Anda di halaman 1dari 26

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI PADA LANSIA

A. Tinjauan Pustaka Proses Menua


1. Definisi
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tahap – tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toddler, pra school,
remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini di mulai baik secara biologis
maupun psikologis (Padila, 2013).
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Menurunnya pertahanan kemampuan suatu jaringan untuk mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga membuat secara progresif manusia
akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi sehingga menimbulkan penyakit
degeneratife seperti diabetes mellitus, osteosklerosis, kardiovaskuler,
hipertensi dan gangguan keseimbangan (Darmojo Boedhi, 2009).
Menurut World Health Organization (WHO) dan Undang-Undang No 13
Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang
menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua
bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh
yang berakhir dengan kematian.
Jadi proses penuaan bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu
masa atau tahap hidup manusia yaitu: bayi, kanak-kanak, dewasa, tua dan
lanjut usia. Kemudian proses penuaan dapat menyebabkan berkurangnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.
Dengan demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang
sering menghinggapi kaum lanjut usia.
2. Klasifikasi
MenurutWorld Health Organization(WHO), dibagi menjadi empat kriteria
antara lain:
a. Usia pertengahan (moddle age)
Seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly)
Seseorang yang berusia antara 60 – 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old)
Seseorang yang berusia antara 75 – 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old)
Seseorang yang berusia di atas 90 tahun
3. Teori – Teori Proses Penuaan (Aging Proces)
Ada beberapa teori tentang penuaan, sebagaimana di kemukakan oleh
Maryam, dkk.(2008) yaitu teori biologi, teori psikologi, teori kultural, teori
sosial, teori genetika, teori rusaknya sistem imun tubuh, teori menua akibat
metabolisme, dan teori kejiwaan sosial. Berdasarkan pengetahuan yang
berkembang dalam pembahasaan tentang teori proses menjadi tua (menua)
yang hingga saat ini dianut oleh gerontologis, maka dalam tingkatan
kompetensinya, perawat perlu mengembangkan konsep dan teori keperawatan
sekaligus praktik keperawatan yang didasarakan atas teori proses menjadi tua
(menua) tersebut.

a. Teori Biologik
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa
proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan
fungsi tubuh selama masa hidup (Zairt, 1980 dalam Sunaryo dkk, 2016).
Menurut Sunaryo dkk (2016) Teori boilogis dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu teori stokastik/stochastic theories dan teori
nonstokastik/nonstokastik theories.
1). Teori Stokastik/Stochastik Theories
Teori ini mengatakan bahwa penuaan merupakan suatu kejadian
yang terjadi secara acak atau random dan akumulasi setiap waktu.
Termasuk teori menua dalam lingkup proses menua biologis dan
bagian dari teori stokastik adalah teori kesalahan, Teori keterbatasan
hayflik, Teori pakai dan usan, Teori imunitas, Teori radikal bebas dan
teori ikatan silang.
a). Teori Kesalahan
Teori Kesalahan didasarkan pada gagasan manakala kesalahan
dapat terjadi dalam rekaman sintesis DNA (Goldteris dan
Brocklehurt, 1989 dalam Sunaryo dkk, 2016). Jika proses
transkripsi dari DNA terganggu, maka akan mempengaruhi suatu
sel dan akan terjadi penuaan yang berakibat pada kematian.
Sejalan dengan perkembangan umur sel tubuh, maka terjadi
beberapa perubahan alami pada sel DNA dan RNA, yang
merupakan substansi pembangun/pembentuk sel baru. Peningkatan
usia mempengaruhi perubahan sel dimana sel – sel nucleus
menjadi lebih besar tetapi tidak diikuti dengan peningkatan jumlah
substansi DNA.
b). Teori Keterbatasan Hayflick
Teori ini menekankan bahwa perubahan kondisi fisik pada
masusia dipengaruhi oleh adanya kemampuan reproduksi dan
fungsional sel organ yang menurun sejalan dengan bertambahnya
usia tubuh setelah usia tertentu (Haiflick, 1987 dalam Suryano
dkk, 2016).
c). Teori Pakai dan Usang
Proses menua merupakan proses terprogram, yaitu proses yang
terjadi akibat akumulasi stress dan injuri dari trauma. Menua
dianggap sebagai proses fisiologis yang ditentukan oleh sejumlah
penggunaan dan keusangan dari organ seseorang yang terpapar
dengan lingkungan (Mc. Connell, 1988 dalam Sunaryo dkk, 2016).
d). Teori Imunitas
Dalam teori ini, penuan dianggap disebabkan oleh adanya
penuruanan fungsi sistem imun.
e). Teori Lipofusin dan Radikal Bebas
Teori ini kemukakan oleh Cristiasen dan Grzybowsky (1993)
yang menyatakan bahwa penuaan disebabkan oleh akumulasi
kerusakan ireversibel akibat senyawa pengoksidan.
f). Teori Ikatan Silang
Teori ini menekankan pada postulat bahwa proses menua
terjadi sebagai akibat adanya ikatan–ikatan dalam kimiawi tubuh.
Teori ini menyebutkan bahwa secara normal, struktur melekul
dari sel berikatan secara bersama–sama membentuk reaksi
kimia.Termasuk di dalamnya adalah kolagen yang merupakan
rantai molekul yang relative panjang dan dihasilkan oleh
fibrolast. Dengan terbentuknya jaringan baru, maka jaringan
tersebut akan bersinggungan dengan jaringan yang lama dan
membentuk ikatan silang kimiawi. Hasil akhir dari proses ikatan
silang ini adalah peningkatan densitas kolagen dan penurunan
kapasitas untuk transport nutrient serta untuk membuang
produk–produk sisa metabolisme dari sel (J. Bjorksten, 1942
dalam Sunaryo
dkk, 2016).
b. Teori Genetika
Teori Genetika dikemukakan oleh Hayflick (1965).Dalam teori ini,
proses penuaan kelihatannya mempunyai komponen genetik. Hal ini dapat
dilihat dari pengamatan bahwa anggota keluarga yang sama cenderung
hidup pada umur yang sama dan mereka mempunyai umur yang rata-rata
sama, tanpa mengikutsertakan meninggal akibat kecelakaan dan penyakit.
Mekanisme penuaan yang jelas secara genetic belumlah jelas, tetapi hal
penting yang harus menjadi catatan bahwa lamanya hidup kelihatannya
diturunkan mellaui garis wanita dan seluruh mitokondria mamalia berasal
dari telur dan tidak ada satupun dipindahkan melaui spermatozoa.
Pengalaman kultur sel sugestif bahwa beberapa gen yang memengaruhi
penuaan terdapat pada kromosom 1, tetapi bagaimana cara mereka
mempengaruhi penuaan masih belum jelas.
Di samping itu, terdapat juga “eksperimen alami” yang baik di mana
beberapa manusia dengan kondisi genetic yang jarang (progerias), seperti
sindroma Werner, menunjukkan penuaan yang premature dan meninggal
akibat penyakit usai lanjut, seperti atheroma derajat berat pada usianya
yang masih belasan tahun atau permulaan remaja. Serupa dengan itu, pada
penderita Sindroma Down pada umumnya proses penuaan lebih cepat
dibandingkan dengan populasi lain. Di samping itu, fibroblasnya mampu
membelah dalam jumlah lebih sedikit dalam kultur dibandingkan dengan
kontrol pada kebanyakan orang dengan umur sama. Akan tetapi, hal ini
masih sangat jauh dari bukti akhir bahwa penuaan merupakan kondisi
genetik.Hal ini hanya menunjukkan kepada kita bahwa beberapa bentuk
dipengaruhi oleh mekanisme genetik.

c. Teori Psikologis
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang merespon pada tugas
perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus
berjalan meskipun orang tersebut telah menua (Birren dan Jenner, 1977
dalam Sunaryo, 2016).
d. Teori Aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas
serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan
kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. Dari pihak lansia sendiri terdapat
anggapan bahwa proses penuaan merupakan suatu perjuangan untuk tetap
muda dan berusaha untuk mempertahankan perilaku mereka semasa muda
(Dewi, 2012).
e. Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas menyatakan bahwa setiap orang pasti berubah
menjadi tua namun kepribadian dasar dan pola perilaku individu tidak
akan mengalami perubahan. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat menjadi lansia (Dewi, 2012).
f. Teori Subkultur
Menurut teori ini lansia dipandang sebagai bagian dari sub kultur.
Secara antropologis, berarti lansia memiliki norma dan standar budaya
sendiri. Standar dan norma budaya ini meliputi prilaku, keyakinan, dan
harapan yang membedakan lansia dari kelompok lainnya (Dewi, 2012).
4. Perubahan – Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Menua
Perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik,
yang meliputi sel, sistem pernafasan, sistem persyarafan, sistem pendengaran,
penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem urinaria, sistem endokrin dan
metabolic, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal, sistem kulit dan
jaringan ikat, sistem reproduksi dan kegiatan seksual, dan sistem pengaturan
tubuh, serta perubahan mental, dan perubahan psikososial (Bandiyah, 2009).
a. Perubahan pada Semua Sistem dan Implikasi Klinik
1). Sel
Jumlah pada sel lansia lebih sedikit, ukurannya lebih besar, jumlah
cairan intraseluler berkurang, proporsi proteindi otak, otot,ginjal,
darah, dan hati menurun. Di samping itu jumlah sel di otak juga
menurun, otak menjadi trofis beratnya berkurang 5-10% (Bandyah,
2009).
2). Perubahan Pada Sistem Sensori
Sensori mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhubungan
dengan orang lain dan untuk memelihara atau untuk membentuk
hubungan baru, berespon terhadap bahaya, dan menginterprestasikan
masukan sensoris dalam aktivitas kehidupan sehari – hari. Lansia yang
mengalami penurunan persepsi sensori.Akan merasakan enggan
bersosialisasi karena kemunduran fungsi–fungsi sensoris yang di
miliki (Sunaryo dkk, 2016).
3). Sistem Pendengaran
Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama
terhadap bunyi atau suara–suara atau nada–nada tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit mengerti kata–kata 50% terjadi pada usia di atas umur
65 tahun (Bandyah, 2009).
4). Sistem Pengelihatan
Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan
penglihatan, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat,
menurunnya lapangan pandang, menurunnya daya membedakan warna
biru atau hijau (Bandyah, 2009).
5). Sistem Kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, tekanan darah meninggi diakibatkan oleh
meningkatnya resistensi dan pembuluh darah perifer (Bandyah, 2009).
6). Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Yang sering terjadi antar lain:
a). Temperature tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik 35°C
ini akibat metabolism yang menurun.
b). Keterbatasan reflex menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot (Bandyah,
2009).
7). Sistem Pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, paru-
paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas
lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman
bernafas menurun, alveoli ukurannya melebar dari biasa dan
jumlahnya berkurang, O2 pada arteri menurun menjadi 75mmHg, CO2
pada arteri tidak berganti, kemampuan dinding dada dan kekuatan otot
pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia (Bandyah,
2009).
8). Sistem Gastrointestinal
Banyak masalah gastrointestinal yang dialami lansia. Terjadi
perubahan morfologik degenerative mulai dari gigi sampai anus,
antara lain perubahan atrofi pada rahang, mukosa, kelenjar, dan otot
pencernaan (Bandyah, 2009).
9). Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan
lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses
keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis,
kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara
berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya
dan fungsinya, kuku men jadi pudar dan kurang bercahaya (Bandyah,
2009).
10). Sistem Muskuluskeletal
Otot mengalami atrofi sebagai akibat kurangnya aktifitas, tendon
mengerut dan mengalami sklerosis, persendian membesar dan menjadi
kaku (Bandyah, 2009).
11). Sistem Endokrin
Menurunnya aktifitas tiroid, menurunya BMR, menurunya daya
pertukaran zat, menurunya produksi aldosteron, menurunya sekresi
hormone kelamin, misalnya progesterone, estrogen, testeron dan
pertumbuhan hormone dada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam
pembuluh darah, berkurangnya produksi ACTH, TSH FSh dan LH
(Bandyah, 2009).
12). Sistem Urinaria
Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan pada ginjal,
bladder, uretra, dan sistem nervus yang berdampak pada proses
fisiologi terkait eliminasi urine. Hal ini dapat mengganggu
kemampuan dalam mengontrol berkemih, sehingga dapat
mengakibatkan inkontinensia urine (Bandyah, 2009).
13). Sistem Reproduksi dan Kegiatan Seksual
Perubahan sistem reproduksi pada lansia yaitu selaput lendir
vagina menurun/kering, menciutnya ovarium dan uterus, atropi
payudara, testis masih dapat memproduksi meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur, dan dorongan seks menetap
sampai usia di atas 70 tahun pada kondisi kesehatan baik (Sunaryo
dkk, 2016).
b. Perubahan Mental
Dari segi mental perubahannya yang terjadi antara lain sering muncul
perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, ada
kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit,
perubahan kepribadian yang drastis (Bandyah, 2009).
c. Perubahan Psikososial
Masalah-masalah serta reaksi individu terhadapnya akan sangat
beragam, tergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Saat
ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja mendadak
diharapkan dapat menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun.Bila cukup
beruntung dengan bijaksana, orang telah mempersiapkan diri untuk
pensiun, dengan menciptakan bagi dirinya berbagai bidang untuk
memanfaatkan sisa hidupnya (Bandyah, 2009).

5. Permasalahan yang Terjadi Akibat Proses Menua


Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal
yang wajar akan dialami semua orang yang dikarunia umur panjang. Hanya
cepat lambatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing individu
yang bersangkutan. Adapun permasalahan yang berkaitan dengan lanjut usia
antara lain (Juniati dan Sahar, 2001 dalam Muhith, 2016).
a. Secara individu,pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai
masalah, baik secara fisik, biologi, mental maupun social ekonomis.
Semakin lanjut usia seseorang, ia akan mengalami kemunduran terutama
di bidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada
peranan-peranan sosialnya. Hal ini juga mengakibatkan timbulnya
gangguan di dalam hal mencakupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat
mengakibatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.
b. Lanjut usia tidak hanya ditandai dengan kemunduran fisik. Kondisi lanjut
usia dapat pula berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin lanjut
seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang. Hal itu akan
dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya. Hal
ini dapat memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang.
c. Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian dari para lanjut usia tersebut
masih mempunyai kemampuan untuk bekerja. Permasalahan yang
mungkin timbul adalah bagaimana memfungsikan tenaga dan kemampuan
mereka tersebut di dalam situasi keterbatasan kesempatan kerja.
d. Masih ada sebagian dari lanjut usia yang mengalami keadaan terlantar.
Selain tidak mempunyai bekal hidup dan pekerjaan/penghasilan, mereka
juga tidak mempunyai keluarga/sebatang kara.
e. Dalam masyarakat tradisional, biasanya lanjut usia dihargai dan dihormati
sehingga mereka masih dapat berperan yang berguna bagi masyarakat.
Akan tetapi, dalam masyarakat industri ada kecenderungan mereka kurang
dihargai sehingga mereka terisolasi dari kehidupan masyarakat.
f. Karena kondisinya, lanjut usia memerlukan tempat tinggal atau fasilitas
perumahan yang khusus.

6. Tips Menjaga Kesehatan Pada Lanjut Usia


Beberapa tips untuk menjaga kesehatan pada lanjut usia, sebagai berikut:
a. Pola makan sehat
Cara menjaga kesehatan di lanjut usia yang paling utama ialah pola
makan sehat, makanan yang boleh dikonsumsi yang tidak memicu asam
lambung. Hindari pula segala makanan yang mengandung menyebabkan
kolesterol tinggi (Novita, 2012).
b. Olahraga
Olahraga sangat baik untuk menghindari nyeri sendi akibat rematik.
Olahraga yang disarankan untuk lansia antara lain berjalan kaki, berenang
dan berolahraga ringan yang dilakukan rutin (Novita, 2012).
c. Berhenti Merokok pada Usia Tua
Merokok di usia tua bisa mempunyai resiko lebih besar, dikarenakan
daya tahan paru-paru dan jantung telah mulai lemah. Berbeda dengan pada
waktu muda, jantung bisa memompa darah lebih cepat dan lancar dalam
mengeluarkan toksin (racun) dalam tubuh (Novita, 2016 dalam Nika,
2017).
d. Mengkonsumsi Makanan yang Mengandung Vitamin dan Mineral
Mencegah berbagai penyakit harus di usahakan, terutama bagi lansia,
maka sebaiknya para lansia konsumsi makanan yang mengandung vitamin
dan mineral seperti buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, daging dan
produk susu, telur dan hati (Novita, 2016 dalam Nika, 2017).
e. Kurangi Makanan yang Mengandung Banyak Garam, Gula, Minyak
Makanan yang mengandung banyak garam, gula dan berminyak dapat
mengganggu kinerja ginjal selain itu menyebabkan darah tinggi dan
diabetes (Novita, 2016 dalam Nika, 2017).
f. Pemeriksaan Darah
Melalui pemeriksaan darah, orang bersama usia senja dapat terhindar
dari permasalahan tiroid yang dialami pasca melahirkan dan masa
premenopause (Novita, 2016 dalam Nika, 2017).
g. Chek up rutin
General check up dilakukan secara rutin terutama memasuki usia 40
tahun ke atas. Periksa darah untuk mengetahui kadar hemoglobin (Hb),
leukosit, trombosit, kolesterol, lemak dan gliserol pula gula darah.
h. Beraktifitas fisik secukupnya
Usia lanjut memang tak terlalu banyak aktifitas fisik, tetapi aktifitas fisik
tersebut tetap mesti dilakukan buat mencegah terjadinya penurunan massa
otot. Adanya aktifitas fisik pula dapat membuat denyut jantung lebih
maksimal, maka latihan fisik jangan sampai berlebihan
B. Tinjauan Teori Kasus
1. Definisi
Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh darah di bagian
dalam arteri saat darah dipompa ke seluruh system peredaran darah.
Teklanan darah tidah pernah konstan. Tekanan darah dapat berubah
drastic dalam hitungan detik dan menyesuaikan diri dengan tuntutan dapa
saat itu ( Herbert Benson, dkk, 2012 ). Hipertensi atau yang lebih dikenal
dengan tekanan darah tinggi adalah penyakit kronik akibat desakan darah
yang berlebihan dan hamper tidak konstan pada arteri. Tekanana
dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi
berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sitemik baik
diastolik maupun sistolik atau keduanya secara terus menerus ( Susanto,
2010 ).

2. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO ( Worl Health Organization ) dan
ISH ( International Society of Hypertension ) mengelompokkan hipertensi
sebagai berikut :

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah Diastol


Sistol ( mmHg )
( mmHg )
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal-tinggi 130-139 85-89
Grade I ( Hipertensi ringan ) 140-149 90-99
Sub Group ( perbatasan ) 150-159 90-94
Grade II ( Hipertensi sedang ) 160-179 100-109
Grade III ( Hipertensi berat ) >180 > 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 < 90
Sub-Group( perbatasan ) 140-149 < 90

Sumber : ( Suparto , 2010 )


3. Jenis Hipertensi
Menurut Hebert Benson, dkk, berdasarkan etiologinya hipertensi
dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Hipertensi esensial ( hipertensi primer atau idiopatik ) adalah
hipertensi yang tidak jelas penyebabnya. Hal ini ditandai dengan
terjadinya peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh
darah tepi. Lebih dari 90 % kasus hipertensi termasuk dalam
kelompok ini. Penyebabnya adalah multifactor, terdiri dari factor
genetic, gaya hidup, dan lingkungan.
b. Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit sistemik lain seperti renal arteri stenosis, hyperldosteronism,
hyperthyroidism, pheochromocytoma, gangguan hormone dan
penyakit sistemik lainnya ( Herbert Benson, dkk, 2012 ).
4. Manifestasi Klinis Hipertensi
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
a. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg 2.
b. Sakit kepala
c. Pusing / migraine
d. Rasa berat ditengkuk
e. Penyempitan pembuluh darah
f. Sukar tidur
g. Lemah dan lelah
h. Nokturia
i. Sulit bernafas saat beraktivitas
5. Komplikasi
Efek pada organ :
a. Otak :  pemekaran pembuluh darah, perdarahan, kematian sel
otak (stroke)     
b. Ginjal : malam banyak kencing, kerusakan sel ginjal, gagal ginjal
c. Jantung : membesar, sesak nafas (dyspnoe), cepat lelah,  Gagal
jantung, infark moikardium

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dilakukan yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
1) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji
hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.
2) Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi / fungsi ginjal.
3) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar
ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
4) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping
terapi diuretik.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi
6) Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
8) Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme
primer (penyebab)
9) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal dan ada DM.
10) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor
resiko hipertensi
11) Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme
12) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
13) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi
kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
14) IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti
penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
15) CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
16) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi:
Spinal tab, CAT scan.
17) (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai
kondisi klinis pasien
7. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
Obat-obatan antihipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau
dicampur dengan obat lain, obat-obatan ini diklasifikasikan menjadi
lima kategori, yaitu ;
1) Diuretik;
2) Menekan simpatetik (simpatolitik);
3) Vasodilatator arteriol yang bekerja langsung;
4) Antagonis angiotensin (ACE inhibitor);
5) Penghambat saluran kalsium (blocker calcium antagonis).
8. Cara Pencegahan
a. Penurunan berat badan
b. Mengurangi tingkat stress
c. Olahraga
d. Mengontrolkan diri rutin jika mempunyai riwayat hipertensi keturunan
( Huda Nurarif & Kusuma H, 2015 ).

C. Tinjauan Teori Askep Gerontik


1. Pengkajian Keperawatan
a. Data Subyektif dan Data Objektif
1) Aktivitas / istirahat
Gejala          : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda          :frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, Takipnea
2) Sirkulasi
Gejala          :Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda          :Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi,
perubahan warna kulit, suhu dingin
3) Integritas Ego
Gejala           : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas,
depresi, euphoria, factor stress multiple
Tanda          :Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan
kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot
muka tegang, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara
4) Eliminasi
Gejala           : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5) Makanan / Cairan
Gejala           : makanan yang disukai yang dapat mencakup
makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda           : BB normal atau obesitas, adanya edema
6) Neurosensori
Gejala           : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut
sakit kepala,

berdenyut, gangguan penglihatan.

Tanda           : perubahan orientasi, penurunan kekuatan

genggaman, perubahan retinal optic

7) Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala           : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit


kepala oksipital berat, nyeri abdomen

8) Pernapasan

Gejala           :dispnea yang berkaitan dengan aktivitas,


takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal,
batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok

Tanda           :distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris


pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis
9) Keamanan

Gejala           : Gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda           : episode parestesia unilateral transien, hipotensi

postural

10) Pembelajaran/Penyuluhan

Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi,


aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul yaitu :
a. Nyeri akut
b. Resiko jatuh
c. Gangguan pola tidur

3. Perencanaan Keperawatan
a. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
2. Resiko jatuh
3. Gangguan Pola Tidur
b. Rencana asuhan Keperawatan
1) Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut
a) Rencana Tujuan
Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
b) Kriteria Hasil
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak
nyaman
c) Rencana Tindakan
1. Pemantauan Tanda Vital
R/ Mengetahui kondisi pasien sehingga dapat menentukan
Rencana selanjutnya seperti peningkatan nadi, tekanan
darah dimana menunjukan adanya peningkatan atau
penurunan akibat rasa nyeri sehingga merupakan indikator
atau derajat nyeri secara tidak langsung.
2. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, dan beratnya (skala 0
- 10). R/ Berguna dalam pengawasan keefektifan obat,
kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik
nyeri menunjukan perubahan dimana memerlukan evaluasi
dan intervensi.
3. Ajarkan teknik relaksasi dan nafas dalam.
R/ Relaksasi mengurangi ketegangan, membuat perasaan
lebih nyaman, dan meningkatkan mekanisme koping. Nafas
dalamberguna meningkatkan suplai O2 di dalam tubuh
dimana saat relaksasi dapat menurunkan hipoksia yang
berhubungan dengan konstriksi atau spasme pembuluh
darah. Teknik nafas dalam dapat dilakukan dengan cara
menghirup udara perlahan – lahan melalui hidung tahan
selama 3 detik lalu hembuskan melalui mulut dimana mulut
setengah dibuka dan tindakan ini dilakukan sebanyak 3
kali.
4. Beri HE mengenai manajemen nyeri
R/ Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan berlangsung, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat timbulnya nyeri sehingga pasien
tidak mengalami kecemasan dan pasien mampu mandiri
untuk menangani jika nyeri itu timbul.
5. Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
R/ Analgetik berguna mengurangi nyeri sehingga pasien
menjadi lebih nyaman dimana obat golongan analgesik
akan merubah persepsi dan interprestasi nyeri sistem saraf
pusat pada thalamus dan korteks serebri. Analgesik akan
lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri
yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri
2) Diagnosa Keperawatan Resiko Jatuh
a) Rencana Tujuan
Pasien tidak mengalami jatuh
b) Kriteria Hasil
1. Mampu mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat
meningkatkan cidera.
2. Mampu mempraktekan gerakan latihan keseimbangan
c) Rencana Tindakan
1. Berikan penyuluhan tentang apa saja bahaya lingkungan
yang ada di sekitar rumah yamng dapat menyebabkan
resiko jatuh
R/
2. Ajarkan gerakan latihan keseimbangan
R/
3) Diagnosa Gangguan Pola Tidur
a) Rencana Tujuan
Pasien dapat istirahat tidur dengan optimal
b) Kriteria Hasil
1. Pasien dapat tidur 6-8 jam setiap malam
2. Secara verbal mangatakan dapat lebih rileks dan lebih segar.
c) Rencana Tindakan
1. Lakukan kajian masalah gangguan tidur pasien karakteristik
dan penyebab kurang tidur.
R/ Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana
Keperawatan
2. Lakukan persiapan untuk tidur malam seperti pada jam 9
malam sesuai dengan pola tidur pasien
R/ Mengatur pola tidur
3. Lakukan massage pada daerah belakang,tutup jendela/pintu
jika perlu.
R/ Mengurangi gangguan tidur
4. Pengtahuan kesehatan jadwal tidur,mengurangi stres,cemas
dan latihan relaksasi.
R/ Meningkatkan pola tidur
5. Berikan pengobatan seperti analgesik dan sedatif
R/ Mengurangi gangguan tidur

4. Pelaksanaan Keperawatan

Menurut Nursalam (2011), Implementasi adalah pelaksanaan dari


rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan
pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.

5. Evaluasi Keperawatan
a. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak
nyaman
b. Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
c. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
d. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
e. Tidak ada penurunan kesadaran
f. Pasien dapat tidur 6-8 jam setiap malam
g. Secara verbal mangatakan dapat lebih rileks dan lebih segar.
h. KU baik
i. Tidak ada kekakuan otot

dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit
kepala, pusing

WOC

Umur Jenis Kelamin Gaya Hidup

Obesitas
Elastisitas menurun Arteriosklerosis

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal
Pembuluh Darah

Resistensi Suplai O2 otak Vasokontriksi Sistemik


Koroner
pembuluh menurun pembuluh
darah otak darah
Vasokontriksi Iskemi miokard
Sinkop

Nyeri
Blood flow Afterload
Gangguan
pola tidur Nyeri dada
k
men
ingkat

Gangguan
Renspon RAA
rasa nyaman
Penurunan
Gangguan
Fatigue Curah
perfusi
Jantung
jaringan
Ransang aldosteron
Intoleransi
Aktivitas
Retensi Na

Edema

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
Hamzah, : Ensiklopedia Artikel Indonesia, Surabaya
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC,

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Adib,M. 2009. Cara mudah memahami dan menghindari hipertensi. Jantung dan stroke.
Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka

Muttaqin,A. 2009. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan system


kardiovaskuler. Jakarta: salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai