Askep Batu Empedu
Askep Batu Empedu
Kolelitiasis adalah terdapatnya batu dalam kandung empedu atau saluran empedu.
Kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan dengan
batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus kistik dan menyebabkan distensi kandung
empedu.
Penyebab batu dalam kandung empedu sampai sekarang belum diketahui secara pasti, akan tetapi
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan dan infeksi
kandung empedu. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati penderita penyakit batu kolesterol
mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan mengendap
dalam kandung empedu mekanismenya belum diketahui sepenuhnya.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan
susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau
spasme sfingter Oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal, khususnya selama
kehamilan, dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu, menyebabkan
insidens yang tinggi.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas, dan unsur
selular atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi infeksi mungkin lebih
sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu, dari pada sebab pembentukan batu empedu.
Gambaran Klinis
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolesistitis akut atau kronik.
Gejala akut:
• Nyeri hebat yang timbul mendadak pada abdomen bagian atas terutama ditengah epigastrium;
nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan. Nyeri dapat berlangsung berjam-jam atau dapat
kambuh kembali setelah remisi parsial. Bila penyakit mereda, nyeri dapat ditemukan diatas kandung
empedu.
• Berkeringat banyak dan gelisah
• Nausea dan muntah-muntah sering terjadi
Gejala Kronik:
• Mirip dengan akut, tetapi beratnya nyri dan tanda-tanda fisik kurang nyata.
• Riwayat dyspepsia, intoleransi lemak.
• Nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama.
• Setelah terbentuk batu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak
menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi
Komplikasi:
• Infeksi kandung empedu
• Obstruksi pada ductus sistikus.
• Peritonitis
• Ruptura dinding kandung empedu
Pengobatan yang lazim pada kedua keadaan ini adalah dengan pembedahan:
• Kolesistectomy yaitu mengangkat kandung empedu
• Koledokolitomi yaitu mengangkat batu dari duktus koledokus.
• Pada kasus empiema atau bila penderita dengan keadaan buruk, kandung empedu tidak dapat
dibuang tetapi hanya dilakukan drainase ( Kolesistotomi).
RENCANA KEPERAWATAN
KOLELITIASIS DAN KOLESISTITIS
1. Batu Pigmen Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi
dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko
terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan
infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan
dengan jalan operasi.
2. Batu Kolesterol Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan
lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu
empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis
kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh
kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu
empedu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk
timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan perdangan
dalam kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentiukan
batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus
meningkatkan viskositas dan unsur seluler dan bakteri dapat berperan sebagi pusat
presipitasi. Akan tetapi infeksi lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu
empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu.(Smeltzer, 2002)
Insidensi Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Jumlah wanita berusia 20-50 tahun yang menderita batu empedu sekitar 3 kali lebih
banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir
sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat seiring bertambahnya
usia.(Williams, 2003)
Tanda Dan Gejala Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,
kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan
menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat
mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang
menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan
muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian
pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian
fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago
kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada
kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat
pengembangan rongga dada.
2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam
duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan
menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-
gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen
empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”
4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi
vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala
defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi
vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
Penatalaksanaan Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi
bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)
Manajemen terapi :
* Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal :
monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui
selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu;
melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan
batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau
kateter bilier transnasal.
* Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk
mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit
dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang
terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk
pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu
yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop
ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop
tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk
memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut
spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit
untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan
jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk
mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi,
namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan
terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
* ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini
menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan
pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud
memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)
3. Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan
untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan
penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif
jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu
prosedur darurat bilamana kondisi psien mengharuskannya
Tindakan operatif meliputi
* Sfingerotomy endosokopik
* PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
* Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop
* Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi, proses pembedahan)
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk ingesti dan absorbsi makanan
3. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka
operasi)
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas trakturs gastrointestinal
(sekunder terhadap imobilisasi)
6. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
(mual, muntah, drainase selang yang berlebihan)
7. Kurang pengetahuan: penyakit, prosedur perawatan b.d. Kurangnya informasi
Options:
o Comments (1)
o Trackback
o Permalink
o Recommend / Bookmark
Tags:
o ilmu keperawatan
Show trackback address
8z9ipfnj65f9g8nf
Pengkajian
2. Sirkulasi :
o Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3. Eliminasi :
o Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
o Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan
atas, urine pekat.
o Obyektif :
Kegemukan.
Kehilangan berat badan (kurus).
5. Nyeri/ Kenyamanan :
o Subyektif :
Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.
Nyeri apigastrium setelah makan.
Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
o Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini
dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
7. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung
perdarahan ( defisiensi Vit K ).
8. Belajar mengajar :
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung
empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian
bawah.
Dioagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif sehubungan dengan nyeri, kerusakan otot, kelemahan/
kelelahan, ditandai dengan :
o Takipneu
o Perubahan pernafasan
o Penurunan vital kapasitas.
o Pernafasan tambahan
o Batuk terus menerus
ditandai dengan :
ditandai :
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan
sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal
ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus
klinis (3).
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin
juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut
(3)
.
2. Pemeriksaan radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu
yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos.
Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika (3).
- Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah
dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar
bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna
pada penilaian fungsi kandung empedu (3).
—-
Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-
timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan
berlemak. Pilihan penatalaksanaak antara lain : (2)
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut (2).
2. Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini
pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis
keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris
yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi (2).
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka
kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan
manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap
terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien (2).
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metil-ter-butil-
eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah
terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun)
(2)
.
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini (2).
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur
pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya
kritis (2).
I. Konsep Penyakit
a. Definisi
II. Etiologi
a. Batu empedu dan kolesterol terjadi karena kenaikan sekresi kolesterol da penurunan
produksi empedu.
· Obesitas
· Wanita
· Diabetes mellitus
III. Patifisiologi
Terlampir
Gejal akut :
· Tanda :
o Icterus ringan
· Gejala :
Gejala kronik :
· Tanda :
· Gejala :
o Rasa nyeri ( kolik empedu ) terdapat abdomen bagian atas ( mid epigastrum )
sifatnya terpusatdi epigastrum menyebar ke arah skapula kanan.
o Flatulensi
o Eruktasi ( bersendawa)
V. Komplikasi
· Kolesistasis akut
· Kolesistasis kronik
· Kolangitis
· Pankreatitis
· Perdarahan
· Enzim hati serum AST ( SGOT ), ALT ( SGPT ), LDH agak meningkat alkalin
fosfot dan s. nukleatidase ditandai dengan peningkatan bilier.
· Kadar protombin menurun bila aliran empedu dalam usus menurunkan absorpsi
vitamin K
· Ultrason menyatakan kalkuvi, dan dietensi kandung empedu dan atau duktus
empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal)
· Skan CT dapat menyatakan kista kandung empedu dilatasi duktus empedu, dan
membedakan antara ikterik obstruksi atau nonobstruksi
· Skan hati ( dengan zat radio aktif ) menunjukan obstruksi percabangan bilier.
VII. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan nonbedah
- pengobatan endoskopi
2. Penatalaksanaan bedah
1. meperidine
3. atropine
4. vitamin K
5. 2 x 1 gr cefobid ( IU)
6. 1 x 2 cc vitamin B komplek ( IM )
7. 1 x 200 mg Vitamin C ( IV )
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
i. Identitas
Kolelitiasis dapat dijumpai pada pria maupun wanita, tapi lebih sering pada
wanita dengan perbandingan 1 : 4. hal ini dikarenakan beberapa fakta resiko
pada wanita, yaitu usia lanjut, obesitas, diit tinggi lemak dan genetic.
Pada penderita kolelitiasis, klien mengeluh nyeri perut kanan atas, nyeri tidak
menjalar/menetap, nyeri pada saat menarik nafas dan nyeri seperti ditusuk –
tusuk.
B. RIWAYAT KESEHATAN
Penderita kolelitiasis biasanya mengeluh nyeri pada perut kanan atas, nyeri
bila menarik nafas, mual dan muntah, panas (38.5oC), flatulensi, eruktasi
( bersendawa ), icterus ringan, serta terjadi pembesaran kantung empedu.
i. System Pernapasan
Perkusi : Sonor.
Inspeksi : tampak ada distensi abdomen diperut kanan atas, klien mengeluh
mual dan muntah.
Palpasi : hypertympani.
v. System Eliminasi
Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat.
IV. Intervensi
Skala nyeri ( 1 – 3 )
Intervensi :
1. observasi dan catat lokasi, beratnya ( skala 0 – 10 ) dan karakter nyeri ( menetap, hilang
timbul/kolik )
R/ tirah baring pada posisi fowler rendah meurunkan tekanan intra abdomen.
Tujuan : Pemenuhan nutrisi adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam
Intervensi :
1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penyebab mual / muntah
serta tindakan yang akan dilakukan
7. Kolaborasi dengan ahli gizi / diet tentang pemberian diet rendah lemak
R/ pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu dan nyeri sehubungan
dengan tidak semua lemak dicerna dan berguna dalam mencegah kekambuhan
8. Kolaborasi dengan tim dokter tentang pemberian garam empedu ( Biliron : Zanchol,
decholin) sesuai indikasi
SURAT BUAT DOKTER