Asysyifa Nurhasanah
Asysyifanurhasanah15@gmail.com
Abstrak: Korupsi politik dilakukan dengan cara menyalahgunakan wewenang, sarana dan
kesempatan yang melekat pada diri seseorang yang memiliki posisi sosial politik strategis.
Penyalahgunaan posisi strategis tersebut akan berdampak negatif pada bidang politik, ekonomi,
hukum dan pendidikan sosial. Praktik korupsi dalam bidang politik pun semakin meluas dan
paling rawan terjadi pada saat pemilu. Praktik korupsi yang paling umum dilakukan pada saat
pemilu adalah politik uang (money politics). Selain itu terdapat beberapa tindakan yang dalam
perspektif Al-Qur'an dan Hadist merupakan suatu bentuk dari korupsi. Pada hakikatnya agama
tidak pernah membenarkan sebuah perilaku korupsi.
Pendahuluan
Korupsi merupakan salah satu persoalan mendasar bagi bangsa Indonesia. Tindak
pidana korupsi ini merupakan suatu pelanggaran terhadap hak-hak sosial maupun ekonomi
masyarakat. (Maha Dewi, 2013) Berbagai kasus korupsi yang terjadi di Indonesia membuat
masyarakat terkejut, dikarenakan hal tersebut marak dilakukan oleh publik figure yang paham
akan hukum, serta para tokoh politik yang memiliki jabatan di negeri ini. Korupsi politik
sendiri mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan kekuasaan, karena figur sentral dari
korupsi politik adalah tokoh yang memiliki kekuasaan politik, menerima amanat dari rakyat,
memiliki mandat konstitusional maupun hukum untuk menegakkan demokrasi dan keadilan di
berbagai aspek kehidupan juga penghidupan rakyat. (Alkostar, 2009)
Korupsi selalu berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan politik yang dicapai dengan
cara korupsi akan menciptakan para pemimpin yang korup pula. Jika hal ini terjadi, maka
masyarakat tidak akan percaya terhadap pemimpinnya dan otomatis tidak akan patuh terhadap
otoritas pemimpin tersebut. Praktik korupsi yang meluas dalam politik, seperti kecurangan
dalam pemilu, kekerasan dalam pemilu, politik uang (money politics) dan lain sebagainya
menjadi penyebab rusaknya demokrasi di Indonesia. Untuk mempertahankan kekuasaan
mereka, maka para penguasa yang korup itu akan menggunakan kekerasan ataupun bersikap
otoriter dan menyebarkan korupsi yang lebih luas lagi di masyarakat. (Setiadi, 2018) Para
penguasa tersebut kerap kali menyalahgunakan kekuasaannya hanya untuk kepentingan
pribadi. (Maha Dewi, 2013)
Selain itu, praktek penegakan hukum di Indonesia masih bersifat tebang pilih, hal ini
bertentangan dengan prinsip hukum di Indonesia bahwasanya semua warga negara memiliki
hak yang sama dimata hukum. Akibat dari adanya penegakan secara tebang pilih tersebut, maka
para tokoh politik dan para pemangku jabatan semakin marak melakukan praktik korupsi.
Mereka tidak khawatir saat melakukan korupsi karena dirinya merasa kebal akan hukum yang
berlaku.
Pembahasan
Robert Klitgaard mengemukakan bahwa korupsi ialah tindakan berupa (1) mengambil
uang dari layanan yang sudah seharusnya diberikan, (2) menggunakan wewenang guna
mencapai tujuan yang tidak sah, dan (3) tidak melaksanakan tugas akibat dari kelalaian.
Sementara Bank Dunia memandang korupsi sebagai penyalahgunaan jabatan publik demi
keuntungan pribadi.
1. Korupsi transaksi, yaitu jenis korupsi yang didalamnya ada timbal balik antara pihak-
pihak yang bersangkutan untuk keuntungan bersama. Korupsi jenis ini biasanya terjadi
antara pengusaha dengan pejabat pemerintah.
2. Korupsi ekstortif, yaitu jenis korupsi di mana salah satu pihak dipaksa untuk melakukan
penyuapan guna mencegah kerugian yang akan mengancam diri sendiri, orang-orang
atau hal-hal yang bersifat penting baginya.
3. Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan oleh pelaku pemerasan.
4. Korupsi keuntungan tertentu.
5. Korupsi nepotistik, yaitu korupsi berupa penunjukan tidak sah kepada keluarga, teman,
atau pun kerabat untuk mendapatkan posisi dalam pemerintahan, atau mendapatkan
perlakukan istimewa.
6. Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang dilakukan sendirian tanpa melibatkan orang lain.
7. Korupsi suportif, yaitu tindakan yang dimaksudkan untuk melindungi korupsi yang
terjadi. (Anwar, 2008)
Artinya: Dan jnganlah kamu memakan harta sesama di antara kamu dengan jalan yang
batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daaripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal
kamu mengetahui (Q. 2: 188) Sesuai dengan ayat ini, kita dilarang untuk‘ اmemakan harta
sesama dengan jalan yang batil’, yaitu dengan cara membawanya kepada pihak penguasa,
seperti menyogok hakim agar perkara kita dimenangkan sehingga ia mendapatkan kekayaan.
Dalam beberapa hadis ini dapat digaris bawahi bahwa penyuapan merupakan perbuatan
yang dilarang dan dikategorikan korupsi. Pelakunya terdiri dari penyuap, perantara suap dan
penerima suap. Penerima suap disini adalah pejabat, tokoh politik atau pelayan publik.
b. Korupsi Politik
Korupsi politik bisa muncul di negara dengan bentuk pemerintahan apa saja. Namun,
semakin otoriter suatu pemerintahan, korupsi kekuasaan politik akan semakin tertata oleh
penguasa. Korupsi politik merupakan suatu bentuk pengkhianatan yang dilakukan oleh
penguasa terhadap amanat rakyat. Karena pemimpin pemerintahan berada dalam posisi sosial
politis yang tinggi, maka dampak dari perbuatan korupsinya dapat dirasakan oleh rakyat dan
dapat menjadi contoh bagi bawahannya dan masyarakat banyak.
Seperti yang sudah disampaikan diatas bahwa salah satu contoh korupsi yang dilakukan
oleh tokoh politik ialah politik uang (money politics). Money politics tersebut biasa ditemui
ketika diadakannya pemilihan. Menurut (Utari, 2016) terdapat tahapan pemilu yang rentan
dengan adanya kecurangan, terutama politik uang, diantaranya:
Tahap ini menjadi tahapan paling rawan terjadi politik uang dan mahar politik. Kelemahan
tahapan ini adalah monopoli partai politik sebagai penyokong kandidat presiden yang akan
dicalonkan. Karena kandidat presiden bisa dicalonkan ketika memiliki ambang batas 25%,
maka politik uang dan mahar politik itu diperlukan. Sehingga munculah transaksional politik
yang melibatkan 3 subjek yaitu calon, partai politik dan pemegang kekuasaan.
Menurut Taufikurrachman Saleh, agar memuluskan jalannya pemilihan maka banyak tim
sukses yang menyusun skenario untuk praktik tawar menawar uang dan juga lobi politik.
Namun hal ini sulit didekteksi karena tim sukses tidak dikaitkan dalam aturan politik uang.
3. Tahap Pendataan Pemilih Dan Pengadaan Kartu Pemilih
Terjadi kolusi antara pihak pendata dengan pihak calon. Petugas pendata lebih
memprioritaskan masyarakat yang menjadi pendukung salah satu calon dan mengabaikkan
masyarakat pendukung calon yang lain. Selain itu terjadi pengadaan kartu pemilih yang
melebihi jumlah pemilih setempat. Maka dari iru harus dilakukan pembenahan panitia
pemilihan.
4. Tahap Kampanye
Para kandidat seringkali melakukan aksi memberi sumbangan berupa uang, sembako,
proyek bahkan kitab suci agama tertentu sumbangan untuk mendapatkan simpati dari
masyarakat. Hal ini terjadi karena regulasi yang ada tidak merumuskan secara eksplisit bahwa
perbuatan tersebut termasuk melanggar hukum.
Pada tahap ini sering terjadi serangan fajar berupa penyuapan kepada masyarakat, tokoh
masyarakat, bahkan oknum pengawas.
Terjadinya politik uang melalui kerjasama antara calon tertentu dengan penyelenggara,
sehingga hasil rekapitulasi pemungutan dan perhitungan suara bisa diubah. Namun Undang-
undang pemilu tidak mengatur politik uang dalam rekapitulasi suara. Karena itu kita sendiri
sulit untuk membuktikan karena kerahasiaan pilihan suara pemilih dijamin oleh konstitusi.
(Delmana et al., 2020)
Menurut David Osborne, korupsi politik akan sulit terjadi ketika memenuhi 4 kriteria,
yaitu; 1) penawarannya sangat kompetitif, 2) kompetisinya berdasarkan informasi yang jelas
saat menyangkut warga dan kualitas kinerja; 3) para kontraktor diperiksa secara teliti, dan
mengupayakan penentu pemenangnya adalah institusi non politik. Maka dalam hal ini Osborne
menekankan bahwa untuk meminimalisasikan terjadinya korupsi, menuntut adanya budaya
transparasi dalam setiap kegiatan politik di Indonesia dan menerapkan perlakuan yang sama
bagi semua orang.
Kesimpulan
Menurut perspektif Al-Qur'an dan Hadist, penyuapan merupakan perbuatan yang dilarang
dan dikategorikan korupsi. Pelakunya terdiri dari penyuap, perantara suap dan penerima suap.
Korupsi juga selalu berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan politik yang dicapai dengan cara
korupsi pasti akan menciptakan para pemimpin yang korup. Cara korup untuk mendapatkan
kekuasaan ini biasa dilakukan saat diselenggarakannya pemilu, hampir di semua tahapan
pemilu terjadi kecurangan dan ditemukan praktik politik uang.
Kini para politisi tidak lagi mengabdi kepada konstitusi yang ada. Partai politik tidak lagi
menjadi alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, namun menjadi ajang untuk
memperoleh harta dan ambisi pribadi. Padahal tindak pidana korupsi merupakan masalah yang
sangat serius karena dapat membahayakan stabilitas dan keamanan negara, membahayakan
pembangunan sosial, politik dan ekonomi masyarakat, bahkan dapat merusak nilai-nilai
demokrasi srta moralitas bangsa kita, karena tindak pidana korupsi tersebut membudidaya di
negeri kita. Namun kita bisa meminimalisasikan terjadinya praktik korupsi dengan cara
dilakukannya budaya transparasi dalam setiap kegiatan politik di Indonesia dan menerapkan
perlakuan yang sama bagi semua orang agar hukum dapat ditegakkan.
Daftar Pustaka
Alkostar, A. (2009). Korelasi Korupsi Politik Dengan Hukum dan Pemerintahan di Negara
Modern ( Telaah tentang Praktik Korupsi Politik dan Penanggulangannya ). Jurnal Hukum
IUS QUIA IUSTUM, 16, 155–179.
https://journal.uii.ac.id/IUSTUM/article/view/3871/3446
Anwar, S. (2008). Korupsi Dalam Hukum Islam. Jurnal Hukum, 15(1), 14–31.
https://journal.uii.ac.id/IUSTUM/article/view/75/1828
Delmana, L. P., Zetra, A., & Koeswara, H. (2020). PROBLEMATIKA DAN STRATEGI
PENANGANAN POLITIK UANG PEMILU SERENTAK 2019 DI INDONESIA
PENDAHULUAN Pemilihan umum serentak Tahun 2019 sebagai sarana perwujudan
demokrasi di Indonesia dinodai dengan pelanggaran yang terjadi pada setiap tahapannya
. Pelanggara. Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia, 1(2), 1–20.