Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN
ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL DENGAN
”SOLUSIO PLASENTA”

Dosen Pembimbing :
Dwi Estuning Rahayu, S.Pd, S.Kep. Ners

Disusun Oleh :
DEWI ERMAWATI
(0802200036)
Semester III – A

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KEDIRI
2009 / 2010
LAPORAN PENDAHULUAN

I. DEFINISI
 Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang
normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. (Sarwono Prawirohardjo, 2006 :
16)
 Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum
janin lahir. (F. Gary Cunningham, 2005 : 688).
 Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada karpus
uteri sebelum janin lahir. (Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 376)
 Solusio plasenta yaitu lepasnya plasenta dari perlekatannya pada dinding uterus.
(MIMS Bidan, 2008 : 18).
 Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta sebelum waktunya. (Yuni Kusmiyati,
SST, dkk. 2009 : 160).
 Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta sebelum waktunya. (Djamhoer
Martaadisoebrata, dkk. 2005 : 91).
 Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang normal
implantasinya di atas 22 minggu dan sebelum lahirnya anak. (Djamhoer
Martaadisoebrata, dkk. 2005 : 91)

II. ETIOLOGI
Etiologi solusio plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas. (Sarwono
Prawirohardjo, 2005 : 337).

III. Faktor Predisposisi


 Beberapa keadaan tertentu dapat menyertai solusio plasenta, seperti :
- Umur ibu yang tua
- Multiparitas
- Penyakit hipertensi menahun
- Pre-eklamsia
- Trauma
- Tali pusat yang pendek
- Tekanan pada vena kava inferior
- Defisiensi asam folik
(Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 377)
 Solusio plasenta dapat terjadi karena pecahnya pembuluh-pembuluh darah
plasenta akibat trauma langsung pada waktu versi, atau karena tarikan tali pusat
yang relatif pendek pada waktu janin diputar. (Sarwono Prawirohardjo, 2005 :
128)
 Kausa primer solusio plasenta tidak diketahui, tetapi terdapat kondisi terkait.
Beberapa kondisi tersebut diantaranya adalah :
- Bertambahnya usia dan paritas
- Preeklamsia
- Hipertensi kronik
- Ketuban pecah dini
- Merokok
- Trombofilia
- Pemakaian kokain
- Riwayat solusio
- Leiomioma uterus
(F. Gary Cunningham, 2005 : 690)
 Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan jelas.
Meskipun demikian, beberapa hal yang tersebut di bawah ini diduga merupakan
faktor-faktor yang berpengaruh pada kejadian, antara lain :
- Hipertensi esensialis atai preeklamsi
- Trauma
- Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
- Uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir).
Disamping itu, ada juga pengaruh dari :
- Umur lanjut
- Multiparitas
- Ketuban pecah sebelum waktunya
- Defisiensi asam folat
- Merokok, alkohol, kokain.
- Mioma uteri
(Djamhoer Martaadisoebrata, dkk. 2005 : 92-93)

IV. Klasifikasi
 Secara klinis solusio plasenta dibagi menjadi 3, hal ini sesuai dengan derajat
terlepasnya plasenta. Solusio plasenta dibagi dalam :
1. Solusio plasenta ringan
Plasenta terlepas hanya sebagian kecil pinggir plasenta, yang sering disebut
ruptura sinus marginalis.
2. Solusio plasenta sedang
Plasenta terlepas sebagian, yang sering disebut solusio plasenta parsialis.
3. Solusio plasenta berat
Plasenta terlepas seluruhnya, yang sering diebut solusio plasenta totalis.
(Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 376)

V. Tanda dan Gejala


 1. Solusio plasenta ringan
- Tidak berdarah banyak.
- Sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya.
- Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman
dan sedikit sekali.
- Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang
- Bagian-bagian janin masih mudah teraba.
2. Solusio plasenta sedang
- Sakit perut terus-menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan
perdarahan pervaginam.
- Perdarahan pervaginam tampak sedikit, seluruh perdarahannya mungkin
telah mencapai 1000 ml.
- Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya kalau
masih hidup dalam keadaan gawat.
- Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga
bagian-bagian janin sukar diraba.
- Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan
stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonik.
3. Solusio plasenta berat
- Biasanya ibu telah jatuh ke dalam syok, dan janinnya telah meninggal.
- Uterus sangat tegang seperti papan, dan sangat nyeri.
- Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok
ibunya malahan perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi.
- Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan
ginjal.
(Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 380-381)
 1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga di luar his
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar.
3. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah
dengan darah yang terkumpul dibelakang plasenta hingga rahim teregang.
(Uterus en bois)
4. Palpasi sukar karena rahim keras
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus-menerus (karena isi rahim
bertambah).
8. Sering ada proteinuri karena pereklamsi.
(Djamhoer Martaadisoebrata, dkk, 2005 : 94)
 1. Darah dari tempat pelepasan keluar dari serviks dan terjadilah perdarahan
keluar atau perdarahan tampak.
2. Kadang-kadang darah tidak keluar, terkumpul di belakang plasenta
(perdarahan tersembunyi / perdarahan ke dalam).
3. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang
lebih khas (rahim keras seperti papan) karena seluruh perdarahan tertahan di
dalam umumnya berbahaya karena jumlah perdarahan yang tidak sesuai
dengan beratnya syok.
4. Perdarahan disertai nyeri, juga diluar his, karena isi rahim.
5. Nyeri abdomen pada saat dipegang.
6. Palpasi sulit dilakukan
7. Fundus uteri makin lama makin naik
8. Bunyi jantung biasanya tidak ada
(Yuni Kusmiyati, SST, dkk. 2009 : 160)

VI. Patologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak
jaringan plasenta, perdarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan
pada serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta
lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekuangan pada permukaan maternalnya
dengan bekuan darah lama yang sewarna kehitam-hitaman.
Sisanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang
telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkoordinasi
menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah
besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh terlepas dari dinding uterus.
Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan
ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya
berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan bercak biru atau ungu. Hal ini
disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya. Uterus
seperti uterus seperti ini akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan
jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan
masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di
mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.
Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan
darah tidak hanya uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfungsi
ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan
proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang biasanya
berakibat fatal.
Nasib janin terganggu dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan
kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh
sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.
Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan
ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai
persalinan selesai, makin hebat umumnya komplikasinya. (Sarwono Prawirohardjo,
2005 : 379 – 380)

VII. Diagnosis
1. Diagnosis Klinis
Tanda dan gejala solusio plasenta berat ialah sakit perut terus-menerus,
nyeri tekan pada uterus, uetrus tegang terus menerus, perdarahan per vaginam,
syok, dan bunyi jantung janin tidak terdengar lagi. Air ketuban mungkin telah
berwarna kemerah-merahan karena bercampur darah.
Pada solusio plasenta sedang tidak semua tanda dan gejala perut itu lebih
nyata, seperti sakit terus-menerus, nyeri tekan pada uterus, dan uterus tegang
terus menerus. Akan tetapi dapat dikatakan, tanda ketegangan uterus yang terus-
menerus merupakan tanda satu-satunya yang selalu ada pada solusio juga pada
solusio plasenta ringan.
Sering dikatakan bahwa syok yang terjadi tidak sesuai dengan banyaknya
perdarahan per vaginam. Kalau memang demikian, pasti sesuai dengan tanda
dan gejala perut yang ditemukan. (Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 381).
2. Diagnosis Banding
Pada kasus solusio plasenta yang parah, diagnosis biasanya jelas. Bentuk-
bentuk solusio yang lebih ringan dan lebih sering terjadi sulit diketahui dengan
pasti dan diagnosis sering ditegakkan berdasarkan eksklusi. Karena itu, pada
kehamilan viabel dengan penyulit perdarahan pervaginam, kita sering perlu
menyingkirkan plasenta previa dan kausa lain perdarahan dengan pemeriksaan
klinis dan evaluasi ultrasonografi. Telah lama diajarkan, mungkin dengan
beberapa pembenaran, bahwa perdarahan uterus yang nyeri adalah solusio
plasenta sementara perdarahan uterus yang tidak nyeri mengindikasikan
plasenta previa. Sayangnya, diagnosis banding tidak sesederhana itu. Persalinan
yang menyertai plasenta previa dapat menimbulkan nyeri yang mengisyaratkan
solusio plasenta. Di pihak lain, solusio plasenta mungkin memberikan gambaran
mirip persalinan, atau tidak menimbulkan nyeri sama sekali solusio plasenta
tanpa nyeri sama sekali lebih besar kemungkinan terjadi pada plasenta yang
berimplantasi posterior.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium atau metode diagnostik yang dapat
secara akurat mendeteksi pemisahan plasenta ringan. Penyebab perdarahan
pervaginam kadang-kadang tetap tidak jelas bahkan setelah pelahiran.
Magriples dkk. (1999) mendapatkan bahwa trombomodulin suatu penanda sel
endotel meningkat secara bermakna pada delapan wanita dengan solusio
plasenta dibandingkan dengan 17 wanita tanpa solusio. (F. Gary Cunningham,
2005 : 693)

VIII. Pemeriksaan Penunjang


Tidak disangkal bahwa menegakkan diagnosis solusio plasenta kadang-
kadang sukar sekali, apalagi diagnosis solusio plasenta ringan. Pemeriksaan
ultrasonografi sangat membantu dalam hal keragu-raguan diagnostik solusio
plasenta. (Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 381)

IX. Komplikasi
1. Perdarahan dan Syok
2. Hipofibrinogenemi
Koagulopati ialah pembekuan darah, dalam ilmu kebidanan paling sering
disebabkan oleh solusio plasenta, tetapi juga dijumpai pada emboli air tuban,
kematian janin dalam rahim, dan perdarahan pascapersalinan.
Kadar fibrinogen pada wanita yang hamil biasanya antara 300-700 mg
dalam 100 cc, di bawah 150 mg per 100 cc disebut hipofibrinogenemi.
Jika kadar fibrinogen dalam darah turun di bawah 100 mg per 100 cc
(critical point), terjadilah gangguan pembekuan darah.
Penentuan Hipofibrinogenemi
Penentuan fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang lama. Oleh
karena itu, untuk keadaan akut baik dilakukan clot observation test.
Beberapa cc darah dimasukkan dalam tabung reagens. Darah yang normal
membeku dalam 6-15 menit. Jika darah membeku cair lagi dalam 1 jam, ada
aktivitas fibrinolisis.
Terjadinya koagulopati terjadi dalam 2 fase, yaitu :
Fase I : Pada pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, dan venol) terjadi
pembekuan darah, disebut disseminated intravascular clotting.
Akibatnya bahwa peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi)
terganggu. Jadi, pada fase I turunnya kadar fibrinogen disebabkan
pemakaian zat tersebut maka fase I disebut juga koagulopati
konsumtif. Diduga bahwa haematom retropplasenter mengeluarkan
tromboplastin yang menyebabkan oliguri / anuri dan akibat
gangguan mikrosirkulasi ialah syok.
Fase II : Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif ialah usaha badan untuk
membuka kembali pererdaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha
ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan,
lebih lagi menurunkan kadar fibrinogen hingga terjadi perdarahan
patologis.
3. Gangguan Faal Ginjal
Penderita solusio plasenta sering disertai oliguri setelah partus. Gangguan
faal ginjal ini adalah akibat dari pembekuan darah dan intravaskular syok.
Dikatakan makin lama solusio plasenta berlangsung makin besar kemungkinan
oliguri dan hipofibrinogenemi. Oleh karena itu, selain dari transfusi darah,
penyelesaian persalinan secepat mungkin adalah sangat penting. (Djamhoer
Martaadisoebrata, dkk. 2005 : 95-96)
4. Anemia
(Sarwono Prawirohardjo, 2006 : 168)
5. Gawat Janin / Kematian Janin
(Naylor, C. Scott, 2005 : 33)
X. Penatalaksanaan
1. Umum :
a. Pemberian darah yang cukup
b. Pemberian O2.
c. Pemberian antibiotik
d. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
2. Khusus :
a. Terhadap hipofibrinogenemi – Substitusi dengan human fibrinogen 10 g
atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase
inhibitor) 200.000 itu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu/jam
dalam infus.
b. Untuk merangsang diuresis – manitol, diuresis yang baik lebih dari 30-40
cc/jam.
c. Obstetri – pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk
mempercepat persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam.
Alasan ialah :
- Bagian plasenta yang terlepas meluas.
- Perdarahan bertambah
- Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah
Tujuan ini dicapai dengan :
- Pemecahan ketuban – pada solusio plasenta tidak bermaksud untuk
menghentikan perdarahan dengan segera, tetapi untuk mengurangkan
regangan dinding rahim dan dengan demikian mempercepat persalinan.
- Pemberian infus oksitosin ialah 5 iu dalam 500 cc glukosa 5%.
- Seksio sesarea dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah
pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga
ada his, dan anak masih hidup.
- Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat
diatasi dengan usaha-usaha yang lazim. (Sualaiman Sastrawinata, 2005 :
96-97)

XI. Prognosis
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya
hipertensi menahun atau pre-eklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya, dan
jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus.
Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100% mengalami
kematian. Pada solusio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari
luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan.
Perdarahan yang lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada
kasus solusio plasenta tertentu seksio sesarea dapat mengurangi angka kematian
janin. Sebagaimana pada setiap kasus perdarahan, persediaan darah secukupnya
akan sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya. (Sarwono
Prawirohardjo, 2005 : 385)
POHON MASALAH
Wanita

Hamil

Umur ibu Multiparitas Pre- Letak Tali pusat Tekanan vena Defisiensi KPD Merokok Trombofilia Pemakaian Riwayat Leomioma
yang tua eklampsia sungsang yang pendek kava inferior Asam folik kokain solusio uterus

Makin tinggi Makin baik Trauma langsung


frekuensi endometrium pada waktu versi atau
penyakit nya tarikan tali pusat
hipertensi yang relatif pendek
menahun pada waktu janin
diputar

SOLUSIO Etiologi :
PLASENTA Hingga kini belum diketahui dengan jelas

Tanda dan gejala Tanda dan gejala Tanda dan gejala


Perdarahan pervaginam Sakit perut terus menerus Biasanya ibu telah syok dan janinnya meninggal
Tidak berdarah banyak Perdarahan pervaginam tampak sedikit, Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri
Darah berwarna kehitam- tetapi seluruh perdarahannnya Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan
hitaman mungkin telah mencapai 100 ml. keadaan ibu
Perut mungkin terasa agak Dinding uterus teraba tegang terus
sakit atau terus menerus menerus dan nyeri tekan.
agak tegang Bagian-bagian janin sukar diraba.
bagian-bagian janin masih Jika janin hidup DJJ sukar di dengar.
mudah teraba
Solusio plasenta ringan Solusio plasenta sedang Solusio plasenta berat

Kehamilan < 36 minggu,


perdarahan berhenti, perut tidak Komplikasi
sakit, dan uterus tidak tegang. 1. Perdarahan dan syok
2. Hipofibringenemi
3. Gangguan faal ginjal (oliguria)
4. Anemia
5. Gawat janin / kematian janin
Dirawat konservatif di RS dengan
observasi ketat

Kondisi Janin

Hidup Hidup IUFD

Gawat Janin Amniotomi

Drip oksitosin

2 jam

OPERASI SESAR Tidak HIS HIS

PERVAGINAM
DAFTAR PUSTAKA

- Gary, F. Cunningham. Alih Bahasa Andry Hartono, dkk. 2005. Obstetri Williams.
Jakarta : EGC.
- Kusmiyati, Yuni, dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitramaya.
- Martaadisobrata, Djamhoer. 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi.
Jakarta : EGC.
- MMS Bidan. 2008. Jakarta.
- Naylor, C. Scott. Alih Bahasa Huriawati Hartanto. Obstetri Ginekologi. Jakarta : EGC.
- Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP.
- Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : YBPSP.
- Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
YBPSP
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN
”SOLUSIO PLASENTA”

II. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
 Biodata
Umur : 12-19 tahun sebanyak 0,4%
20-24 tahun sebanyak 0,3%
25-34 tahun sebanyak 0,5%
> 35 tahun sebanyak 0,7%
(Obsteri Williams, 2005 : 690)
Ras : Ras atau etnisitas tampaknya penting. Pada lebih dari
169.000 pelahiran di parkland Hospital, solusio lebih
sering terjadi pada wanita Amerika – Afrika dan Kaukasia
(1 dari 200) dibandingkan Asia (1 dari 300) atau Amerika
Latin (1 dari 450)
(Obsteri Williams, 2005 : 690)
Paritas : Makin tinggi paritas ibu makin tinggi kejadian solusio
plasenta. (Ilmu Kebidanan 2005 : 378)
 Keluhan Utama :
Perdarahan serius, nyeri punggung, nyeri tekan uterus, kontraksi uterus yang
sering, dan hipertonus uterus menetap. (Obstetri Williams 2005 : 692)
 Pola Elminasi :
Apabila syok terjadi secara cepat dan telah berlangsung lama (sebelum
dirawat), umumnya akan terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan
oliguria anuria yang mengarah pada nekrosis tubulus renalis. (Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal 2006 : 167)
 Riwayat Kesehatan :
- Kondisi yang paling sering berkaitan adalah beberapa tipe hipertensi,
antara lain mencakup preeklamsia, hipertensi gestasional atau hipertensi
kronik. Wanita hipertensi cenderung mengalami solusio yang lebih berat.
(Obstetri Williams 2005 : 690)
- Leiomioma uterus, terutama yang terletak di belakang tempat implantasi
plasenta, merupakan predisposisi solusio.
- Terdapat peningkatan insiden solusio pada ketuban pecah dini preterm.
(Obstetri Williams 2005 : 691
 Perilaku Kesehatan :
- Merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko solusio plasenta.
- Pengalanggunaan kokain dilaporkan berkaitan dengan peningkatan
mencolok frekuensi solusio plasenta. (Obstetri Williams, 2005 : 691)

B. Data Obyektif
 UK : Lebih dari 22 minggu
(obstetri patologi ilmu kesehatan reproduksi 2005 : 91) biasanya
terjadi dalam triwulan ketiga, walaupun dapat pula terjadi setiap
saat dalam kehamilan. (Ilmu Kebidanan 2005 : 376)
 Tekanan darah : Tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan
karena vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan ini akan
meninggikan tekanan darah. (Ilmu Kebidanan, 2005 : 383)
 Inspeksi : - Terjadi perdarahan
- Darah keluar hanya sedikit
(Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, 2005 : 94)
- Darah warnanya akan kehitam-hitaman.
(Obstetri Kebidanan 2005 : 380)
 Palpasi : - Rahim keras seperti papan dan nyeri di pegang karena isi rahim
bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta
hingga rahim teregang.
- Bagian anak sukar ditentukan
(Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi 2005 : 94)
 Auskultasi : Bunyi jantung anak (DJJ) biasanya tidak ada. (Obstetri Patologi
Ilmu Kesehatan Reproduksi, 2005 : 94)
 Pemeriksaan Dalam : - Tidak teraba plasenta
- Ketuban menonjol
- Selaput ketuban robek normal
- Teraba ketuban yang tegang terus menerus
(karena isi rahim bertambah)
(Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, 2005
: 94)
 Pada pemeriksaan setelah plasenta lahir didapatkan cekungan pada permukaan
maternalnya dengan bekuan adarah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
(Ilmu Kebidanan, 2005 : 379)
 Pemeriksaan lain :
- Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu dalam keraguan-raguan
diagnostik solusio plasenta. (Ilmu Kebidanan, 2005 : 381)
- Pengukuran air kencing yang teliti, yang harus secara rutin dilakukan pada
solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi
menahun atau pre-eklamsi (untuk mengetahui oliguria). (Ilmu Kebidanan,
2005 : 384).
- Pemeriksaan secara laboratorium untuk membuktikan kecurangan akan
adanya kelainan pembekuan darah. (Ilmu Kebidanan, 2005 : 382).

III. Diagnosa Dan Masalah


A. Diagnosa : Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan
anterpartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri.
Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan)
pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematoma
retroplasenta.
B. Masalah : Ketidaknyamanan dengan pererdahan yang bersifat nyeri
uterus yang tegang dan nyeri.
(Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, 2005 : 94)

IV. Diagnosa Potensial Dan Masalah Potensial


A. Diagnosis potensial : Gawat janin atau kematian
B. Masalah potensial : Perdarahan serius, nyeri punggung, nyeri tekan uterus,
kontraksi uterus yang sering, dan hipertonus uterus
menetap.
(Obstetri Williams, 2005 : 692)

V. Kriteria Hasil
1. Mengurangi ketidaknyaman yang dirasakan ibu akibat nyeri tekan uterus.
2. Perdarahan berhenti sehingga nyawa ibu dan janinnya selamat.
(Obstetri Williams, 2005 : 695)
3. Memperbaiki prognosis ibu dan janinnya
(Ilmu Kebidanan, 2005 : 385)
VI. INTERVENSI DAN RASIONAL
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV 1. Memantau keadaan umum ibu
2. Pemberian darah yang cukup 2. - Apabila diagnosis klinik solusio
(tranfusi darah) plasenta dapat ditegakkan, berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-
kurangnya 100 ml. Dengan demikian,
tranfusi darah harus segera diberikan,
tidak peduli bagimana keadaan umum
penderita waktu itu. (Ilmu Kebidanan,
2005 : 383)
- Darah segar merupakan bahan terpilih
untuk mengatasi anemia karena
disamping mengandung unsur
pembekuan darah. (Pelayanan
kesehatan Maternal dan Neonatal, 2006
: 168)
3. Pemberian O2 3. Pemberian O2 dapat memperbaiki
keadaan umum ibu (hipoksia ibu).
(Obstetri Williams, 2005 : 695)
4. Kolaborasi dengan petugas 4. Pemeriksaan ultrasonografi sangat
radiologi untuk melakukan membantu dalam hal keraguan-raguan
pemeriksaan ultrasonografi. diagnostik solusio plasenta. (Ilmu
Kebidanan, 2005 : 381)
5. Kolaborasi dengan dokter 5. Jika kadar fibrinogen dalam darah
untuk substitusi dengan human turun di bawah 100 mg per 100 cc
fibrinogen 10 g atau darah segar (critical point), terjadilah gangguan
dan menghentikan fibrinolisis pembekuan darah. (Sualiman
dengan trasylol (proteinase Sastrawinata, 2005 : 95)
inhibitor) 200.000 iu diberikan
IV, selama selanjutnya jika perlu
100.000 iu / jam dalam infus.

6. Pengukuran pengeluaran air 6. Komplikasi yang berupa oliguria


kencing. hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran air kencing yang
teliti, yang harus secara rutin dilakukan
pada solusio plasenta sedang dan berat,
apalagi yang disertai hipertensi menahun
atau pre-eklamsi. (Ilmu Kebidanan,
7. Pimpin persalinan 2005 : 384).
7. Pimpinan persalinan pada solusio
plasenta bertujuan untuk mempercepat
persalinan sedapat dapatnya kelahiran
terjadi dalam 6 jam. Dengan alasan
- B
agian plasenta yang terlepas meluas.
- Pe
8. Pemecahan ketuban rdarahan bertambah
- Hi
pofibrinogenemi bertambah
(Obstetri Patologi IKR, 2005 : 97)
8. Pemecahan ketuban pada solusio
plasenta tidak bermaksud untuk
menghentikan perdarahan dengan segera,
9. Pemebrian infus oksitosin 5 tetapi untuk mengurangkan regangan
iu dalam 500 cc glukosa 5%. dinding rahim dan dengan demikian
mempercepat persalinan. (Obstetri
10. Kolaborasi dengan dokter Patologi IKR 2005 : 97).
SpOG untuk tindakan SC. 9. Persalinan dapat lebih dipercepat lagi
dengan pemberian infus oksitosin. (Ilmu
Kebidanan, 2005 : 283).
10. SC dilakukan bila serviks panjang
11. Kolaborasi dengan dokter dan tertutup, setelah pemecahan ketuban
SpOG untuk histerektomi. dan pemberian oksitosin dalam 2 jam
belum juga ada his, dan anak masih
hidup. (Obstetri Patologi IKR 2005 : 97).
11. Histerektomi dilakukan bila ada
atonia uteri yang berat tidak dapat diatasi
dengan usaha-usaha yang lazim. (Obstetri
Patologi IKR, 2005 : 97).
VII. IMPLEMENTASI
1. Mengobservasi TTV
2. Melakukan tranfusi darah kepada pasien.
3. Memberikan O2
4. Melakukan kolaborasi dengan petugas radiologi untuk melakukan pemeriksaan
ultrasonografi.
5. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk subtitusi dengan human fibrinogen
10 g atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase
inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu / jam dalam
infus.
6. Mengukur pengeluaran air kencing dengan teliti, dan secara rutin.
7. Melakukan pimpinan persalinan.
8. Melakukan pemecahan ketuban.
9. Memberikan infus oksitosin 5 iu dalam 500 cc glukosa 5%.
10. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk melakukan tindakan SC

VIII. EVALUASI
Evaluasi ada tidaknya uterus Ciuvelaire yang dapat menyebabkan perdarahan
atonis. Kalau perdarahan tidak dapat diatasi setelah dilakukan seksio sesarea, tindakan
histerektomia perlu dipertimbangkan. Meskipun uterus Couvelare tidak merupakan
indikasi untuk histerektomi. (Ilmu Kebidanan, 2005 : 384)

Anda mungkin juga menyukai