Anda di halaman 1dari 26

ABSES RENAL

Posted: 04/04/2013 in Bahan Kuliah


0

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri.  Jika
bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati
dan hancur, meninggalkan  rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang  terinfeksi. Sel-sel
darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan  mati. Sel darah  putih yang
mati  inilah yang  membentuk nanah, yang mengisi  rongga tersebut.

Abses ginjal adalah salah satu yang terbatas pada ginjal dan disebabkan baik oleh bakteri dari
infeksi  bepergian ke ginjal melalui aliran darah atau  infeksi saluran  kemih bepergian ke
ginjal dan kemudian  menyebar  ke jaringan  ginjal.

Abses ginjal adalah  penyakit  yang  sangat  tidak  biasa,  tetapi  umumnya terjadi  sebagai
akibat dar i masalah umum seperti  radang  ginjal, penyakit batu dan refluks vesicoureteral.
Kadang-kadang, abses ginjal dapat berkembang dari sumber  infeksi di setiap area tubuh .
Abses kulit multiple dan  penyalah gunaan obat  intravena  juga dapat menjadi sumber abses
ginjal. Infeksi  saluran  kemih yang  rumit terkait dengan batu, kehamilan, kandung  kemih
neurogenik dan diabetes  mellitus juga menempatkan seseorang  pada risiko untuk abses
ginjal.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Secara umum makalah ini bertujuan untuk memberikan  gambaran asuhan keperawatan abses
renal .

1. Tujuan Khusus

 Menjelaskan defenisi, etioogi, patofisiologi dari abses renal


 Menjelaskan klasifikasi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari abses renal
 Menjelaskan asuhan keperawatan dari abses renal

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi

Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri.
Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang
terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati.
Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.

Abses Ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai dengan pembentukan sejumlah
bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang disebabkan oleh infeksi yang
menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran darah.

Penyakit Abses ginjal bisa disebabkan oleh bakteri yang berasal dari suatu infeksi yang
terbawa ke ginjal melalui aliran darah atau akibat suatu infeksi saluran kemih yang terbawa
ke ginjal dan menyebar ke dalam jaringan ginjal.

B. Etiologi

Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:

 bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril
  bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
  bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika:

 terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


  daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
  terdapat gangguan sistem kekebalan.

C. Patofisiologi

            Abses ginjal hasil dari penyebaran hematogen kortikal bakteri dari fokus extrarenal
utama infeksi. Staphylococcus aureus adalah agen etiologi dalam 90% kasus abses kortikal.
Sebaliknya, abses corticomedullary ginjal berkembang sebagai infeksi menaik oleh
organisme yang telah diisolasi dari urin. Keterlibatan parenkim ginjal yang parah dalam
kombinasi dengan abses corticomedullary lebih mungkin untuk memperluas pada kapsul
ginjal dan berlubang, sehingga membentuk abses perinephric. Ginjal corticomedullary infeksi
termasuk proses infeksi bawah akut dan kronis ginjal.

D. Manifestasi klinis

 demam, menggigil.
  nyeri di punggung sebelah bawah
 Nyeri tekan
 Nyeri perut
 nyeri ketika berkemih,
  air kemih mengandung darah (kadang-kadang).

E.Pemeriksaan diagnostic

rontgen,

USG,

CT scan

MRI

F. Penatalaksanaan

 Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk
dan dikeluarkan isinya.
 Antibiotik bisa diberikan setelah suatu abses mengering dan hal ini dilakukan untuk
mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke
bagian tubuh lainnya.
 Abses diinsisi, didrainase dan di test kultur
 Pemilihan obat antimicrobial yang tepat berdasarkan hasil test kultur

 
 

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

            a. identitas pasien :


 Nama
  jenis kelamin
 Usia
 Alamat
 agama, dan lain- lain

            b. riwayat kesehatan

 riwayat kesehatan sekarang


 riwayat kesehatan dahulu
 riwayat kesehatan keluarga

c. pemeriksaan fisik

1. Aktivitas/istirahat
– Gejala: kelemahan/malaise
– Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
– Tanda: pucat,edema
3. Eliminasi
– Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
– Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
– Gejala: penurunan BB , anoreksia, mual,muntah
– Tanda: penurunan haluaran urine
5. Pernafasan
– Gejala: nafas pendek
– Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
– Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
– Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

d. Pemeriksaan penunjang
Pada laboratorium didapatkan:
-Leukosit  +

-Eritrosit  +

-Urinalisis (Urine meningkat)

– darah + Dalam urin

B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Nyeri berhubungan dengan  proses inflamasi.


2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses insisi

3. Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kekurangan informasi tentang penyakitnya,


prosedur perawatan

4. Gangguan nutrisi berhubungan dengan intake yang dibatasi.

C. Intervensi

Dx 1

-Kaji intensitas nyeri (skala 1-10).

-Atur posisi yang nyaman bagi pasien

-Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)

-Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya

Dx 2

-pantau tanda-tanda vital

-berikan posisi yang nyaman, batasi pengujung bila perlu

-kaji dan catat respon pasien

Dx 3

-Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang proses penyakit

-Beri informasi yang sesuai tentang prosedur perawatan dari tindakan yang diberikan selama
dan sesudah sembuh.

-Bantu kebutuhan kebersihan perawatan diri sampai mampu mandiri.

-Rawat kebersihan kulit dan lakukan prosedur perawatan luka, infus, kateterisasi secara steril

Dx 4

– Awasi konsumsi makanan/cairan dan hitung intake per hari

– Batasi pemberian cairan, garam, kalium peroral (makan dan minum) .

– Menjelaskan tentang pembatasan makan yang diberikan

-Perhatikan adanya mual dan muntah


ASKEP ABSES RENAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang


Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri.  Jika
bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan
hancur, meninggalkan  rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang  terinfeksi. Sel-sel darah putih
yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan
setelah menelan bakteri, sel darah putih akan  mati. Sel darah  putih yang mati  inilah yang
membentuk nanah, yang mengisi  rongga tersebut.
Abses ginjal adalah salah satu yang terbatas pada ginjal dan disebabkan baik oleh bakteri
dari infeksi  bepergian ke ginjal melalui aliran darah atau  infeksi saluran  kemih bepergian ke ginjal
dan kemudian  menyebar  ke jaringan  ginjal.
Abses ginjal adalah  penyakit  yang  sangat  tidak  biasa,  tetapi  umumnya terjadi  sebagai
akibat dar i masalah umum seperti  radang  ginjal, penyakit batu dan refluks vesicoureteral. Kadang-
kadang, abses ginjal dapat berkembang dari sumber  infeksi di setiap area tubuh . Abses kulit
multiple dan  penyalah gunaan obat  intravena  juga dapat menjadi sumber abses ginjal. Infeksi
saluran  kemih yang  rumit terkait dengan batu, kehamilan, kandung  kemih neurogenik dan diabetes
mellitus juga menempatkan seseorang  pada risiko untuk abses ginjal.

1.2    Rumusan Masalah


1.2.1        Rumusan Masalah
1.2.1.1      Bagaimana anatomi dan fisiologi perkemihan ?
1.2.1.2      Apa definisi dari abses renal ?
1.2.1.3      Apa etiologi dari abses renal ?
1.2.1.4      Apa patofisiologi dari abses renal ?
1.2.1.5      Apa manifestasi klinis dari abses renal ?
1.2.1.6      Bagaimana pemeriksaan penunjang dari abses renal ?
1.2.1.7      Bagaimana penetalaksanaan medis dari abses renal ?
1.2.1.8      Apa komplikasi dari abses renal ?
1.2.1.9      Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan abses renal ?

1.3         Tujuan
1.3.1   Umum
1.3.1.1      Untuk mengetahui gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan pada pasien abses renal.
1.3.2   Khusus
1.3.2.1      Mengetahui anatomi dan fisiologi dari sistem perkemihan.
1.3.2.2      Mengetahui definisi dari abses renal.
1.3.2.3      Mengetahui etiologi dari abses renal.
1.3.2.4      Mengetahui patofisiologi dari abses renal.
1.3.2.5      Mengetahui manifestasi klinis dari abses renal.
1.3.2.6      Mengetahui pemeriksaan penunjang dari abses renal.
1.3.2.7      Mengetahui penetalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.8      Mengetahui komplikasi dari abses renal.
1.3.2.9      Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan abses renal.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1  Anatomi dan Fisiologi


Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria :
1.      GINJAL
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium
pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan,
ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada
umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap nefron terdiri
atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah
yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat
kapsul Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal,
tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral
(langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari
disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah –
celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari
korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok – belok,
kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle
atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal,
kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
a.       Bagian – Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian,
yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
a)        Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut
nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang
tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman,
dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan
darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang
terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan
menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam
sumsum ginjal.
b)   Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan
dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian
dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8
hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus
koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada
bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di
dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan
malphigi, setelah mengalami berbagai proses.
c)        Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sabelum
berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang
masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis
dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine
masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula
urinaria).
b.      Fungsi Ginjal:
1.      Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen, misalnya amonia.
2.      Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya
(misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3.      Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4.      Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
c.       Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal
Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, yang
berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri
akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk
gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai
bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai
bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.

Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur
jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang
masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah
kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn
kortison.

2.      URETER
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika
urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam
rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a.    Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b.    Lapisan tengah otot polos
c.    Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang
akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter
meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf
sensorik.

3.      VESIKULA URINARIA ( Kandung Kemih )


Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang
simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh
otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari
:
a.         Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum
oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan
prostate.
b.         Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c.         Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar),
tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

4.      URETRA
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar.
Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian
menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm. Uretra
pada laki – laki terdiri dari :
a.    Uretra Prostaria
b.    Uretra membranosa
c.    Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan
submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas,
panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar),
lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah
dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan
uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

1.2 Definisi

Abses ginjal adalah abses yang terdapat pada parenkim ginjal. Abses ini dibedakan dalam 2
macam, yaitu abses korteks ginjal dan abses kortiko-meduler. Abses korteks ginjal atau disebut
karbunkel ginjal pada umumnya disebabkan oleh penyebaran infeksi kuman Stafilokokus aureus
yang menjalar secara hematogen dari fokus infeksi di luar sistem saluran kemih (antara lain dari
kulit). Abses kortiko-medulare merupakan penjalaran infeksi secara asending oleh bakteri E.
Coli,Proteus, atau Klebsiella spp. Abses kortikomedulare ini seringkali merupakan penyulit dari
pielonefritis akut. (Basuki P. Purnomo, 2011)

Abses perirenal adalah abses yang terdapat di dalam rongga perirenal, yaitu rongga yang
terletak di luar ginjal tetapi masih dibatasi oleh kapsula Gerota, sedangkan abses pararenal adalah
abses yang terletak di antara kapsula Gerota dan peritoneum posterior (Gambar 3-3). Abses
perirenal dapat terjadi karena pecahnya abses renal ke dalam rongga perirenal, sedangkan abses
pararenal dapat terjadi karena : (1) pecahnya abses erirenal yang mengalir ke rongga pararenal atau
(2) karena penjalaran infeksi dari usus, pankreas, atau dari kavum pleura ke rongga pararenal.
(Basuki P. Purnomo, 2011)

1.4  Etiologi

Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:

a. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril
b. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan
gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika:

a. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


b. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c. Terdapat gangguan sistem kekebalan.
1.5  Patofisiologi
Abses ginjal hasil dari penyebaran hematogen kortikal bakteri dari fokus extrarenal utama
infeksi. Staphylococcus aureus adalah agen etiologi dalam 90% kasus abses kortikal. Sebaliknya,
abses corticomedullary ginjal berkembang sebagai infeksi menaik oleh organisme yang telah diisolasi
dari urin. Keterlibatan parenkim ginjal yang parah dalam kombinasi dengan abses corticomedullary
lebih mungkin untuk memperluas pada kapsul ginjal dan berlubang, sehingga membentuk abses
perinephric. Ginjal corticomedullary infeksi termasuk proses infeksi bawah akut dan kronis ginjal.

1.5 Manifestasi Klinis

Menurut (Basuki P. Purnomo, 2011) :

a.       Nyeri pinggang


b.      Demam disertai menggigil
c.       Teraba massa sipinggang (pada abses peri atau pararenal)
d.      Keluhan miksi jika fokus infeksinya berasaal dari : saluran kemih, anoreksia, malas dan lemah.
Gejala ini sering didiagnosis banding dengan pielonefritis akut. Nyeri dapat dirasakan pula di daerah
(1) Pleura karena pleuritis akibat penyebaran infeksi ke subprenik dan Intrathorakal (2) Inguinal (3)
abdominal akibat pada peritoneum posterior. Nyeri pada saat hiperekstensi pada sendi panggul
adalah tanda dari penjalaran infeksi ke otot psoas.

1.6 Pemeriksaan Diagnosis

Menurut (Basuki P. Purnomo, 2011) :

a.       Pemeriksaan Urinalalis


Menunjukkan adanya oluria dan hematuria
b.      Kultur Urine
Menunjukkan penyebab infeksi
c.       Pemeriksaan darah
Terdapat leukositosis dan laju endap darah yang meningkat
d.      Pemeriksaan foto polos abddomen
Didapatkan kekaburan pada daerah pinggang, bayanga psoas menjadi kabur, terdapat bayangan gas
pada jaringan lunak, skoliosis, atau bayangan opak dari suatu batu di saluran kemih. Adanya proses
pada subdiafragma akan tampak pada foto thoraks sebagai ateletaksis, efusi pleura, empiema, atau
elevasi diafrgama.
e.       Pemeriksaan USG
Adanya cairan abses, tetapi pemeriksaan ini sanagt tergantung pada kemampuan pemeriksa.
f.       Pemeriksaan CT Scan
Dapat menunjukkan adanya cairan nanah di dalam intrarenal, perirenal, maupun pararenal

1.7 Penatalaksanaan

Menurut (Basuki P. Purnomo, 2011) :

Jika dijumpai suatu abses harus dilakukan drainase, sedangkan sumber infeksi diberantas
dengan pemberian antibiotika yang adekuat. Drainase abses dapat dilakukan melalui operasi terbuka
ataupun perkutan melalui insisi kecil di kulit. Selanjutnya dilakukan berbagai pemeriksaan untuk
mencari penyebab terjadinya abses guna menghilangkan sumbernya.

LAPORAN KASUS  PADA PASIEN PASEIN Ny. E DENGAN ABSES RENAL

 Pengertian

Abses (latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri
atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum
suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan
subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah (Siregar, 2004).

Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang
melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik (Morison,
2003). Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik “mata”, yang kemudian pecah;
rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis, meninggalkan jaringan parut yang
kecil. (Underwood, 2000)

Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika
bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati
dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel
darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.

Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri,
jaringan nekrotik dan sel darah putih). Abses adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah
mati yang terakumulasi disebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi). Proses ini
merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi
kebagian lain dari tubuh (Smelltzer dan Bare, 2001).

Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai dengan pembentukan sejumlah
bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang disebabkan oleh infeksi yang
menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran darah. Penyakit Abses ginjal bisa disebabkan oleh
bakteri yang berasal dari suatu infeksi yang terbawa ke ginjal melalui aliran darah atau akibat
suatu infeksi saluran kemih yang terbawa ke ginjal dan menyebar ke dalam jaringan ginjal.

Abses ginjal adalah abses yang terdapat pada parenkim ginjal. Abses ini dibedakan dalam 2
macam, yaitu abses korteks ginjal dan abses kortiko-meduler. Abses korteks ginjal atau
disebut karbunkel ginjal pada umumnya disebabkan oleh penyebaran infeksi
kumanStafilokokus aureus yang menjalar secara hematogen dari fokus infeksi di luar sistem
saluran kemih (antara lain dari kulit). Abses kortiko-medulare merupakan penjalaran infeksi
secara asending oleh bakteri E. Coli, Proteus, atau Klebsiella spp. Abses kortikomedulare ini
seringkali merupakan penyulit dari pielonefritis akut (Purnomo, 2011).

Abses perirenal adalah abses yang terdapat di dalam rongga perirenal, yaitu rongga yang
terletak di luar ginjal tetapi masih dibatasi oleh kapsula Gerota, sedangkan abses pararenal
adalah abses yang terletak di antara kapsula Gerota dan peritoneum posterior. Abses perirenal
dapat terjadi karena pecahnya abses renal ke dalam rongga perirenal, sedangkan abses
pararenal dapat terjadi karena: (1) pecahnya abses erirenal yang mengalir ke rongga pararenal
atau (2) karena penjalaran infeksi dari usus, pankreas, atau dari kavum pleura ke rongga
pararenal (Purnomo, 2011).

Etiologi

Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara, yaitu: (Purnomo, 2011).

1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Sedangkan peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat adalah sebagai berikut:

1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan.

Fatofisiologi

Abses ginjal hasil dari penyebaran hematogen kortikal bakteri dari fokus extrarenal utama
infeksi. Staphylococcus aureus adalah agen etiologi dalam 90% kasus abses kortikal.
Sebaliknya, abses corticomedullary ginjal berkembang sebagai infeksi menaik oleh
organisme yang telah diisolasi dari urin. Keterlibatan parenkim ginjal yang parah dalam
kombinasi dengan abses corticomedullary lebih mungkin untuk memperluas pada kapsul
ginjal dan berlubang, sehingga membentuk abses perinephric. Ginjal corticomedullary infeksi
termasuk proses infeksi bawah akut dan kronis ginjal.
Abses ginjal hasil dari penyebaran hematogen kortikal bakteri dari fokus extrarenal utama
infeksi. Staphylococcus aureus adalah agen etiologi dalam 90% kasus abses kortikal.
Sebaliknya, abses corticomedullary ginjal berkembang sebagai infeksi menaik oleh
organisme yang telah diisolasi dari urin. Keterlibatan parenkim ginjal yang parah dalam
kombinasi dengan abses corticomedullary lebih mungkin untuk memperluas pada kapsul
ginjal dan berlubang, sehingga membentuk abses perinephric. Ginjal corticomedullary infeksi
termasuk proses infeksi bawah akut dan kronis ginjal (Smeltzer & Bare, 2001).

 Menifestasi Klinis

Manifestasi klinis abses renal, sebagai berikut:  (Purnomo, 2011)

1. Nyeri pinggang
2. Demam disertai menggigil
3. Teraba massa sipinggang (pada abses peri atau pararenal)
4. Keluhan miksi jika fokus infeksinya berasaal dari saluran kemih, anoreksia, malas dan
lemah.

Gejala ini sering di diagnosis banding dengan pielonefritis akut. Nyeri dapat dirasakan pula di
daerah (1) Pleura karena pleuritis akibat penyebaran infeksi ke subprenik dan Intrathorakal
(2) Inguinal (3) abdominal akibat pada peritoneum posterior. Nyeri pada saat hiperekstensi
pada sendi panggul adalah tanda dari penjalaran infeksi ke otot psoas.

Pemeriksaan Diagnostic

Pemeriksaan diagnostik abses renal, sebagai berikut: (Purnomo, 2011):

1. Pemeriksaan Urinalalis menunjukkan adanya oluria dan hematuria


2. Kultur Urine menunjukkan penyebab infeksi
3. Pemeriksaan darah menunjukkan terdapat leukositosis dan laju endap darah yang
meningkat
4. Pemeriksaan foto polos abddomen menunjukkan terdapat kekaburan pada daerah
pinggang, bayanga psoas menjadi kabur, terdapat bayangan gas pada jaringan lunak,
skoliosis, atau bayangan opak dari suatu batu di saluran kemih. Adanya proses pada
subdiafragma akan tampak pada foto thoraks sebagai ateletaksis, efusi pleura,
empiema, atau elevasi diafrgama.
5. Pemeriksaan USG menunjukkan adanya cairan abses, tetapi pemeriksaan ini sanagt
tergantung pada kemampuan pemeriksa.
6. Pemeriksaan CT Scan menunjukkan terdapat adanya cairan nanah di dalam intrarenal,
perirenal, maupun pararenal

Penatalaksanaan

1. Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk
dan dikeluarkan isinya.
2. Antibiotik bisa diberikan setelah suatu abses mengering dan hal ini dilakukan untuk
mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke
bagian tubuh lainnya.
3. Abses diinsisi, didrainase dan di test kultur
4. Pemilihan obat antimicrobial yang tepat berdasarkan hasil test kultur
Pengkajian

1. Identitas Pasien
2. Nama
3. Jenis kelamin
4. Usia
5. Alamat
6. Agama, dan lain- lain
7. Riwayat Kesehatan
8. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi keluhan infeksi kulit atau infeksi
saluran kemih. Infeksi bias diikuti dalam 11-2 minggu dengan demam dan nyeri pada
pinggang atau kostovertebra.

1. Riwayat kesehatan dahulu

Mengkaji apakah ada riwayat penyakit seperti adanya penyakit bisul atau karbunkel pada
daerah tubuh  lainnya, adanya riwayat demam sampai menggigil. Kaji apakah pasien pernah
menderita penyakit diabetes mellitus. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian di dokumentasikan.

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya
composmentis. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan suhu tubuh meningkat, nadi
meningkat, frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi, TD
tidak terjadi perubahan secara signifikan kecuali adanya penyakit hipertensi renal

1. Aktivitas/istirahat

 Gejala: Kelemahan/malaise
 Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus otot

1. Sirkulasi

 Tanda: pucat, edema

1. Eliminasi

 Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)


 Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)

1. Makanan/cairan

 Gejala: Penurunan BB , anoreksia, mual, muntah


 Tanda: Penurunan haluaran urine

1. Pernafasan
 Gejala: Nafas pendek
 Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)

1. Nyeri/kenyamanan

 Gejala: Nyeri pinggang, sakit kepala


 Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

4. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:

 Leukosit  +
 Eritrosit  +
 Urinalisis (Urine meningkat)
 Darah + Dalam urin

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Nyeri b.d pasca drainase abses, respon inflamasi, kontraksi otot efek sekunder,
adanyaabses renal.
2. Hipertermi b.d repon sistemik sekunder, adanya abses renal.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak
adekuat, efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
4. Gangguan activity daily living b.d kelemahan fisik secara umum
5. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisisakit, dan perubahan kesehatan.

Intervensi

1. Nyeri b.d pasca drainase abses, respons inflamasi, kontraksi otot efek sekunder
adanya abses renal

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1×24 jam nyeri berkurang / hilang atau
teradaptasi.

Kriteria Hasil:

 Pasien mengatakan nyeri berkurang / terkontrol


 Skala nyeri 0-4
 Raut wajah rileks
 TTV Normal (TD: 120/80 mmHg ; Nadi : 60-100x/menit ; T : 36,5oC-37,5oC ; RR :
16-24x/menit)

Intervensi Rasional
Mandiri : Mandiri :
1. Beri posisi yang nyaman pada 1.   Posisi yang nyaman akan mengurangi
pasien rasa nyeri pasien sehinggga pasien dapat
beristirahat
 
 
 
2.   Lingkungan yang tenang akan
2. Beri lingkungan yang nyaman menurunkan stimulus nyeri ekternal dan
dan tenang pada pasien menganjurkan pasien untuk beristirahat

   

  3.   Istirahat akan menurunkan O2 jaringan


perifer sehingga akan meningkatkan suplai
  darah ke jaringan

3. Istirahatkan pasien  

  4.   Meningkatkan kelancaran suplai darah


untuk menurunkan iskemik
 
 
 
HE :
 
1.   Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
4. Lakukan masase sekitar nyeri mengurangi persepsi nyeri

  2.   Meningkatkan asupan O2 sehinggadapt


menurunkan nyeri sekunder
 
 
H. E :
Kolaborasi :
1. Ajarkan tehnik distraksi
 
 
1. Mempercepat penyembuhan, untuk
2. Ajarkan tehnik nafas dalam mengurangi nyeri

   

   

  Observasi :

Kolaborasi :  

1.      Mengetahui tingkat kapasitas nyeri


 

1.   Kolaborasi dengan tim medis


dalam pemberian obat analgetik
sesuai indikasi

 
pasien
Observasi:
 
 
2.  Memantau keadaan pasien
1.  Kaji nyeri menggunakan
PQRST

2.  Kaji TTV pasien

2. Hipertermi b.d repons istemik sekunder, adanya abses renal.

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3×24 jam, suhu tubuh pasien menurun/
kembali normal

K.H:

 Suhu tubuh normal (36,5-37,5oC)


 Akral hangat
 Mukosa bibir lembab
 Turgor kulit tidak tampak kemerahan

Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri :

1.   Beri kompres air hangat 1. Memvasodilatasi pembuluh darah

  2. Mengurangi peningkatan metabolisme


umum yang memberikan dampak
2.  Pertahan kantirah baring total terhadap peningkatan suhu tubuh secara
sistemik
 
 
 
 

  HE :

H. E : 1.      Untuk pemenuhan hidrasi cairan


dalam tubuh
1.     Anjurkan pasien untuk banyak
minum 2.     Untuk mempercepat evaporasi
sehingga terjadi proses penguapan
2.     Anjurkan pasien memakain
pakaian yang tipis  

  Kolaborasi :

  1.       Untuk mempercepat


penyembuhan, menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi :
 
1.      Kolaborasi dengan tim medis lain
dalam pemberian antipiretik dan Observasi :
antibiotic
1.      Mengetahui /mengontrol adanya
  peningkatan suhu tubuh untuk di berikan
intervensi selanjutnya
Observasi :
2.      Memantau keadaan pasien
1.     Monitor suhu tubuh

2.     Observasi keadaan umum tubuh


pasien

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak
adekuat, efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah.

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3×24 jam, kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

K.H:

 Porsi makan habis


 BB meningkat
 Mukosa bibir lembab
 Hb dan Albumin Normal
Intervensi Rasional
Mandiri :

1.    Berikan makanan lunak Mandiri :

2.    Berikan makanan setengah padat 1. Memudahkan masuknya makanan


dengan sedikit air
2. Meningkatkan kemampuan pasien
  dalam menelan

   

HE : HE :

1.     Anjurkan pasien makan sedikit 1.      Membantupemenuhan nutrisi


tapi sering peroral pasien

2.    Anjurkan pasien untuk menelan 2.      Mencegah kelelahan pasien saat
secara berurutan makan

   

Kolaborasi : Kolaborasi :

1.    Kolaborasi pemberian obat 1.      Mengurangi mual / ggn lambung


antasida pasien

   

Observasi : Observasi :

1.    Kaji suara bising usus, catat terjadi 1.      Mengetahui Fungsi system
perubahan di dalam lambung seperti gastrointestinal penting untuk pemasukan
mual, muntah. Observasi perubahan makanan
pergerakan usus, misalnya : diare,
konstipasi

4. Gangguan activity daily livingd kelemahan fisik secara umum

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3×24 jam, terjadi peningkatan perilaku dalam
perawatan diri

K.H :

 Pasien menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri


 Pasien mampu dalam melakukan aktivitas
 Koordinasi otot , tulang, rangka baik

Intervensi Rasional
Mandiri :
Mandiri:
1.    Beri lingkungan yang tenang
1.      Lingkungan yang tenang
  membantu pasien untuk beristirahat

  2.    Melatih perkembangan pasien

2.    Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi  


pasien
 
 
3.    Membantu melatih otot, tulang dan
3.    Berikan latihan ROM rangka

   

  HE :

HE : 1.      Untuk melancarkan peredarah


darah sehingga keaadan pasien tidak
1. Ajarkan pasien untuk mobilisasi kaku

   

  Kolaborasi :

Kolaborasi : 1.  Mempercepat adanya peningkatan


aktivitas pasien
1.   Rencanakan tindakan dengan tim
medis lain untuk dalam memberikan  
tindakan fisioterapi yang tepat
 
 
Observasi :
Observasi :
1.   Untuk mengetahui tingkat
1. Kaji kemampuan klien dalam kemampuan aktivitas pasien
melakukan aktivitas

5. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.

Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1×24 jam, kecemasan pasien berkurang

K.H:

 Pasien menyatakan kecemasan berkurang


 Mengenal perasannya
 Kooperatif dalam tindakan
 Wajah tampak rileks

Intervensi Rasional
Mandiri :
Mandiri :
1.  Mengurangi rangsangan eksternal yang
1.  Beri lingkungan yang tenang dan tidak perlu
suasana penuh istirahat
2.   Dapat menghilangkan ketegangan
2.  Beri kesempatan kepada pasien terhadap kekawatiran yang tidak
untuk mnegungkapkan perasaannya diekspresikan

3. Beri privasi untuk pasien dan orang 3.  Memberikan waktu untuk


terdekat mengekspresikan perasaan,
menghilangkan kecemasan dan perilaku
  adaptasi

HE:  

1.  Jelaskan tentang prosedur tindakan HE :


yang akan dilakukan selama perawatan
1.   Menurunkan kecemasan pada setiap
  tindakan yang akan dilakukan

Kolaborasi :  

1.   Kolaborasi dengantim medis lain  


dalam pemberian obat anti cemas
sesuai indikasi Kolaborasi :

  1.  Meningkatkan relaksasi dan


menurunkan kecemasan
Observasi :
 
1.   Kaji tanda verbal dan non verbal
kecemasan, pasien dan lakukan Observasi :
tindakan bila menunnjukkan perilaku
merusak 1.  Relaksasi verbal atau non verbal dapat
menunjukkan rasa agitasi, marah, gelisah

 
DAFTAR PUSTAKA

Morison, M.J. (2003). Manajemen Luka. EGC. Jakarta

Purnomo, P, Basuki. (2011). Dasar-Dasar Urologi. Perpustakaan Nasional RI. Katalog


Dalam Terbitan (KTO). Jakarta.

Siregar, Charles. JP. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I. Penerbit
EGC. Jakarta.

Smeltzer, SC dan Bare, BG.  (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

Underwood, J.C.E. (2000). Patologi Umum dan Sistemik. Vol. 2. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai