Ruptur Uteri
Ruptur Uteri
Dosen Pembimbing :
Dwi Estuning Rahayu, S.pd, S.Kep. Ners
Disusun Oleh :
Tyas Kusumaningrum (0802200036)
Semester III – A
I. DEFINISI
Ruptu uterus didifinisikan sebagai terpisahnya dinding uterus ibu
hamil,dengan atau tanpa ekspulsi janin.
(FK. PADJADJRAN.2005.Obstetri Patologi:157)
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus. Dapat terjadi selama periode
anternatal, saat induksi, selama persalinan/persalianan, dan bahkan selama
stadium ketiga persalinan.
(Vicky Chapman, 2006, Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran, hal
288)
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat
berbahaya,yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang – kadang juga
pada kehamilan tua.
(Sarwono.2005.Ilmu Kebidanan, hal 668)
Ruptur uteri merupakan uterus yang robek dapat langsung terhubung dengan
rongga peritonium ( komplet ) atau mungkin dipisahkan dirinya oleh
peritoneum viseralis yang menutupi uterus atau oleh ligamentum latum
(inkomplet).
(F.Gary Cuningham,dkk,2006,Obtetri Williams.hal 716)
II. ETIOLOGI
Penatalaksanaan induksi dan augmentasi persalinan yang buruk, meliputi
penyalahgunaan obat oksitosik, khususnya pada kasus uterus yang memiliki
jaringan parut sebelumnya.
Penggunaan obat oksitosik dalam upaya mengaugmentasi persalinan
terhambat yang tidak terdiagnosis.
Pelahiran instrumental, khususnya forcep rongga tinggi dan rotasional.
Manipulasi selama kehamilan atau persalinan untuk mengoreksi letak yang
tidak stabil atua kelainan presentasi (misalnya, versi sefalik eksternal atau
versi podalik internal).
Pelepasan plasenta secara manual.
Distosia bahu
Penggunaan tekanan fundus pada kala dua persalinan.
Trauma tumpul tau langsung (misalnya, kecelakaan kendaraan bermotor)
Pembedahan uterus sebelumnya (misalnya, insisi seksio sesaria klasik atau
miomektium).
Kontraksi uterus yang kuat tanpa penggunaan obat oksitosik.
Trauma uterus sebelumnya yang tidak diketahui (misalnya, kelemahan
dinding uterus saat kuretase)
Persalinan terhambat yang mengakibatkan kontraksi uterus tonik dan
penipisan segmen bawah uterus berlebihan.
Solesio plasenta karena distensi dan abrupsio dinding uterus.
( Mauren boyle.2008,Kedaruratan dalam Persalinan:158-159)
III. KLASIFIKASI
1. Ruptur komplet (sejati) meliputi robekan sangat tebal pada dinding
uterus dan peritoneum panggul. Biasanya semua janin atau bagian janin
keluar ke dalam rongga peritoneum. Ruptur komplet dapat melibatkan
jarinagan parut uterus sebelumnya.
2. Ruptur inkomlpet (silent atau samar) meliputi robekan miometium,
tetapi bukan peritoneum. Ruptur ini biasanya disebabkan oleh jaringan
parut seksio sesaria segmen bawah sebelumnya.
3. Dehisensi jaringan parut meliputi penipisan atau robekan dinding
uterus disepanjang jaringan parut yang sudah lama. Membran janin masih
utuh dan janin tidak keluar ke dalam rongga peritoneum.
( Mauren boyle.2008Kedaruratan dalam Persalinan:158-159)
4. Ruptura Violent (Rudapaksa)- karena trauma (keceakaan) dan
pertolongan versi dan ekstraksi.
(FK PADJAJARAN.2005,Obstetri Patologi, hal 181)
V. FAKTOR RESIKO
1. Ruptur uteri sering terjadi berhubungan dengan pembedahan
sebelumnya termasuk seksio sesaria sebelumya. Bisa juga dihubungkan
dengan praktik obtetri yang buruk.
2. Penyebab lain bervariasi dan meliputi trauma yang di sebabkan
oleh forceps rongga tinggi, manipulasi manual, kecelakaan mobil, atau
trauma tumpul lainnya termasuk serangan fisik/kekerasan rumah tangga.
(Vicky Chapman, 2006, Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran, hal
288)
VI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Hentikan infusi oksitosin jika digunakan
Minta bantuan. Seperti pada semua kedaruratan obstetri akut,
bantuan ini harus melibakan ahli obstetri senior dan ahli anestesi obstetri.
Lakukan resusitasi dan atasi syok
Dapatkan persetujuan dan persiapkan pelahiran melalui
pembedahan atau laparatomi.
Penatalaksanaan di Rumah
Pengenalan tanda dan gejala secara dini sangat penting.
Minta bantuan. Panggil paramedis obstetri obstetri dan lakukan pemindahan
segera ke rumah sakit. Beri tahu unit maternitas terdekat yang memiliki
konsultan.
Lakukan resusitasi dan atasi syok sementara menunggu bantuan
paramedis.
(Mauren Boyle, 2008, Kedaruratan dalam Persalianan, hal 160)
VII. DIAGNOSA BANDING
Solusio plasenta dan kehamilan abdominal.
(FK PADJADJARAN, 2005, Obstetri Patologi, hal 183)
VIII. PROGNOSA
Ruptura uteri merupakan peristiwa yang gawat bagi Ibu dan lebih – lebih
pada anak. Apabila peristiwa itu terjadi di rumah sakit dan pertolongan dapat
diberikan dengan segera. Akan tetapi sering terjaidi di indonesia – penderita
dibawa ke rumah sakit dalam keadaan syok dan karena persalinan lama
menderita pula dehidrasi dan infeksi intrapartum, angka kematian ibu
menjadi sangat tinggi. Janin umumnya meninggal pada ruptura uteri. Janin
hanya dapat ditolong apabila pada saat terjadinya ruptura uteri ia masih
hidup dan segera dilakukan laparatomi untuk melahirkannya.
(Sarwono, 2005, Ilmu Kebidanan, hal 183-184)
Untuk anak buruk karena biasanya mati. Juga prognosis bagi Ibu kurang
baik. Penyebab kematian Ibu ialah perdarahan, yang merupakan penyebab
kematian yang segera atau infeksi (peritonitis,sepsis) dan penyebab
kamatian kemudian. Prognosis ruptura uteri inkomplet lebih baik daripada
ruptura komplet karena cairan dari cavum uteri tidak dapat masuk ke dalam
rongga perut.
(FK PADJADJARAN,2005, Obstetri Patologi, hal 183-184)
POHON MASALAH
WANITA
Primipara Grandemultipara
Pemeriksaan
Fisik Emosional
DAFTAR PUSTAKA
II. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
Terjadi lebih sering pada multipara (terutama grandemultipara) daripada
primipara. (FK. Padjajaran, 2005 : 181)
Kematian anak mendekasi 100% dan kematian anak mendekati 100% dan
kematian ibu sekitar 30%. (FK. Padjajaran, 2005. Obstetri Patologi. 181).
Separuh dari semua kasus terjadi pada ibu tanpa jaringan parut uterus,
terutama pada multipara. (Vicky Chapman, 2006. Asuhan Kebidanan
Persalinan dan Kelahiran, Hal 289).
Sewaktu kontraksi yang kuat tiba-tiba merasa nyeri yang menyayat di perut
bagian bawah. (FK. Padjajaran, 2005. Obstetri Patologi, 2005. Obstetri
Patologi, hal 183).
Adanya kencing berdarah. (FK Padjajaran, 2005, Obstetri Patologi, Hal 183)
B. Data Objektif
a) Inspeksi
- Hematuria karena kandung kemih sering melekat pada jaringan parut
uterus sebelumnya. (Maureen Boyle, 2008. Kedaruratan dalam persalinan,
hal 160).
b) Palpasi
- Segmen bawah rahim terasa nyeri saat palpasi
- Bagian anak mudah teraba jika anak masuk ke dalam rongga panggul.
- His terhenti / hilang.
(FK. Padjajaran, 2005. Obstetri Patologi, hal 183)
c) Auskultasi
- Pola denyut jantung janin buruk. (Barbara R. Stright, 2005. Keperawatan
ibu-bayi baru lahir, hal : 288).
- Bayi jantung anak tidak ada / tidak terdengar. (FK. Padjajaran, 2005.
Obstetri Patologi. Hal 183)
d) Pemeriksaan Dalam
- Bagian depan mudah ditolak ke atas bahkan terkadang tidak teraba lagi
karena masuk ke dalam rongga perut. (FK. Padjajaran, 2005. Obstetri
Patologi. 183)
III. Diagnosa, Masalah, Kebutuhan
A. Diagnosa : Ruptur uteri
B. Masalah : Nyeri yang menyayat di perut bagian bawah. (F. Gary
Cunningham, 2003. Obstetri Patologi. Hal 183)
C. Kebutuhan : Memberi dukungan fisik dan emosional. (Barbara R. Stright.
2005. Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Hal : 289)
VII. Impelementasi
Rusistasi dilakukan sebelum laparatomi. (Maurcen Boyle, 2008. Kedaruratan Dalam
Persalinan, Hal 160)
VIII. Evaluasi
- Penilaian terhadap rasa nyeri
- Penilaian terhadap adanya hematuria
(FK. Padjajaran, 2005. Obstetri Patologi. 183)