Pengolahan Limbah Cair Pabrik Pengolahan
Pengolahan Limbah Cair Pabrik Pengolahan
Oleh:
Purwo Subekti/ F36115014, Universitas Pasir Pengaraian
1. TUJUAN PENANGANAN
Indonesia merupakan negara dengan perkebunan sawit terluas di dunia, pada tahun
2014 luas kebun kelapa sawit mencapai 10,9 juta hektar dengan produksi Crude Palm
Oil (CPO) sebesar 29,3 juta ton dengan jumlah Pabrik Kelapa Sawit 695 unit (BPS, 2014).
Perkembangan industri kelapa sawit akan terus meningkat seiring dengan rencana
pemerintah tahun 2020, Indonesia ditargetkan mampu menghasilkan 40 juta ton CPO per
tahun. Rencana tersebut didukung dengan adanya Rencana Kehutanan Tingkat Nasional
(RKTN) tahun 2011-2030, pemerintah akan mengalokasikan kawasan hutan untuk
dimanfaatkan menjadi sektor perkebunan (Kemenhut 2011).
Perkembangan pesat sektor industri kelapa sawit tersebut ternyata menimbulkan
dampak lain. Limbah pabrik kelapa sawit di Indonesia mencapai 28,7 juta ton
limbah cair/tahun dan 15,2 juta ton limbah tandan kosong kelapa sawit
(TKKS)/tahun (Deptan, 2008). Berbagai persoalan muncul berkaitan dengan isu
lingkungan yang disebabkan aktivitas industri kelapa sawit. Permasalahan kerusakan
lingkungan ini mendapat perhatian serius dari pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), maupun dunia internasional.
Aktivitas industri minyak sawit mulai dari penanaman, pemupukan, penggunaan
energi, pengolahan limbah dan lainnya diduga sebagai penyebab peningkatan gas rumah
kaca (GRK). GRK merupakan gas-gas yang terdapat di atmosfer, yang menyerap dan
memantulkan kembali radiasi inframerah sehingga berakibat pada peningkatan suhu
bumi (Cicerone 1987). GRK pada industri kelapa sawit yang berkontribusi terhadap
pemanasan global adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida
(N2O). Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), menjelaskan bahwa setiap
GRK mempunyai potensi pemanasan global (Global Warming Potential/GWP) yang diukur
secara relatif berdasarkan emisi CO2. Semakin besar nilai GWP maka akan semakin bersifat
merusak (IPCC 2007).
1
Gambar 1. Skema proses produksi di pabrik pengolahan kelapa sawit
2
mengurangi emisi GRK sebesar 20 % (EPA 2011). Apabila hal tersebut tidak dilakukan
maka akan berdampak pada daya beli produk turunan kelapa sawit oleh negara-negara maju.
Sebagai langkah solutif meningkatkan daya saing produk sawit Indonesia, pemerintah
menerapkan peraturan yang tersusun dalam Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Terdapat 7 prinsip ISPO yang harus dipenuhi perusahaan perkebunan kelapa sawit yaitu
sistem perizinan dan manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknis budidaya dan
pengolahan kelapa sawit, pengelolaan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja,
tanggung jawab sosial dan kominitas, pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat, dan
peningkatan usaha secara berkelanjutan. Salah satu kriteria dalam prinsip pengelolaan
lingkungan adalah perusahaan diharuskan melakukan identifikasi sumber emisi GRK
(Ditjenbun 2014).
Dalam rangka untuk meningkatkan nilai tambah dari limbah cair pabrik kelapa sawit
(LCPKS/ POME, palm oil mill effluent). dan menurunkan sumber emisi GRK, maka perlu
alterntif pengolahan dan pemanfatan LCPKS menjadi produk lain yang bisa dimanfaatkan.
Berdasarkan latar belakang di atas, kajian ini termasuk implementasi pengambilan gas bio
dan pembakaran gas bio pada kolam pembuangan limbah cair, dimana gas bio diambil dari
kolam anaerobik yang ada, kemudian di alirkan ke instalasi pemurnian sebelum dilanjutkan
untuk di fungsikan sebagai bahan bakar Generator Set sebagi pembangkit listrik.
3
Gambar 3. Skema efek GRK
4
Gambar 4. skema pengurangan efek GRK dengan methane capture
Sebagi tempat untuk melakukan kajian tentang pengelolaan POME untuk Pembangkit
Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) adalah PKS PTPN VI yang terletak di PKS Pinang Tinggi
dan PKS Tanjung Lebar Propinsi Jambi.
5
Gambar 5. Skema proses pengolahan POME hingga menjadi biogas yang
siap digunakan di gas engine.
6
Gambar 6. Diagram prinsip kerja instalasi PLTBg dari POME
7
penampungan, POME dipompa dengan receiving pump menuju unit
pencampuran/pengumpanan. Sebelum memasuki unit pencampuran/ pengumpanan, POME
didinginkan menjadi sekitar 40oC (karena temperatur POME dari PKS masih panas, di
atas 60cC) menggunakan heat exchanger (alat penukar panas), yang beroperasi
menggunakan cooling tower untuk sirkulasi air pendinginnya.
8
melalui unit pengaliran balik. Reaktor ABR ini juga ditutup dengan lembaran HDPE
geomembran 1 mm untuk menahan dan mengumpulkan biogas yang terbentuk. Biogas
kemudian dialirkan keluar reaktor menuju unit pengolahan dan pemurnian biogas,
melalui perpipaan biogas yang dipasang di sekeliling bagian atas reaktor. Reaktor ABR
ini didesain secara khusus untuk mencegah gangguan yang sering timbul: akumulasi
minyak di atas reaktor, dan sedimentasi berlebih di dasar reaktor; keduanya dapat
dikeluarkan dengan sistem perpipaan penarikan buih/busa dan lumpur, tanpa membuka
penutup reaktor.
10
3. PRINSIP DESAIN
Perhitungan emisi Instalasi ini memakai metodologi yang telah ditetapkan oleh
UNFCCC yaitu AMS-III.H (Approved Methodology, version 13): ”Methane recovery in
waste treatment” (unfcc, 2015), untuk perhitungan jumlah gas rumah kaca yang dikeluarkan
dari kolam pengolahan limbah. Dan untuk perhitungan pengurangan jumlah gas rumah kaca
untuk penggantian bahan bakar fosil untuk membangkitkan listrik dipakai AMS-ID (Grid
connection renewable electricity version 11/ unfcc, 2015)
dimana,
Bey : Emisi baseline pada tahun y (t-CO2)
BEpower,y : Emisi baseline listrik atau kebutuhan bahan bakar pada tahun y (t-CO2)
BEww.treatment,y : Emisi baseline pengolahan limbah cair (t-CO2)
BEs.treatment,y : Emisi baseline pengolahan sludge/lumpur (t-CO2)
BEww.discharge,y : Emisi baseline pembusukan karbon organik dari hasil pengolahan
limbah cair yang dibuang ke sungai/laut (t-CO2)
BEs.final,y : Emisi baseline pembusukan anorganik lumpur (t-CO2)
Dalam kondisi biasa (sebelum Instalasi CDM), sumber listrik untuk proses pengolahan
limbah cair menggunakan bahan bakar biomasa yang berasal dari limbah padat (serabut dan
cangkang) dari proses pembuatan CPO. Sehingga energi listrik yang dipakai tidak
menghasilkan emisi, maka BEpower, y = 0.
11
Pengolahan sludge/ lumpur pada Instalasi ini tidak mengalami perubahan dengan
adanya Instalasi ini, dimana lumpur diambil dari kolam anaerobik secara berkala untuk
menjaga kualitas air yang dikeluarkan ke areal perkebunan, sehingga dalam Instalasi ini
BEs.treatment,y = 0. Dalam kajian ini, limbah cair yang keluar dari kolam anaerobik diolah
dengan baik di kolam aerobik, maka BEww.discharge,y = 0. Dengan kondisi Instalasi seperti
itu, maka persamaan baseline dalam kegiatan Instalasi ini menjadi : (unfcc, 2015)
Dimana,
Pengukuran jumlah limbah air, Qww,i,y tidak dilakukan oleh PKS, karena selain harga
flowmeter mahal, tidak ada kepentingan bagi PKS untuk melakukan pengukuran volume air
limbah. Jumlah air limbah ini ditentukan dengan perhitungan menggunakan koefisien
perbandingan antara jumlah TBS yang diolah dan jumlah limbah air.
Dalam studi ini dipakai angka 0,6 , yang merupakan angka acuan dari PKS di
PTPN V. Untuk PKS di Malaysia dari literatur yang ada, memakai angka 0,7 [6].
Pengukuran COD di inlet dan outlet kolam anaerobik, yang merupakan parameter penting
untuk menentukan jumlah gas metana, nilainya diambil dari data laporan bulanan kualitas
limbah cair ke Badan Pengawasan Lingkungan Daerah di lokasi masing masing PKS. Nilai
COD di inlet kolam anaerobik tercatat 50.000 mg/L, dan untuk outlet tercatat 5000 mg/L
(DPU, Riau 2009).
Baseline emission dari penggantian bahan bakar fosil dengan menggunakan bahan
bakar gas metana ini ditunjukkan dengan persamaan pada AMS-ID (Grid connection
renewable elecricity vesion 11/ unfcc, 2015):
12
Dimana,
MWHgrid : Jumlah energi yang dibangkitkan dengan menggunakan
terbarukan (kWh)
EFgrid : Koefisien emisi dari sistem jaringan/grid, 0,743 t-
CO2/MWh [8].
Total dari emisi baseline adalah total dari persamaan (2) dan (3).
Pe y PE power,y PEww.treatment,y PEs .treatment,y Eww.discharge ,y PEs . final,y PE fugitive,y PEbiomass,y
Dimana,
Pada kegiatan Instalasi ini, sumber bahan listrik yang dipakai adalah tetap seperti
sebelum Instalasi dilaksanakan, yaitu serabut dan cangkang (limbah biomasa) dari kelapa
sawit, sehingga emisi dianggap tidak ada, PEpower,y = 0.
Proses pengolahan limbah cair secara anaerobik pada aktivitas Instalasi ini
adalah sama dengan kondisi sebelum Instalasi (baseline), sehingga kualitas air yang
13
diolah/nilai COD limbah air setelah melewati kolam anaerobik pada saat sebelum Instalasi
dan sebelum Instalasi adalah sama, maka dalam perhitungan ini dapat dianggap PEww.discharge,y
= 0.
Lumpur/sludge dari kolam anaerobik diambil secara periodik untuk menjaga kulitas
proses pengolahan air dan mencegah pendangkalan kolam. Lumpur diambil dari
kolam, dikeringkan dengan sinar matahari dan kemudian dibuang ke lahan perkebunan
terdekat sebagai pupuk, sehingga PEs.final,y = 0. Dengan tidak adanya pengolahan lumpur
maka pada emisi pada kegiatan tersebut tidak ada, dan tidak ada nilai PEs.treatment,y. Karena
tidak ada biomassa yang disimpan di bawah kondisi anaerobik, maka tidak ada nilai
PEbiomass,y.
Dengan kondisi aktivitas Instalasi seperti di atas maka persamaan (4) menjadi,
karena pada kajian ini tidak ada sistem pengolahan sludge, maka, nilai PEfugitive,s,y tidak ada,
sehingga,
Dimana,
Efisiensi pengkapan dari fasilitas penangkapan gas pada sitem
CFEww :
pengolahan limbah, 0,9 (unfcc, 2015)
Potensi emisi gas metana pada sistem pengolahan limbah air yang
GWPCH4 :
dilengkapi sistem penangkap gas bio, 21 (unfcc, 2015)
Potensi gas metana yang dihasilkan dari limbah cair dari kolam anaerobik dinyatakan
dalam persamaan di bawah ini,
Dimana,
14
Qww,y : Jumlah limbah air (t/m3)
Kapasitas produksi gas metana pada limbah air, 0,21 kg
Bo,ww :
(CH4/kgCOD) (unfcc, 2015)
UFPJ : Faktor koreksi model untuk perhitungan ketidakpastian model,
1,06[5]
CODremoved,PJ,k,y : Jumlah COD yang terambil/terolah.
MCFww,treatment,PJ,k : 0,8 (kolam anaerobik dalam) (unfcc, 2015)
Dimana jumlah massa gas metana yang mengalir pada aliran gas bio pada fasilitas
pembakaran/flaring dianggap sama dengan jumlah massa gas metana yang dihasilkan kolam
anaerobik setelah dikurangi jumlah gas metana yang terlepas pada dari sistem penangkapan
gas,
Dimana,
ΣTMRG,h : Jumlah massa gas metana pada aliran gas bio buang (kg/h) Sehingga
Pada kajian ini instalasi sistem penangkapan dan pembakaran gas metana
merupakan sistem/peralatan yang baru, sehingga kebocoran/leakage dianggap nol, LE = 0.
ERy ,ex ante BE y ,ex ante BE y ,electricity PE y ,ex ante LE y ,ex ante) (13)
15
ERy ,ex ante BE ww.treatment,y BE y ,electricity PE ww.treatment,y PE fugitive,y PEflaring,y) (14)
Dari persamaan (14), pengurangan emisi dari Instalasi CDM ini, ERy,ex ante didapat dari
pengurangan antara emisi dari pengolahan limbah cair, BEww,treatment, dan emisi dari listrik
yang dipakai, BEy, electricity saat Instalasi CDM belum dimulai dikurangi dengan emisi dari
sistem pengolahan limbah cair, PEww,treatment, emisi Instalasi dari biogas yang terlepas dari
sistem penangkapan, PEfugitive dan emisi dari ketidaksempurnaan pembakaran, PEflaring di
tahun y pada Instalasi CDM.
Pendapatan dari CER sendiri, merupakan total CER dari pengurangan GRK yang
berasal dari penangkapan gas metana di kolam an-aerobik melalui penutupan kolam an-
aerobik dengan HDPE (High Density Polyethylene), dan dari pengurangan GRK yang
didapat dari penggantian gas metana sebagai bahan bakar untuk membangkitkan listrik.
Dalam hal ini terjadi pengurangan bahan bakar fosil. Listrik yang dihasilkan dikoneksikan
dengan jaringan sistem kelistrikan interkoneksi Sumatera.
Keekonomian Instalasi penangkapan gas metana perlu dijelaskan dan menjadi bukti
untuk menjelaskan additionality dan kelayakan keekonoomian dari pembangunan instalasi
16
PLTBg ini, Usaha penangkapan gas metana dari limbah cair di kolam pengolahan limbah
cair, jelas merupakan suatu Instalasi yang sedikit menghasilkan pendapatan bagi perusahaan,
sebaliknya akan menjadi beban jika Instalasi ini harus dilaksanakan dengan biaya
perusahaan. Dengan memasukkan usaha penangkapan gas metana ini ke dalam mekanisme
CDM, maka akan didapatkan pendapatan dari penjualan sertifikat pengurangan GRK, yang
dapat digunakan untuk menutup biaya operasional usaha penangkapan gas metana ini.
4. KONDISI OPERASI
4.1. Emisi Gas Rumah Kaca
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam kajian ini adalah GRK yang dihasilkan dari
proses pembusukan material organik di limbah cair, yaitu gas metana, CH4. Perhitungan
emisi memakai persamaan-persamaan yang dijelaskan pada sub bab 3.1. Perhitungan emisi
baseline, BEy, dihitung dengan persamaan (2), emisi Instalasi, PEy, dihitungan dengan
persamaan (3). Pengurangan emisi, ERy, dari Instalasi ini dihitungan dengan memakai
persamaan (11), yang merupakan selisih dari hasil perhitungan emisi baseline, saat aktivitas
Instalasi belum dilaksanakan (persamaan (2) dan emisi Instalasi, saat aktivitas Instalasi
dilaksanakan (persamaan (3). Hasil perhitungan ditunjukkan di Tabel 1. Penangkapan gas
metana dari kolam anaerobik di PKS Pinang Tinggi dan PKS Tanjung Lebar, dapat
mengurangi emisi sebesar 24.366 t-CO2. Dalam kurun waktu usia Instalasi, 10 tahun, maka
reduksi emisi dari penangkapan adalah sebesar 240.366 t-CO2.
Dari jumlah biogas yang dihasilkan dapat diprediksi energi yang dapat dikonversikan
untuk membangkitkan energi listrik adalah 1,8 kWh/m3 biogas. Dalam studi ini maka
dari dua PKS tersebut dengan asumsi Capacity Factor (CF) dari pembangkit adalah 90%,
17
maka jumlah energi yang dibangkitkan dan kapasitas pembangkit yang dibutuhkan
ditentukan. Dari listrik yang digantikan, jumlah pengurangan GRK yang didapat dari
pemakaian bahan bakar fosil dihitung dengan persamaan (3), total dari kedua PKS tersebut
ditunjukkan di Tabel 2 . Sehingga total reduksi GRK adalah 7411 t-CO2/tahun. Dalam
kurun waktu 10 tahun, GRK yang dikurangi sebesar 74.110 t-CO2.
Dengan biaya pokok penyediaan listrik sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM
Nomor 269-12/26/600.3/2008, BPP Daerah Jambi adalah Rp 869,-/kWh. Jika listrik
yang dihasilkan dikoneksikan ke jaringan menengah maka nilai BPP menjadi 80% (Permen
ESDM no. 002, 2008), yaitu Rp 695,2/kWh. Dengan harga BPP tersebut, tiap tahun PKS
Pinang Tinggi dan PKS Tanjung Lebar akan mendapatkan pendapatan kotor dari hasil
penjualan listrik masing-masing sebesar Rp 4,0 milyar dan Rp 2,9 milyar.
18
5. SIMPULAN
Pengambilan gas metana dari kolam pengolahan limbah cari di PKS masih sangat
sedikit diaplikasikan di Indonesia. Kendala utama adalah faktor keekonomian, karena
usaha ini tidak menghasilkan pendapatan secara langsung. Dengan adanya mekanisme
CDM, usaha ini dapat menjadi layak secara ekonomi. Dengan adanya methan capture emisi
udara yang di sebabkan oleh adanya POME berkurang, hal ini akan menjadikan setiap PKS
secara langsung menerpkan industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Diharapakan pemerintah memberikan insentif untuk setiap PKS yang mengaplikasikan
methane capture, sehingga PKS lain bisa menyusul untuk menerapkannya dengan harapan
kondisi lingkungan dan ekosistem di sekitar PKS akan terus terjaga.
6. UCAPAN TERIMAKASIH
7. DAFTAR PUSTAKA
19
Desember 2015].
Irhan Febijanto, 2010, Potensi Penangkapan Gas Metana Dan Pemanfaatannya Sebagai
Bahan Bakar Pembangkit Listrik di PTPN VI Jambi, Pusat Teknologi
Sumberdaya Energi, BPPT,
Nihon Energi Gakkai Zaidan, 2007, Asia Biomass Handbook.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 269-12/26/600.3/2008, tentang Biaya Pokok
Penyediaan (BPP) Tenaga Listrik.
Peraturan Menteri ESDM No:002, 2008, tentang Pembangkit Listrik Skala Menengah
Berbahan bakar Energi Terbarukan.
Subekti Purwo, 2015, Pengolahan Limbah Cair Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi
Biogas Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg). Mahasiswa Program
Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Subekti Purwo, Haryadi Dwi Dedi, Paramuji Muji, 2015, Strategi Penanganan Dampak
Lingkungan Produksi Crude Palm Oil Menggunakan Metode Soft System
Methodology (SSM), Mahasawa Program Pascasarjana Teknologi Industri
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Salim Sairan and Mohamad Irwan Aman, 2007, CO2 Reduction Opportunities-Power
Generation Perspectives, TNB Research Sdn. Bhd., No. 1, Jalan Ayer Itam,
Kawasan Institusi Penyelidikan Bandar Baru Bangi, 43000 Kajang, Selangor,
Malaysia.
20