Anda di halaman 1dari 27

Pengertian

Kolelitiasis adalah terdapatnya batu dalam kandung empedu atau saluran empedu.
Kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan dengan
batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus kistik dan menyebabkan distensi kandung
empedu.

Etiologi dan patogenesis

Penyebab batu dalam kandung empedu sampai sekarang belum diketahui secara pasti, akan tetapi
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan dan infeksi
kandung empedu. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati penderita penyakit batu kolesterol
mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan mengendap
dalam kandung empedu mekanismenya belum diketahui sepenuhnya.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan
susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau
spasme sfingter Oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal, khususnya selama
kehamilan, dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu, menyebabkan
insidens yang tinggi.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas, dan unsur
selular atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi infeksi mungkin lebih
sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu, dari pada sebab pembentukan batu empedu.

Gambaran Klinis
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolesistitis akut atau kronik.
Gejala akut:
• Nyeri hebat yang timbul mendadak pada abdomen bagian atas terutama ditengah epigastrium;
nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan. Nyeri dapat berlangsung berjam-jam atau dapat
kambuh kembali setelah remisi parsial. Bila penyakit mereda, nyeri dapat ditemukan diatas kandung
empedu.
• Berkeringat banyak dan gelisah
• Nausea dan muntah-muntah sering terjadi
Gejala Kronik:
• Mirip dengan akut, tetapi beratnya nyri dan tanda-tanda fisik kurang nyata.
• Riwayat dyspepsia, intoleransi lemak.
• Nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama.
• Setelah terbentuk batu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak
menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi

Komplikasi:
• Infeksi kandung empedu
• Obstruksi pada ductus sistikus.
• Peritonitis
• Ruptura dinding kandung empedu

Diagnosis dan pengobatan


Diagnosis Kolesistitis atau Kolelitiasis didasarkan dari hasil Kolesistografi atau Ultrasonografi yang
menunjukkan adanya batu atau malfungsi kandung empedu.

Pengobatan yang lazim pada kedua keadaan ini adalah dengan pembedahan:
• Kolesistectomy yaitu mengangkat kandung empedu
• Koledokolitomi yaitu mengangkat batu dari duktus koledokus.
• Pada kasus empiema atau bila penderita dengan keadaan buruk, kandung empedu tidak dapat
dibuang tetapi hanya dilakukan drainase ( Kolesistotomi).
RENCANA KEPERAWATAN
KOLELITIASIS DAN KOLESISTITIS

No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Rencana Tindakan


1 Nyeri, (akut) berhubungan dengan obstruksi/ spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/
nekrosis.
Ditandai:
DO:
- Ekspresi wajah meringis.
- TD meningkat, Nadi meningkat
- Perilaku tampak berhati-hati
DS:
- Pasien mengatakan nyeri (skala 0-10). Pasien akan:
• Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
• Menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi untuk situasi individual. 1.
Observasi dan catat lokasi nyeri, beratnya ( skala 0-10) dan karakteristik nyeri ( menetap, hilang
timbul, kolik)
2. Catat respon terhadap obat.
3. Tingkatkan tirah baring, berikan posisi yang nyaman.
4. Kontrol suhu lingkungan
5. Dorong penggunaan tehnik relaksasi, misalnya bimbingan imajinasi, Visualisasi, latihan napas
dalam, berikan aktivitas waktu senggang.
6. Sediakan waktu untuk mendengar dan kontak yang sering dengan pasien.
7. Kolaborasi:
• Pertahankan status puasa, masukan/ pertahankan penghisapan NG sesuai indikasi.
• Berikan obat sesuai indikasi.
2 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
Faktor resiko: kehilangan melaui penghisapan gaster berlebihan, muntah, distensi dan hipermotilitas
gaster. Pasien akan menunjukkan keseimbangan cairan adekuat dengan Kriteria:
• Tanda vital stabil
• Membran mukosa lembab.
• Turgor kulit baik
• Pengiasian kapiler <>
 Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada
saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.
(Williams, 2003)
Penyebab Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Penyebab pasti dari Kolelitiasis/Koledokolitiasis atau batu empedu belum diketahui.
Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di
kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi
menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah
batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika
bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium.( Williams, 2003)
Patofisiologi Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Ada dua tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu
yang terutama tersusun dari kolesterol.

1. Batu Pigmen Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi
dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko
terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan
infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan
dengan jalan operasi.
2. Batu Kolesterol Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan
lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu
empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis
kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh
kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu
empedu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk
timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan perdangan
dalam kandung empedu.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentiukan
batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus
meningkatkan viskositas dan unsur seluler dan bakteri dapat berperan sebagi pusat
presipitasi. Akan tetapi infeksi lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu
empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu.(Smeltzer, 2002)
Insidensi Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Jumlah wanita berusia 20-50 tahun yang menderita batu empedu sekitar 3 kali lebih
banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir
sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat seiring bertambahnya
usia.(Williams, 2003)
Tanda Dan Gejala Kolelitiasis/Koledokolitiasis

1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,
kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan
menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat
mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang
menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan
muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian
pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian
fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago
kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada
kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat
pengembangan rongga dada.
2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam
duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan
menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-
gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen
empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”
4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi
vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala
defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi
vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa

Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis/Koledokolitiasis

1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai


prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu,
pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya
sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami
dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau
bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak
digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras
ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini
memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat
laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke
dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula
dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan
kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di
duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer,
2002)
5. Pemeriksaan darah

* Kenaikan serum kolesterol


* Kenaikan fosfolipid
* Penurunan ester kolesterol
* Kenaikan protrombin serum time
* Kenaikan bilirubin total, transaminase
* Penurunan urobilirubin
* Peningkatan sel darah putih
* Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama

Penatalaksanaan Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi
bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)
Manajemen terapi :

* Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein


* Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
* Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
* Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
* Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan

* Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal :
monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui
selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu;
melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan
batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau
kateter bilier transnasal.
* Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk
mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit
dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang
terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk
pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu
yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop
ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop
tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk
memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut
spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit
untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan
jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk
mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi,
namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan
terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
* ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini
menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan
pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud
memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)

3. Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan
untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan
penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif
jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu
prosedur darurat bilamana kondisi psien mengharuskannya
Tindakan operatif meliputi

* Sfingerotomy endosokopik
* PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
* Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop
* Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube

Penatalaksanaan pra operatif :

1. Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu


2. Foto thoraks
3. Ektrokardiogram
4. Pemeriksaan faal hati
5. Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)
6. Terapi komponen darah
7. Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama
suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka
dan mencegah kerusakan hati.

Diagnosa Keperawatan Pasien Dengan Kolelitiasis/Koledokolitiasis

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi, proses pembedahan)
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk ingesti dan absorbsi makanan
3. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka
operasi)
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas trakturs gastrointestinal
(sekunder terhadap imobilisasi)
6. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
(mual, muntah, drainase selang yang berlebihan)
7. Kurang pengetahuan: penyakit, prosedur perawatan b.d. Kurangnya informasi

Options:

o Comments (1)
o Trackback
o Permalink
o Recommend / Bookmark

Tags:

o ilmu keperawatan
Show trackback address

8z9ipfnj65f9g8nf

Enter this code:*

Phonetic spelling (mp3)


Generate new code
Show
trackback address

Pengkajian

1. Aktivitas dan istirahat :


o subyektif : kelemahan
o Obyektif : kelelahan

2. Sirkulasi :
o Obyektif : Takikardia, Diaphoresis

3. Eliminasi :
o Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
o Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan
atas, urine pekat.

4. Makan / minum (cairan)


o Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
 Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
 Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
 Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
 Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.

o Obyektif :
 Kegemukan.
 Kehilangan berat badan (kurus).

5. Nyeri/ Kenyamanan :
o Subyektif :
 Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.
 Nyeri apigastrium setelah makan.
 Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.

o Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini
dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).

6. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.

7. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung
perdarahan ( defisiensi Vit K ).

8. Belajar mengajar :
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung
empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian
bawah.
Dioagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif sehubungan dengan nyeri, kerusakan otot, kelemahan/
kelelahan, ditandai dengan :
o Takipneu
o Perubahan pernafasan
o Penurunan vital kapasitas.
o Pernafasan tambahan
o Batuk terus menerus

2. Potensial Kekurangan cairan sehubungan dengan :


o Kehilangan cairan dari nasogastrik.
o Muntah.
o Pembatasan intake
o Gangguan koagulasi, contoh : protrombon menurun, waktu beku lama.

3. Penurunan integritas kulit/jaringan sehubungan dengan


o Pemasanagan drainase T Tube.
o Perubahan metabolisme.
o Pengaruh bahan kimia (empedu)

ditandai dengan :

o adanya gangguan kulit.

4. Kurangnya pengetahuan tentang prognosa dan kebutuhan pengobatan, sehubugan


dengan :
o Menanyakan kembali tentang imformasi.
o Mis Interpretasi imformasi.
o Belum/tidak kenal dengan sumber imformasi.

ditandai :

o pernyataan yang salah.


o permintaan terhadap informasi.
o Tidak mengikuti instruksi.
2. Pemeriksaan Fisik

1. Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti


kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema
kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila
nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu
yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas (3).

2. Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan
sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal
ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus
klinis (3).

3. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin
juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut
(3)
.

2. Pemeriksaan radiologis

- Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu
yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos.
Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika (3).

Gambar 2. Foto rongent pada kolelitiasis (10)


- Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk


mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra
hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat
pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam
usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa (1).

- Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah
dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar
bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna
pada penilaian fungsi kandung empedu (3).

—-

Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-
timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan
berlemak. Pilihan penatalaksanaak antara lain : (2)

1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut (2).

2. Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini
pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis
keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris
yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi (2).

3. Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka
kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan
manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap
terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien (2).

4. Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metil-ter-butil-
eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah
terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun)
(2)
.

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini (2).

6. Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur
pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya
kritis (2).

VI. Pemeriksaan penunjang


Tes laboratorium :
1. lekosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : lebih kecil dari 0,4 mg/dl).
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga
menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan
distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung
empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan
adanya batu dan cairan pankreas.
8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi
joundice.
10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau
pembesaran pada gallblader.
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS KOLELITIASIS

I. Konsep Penyakit

a. Definisi

· Kolelitiasis adalah adanya baku dalam kandung empedu. ( pedoman praktek


keperawatan hal. 423 )

· Kolelitiasis adalah adanya pembentukan batu empedu. ( kamus kedokteran dorland


)

· Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat pada kantong empedu.


( Askep/bedah.blogspot.com/2008/08/Askep – dengan –
cholelithiasis )

· Kolelitiasis adalah penyakit yang menunjukkan adanya batu empedu dalam


kandung empedu. ( Novriani, Erni.2008. The Cemol
Nurse.PSIK UNRI pekanbaru.diundo dari www.blogspot.com
pada tanggal 11 oktober 2008)

II. Etiologi
a. Batu empedu dan kolesterol terjadi karena kenaikan sekresi kolesterol da penurunan
produksi empedu.

Faktor lain yang berperan dalam pembentuka batu :

· Infeksi kandung empedu ( kolesistusis )

· Usia yang bertambah

· Obesitas

· Wanita

· Diabetes mellitus

· Kurang makan sayur

· Obat – obatan untuk menurunkan kadar serum kolesterol.

b. Batu pigmen empedu

· Batu pigmen hitam

· Batu pigmen coklat

c. Batu saluran empedu

III. Patifisiologi

Terlampir

IV. Manifestasi klinis

Gejal akut :

· Tanda :

o Epigastrum kanan terasa nyeri dan spasme

o Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kuadran kanan atas

o Kandung empedu membesar dan nyeri

o Icterus ringan

· Gejala :

o Rasa nyeri ( kolik empedu ) yang menetap.

o Mual dan muntah


o Febris (385 oC)

Gejala kronik :

· Tanda :

o Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen

o Kadang terdapat nyeri di kuadran kanan atas

· Gejala :

o Rasa nyeri ( kolik empedu ) terdapat abdomen bagian atas ( mid epigastrum )
sifatnya terpusatdi epigastrum menyebar ke arah skapula kanan.

o Mual dan muntah

o Intoleransi dengan makanan berlemak

o Flatulensi

o Eruktasi ( bersendawa)

V. Komplikasi

· Kolesistasis akut

· Kolesistasis kronik

· Kolangitis

· Pankreatitis

· Perdarahan

· Ileus batu empedu

· Perforasi atau infeksi saluran – saluran.

VI. Pemeriksaan diagnostic

· Darah lengkap : leokositosis sedang ( akut )

· Bilirubin dan amylase serum meningkat

· Enzim hati serum AST ( SGOT ), ALT ( SGPT ), LDH agak meningkat alkalin
fosfot dan s. nukleatidase ditandai dengan peningkatan bilier.

· Kadar protombin menurun bila aliran empedu dalam usus menurunkan absorpsi
vitamin K
· Ultrason menyatakan kalkuvi, dan dietensi kandung empedu dan atau duktus
empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal)

· Kovangioprankeatografi retrograd endoskopik memperlihatkan percabangan


bilier dengan kranuvasi duktus oleh dukus melalui duodenung

· Kovangiografi transhepatik perkutanius perbedaan gambaran dengan flouroskopi


antara penyakit kandung empedu dengan kanker pangkreas ( bila ikterik ada)

· Kolesisnogram ( untuk kolesis kritis kronik ) menyatakan batu pada system


empedu.

· Skan CT dapat menyatakan kista kandung empedu dilatasi duktus empedu, dan
membedakan antara ikterik obstruksi atau nonobstruksi

· Skan hati ( dengan zat radio aktif ) menunjukan obstruksi percabangan bilier.

· Foto abdomen (multi posisi) menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu


empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu

· Foto dada menunjukan pernafasan yang menyebabkan penyebaran nyeri

VII. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan nonbedah

- Lisis batu, pelarutan batu dengan menggunakan metal – butyl – eter.

- litotripsi pemecahan batu empedu dengan menggunakan gelombang kejut dari


perangkat elektromagnetik yaitu ESWL

- pengobatan endoskopi

2. Penatalaksanaan bedah

- Kolesistektomi, jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang


meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, makan dianjurkan untuk
menjalani pengangkatan kandung empedu.

- Dapat dilakukan secara operatif maupun laparoskopik.

- Kolesistektomi, laparoskopik, kandung empedu diangkat melalui selang yang


dimasukkan lewat sayatan kecil didinding perut.

- Jenis pembedahan ini memiliki keuntungan :

1. mengurangi rasa tidak nyaman pasca pembedahan.

2. memperpendek masa perawatan di RS


3. Terapi farmakologi

1. meperidine

2. hidroklorid amil nitrit

3. atropine

4. vitamin K

5. 2 x 1 gr cefobid ( IU)

6. 1 x 2 cc vitamin B komplek ( IM )

7. 1 x 200 mg Vitamin C ( IV )
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

i. Identitas

Kolelitiasis dapat dijumpai pada pria maupun wanita, tapi lebih sering pada
wanita dengan perbandingan 1 : 4. hal ini dikarenakan beberapa fakta resiko
pada wanita, yaitu usia lanjut, obesitas, diit tinggi lemak dan genetic.

ii. Keluhan Utama

Pada penderita kolelitiasis, klien mengeluh nyeri perut kanan atas, nyeri tidak
menjalar/menetap, nyeri pada saat menarik nafas dan nyeri seperti ditusuk –
tusuk.

B. RIWAYAT KESEHATAN

i. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita kolelitiasis sebelumnya atau


penyakit infeksi gastrointestinal seperti ileus paralitik, kolesistisis, penurunan
berat badan drastis, sirosis hepatis.

ii. Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita kolelitiasis biasanya mengeluh nyeri pada perut kanan atas, nyeri
bila menarik nafas, mual dan muntah, panas (38.5oC), flatulensi, eruktasi
( bersendawa ), icterus ringan, serta terjadi pembesaran kantung empedu.

iii. Riwayat penyakit keluarga

Perlu dikaji apakah klien mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes


mellitus, hipertensi, anemia sel sabit.

C. Pemeriksaan body system

i. System Pernapasan

Inspeksi : Dada tampak simetris, pernapasan dangkal, klien tampak gelisah.

Palpasi : Vocal vremitus teraba merata.

Perkusi : Sonor.

Auskultasi : Tidak terdapat suara nafas tambahan ( ronchii, wheezing )

ii. System Kardiovaskuler


Terdapat takikardi dan diaforesis.

iii. Sistem Neurology

Tidak terdapat gangguan pada system neurology.

iv. System Pencernaan

Inspeksi : tampak ada distensi abdomen diperut kanan atas, klien mengeluh
mual dan muntah.

Auskultasi : peristaltic ( 5 – 12 x/mnt) flatulensi.

Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/quadran kanan atas, nyeri


tekan epigastrum.

Palpasi : hypertympani.

v. System Eliminasi

Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat.

vi. System integument

Terdapat icterik ringan dengan kulit berkeringat dan gatal.

vii. System muskuluskeletal

Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP.

III. Diagnosa Keperawatan

1. nyeri berhubungan dengan proses inflamasi

2. gangguan pemenuham nutrisi berhubungan dengan mual muntah

3. gangguan pola tidur/istirahat berhubungan dengan iritasi peritonial.

4. gangguan keseimbangan berhubungan dengan reaksi inflamasi

5. resiko anemia berhubungan dengan kekurangan vitamin K

6. resiko dehidrasi berhubungan dengan mual muntah.

IV. Intervensi

1. nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi

tujuan : nyeri berkurang setrelah dilakukan tindakan keperwatan 1 x 24 jam.


kriteria hasil : keadaan umum normal

klien mengatakan nyerinya berkurang

wajah tampak rileks tidak lagi menyeringai keskitan.

Skala nyeri ( 1 – 3 )

Ttv dalam batas normal

Intervensi :

1. observasi dan catat lokasi, beratnya ( skala 0 – 10 ) dan karakter nyeri ( menetap, hilang
timbul/kolik )

R/ membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang


kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi, dan keefektifan intervensi.

2. tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.

R/ tirah baring pada posisi fowler rendah meurunkan tekanan intra abdomen.

3. dorong menggunakan tehnik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan


nafas dalam.berikan aktivitas senggang.

R/meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dapat meningkatkan


koping.

4. berikan obat sesuai indikasi :

· antikolinergik, contoh atrophin propantelin(probantine)

R/menhilangkan reflek spasme/kontraksi otot halus dan membantu dalam


manajemen nyeri.

· Sedative, contoh fenobarbitol.

R/ meningkatkan istirahat dan merilekskan otot halus, menhilangkan nyeri.

2. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah

Tujuan : Pemenuhan nutrisi adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam

Kriteria hasil : - Klien menyebutkan penyebab mual/muntah

- Klien mengatakan mual/muntah berkurang

- Klien menunjukkan kemajuan mencapai berat badan ideal


- TTV dalam batas normal :

T : 110/60-130/90 mmHg n : 60-100 x/menit

S : 39-372 0C RR : 16-20 x/menit

BB : (TB-100) – 10% (TB-100)

Intervensi :

1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penyebab mual / muntah
serta tindakan yang akan dilakukan

R/ meningkatkan pengetahuan klien tentang penyebab masalah serta mendorong klien


agar lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan

2. Kaji distensi abdomen

R./ tanda nonverbal ketidaknyamanan b/d gangguan pencernaan

3. Hitung pemasukan kalori

R/ mengidentifikasi kekurangan / kelebihan kebutuhan nutrisi

3. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan berbau

R/ untuk meningkatkan nafsu makan / menurunkan mual

4. Berikan kebersihan oral sebelum makan

R/ mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan

5. Tawarkan minuman seduhan saat makan, bila toleran

R/ dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas

6. Sajikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering

R/ menurunkan frekuensi mual

7. Kolaborasi dengan ahli gizi / diet tentang pemberian diet rendah lemak

R/ pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu dan nyeri sehubungan
dengan tidak semua lemak dicerna dan berguna dalam mencegah kekambuhan

8. Kolaborasi dengan tim dokter tentang pemberian garam empedu ( Biliron : Zanchol,
decholin) sesuai indikasi
SURAT BUAT DOKTER

Assalamu Alaikumdr. handi...


Saat pertama saya membaca tulisan anda di fb saya, grup perawat Indonesia
yang mengajak untuk berdiskusi tentang ‘Apa sih maunya Perawat’. Awalnya
saya sangat antusias karena adanya perhatian dari profesi dokter tentang nasib
keperawatan di Indonesia, tapi setelah saya membaca substansi ‘Apa sih maunya
Perawat’ di website anda saya sempat tertegun sejenak, secara jujur saya ingin
mengatakan kalau tulisan anda sedikit banyak malah melecehkan perawat.
Mungkin ini disebabkan karena anda adalah dokter yang belum begitu matang
dalam bekerja dalam segala kondisi psikologis yang beragam. Saya ingin
bercerita sedikit tentang pengalaman saya selama bertugas pada daerah sangat
terpencil sebagai juru imunisasi. Jarak yang harus kami tempuh adalah 5 hari
perjalanan untuk meng-cover satu desa, kami tiap bulan mengunjungi 4 desa
untuk puskel (ingat…PUSKEL= Puskesmas Keliling), idealnya kepala Puskesmas
harus ikut, tapi karena medannya adalah tanjakan 35-45 derajat dokternya keder
juga (kali aja karena kerjanya tidak ikhlas atau karena kepala dinas kesehatan
tidak melihat langsung). Mau tidak mau dalam kondisi seperti ini seorang
perawat merangkap segala-galanya, anamnesis, penentuan diagnose,
pengobatan, bahkan tindakan injeksi dan imunisasi dilakukan oleh seorang
perawat tanpa dilindungi oleh aturan manapun, perlu diingat kembali bahwa
tugas tersebut bukan karena si perawat ingin sejajar atau bertindak seakan-akan
dia adalah ‘dokter’ yang cukup arogan seperti anda, tapi tuntutan pekerjaan
yang mengharuskan perawat tersebut melakukan segalanya.
Saudaraku…
Saya sudah berdiskusi dengan beberapa profesi dokter tentang perlindungan
perawat, sebahagian besar mendukungdan sangat jauh berbeda dengan tulisan
anda. Kami tidak pernah bermimpi duduk bersanding dengan profesi dokter,
kami juga tidak pernah ingin melakukan segala bentuk tindakan invasif, menulis
resep, dll yang menjadi tugas dan tanggung jawab dokter, hanya saja dibeberapa
tempat dan kondisi perawat masih lebih mahir dari pada dokter, sehingga dokter
yang merasa tidak mampu lebih mempercayakan tindakan tertentu tersebut
dilakukan oleh perawat, sebagai penanggung jawab adalah dokternya, menurut
saya hal-hal semacam ini juga perlu mendapat perlindungan hukum yang jelas.
Sekali-kali anda jalan-jalan ke Unit-unit pelayanan kesehatan yang lebih riil, UGD,
ICU, PICU, HD, NICU, CVCU, atau perawatan anak biasa, dan lihat apa yang
dilakukan oleh perawat.
Kembali ke masalah Draft UU Keperawatan, Draft tersebut sudah sekian lama
masuk dalam antrian draft yang akan dibahas oleh legislatif, entah kenapa draft
tersebut kembali stagnan setelah sempat menghangat untuk dibahas, mungkin
karena dalam setiap pembahasan draft UUD selalu membutuhkan dana yang
besar (Rahasia umum), oleh karena itu teman-teman yang dimotori oleh PPNI
mencoba jalan lain yang masih dalam kerangka demokrasi dengan melakukan
aksi demonstrasi secara damai. Ancaman mogok kerja yang dilakukan oleh
kamunitas perawat juga sangat beralasan kalau tuntutan yang kami suarakan
tidak membuahkan hasil. Saudaraku… kami menjadi perawat karena panggilan
nurani, dan kami tau persis nilai-nilai kemanusiaan yang selalu kami junjung
tinggi, walau pada akhirnya kami harus mogok nasional, kami tidak akan pernah
mengorbankan pekerjaan yang sifatnya vital, kami perawat juga masih lebih
manusiawi ketimbang beberapa dokter yang berbaju putih rapi tapi melakukan
banyak hal yang lebih buruk daripada rentenir dengan melakukan kolusi dengan
pedagang farmasi, tindakan yang tidak dilakukan oleh dokter terhadap pasien
yang tidak memiliki jaminan pembayaran, pengobatan dan penunjang diagnostik
yang berlebihan karena perhitungan fee, dan lain-lain.
Tentang praktek keperawatan kenapa tidak, kami juga perawat yang memiliki
keilmuan dalam bidang kesehatan berhak untuk membuka praktek secara legal,
yang harus dirumuskan adalah sejauh mana praktek tersebut boleh dilakukan
oleh perawat sesuai kompetensinya yang akan diatur dalam aturan kode etik
yang jelas.
Akhir kata, saya secara pribadi berterima kasih kepada anda yang telah memberi
ruang perhatian pada apa yang dilakukan oleh perawat dan organisasi PPNI
beberapa waktu lalu, andai mungkin saya ingin berkolaborasi dengan anda di
ujian yang sesungguhnya, yaitu di tempat pelayanan, baru kita diskusi tentang
kompetensi.
Terima kasih.
Ruslan M,S.Kep,Ns

Anda mungkin juga menyukai