar maupun pemaaf yang berdasarkan pasa asas-
asas maupun doktrin dalam hukum kesehatan. Dapat pula dilakukan upaya
pembelaan dengan mengajukan alasan menyangkal tuntutan dengan cara
menolak unsur-unsur pertanggungjawaban atau melakukan pembelaan untuk
membebaskan diri dari pertanggungjawaban dengan mengajukan bukti
bahwa yang dilakukan adalah pengaruh kegawatduratan.

Anda mungkin juga menyukai