Anda di halaman 1dari 7

31

Hartanti, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PENGARUH KERAPATAN TANAMAN ECENG GONDOK (EICHORNIA


CRASSIPES) TERHADAP PENURUNAN LOGAM CHROMIUM PADA
LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT

The Influence Of Plant Density Water Hyacinth (Eichornia Crassipes) Againts


Metal Loss Chromium In Tannery Waste Liquid

Putri Indah Hartanti1, Alexander Tunggul Sutan Haji2*, Ruslan Wirosoedarmo2


1)Mahasiswa Keteknikan Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145
2)Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 56145

*Email Korespondensi: alexandersutan@ub.ac.id

ABSTRAK

Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah
berbahaya berupa padatan maupun cairan yang mengandung logam chromium. Metode yang
digunakan untuk meremediasi logam chromium tersebut adalah fitoremediasi. Tanaman yang
berpotensi menjadi fitoremediator logam berat adalah eceng gondok (Eichornia Crassipes).
Pengamatan dilakukan pada hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28. Parameter yang
diamati adalah konsentasi chromium, nilai oksigen terlarut (DO), nilai derajat keasaman (pH)
dan nilai suhu. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tanaman eceng gondok
(Eichornia Crassipes) dalam proses fitoremediasi pada limbah cair penyamakan kulit dapat
turun pada hari ke 28 sehingga konsentasi chromium pada kerapatan tanaman 6 individu
sebesar 2.23 mg L-1, pada kerapatan tanaman 4 individu sebesar 2.20 mg L-1, dan kerapatan
tanaman 2 individu sebesar 2.14 mg L-1. Selain itu dapat menurunkan nilai derajat keasaman
pada hari ke-28 sebesar 5.42 mg L-1 dengan kerapatan tanaman 6 individu. Sedangkan nilai
oksigen terlarut dapat naik pada hari ke-28 sebesar 5.99 mg L-1 dengan kerapatan tanaman 6
individu. Nilai suhu naik menjadi 26.30 0C pada kerapatan tanaman 6 individu.

Kata Kunci : Eceng gondok, Limbah cair penyamakan kulit, Fitoremediasi, Chromium

Abstract

Tannery industry is one of the industry that it produces dangerous waste in the form of solid or liquid
waste containing chromium metal. The method that can be used to remediate chromium is
phytoremediation. Plants that could potentially be phytoremediator heavy metals is water hyacinth.
Observations made on the 7th day, the 14th, the day of the 21st and the 28th day. The Parameter value is
the observed value of Chromium, DO, pH and temperature. The results of the study showed that the
density of plant water hyacinth (Eichornia Crassipes) in the process of fitoremediasi in liquid waste
tannery can descend on the 28th so consentration chromium on plants density 6 individuals amounted to
2.23 mg L-1, on 4 individual plant density of 2.20 mg L-1, and the density of plant 2 individuals of 2.14
mg L-1. Moreover, it can lower the pH value on the 28th day of 5.42 mg L-1 with 6 individual plant
density. While the value of DO can take on the 28 of 5.99 mg L-1 with 6 individual plant density. The
value of the temperature rose to 26.30 0C 6 plants on the density of individuals.

Keywords: Water hyacinth, Liquid waste tannery, Phytoremediation, Chromium


32
Hartanti, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PENDAHULUAN digunakan antara lain bak percobaan yang


berasal dari plastik dengan luasan 0.048 m2
Industri penyamakan kulit merupakan salah dan kapasitas 6 liter, pH meter (pH 300
satu industri yang menghasilkan limbah Eutech Cyberscan), DO meter (DO 300
berbahaya berupa padatan maupun cairan Eutech Cyberscan), gelas ukur,
yang keduanya menimbulkan dampak spektromotometri (Perkin Elmer 5100),
pencemaran bagi lingkungan. Industri thermometer digital, timbangan digital,
penyamakan kulit sebagian besar jirigen, kertas label dan botol sampel.
menggunakan proses chrome tanning yang
menghasilkan limbah cair yang Pengambilan Limbah Cair
mengandung chromium. Logam berat tidak Limbah cair yang digunakan dalam
dapat didegradasi, sehingga untuk penelitian ini berasal dari industri
melakukan remediasi area yang tercemar penyamakan kulit di Kecamatan Sukun
oleh logam berat dilakukan secara fisik, Kota Malang. Limbah cair diambil dari bak
kimawi ataupun biologis namun metode penampungan sementara yang
tersebut mahal, tidak efektif dan berdampak mengandung chromium menggunakan
negatif bagi lingkungan (Lasat, 2002). Oleh jerigen, kemudian dibawa ke laboratorium
karena itu, perlu dilakukan tindakan untuk diuji kandungan awalnya.
pemulihan (remediasi) yang mudah, murah
dan efisien agar lahan yang tercemar logam Karakteristik Limbah Cair
berat dapat digunakan kembali untuk Limbah cair penyamakan kulit berwarna
berbagai kegiatan dengan aman. coklat kehitaman dan keruh serta berbau
Salah satu metode remediasi yang busuk. Limbah ini memiliki suhu yang
dapat digunakan untuk menanggulangi cukup tinggi yaitu sebesar 25.8 0C, selain itu
pencemaran logam chromium adalah juga mempunyai nilai oksigen terlarut yang
fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan rendah yaitu sebesar 0.87 mg L-1. Limbah
teknik pemulihan lahan tercemar dengan cair penyamakan kulit bersifat basa karena
menggunakan tumbuhan untuk menyerap, nilai derajat keasaman dari limbah cair
mendegradasi, dan mentransformasi bahan penyamakan kulit sebesar 12.48. Konsentrasi
pencemar, baik itu logam berat maupun chromium dalam limbah cair penyamakan
senyawa organik. Metode ini mudah kulit tergolong cukup tinggi, yaitu 2.71 mg
diaplikasikan, efisien, murah, dan ramah L-1, hal ini disebabkan karena hampir
lingkungan (Schnoor and McCutcheon, sebagian besar proses penyamakan kulit
2003). Tanaman yang berpotensi menjadi menggunakan chromium dioksida pada
fitoremediator logam berat dalam proses chrome tanning.
pengolahan limbah adalah eceng gondok
(Eichornia Crassipes). Pengambilan dan aklimatisasi Tanaman
Tujuan dari penelitian ini adalah Eceng Gondok
mengetahui kemampuan fitoremediasi Tanaman eceng gondok diambil di daerah
tanaman eceng gondok (Eichornia Crassipes) Bululawang Kota Malang kemudian
untuk menurunkan kandungan logam dilakukan aklimatisasi tanaman dengan air
Chromium pada limbah cair industri PDAM selama 3 hari dengan tujuan untuk
penyamakan kulit dan mengetahui menetralisasi tanaman. Tanaman eceng
pengaruh kerapatan tanaman eceng gondok gondok yang digunakan memiliki
(Eichornia Crassipes) dalam menurunkan spesifikasi dengan kriteria : jumlah daun 3-6
kandungan logam chromium pada limbah lembar, daun yang masih segar dan tidak
cair industri penyamakan kulit. menguning, panjang daun 3-6 cm, tinggi
tanaman 10-14 cm dan berat basah sekitar
BAHAN DAN METODE 15-20 gram.

Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian


Bahan-bahan yang digunakan adalah Limbah cair penyamakan kulit diambil
limbah cair penyamakan kulit, air PDAM, sebanyak 4 liter dan dimasukan ke dalam
tanaman eceng gondok. Peralatan yang bak percobaan plastik kemudian ditanami
33
Hartanti, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

eceng gondok yang telah diaklimatisasi eceng gondok merupakan tipe akar serabut
yaitu 2 individu (K1), 4 individu (K2), dan 6 yang lebat.
individu (K3). Penelitian dilakukan dengan Proses penyerapan chromium oleh
tiga kali ulangan dan diamati setiap 7 hari eceng gondok terjadi dalam suatu proses
sekali selama 28 hari. dimana mikrorganisme yang terdapat pada
permukaan akar tumbuhan melakukan
Analisis Sampel dekomposisi bahan-bahan organik dan
Chromium dianalisis menggunakan metode partikel-partikel lain yang menempel pada
Spektrofotometri. Menurut Hutagalung akar tanaman eceng gondok. Bahan – bahan
(1991), metode pengukuran chromium organik dan partikel – partikel lain sebelum
dilakukan dengan penimbangan 5 ml didekomposisi oleh mikroorganisme
sampel limbah cair dan ditambahkan 2 ml terlebih dahulu disaring oleh tanaman eceng
H2SO4, kemudian ditambah dengan 2 tetes gondok menggunakan akar seperti bulu
KMnO4 dan dididihkan selama 2 menit. berbentuk labirin-labirin yang lembut dan
Tahap terakhir yaitu ditambahkan 1 ml ringan dalam jumlah yang banyak sehingga
Diphenil Carbazid kemudian dikocok memudahkan mikroorganisme untuk
hingga homogen dan dibaca dengan mendekomposisi bahan-bahan organik dan
spektrofotometer kemudian dicatat nilai partikel-partikel lainnya (Ghopal and
absorbansinya. Sharma, 1981)
Oksigen terlarut dianalisis
menggunakan DO Meter (DO 300 Eutech 3
Cyberscan) untuk mengetahui kandungan
Cr(mg/L)

oksigen dalam limbah cair. Derajat 2


keasaman diukur dengan menggunakan pH
Meter (pH 300 Eutech Cyberscan) dan nilai 1
suhu diukur dengan thermometer digital.
0
Analisis Data 0 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari
Rancangan penelitian ini menggunakan waktu
K1 K2 K3
Rancangan Acak Lengkap dengan tiga Gambar 1. Konsentrasi Chromium Limbah
perlakuan. Data yang diperoleh dari hasil Cair Penyamakan Kulit
pengukuran nilai parameter Chromium,
Menurut Priyanto dan Prayitno (2004),
oksigen terlarut, derajat keasaman dan suhu proses penyerapan dan akumulasi logam
kemudian dianalisis ragam menggunakan berat oleh tumbuhan dibagi menjadi tiga
metode Oneway dengan tabel ANOVA dan proses, yaitu penyerapan oleh akar,
nilai signifikansi kurang dari alpha (0,05) translokasi dan lokalisasi. Agar tanaman
untuk mengetahui perbedaan nyata antar dapat menyerap logam, maka logam harus
perlakuan, dan uji lanjutan dengan uji Beda dibawa ke dalam larutan di sekitar akar
Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui (rizosfer). Mekanisme penyerapan logam
pengaruh perlakuan yang berbeda. yakni melalui pembentukan zat khelat yang
disebut fitosidorofor. Molekul fitosidorofor
HASIL DAN PEMBAHASAN yang terbentuk akan mengikat logam dan
membawanya ke dalam sel akar melalui
Konsentrasi Chromium
peristiwa transport aktif. Senyawa-senyawa
Kerapatan tanaman berpengaruh terhadap
yang larut dalam air biasanya diambil oleh
penurunan konsentrasi chromium. Semakin
akar bersama air, sedangkan senyawa-
tinggi tingkat kerapatan tanaman maka
senyawa hidrofobik diserap oleh
semakin kecil pula konsentrasi chromium,
permukaan akar. Kedua, translokasi logam
hal ini disebabkan karena kandungan
dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah
chromium pada limbah cair telah diserap
logam menembus endodermis akar, logam
oleh akar tanaman eceng gondok dengan
atau senyawa asing lain mengikuti aliran
kerapatan yang berbeda. Akar tanaman
transpirasi ke bagian atas tanaman melalui
eceng gondok mampu mengikat chromium
jaringan pengangkut (xylem dan floem) ke
dikarenakan jumlah akar yang dimiliki
34
Hartanti, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

bagian tanaman lainnya. Ketiga, lokalisasi Setelah logam dibawa masuk ke dalam sel
logam pada sel dan jaringan. Hal ini akar, selanjutnya logam harus diangkut
bertujuan untuk menjaga agar logam tidak melalui jaringan pengangkut yaitu xilem
menghambat metabolisme tanaman dan dan floem ke bagian tubuh yang lain,
mencegah peracunan logam terhadap sel. sedangkan untuk meningkatkan efisiensi
Sel-sel akar tanaman umumnya pengangkutan, logam diikat oleh molekul
mengandung ion dengan konsentrasi yang khelat. Selanjutnya logam ditempatkan pada
lebih tinggi dari pada medium sekitarnya jaringan tubuh yang lain. Upaya yang
yang biasanya bermuatan negatif. dilakukan tumbuhan untuk mencegah
Penyerapan ini melibatkan energi, sebagai keracunan logam terhadap sel, tumbuhan
konsekuensi dan keberadaannya, kation mempunyai mekanisme detoksifikasi
memperlihatkan adanya kemampuan dengan menimbun logam pada bagian
masuk ke dalam sel secara pasif ke dalam tubuh tertentu.
gradient elektrokimia, sedangkan anion Konsentasi chromium terendah
harus diangkut secara aktif kedalam sel akar didapatkan pada lama penyerapan 28 hari.
tanaman sesuai dengan keadaan gradient Penyerapan chromium tertinggi yaitu oleh
konsentrasi melawan gradient elektrokimia kerapatan tanaman 6 individu (K3) sebesar
(Foth,1991). 2.23 mg L-1, sedangkan pada kerapatan
Kemampuan eceng gondok dalam tanaman 4 individu (K2) sebesar 2.20 mg L-1
penyerapan karena adanya vakuola dalam dan kerapatan tanaman 2 individu (K1)
struktur sel. Mekanisme penyerapan yang sebesar 2.14 mg L-1. Pada hari ke 28
terjadi yaitu dengan adanya bahan-bahan penyerapan konsentasi chromium telah
yang diserap menyebabkan vakuola memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh
menggelembung, maka sitoplasma Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001.
terdorong ke pinggiran sel sehingga
protoplasma dekat dengan permukaan sel. Hubungan Konsentrasi Chromium dan
Hal ini, menyebabkan pertukaran atau Nilai Oksigen Terlarut
penyerapan logam chromium antara sebuah Hubungan chromium dengan oksigen
sel dengan sekelilingnya menjadi lebih terlarut adalah negatif, artinya kenaikan
efisien (Febrianingsih, 2013). nilai oksigen terlarut akan menurunkan
Tumbuhan mempunyai alat konsentrasi chromium. Persamaan regresi
pengangkut yang disebut xylem. Tumbuhan yang terbentuk yaitu Y= -0.398X + 3.042
tidak memiliki daya memilih makanan yang dengan nilai R2 sebesar 0.929.
diserapnya, sehingga makanan yang 3 y = -0,398x + 3,042
tersedia dalam air limbah langsung R² = 0,929
diangkutnya tanpa seleksi. Hal ini 2
Cr

menyebabkan tumbuhan tidak dapat 1


memilih unsur apa yang perlu dan
0
merugikan baginya. Kecepatan unsur yang
diserap tergantung tinggi konsentrasi suatu 0 5 10
unsur. Semakin tinggi konsentrasi suatu DO
unsur maka semakin besar kecepatan
pengangkutannya (Sudarnadi, 1996). Gambar 2. Hubungan Penurunan
Menurut Niang (1999), air limbah yang Konsentrasi Chromium dengan Kenaikan
mengandung logam akan bermuatan positif Nilai Oksigen Terlarut
dan cara untuk mengikat logam tersebut Konsentrasi chromium pada limbah
adalah dengan memasukkan obyek yang cair akan menurun sedangkan nilai oksigen
bermuatan negatif. Akar tumbuhan terlarut akan naik dengan tingkat kerapatan
bermuatan negatif dan berperan sebagai yang berbeda karena tanaman eceng gondok
magnet untuk menarik unsur-unsur melakukan proses penyerapan melalui akar
bermuatan positif, bahkan akar yang sudah sehingga memudahkan mikroorganisme
mati atau kering masih mengandung dalam merombak chromium pada air
muatan negatif yang cukup besar untuk limbah. Proses perombakan yang dilakukan
menarik ion-ion positif dari logam berat.
35
Hartanti, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

oleh mikroba aerob membutuhkan oksigen menjadi air dan gas yang tidak berbahaya
guna merombak bahan logam berat, dan (CO2) (Vidali 2001).
tanaman eceng gondok mampu 3
meningkatkan persediaan oksigen sehingga y = 0,398x - 2,39
mikroba perombak dapat melakukan proses 2 R² = 0,927

Cr
pendegradasian senyawa sederhana 1
menjadi amoniak, nitrat, nitrit dan nitrogen.
Menurut Haberl dan Langergraber 0
(2002), proses fotosintesis memungkinkan 0 5 10 15
adanya pelepasan oksigen pada daerah
sekitar perakaran (zona rhizosphere), pH
sehingga daerah sekitar akar kaya akan
oksigen. Kadar oksigen bebas suatu perairan Gambar 3. Hubungan Penurunan
dapat ditentukan oleh adanya aktivitas Konsentrasi Chromium dengan Penurunan
fotosintesis didalamnya. Nilai Derajat Keasaman
Kenaikan nilai oksigen terlarut Bahan organik yang telah diserap atau
disebabkan karena tanaman eceng gondok diikat oleh tanaman eceng gondok akan
telah melakukan proses absorpsi melalui didegradasi oleh bakteri Bacillus subtilis
akar sehingga memudahkan mikroba menjadi senyawa yang sederhana yaitu,
perombak bahan logam berat pada limbah asam amino dan asam lemak (asam organik)
cair penyamakan kulit. Terpenuhinya hingga diperoleh amoniak, nitrat, nitrit dan
kebutuhan akan amoniak dan nitrogen hasil nitrogen dengan terbentuknya asam organic
perombakan bahan organik oleh mikroba hasil pemecahan protein dan lemak, maka
perombak akan mempercepat keluarnya derajat keasaman akan terus menurun
akar yang baru sehingga mempercepat mendekati derajat keasaman netral.
penyaringan atau pengikatan logam berat Sedangkan bahan anorganik pada limbah
pada limbah cair penyamakan kulit, hal ini cair penyamakan kulit diserap atau diikat
berdampak pada peningkatan jumlah oleh akar tanaman eceng gondok sehingga
oksigen yang dihasilkan oleh tanaman eceng logam berat pada limbah dapat berkurang.
gondok. Oksigen dipenuhi oleh tanaman Kadar derajat keasaman yang baik adalah
eceng gondok melalui proses fotosintesis kadar yang masih memungkinkan
yang didistribusikan melalui akar-akar yang kehidupan biologis didalam air dapat
dimiliki untuk memenuhi kebutuhan berjalan dengan baik (Ginting, 1995).
oksigen bagi mikroorganisme perombak Nilai derajat keasaman erat kaitannya
dalam menurunkan chromium. dengan nilai karbondioksida, semakin tinggi
nilai karbondioksida didalam air limbah
Hubungan Konsentrasi Chromium dan maka nilai derajat keasaman akan rendah.
Nilai Derajat Keasaman Tanaman eceng gondok memerlukan
Persamaan regresi yang terbentuk yaitu Y= karbondioksida dalam proses fotosintesis
0.398X – 2.39 dengan nilai R2 sebesar 0.927 kemudian akan dirubah menjadi
yang artinya derajat keasaman memberikan monosakarida, sehingga kebutuhan
pengaruh terhadap penurunan chromium. karbondioksida didalam limbah akan naik
Tanda negatif pada variable derajat maka nilai derajat keasaman akan rendah.
keasaman menunjukan penurunan, Fotosintesis merupakan proses yang
sehingga bila nilai derajat keasaman turun menyerap karbondioksida, sehigga dapat
maka konsentrasi chromium akan turun. meningkatkan derajat keasaman perairan.
Penurunan nilai derajat keasaman Sedangkan respirasi menghasilkan
disebabkan karena logam chromium telah karbondioksida kedalam ekosistem,
diserap atau diikat oleh akar tanaman eceng sehingga derajat keasaman perairan
gondok sehinggga memudahkan mikroba menurun. Karbon dioksida dalam ekosistem
perombak dalam proses pendegradasian. perairan dihasilkan melalui proses respirasi
mikroorganisme mampu mendegradasi oleh semua organisme dan proses
bahan kimia berbahaya dalam lingkungan perombakan bahan organik dan anorganik
36
Hartanti, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

oleh bakteri dalam menurunkan chromium Nilai suhu tidak menunjukan


(Effendi, 2000). perbedaan karena kedalaman bak-bak
Di dalam akar, tanaman biasa percobaan yang digunakan untuk penelitian
melakukan perubahan derajat keasaman sangat dangkal sehingga penyebaran
kemudian membentuk suatu zat khelat yang suhunya relatif homogen atau seragam.
disebut fitosiderofor. Zat inilah yang Perubahan suhu disebabkan perubahan
kemudian mengikat logam kemudian cuaca yang terjadi selama penelitian terjadi
dibawa kedalam sel akar. Agar penyerapan musim hujan sehingga intensitas sinar
logam meningkat, maka tumbuhan ini matahari menjadi kurang karena tertutup
membentuk molekul reduktase di membran oleh suhu disekitarnya. Hal lain yang
akar, sedangkan model tranportasi didalam mempengaruhi adalah kerapatan tanaman
tubuh tumbuhan adalah logam yang dibawa pada masing-masing bak percobaan,
masuk ke sel akar kemudian ke jaringan semakin tinggi tingkat kerapatan tanaman
pengangkut yaitu xylem dan floem, akan mempengaruhi intensitas sinar
kebagian tumbuhan lain, sedangkan matahari yang masuk ke dalam air limbah,
lokalisasi logam pada jaringan bertujuan sehingga semakin tinggi tingkat kerapatan
untuk mencegah keracunan logam terhadap tanaman eceng gondok maka suhu limbah
sel, maka tanaman akan melakukan cair penyamakan kulit juga semakin rendah.
detoksifikasi dengan menimbun logam Dengan suhu yang semakin rendah maka
kedalam organ tertentu seperti akar (Fitter proses fotosintesis akan semakin aktif
and Hay, 1981) karena suhu mempengaruhi pertukaran
(metabolisme) dari makhluk hidup dan
Hubungan Konsentrasi Chromium dan jumlah oksigen yang larut di dalam air
Suhu limbah, suhu akan mempengaruhi proses
Persamaan regresi yang terbentuk yaitu Y= - perombakan bahan organik, pembusukan
1.562X + 42.65 dengan nilai R2 sebesar 0.269 aerobik dan pertumbuhan organisme, suhu
artinya suhu memiliki tingkat korelasi yang juga dapat mempengaruhi sensitifitas
rendah terhadap chromium. organisme perairan sehingga ikut
3 y = -1,562x + 42,65 mempengaruhi proses penyerapan logam
R² = 0,269 berat oleh tanaman air (Effendi,2000).
2
Cr

KESIMPULAN
1 Fitoremediasi menggunakan tanaman eceng
gondok pada limbah cair penyamakan kulit
0
dapat menurunkan kandungan logam
25,5 26 26,5 27 chromium hingga sesuai dengan Peraturan
Suhu Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Penurunan
chromium terjadi pada hari ke-28 dengan
Gambar 4. Hubungan Penurunan kerapatan tanaman 6 individu sebesar 2.23
Konsentrasi Chromium dengan Penurunan mg L-1, pada kerapatan tanaman 4 individu
Nilai Suhu sebesar 2.20 mg L-1 dan pada kerapatan
Suhu tidak mempengaruhi penurunan tanaman 2 individu sebesar 2.14 mg L-1.
konsentrasi chromium, hal tersebut sesuai Kerapatan tanaman memberikan
dengan pernyataan bahwa aktivitas pengaruh terhadap penurunan konsentasi
mikroorganisme memerlukan suhu chromium pada limbah cair penyamakan
optimum yang berbeda-beda, akan tetapi kulit. Penurunan chromium dengan hasil
proses dekomposisi biasanya terjadi pada optimal yaitu pada kerapatan tanaman 6
kondisi udara yang hangat (Effendi, 2000). individu dibandingkan dengan kerapatan
Suhu limbah cair selama penelitian adalah tanaman 4 individu dan kerapatan tanaman
25.8-26.30C, hal tersebut sesuai dengan 2 individu.
penelitian yang dilaporkan oleh Purwandari Penurunan chromium menyebabkan
(2009), suhu pertumbuhan tanaman air kenaikan oksigen terlarut dan penurunan
adalah 22.0–30.0 0C. derajat keasaman. Penurunan chromium
tidak menyebabkan perubahan suhu.
37
Hartanti, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

UCAPAN TERIMA KASIH Purwandari. A. R. 2009. Efektifitas


Penggunaan Tanaman Kangkung
Ucapan terima kasih disampaikan kepada (Ipomoea aquatica), Kayu Apu (Pistia
semua pihak yang telah membantu dan Stratiotes) dan Eceng Gondok (Eichornia
memberi semangat untuk menyelesaikan Crassipes) Terhadap penurunan Kadar
penelitian ini Nitrat dan Fosfat Pada Limbah Cair PT.
Sasa Inti gending Probolinggo. Skripsi.
DAFTAR PUSTAKA Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Brawijaya.
Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Malang.
Pengelolaan Sumber Daya dan Schnoor, J.L. and McCutcheon, S.C. 2003.
Lingkungan Perairan. Kanisius : Phytoremediation Transformation And
Yogyakarta. Control of Contaminants. Wiley-
Febrianingsih, A. 2013. Pengaruh Lama Waktu Interscience Inc. USA.
Kontak Eceng Gondok (Eichornia Sudarnadi, H. 1996. Tumbuhan Monokotil.
crassipes) Terhadap Penyerapan Logam Cetakan I. Jakarta : Penerbit Swadaya.
Berat Merkuri (Hg). Vol 1, No 1 (2013) Hal 77.
(kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK) Vidali, M. 2001. Bioremediation and Overview.
. Pure And Applied. Chemistry.
Fitter, A. H and Hay, R.K.M. 1981. IUPAC. Vol. 73, 7: 1163-1172.
Environmental Plant Physiology.
Diterjemahkan pleh Sri Andani dam
E. D. Purbayanti. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Foth, H. D. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Raja Grafindo Persada. Jakarta
Ghopal, B. and Sharma, K.P. 1981.
Waterhyacint. Hindasia Publisher.
New Delhi.P. 16-61
Ginting, P. 1995. Mencegah dan
Mengendalikan Pencemaran Industri.
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Haberl. R, and Langergraber, H. 2002.
Constructed Wetland : A Chance to Solve
Wastewater Problem In Developing
Countries. Wat Sci. Tecnol. 40:11-17.
Hutagalung. 1991. Pencemaran Logam oleh
Logam Berat dalam Status Pencemaran
Laut Indonesia dan Teknik
Pemantauannya. P30. LIPI : Jakarta
Lasat, M.M. 2002. Phytoextraction of Toxic
Metals: A review of Biological
Mechanisms, J. Environ. Qual.,31, 109-
120.
Niang, S., 1999. Wastewater Treatment Using
Water Lettuce for Reuse in Market
Garden (Dakar).
Priyanto, B. dan Prayitno, J. 2004.
Fitoremediasi Sebagai Sebuah Teknologi
Pemulihan Pencemaran, Khususnya
Logam Berat.
http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lfl
ora1.htm. Diakses pada tanggal 11
November 2013.

Anda mungkin juga menyukai