Anda di halaman 1dari 46

PROPOSAL PENELITIAN

JUDUL : STUDI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK


BUAH STROBERI (Fragaria x ananassa)
BERDASARKAN KANDUNGAN SENYAWA
BIOAKTIF
NAMA MAHASISWA : DINDA
DAMAYANTI NIM MAHASISWA : 17.014.AF
PEMBIMBING 1 : NURUL HIDAYAH BASE, S.Si., M.Si., Apt
PEMBIMBING 2 : DZULASFI, S.Farm., M.Si., Apt

BAB I
PENDAHULUA
N

I.1 Latar Belakang


Indonesia dikenal secara luas sebagai mega center
keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar ke dua setelah
Brazil di dunia, yang terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut.
Di wilayah Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan
dan 7.000 di antaranya ditengarai memiliki khasiat sebagai obat
(Lestari, 2016) Tanaman obat didefinisikan sebagai jenis
tanaman yang sebagian atau seluruh tanaman tersebut
digunakan sebagai obat ramuan tradisional (Herbie, 2015).
Pemakaian herbal sebagai obat-obatan tradisional telah
diterima luas di negara-negara maju maupun berkembang sejak
dahulu kala, bahkan dalam 20 tahun terakhir perhatian dunia
terhadap obat- obatan tradisional meningkat, baik di negara
yang sedang berkembang maupun negara-negara maju.
World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia
menyebutkan
bahwa hingga 65% dari penduduk negara maju menggunakan
pengobatan tradisional dan obat-obat dari bahan alami
Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan obat, Dari
total sekitar 40.000 jenis tumbuh-tumbuhan obat yang telah
dikenal di dunia, 30.000-nya disinyalir berada di Indonesia.
Jumlah tersebut mewakili 90% dari tanaman obat yang terdapat di
wilayah Asia. Dari jumlah tersebut, 25% diantaranya atau sekitar
7.500 jenis sudah diketahui memiliki khasiat herbal atau tanaman
obat. Namun hanya
1.200 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan untuk bahan
baku obat-obatan herbal atau jamu (PT. Sido Muncul, 2015) Salah
satunya adalah buah Stroberi (Fragaria x ananassa). Stroberi
merupakan alternatif antioksidan alami yang cukup potensial.
Stroberi dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang memiliki
manfaat sebagai antioksidan khususnya untuk pengobatan
penyakit akibat radikal bebas. Penyakit mematikan akibat radikal
bebas yang umum salah satunya adalah kanker. Kanker
menjadi penyakit yang menakutkan bagi kalangan medis
Indonesia bahkan dunia.
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2018,
terdapat 18,1 juta kasus baru dengan angka kematian sebesar
9,6 juta kematian. Sedangkan di Indonesia, menurut data
Kementerian Kesehatan tahun 2018 ada 136,2/100.000
penduduk Indonesia berada pada urutan ke 8 di Asia Tenggara
sedangkan di Asia berada di urutan ke 23. (Riskedas, 2018)
Penyakit lain akibat radikal bebas yang paling banyak terjadi
di Indonesia adalah Diabetes Melitus (DM). Indonesia kini telah
menduduki rangking keenam jumlah penyandang diabetes
terbanyak setelah di dunia data Internasional diabetes federation
menunjukkan lebih dari 10 juta penduduk Indonesia menderita
penyakit tersebut pada tahun 2017. Angka ini dilaporkan kian
meningkat seiring berjalannya waktu, terbukti dari laporan Riset
Kesehatan Dasar (2018) yang menunjukkan prevalensi diabetes
mellitus pada
penduduk dewasa Indonesia sebesar 6,9% di tahun 2013,
dan melonjak pesat ke angka 8,5% di tahun 2018.
Hasil penelitian Pertiwi et al (2014) menunjukkan bahwa
strawberry selain merupakan sumber vitamin C, antosianin dan
senyawa fenol, mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi,
sekitar 2-11 kali apel, peach, pear, anggur, tomat atau jeruk.
Penelitian lebih lanjut oleh Shin et al (2008), diketahui antioksidan
pada strawberry dapat menghambat sel hepatoma (HepG2)
pada sel kanker liver.
Beberapa penelitian uji aktivitas antioksidan menggunakan
DPPH menunjukkan bahwa, ekstrak segar buah strawberry
mempunyai aktivitas antioksidan tinggi. Menurut penelitian Pertiwi
et al (2014) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan yang
dihasilkan dari 5 gram ekstrak etanol buah strawberry sebesar
81,15 ppm. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Sevian
(2014), bahwa dari 5 gram ekstrak etanol buah strawberry
menghasilkan aktivitas antioksidan sebesar 83,23 ppm.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dipaparkan di
atas, dapat diketahui bahwa buah strawberry mengandung
senyawa antioksidan yang cukup tinggi. Oleh karena itu, kita
harus lebih mengetahui senyawa apa yang mengandung
antioksidan dalam buah stroberi dan senyawa yang memiliki
aktivitas antioksidan yang paling optimal dalam buah stroberi maka
dapat dilakukan kajian atau studi literatur tentang aktivitas
antioksidan pada buah stroberi untuk mengetahui lebih banyak
informasi mengenai aktivitas antioksidan pada buah stroberi.
I.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah aktivitas antioksidan dari ekstrak buah Stroberi
(Fragaria x ananassa) berdasarkan kandungan senyawa
bioaktifnya ?
b. Senyawa Bioaktif apa dalam ekstrak buah stroberi (Fragaria x
ananassa) yang memiliki aktivitas antioksidan paling optimal?

I.3 Tujuan Penelitian


a. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak buah
Stroberi (Fragaria x ananassa) berdasarkan kandungan senyawa
bioaktif
b. Untuk mengetahui senyawa bioaktif dari ekstrak buah
stroberi yang memiliki aktivitas antioksidan paling optimal

I.4 Manfaat Penelitian


a. Bagi Penulis
Penulis dapat menerapkan ilmu yang telah didapat
selama masa perkuliahan dan untuk mengetahui aktivitas
antioksidan dari ekstrak buah Stroberi (Fragaria x ananassa)
berdasarkan kandungan senyawa bioaktif dari studi literatur
atau kepustakaan.
b. Bagi Institusi
Sebagai data mengenai aktivitas antioksidan dari
ekstrak buah Stroberi (Fragaria x ananassa) berdasarkan
kandungan senyawa bioaktif dari studi literatur atau
kepustakaan.
c. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan informasi mengenai aktivitas
antioksidan yang terkandung dalam buah stroberi (Fragaria
x ananassa) berdasarkan kandungan senyawa bioaktifnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan tentang Tanaman Stroberi (Fragaria x ananassa)


Tanaman Strawberry pertama kali dibudidayakan oleh
bangsa Romawi dan Yunani pada tahun 1300-an. Pada awalnya,
mereka membudidayakannya sebagai tanaman hias kerajaan.
Jenis yang ditanaman saat itu adalah Alphine strawberry atau
dikenal dengan nama frais de bois (Fragaria vesca L) stroberi ini
memiliki buah yang lezat dan aroma yang wangi. Fragaria vesca L
kemudian menyebar secara luas, jenis strawberry ini pula yang
pertama kali masuk ke Indonesia. Strawberry yang sering kita
jumpai di pasar swalayan adalah hibrida yang dihasilkan dari
persilangan Fragaria virginiana L. var Duchesne asal Amerika
Utara dengan Fragaria Chiloensis L. var Duchesne asal Chili.
Persilangan itu menghasilkan hibrida yang merupakan
strawberry modern (komersial) Fragaria x ananassa Duchesne
(Alfalah, 2018)
Stroberi adalah tanaman subtropis yang biasanya ditanaman
di dataran tinggi dengan temperatur 17-20 derajat C kelembaban
udara (RH) 80-90%, penyinaran matahari 8–10 jam per hari,
curah hujan berkisar antara 600–700 mm per tahun dan pH 6.5–
7.0. Tanaman stroberi dalam pertumbuhannya, di samping
memerlukan keadaan lingkungan dan sumber cahaya yang
cukup, tanaman stroberi memerlukan pula media tumbuh yang
baik dan seimbang, yang utama adalah ketersediaan air yang
cukup dan tingkat kesuburan tanah. (Indah, 2019)

II.1.1 Klasifikasi Tanaman


Regnum : Plantae
Subregnum : Viridiplantae
Infraregnum : Streptophyta
Superdivision : Embryophyta
Division : Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina
Class : Magnoliopsida
Superorder : Rosanae
Order : Rosales
Family : Rosaceae
Genus : Fragaria L.
Species : Fragaria x ananassa (ITIS, 1996)

Gambar 1 Tanaman Stroberi


(Sumber : Hesti, 2019)

II.1.2 Morfologi Stroberi (Fragaria x ananassa)


Struktur akar tanaman stroberi terdiri atas pangkal akar
(collum), batang akar (corpus), ujung akar (apeks), bulu akar
(pilus radicalis), dan tudung akar (calyptra). Tanaman
stroberi berakar tunggang (radix primaria), akarnya terus
tumbuh memanjang dan berukuran besar. Panjang akarnya
mencapai 100 cm, namun akar tersebut hanya menembus
lapisan tanah atas sedalam 15-45 cm, tergantung jenis
dan kesuburan tanahnya (Alfalah, 2018)
Gambar2 Bagian-bagian Tanaman
Stroberi (Sumber : Hesti,
2019).
Batang utama tanaman stroberi (gambar2) sangat
pendek. Daun-daun terbentuk pada buku dan ketiak
setiap daun terdapat pucuk aksilar. Internode sangat
pendek sehingga jarak daun yang satu dengan yang
lainnya sangat kecil dan member penampakan seperti
rumpun tanpa batang. Batang utama dan daun yang
tersusun rapat ini disebut crown. Ukuran crown berbeda-
beda menurut umur, tingkat perkembangan tanaman,
kultivar dan kondisi lingkungan pertumbuhan (Hesti,
2019).
Stolon adalah cabang kecil yang tumbuh mendatar
atau menjalar diatas permukaan tanah. Penampakan stolon
secara visual mirip dengan sulur. Tunas dan akar stolon
membentuk tanaman baru. Stolon yang tumbuh mandiri
dapat segera dipisahkan dari rumpun induk, sebagai bahan
tanaman yang disebut geragih (Alfalah, 2018).
Daun pada tanaman stroberi (gambar 3) berfungsi
sebagai tempat fotosintesis, transpirasi, dan sebagai alat
pernapasan. Daun stroberi dengan tepi bergerigi merupakan
daun trifoliate Bagian-bagian daun terdiri epidermis,
jaringan palisade, jaringan spons dan berkas pembuluh
angkut daun. Masa pertumbuhan vegetatif membentuk
daun-daun baru 8-12 hari dan bertahan 1-3 bulan
kemudian kering. (Rohmayanti, 2013).
Gambar 3 Daun Stroberi (Fragaria x ananassa)
(Sumber : Rohmayanti, 2013).
Bunga tanaman stroberi mempunyai 5 sepal
(kelompok bunga), 5 petal (daun mahkota), 20 - 35 stamen
(benang sari), dan ratusan pistil (putik) yang menempel
pada receptacle (dasar bunga) dengan pola melingkar
(Diana, armaini dan Adrian, 2017).

Gambar 4 Bunga Stroberi (Fragaria x ananassa)


(Sumber : Diana, armaini dan Adrian, 2017)
Buah stroberi berwarna merah dimana pigmen
warna merah tersebut berasal dari antosianin (Ashari,
2006). Buah sejati yang berasal dari ovul telah terserbuki
berkembang menjadi buah kering dengan biji keras.
Struktur buah keras ini disebut achene. Buah ini berukuran
kecil dan menempel pada receptacle yang membesar.
Bentuk buah stroberi sangat bervariasi. Bentuk-bentuk ini
ditentukan oleh sifat genetik. Terdapat delapan bentuk
buah yang umum pada stroberi, yaitu oblate, globose,
globose conic, conic (Gambar 2.3), long conic, necked, long
wedge dan short wedge (Alfalah, 2018)
Gambar 5 Buah Stroberi yang Berbentuk
Conic (Sumber : Alfalah, 2018)

Buah strawberry memiliki keunikan dibandingkan buah


lain, yakni biji buah terletak di bagian luar buah
berbentuk sangat kecil dan berupa bintik-bintik berwarna
kuning. Buah ini mengandung Vitamin C yang baik bagi
tubuh manusia. Kandungan vitamin C dalam satu buah
strawberry lebih banyak dibanding dengan buah jeruk,
karena buah strawberry memberikan 94 miligram vitamin
C atau 1,5 kali kebutuhan vitamin C harian (Rohmayanti,
2013)

II.1.3 Nama Asing


Indonesia (Stroberi), Inggris (Wild Strawberry), Amerika
Serikat (Sweet Charlie), California (Oso Grande), Vietnam
(Dau tay), Thailand (Satroboery), dan Pilipina (Freasa).
(Herbie, 2015)

II.1.4 Kandungan Kimia


Senyawa fitokimia yang terdapat dalam stroberi
adalah golongan fenol, komponen yang terbanyak adalah
flavonoid (terutama antosianin, flavonol), tannin
(ellagitannin dan gallotannin), asam fenolat (asam
hidroksibenzoat dan asam hidroksi sinamat) dan
proanthocyanidin sebagai komponen minor (Suryana,
2018).
Buah stroberi yang berwarna merah disebabkan buah
ini kaya pigmentasi warna antosianin dan tinggi
antioksidan, selain itu juga stroberi kaya akan serat,
rendah kalori, mengandung vitamin A, vitamin C, folat,
potassium, kalium, zat besi, serta asam ellagik serta
antosianin (Suryana, 2018). Antosianin pada strawberry
adalah senyawa polifenol utama, yang
memberikan warna merah pada buah
strawberry, dan dapat digunakan sebagai pigmen alami
(warna merah) untuk industri makanan. Kandungan
antosianin strawberry lebih tinggi dibandingkan raspberry
(Lestario, 2018).

II.1.5 Khasiat Umum


Strawberry telah dirujuk dalam banyak sumber dan
farmakope resmi sebagai obat potensial, yaitu karena
sifat astringen dan diuretiknya. Dalam bentuk pasta
buah strawberry digunakan untuk perawatan kecantikan
seperti (pembersih kulit, toner kulit dan scrub kaki)
sedangkan jika dikonsumsi stroberi dapat berkhasiat
sebagai anti inflamasi untuk meringankan gejala alergi
dan asma, melancarkan pencernaan, mengatasi stroke,
pencegahan kanker (Suryana, 2018).
Buah stroberi yang berwarna merah kaya
pigmentasi warna antosianin dan tinggi antioksidan,
selain itu juga stroberi kaya akan serat, rendah kalori,
mengandung vitamin A dan Vitamin C, folat, potassium,
asam ellagik, zat besi serta kalium. Stroberi memiliki
kandungan yang berkhasiat bagi kesehatan manusia,
yaitu Flavonoid, sebagai antioksidan dan senyawa
antibakteri yang dapat mencegah terjadinya karies gigi,
Asam malat sebagai zat yang akan mengikis dan
menghilangkan noda pada permukaan gigi, Vitamin A
sebagai membersihkan darah, sumber antioksidan,
pertumbuhan sel, menjaga kekebalan tubuh dan
menyehatkan mata. Vitamin C untuk memelihara jaringan
sel pada tubuh, menjaga kesehatan gigi dan gusi,
serta mempercepat proses penyembuhan luka. Zat besi
berfungsi sebagai mencegah anemia, membantu system
saraf dan meningkatkan fungsi otak (Suryana, 2018).

II.3 Tinjauan Tentang Senyawa Bioaktif Tanaman


II.3.1 Definisi Senyawa Bioaktif
Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung
dalam tubuh hewan maupun tumbuhan. Senyawa ini
memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia,
diantaranya dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan,
antibakteri, antiinflamasi, dan antikanker. Berbagai
penelitian tentang senyawa bioaktif telah dilakukan untuk
tujuan kesehatan manusia, mulai dari dijadikan suplemen
sampai obat bagi manusia. (Prabowo et al, 2014)
Pada dasarnya aktivitas senyawa bioaktif yang
secara fisiologis mendukung kesehatan dihubungkan
dengan tiga system regulasi di dalam tubuh, yaitu sistem
imun, sistem hormon (endokrin) dan sistem saraf. Manfaat
senyawa bioaktif bagi kesehatan dapat dievaluasi atau
ditentukan melalui pengujian-pengujian, baik secara
kimia, biokimia maupun biologi (Widyaningsih, Wijayanti
dan Nugrahini, 2017)
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam
penelitian fitokimia. Secara umum dapat dikatakan
bahwa metodenya sebagian besar merupakan reaksi
pengujian warna dengan suatu pereaksi warna. Skrining
fitokimia merupakan langkah awal yang dapat membantu.
Metode yang digunakan pada skrining fitokimia
seharusnya memenuhi beberapa kriteria berikut, antara
lain adalah sederhana, cepat, hanya membutuhkan
peralatan sederhana, khas untuk satu
golongan senyawa, memiliki batas limit deteksi yang
cukup lebar (dapat mendeteksi keberadaan senyawa
meski dalam konsentrasi yang cukup kecil). Salah satu
hal penting yang berperan dalam prosedur skrining
fitokimia adalah pelarut untuk ekstraksi (Endarini, 2016).

II.2.2 Metabolit Primer


Senyawa metabolit primer adalah senyawa yang
dihasilkan oleh makhluk hidup yang bersifat esensial
pada proses metabolisme sel dan keseluruhan proses
sintesis dan perombakan zat-zat ini yang dilakukan oleh
organisme untuk kelangsungan hidupnya. Senyawa
metabolit primer terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak
(Sadikin dan stryer, 2019). Adapun cara mengidentifikasi
senyawa metabolit primer yaitu :
a. Karbohidrat (Metode Fenol)
Sampel ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian
diabukan selama 5 jam. 1 gram abu sampel diambil
dilarutkan dalam HNO3 pekat 10 mL, kemudian
disaring pada labu takar 10 mL. Filtrat kemudian
diencerkan dengan aquades sampai tanda batas.
Selanjutnya 1 mL diambil kemudian ditambahkan
fenol 1% sebanyak 1 mL dan 6 mL asam sulfat serta
aquades 2 mL. Campuran tersebut didiamkan pada
suhu kamar kemudian diukur serapannya pada panjang
gelombang 490 nm. Perlakuan tersebut diulang
sebanyak dua kali (duplo) (Sadikin dan stryer, 2019).
b. Protein (Metode Kjeldhal)
Sebanyak 1 gram sampel ditimbang, kemudian
dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. ditambahkan 1
butir tablet kjeldhal. Kemudian ditambahkan larutan
asam sulfat pekat sebanyak 10 mL dan semua bahan
didestruksi
(dipanaskan) di dalam labu Kjeldahl sampai mendidih
hingga larut dan cairan menjadi jernih. 75 mL aquades
diencerkan dan didinginkan sampai suhu kamar. Filtrat
kemudian diambil 10 mL untuk menentukan kadar
Nitrogen total dan ditentukan menggunakan
spectrodirect pada panjang gelombang 410 nm.
Perlakuan tersebut diulang sebanyak dua kali (duplo).
Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus
(Sadikin dan stryer, 2019).
c. Lemak
Sebanyak 5 gram sampel ditimbang, kemudian
dibungkus dengan kapas dan kertas saring. Sampel
dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, alat
kondensor dipasang di atasnya dan labu di bawah alat
soxhlet, pelarut heksana tersebut diisi dalam labu
secukupnya. Proses refluks dilakukan sampai pelarut
turun kembali ke labu dan hasilnya berwarna jernih.
Labu dipanaskan sampai pelarutnya mendidih dan
menguap naik ke sampel yang dibungkus kertas
saring dan turun ke labu dan seterusnya. Proses
destilasi dilakukan dengan pelarut yang telah
mengandung ekstrak lemak dalam labu dan pelarutnya
ditampung. Lalu didinginkan dalam desikator dan
beratnya ditimbang sampai tetap. Perlakuan tersebut
diulang sebanyak dua kali (duplo) (Sadikin dan stryer,
2019).

II.2.3 Metabolit Sekunder


Metabolit sekunder merupakan produk metabolisme
yang khas pada suatu tanaman yang dihasilkan oleh
suatu organ tapi tidak dimanfaatkan secara langsung
sebagai sumber energi bagi tanaman tersebut. Metabolit
sekunder tanaman dihasilkan melalui reaksi metabolisme
sekunder dari
bahan organik primer (karbohidrat, protein dan lemak).
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disentesis
tanaman dan digolongkan menjadi lima yaitu glikosida,
terpenoid, fenol, flavanoid dan alkohol ((Endarini, 2016).).
Berikut adalah senyawa metabolit sekunder yaitu :
a. Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar,
senyawa ini terdiri dari C6-C3-C6 tiap bagian C6 merupakan
cincin benzene yang terdistribusi dan dihubungkan
oleh atom C3 yang merupakai rantai alifatik
Flavanoid merupakan salah satu kelompok senyawa
fenolik yang banyak terdapat pada jaringan tanaman.
Flavanoid dapat berperan sebagai antioksidan,
aktivitas antioksidan flavonoid bersumber pada
kemampuannya mendonasikan atom hidrogennya atau
melalui kemampuan mengkelat logam (Erlidawati
dan Safrida, 2018)
Uji skrining senyawa ini dilakukan dengan cara
menggunakan pereaksi Wilstater/ Sianidin. Bahan sampel
tanaman sebanyak 5 gram diekstraksi dengan pelarut
n- heksana atau petroleum eter sebanyak 15 ml
kemudian disaring. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya
diekstraksi lebih lanjut menggunakan metanol atau
etanol sebanyak 30 ml. Selanjutnya, 2 ml ekstrak
metanol atau etanol yang diperoleh kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah
dengan 0,5 ml asam klorida pekat (HCl pekat) dan 3-4
pita logam Mg. Adanya flavonoid ditandai dengan
warna merah, oranye dan hijau tergantung struktur
flavonoid yang terkandung dalam sampel tersebut
(Endarini, 2016).
b. Tanin
Tanin merupakan senyawa umum yang terdapat
dalam tumbuhan berpembuluh, memiliki gugus fenol,
memiliki rasa sepat dan mampu menyamak kulit
karena kemampuannya menyambung silang protein.
Tanin secara kimia dikelompokkan menjadi dua golongan
yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin
terkondensasi atau flavonoid secara biosintesis dapat
dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin
tunggal yang membentuk senyawa dimer dan
kemudian oligomer yang lebih tinggi (Endarini, 2016).
Uji skrining tanin dapat dilakukan dengan 2
metode yaitu uji gelatin FeCl3. Untuk uji FeCl3, maka
sebanyak 2 ml ekstrak air dari suatu bagian tanaman
ditambahkan ke dalam 2 ml air suling. Selanjutnya,
larutan ekstrak tersebut ditetesi dengan satu atau dua
tetes larutan FeCl31%. Adanya kandungan tanin
ditandai dengan timbulnya warna hijau gelap atau hijau
kebiruan. Suatu esktrak bagian tanaman mengandung
tanin jika terbentuk endapan putih, setelah diberi
larutan gelatin 1% yang mengandung NaCl 10%
(Endarini, 2016).
c. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol
yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 genus
pada tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks
antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula
(aglikon). Banyak saponin yang mempunyai satuan
gula sampai 5 dan komponen yang umum ialah
asam glukuronat (Kusmartono, 2015)
Uji saponin dilakukan dengan cara memasukkan
ekstrak sampel daun sebanyak 1 gram ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan akuades
hingga seluruh sampel terendam, dididihkan selama
2-3 menit, dan
selanjutnya didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat.
Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang
stabil. (Endarini, 2016).
d. Terpenoid
Senyawa terpena merupakan kelompok senyawa
organik hidrokarbon yang melimpah yang dihasilkan oleh
berbagai jenis tumbuhan. Terpenoid juga dihasilkan
oleh serangga. Senyawaan ini pada umumnya
memberikan bau yang kuat dan dapat melindungi
tumbuhan dari herbivora dan predator. Terpenoid juga
merupakan komponen utama dalam minyak atsiri dari
beberapa jenis tumbuhan dan bunga. Minyak atsiri
digunakan secara luas untuk wangi- wangian parfum,
dan digunakan dalam pengobatan seperti aromaterapi
(Julianto, 2019)
Uji skrining senyawa golongan terpenoid dan steroid
tak jenuh dilakukan dengan menggunakan pereaksi
Lieberman-Burchard. Bahan sampel tanaman sebanyak 5
gram diekstraksi dengan pelarut n-heksana atau
petroleum eter sebanyak 10 ml kemudian disaring.
Ekstrak yang diperoleh diambil sedikit dan dikeringkan
di atas papan spot test, ditambahkan tiga tetes
anhidrida asetat dan kemudian satu tetes asam sulfat
pekat. Adanya senyawa golongan terpenoid akan
ditandai dengan timbulnya warna merah sedangkan
adanya senyawa golongan steroid ditandai dengan
munculnya warna biru (Endarini, 2016).
e. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah suatu zat utama yang
berbau, yang terdapat pada tanaman. Karena sifatnya
yang spesifik, yaitu mudah menguap pada temperatur
biasa di udara, maka zat itu diberi nama volatile oils
( minyak menguap ), minyak eter, atau minyak
esensial. Nama
minyak esensial diberikan karena minyak atsiri
mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan
segar dan murni tanpa pencemar, minyak atsiri
umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan
lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk
resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua
(gelap). Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin
sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung
dengan oksigen udara, ditutup rapat, serta disimpan
di tempat yang kering dan sejuk. Sifat fisika – kimia
minyak atsiri berbeda dari minyak nabati dan minyak
lemak (Endarini, 2016).
Menurut Endarini (2016), minyak atsiri umumnya
diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan
sebagai berikut:
a. Metode destilasi
Metode destilasi digunakan terhadap bagian
tanaman yang mengandung minyak. Dasar dari
metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik
didih.
b. Metode penyarian
Metode penyariandengan menggunakan
pelarut penyari yang cocok. Dasar dari metode ini
adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri
sangat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak
larut dalam air. Digunakan untuk minyak-minyak atsiri
yang tidak tahan pemanasan, seperti cendana.
Kebanyakan dipilih metode ini apabila kadar minyak
di dalam tanaman sangat rendah/kecil. Bila
dipisahkan dengan metode lain, minyaknya akan
hilang selama proses pemisahan. Pengambilan
minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat
efektif karena sifat minyak atsiri yang larut
sempurna di dalam bahan pelarut organik
nonpolar.
c. Metode pengepresan atau pemerasan
Metode ini hanya bisa dilakukan terhadap
sampel yang mengandung minyak atsiri dalam
kadar yang cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya
akan habis di dalam proses. Digunakan untuk jenis
minyak atsiri yang mudah mengalami dekomposisi
senyawa kandungannya karena pengaruh suhu,
dapat disari dengan metode pengepresan, yaitu
pemerasan bagian yang mengandung minyak.
Contohnya adalah minyak atsiri yang terdapat di
dalam jeruk.
d. Metode perlekatan bau dengan menggunakan
media lilin (enfleurage)
Metode ini disebut juga metode enfleurage.
Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini
masih terus aktif selama sekitar 15 hari sejak
bahan minyak atsiri dipanen. Minyak atsiri yang
terdapat dalam jumlah kecil di dalam bagian
tertentu tanaman, misalnya kelopak bunga, dapat
diperoleh dengan metode enfleurage. Metode ini
menggunakan minyak lemak yang dioleskan secara
merata membentuk lapisan tipis pada lempeng kaca.
Selanjutnya bagian tanaman yang sudah diiris-iris
ditaburkan di atas lapisan tersebut dan dibiarkan
selama waktu tertentu. Secara teratur, bahan
tanaman diganti dengan yang baru sampai minyak
lemak jenuh dengan minyak atsiri. Selanjutnya
minyak lemak dikumpulkan dan dilakukan
penyarian minyak atsiri dengan pelarut organik.
f. Alkaloid
Alkaloid adalah kelompok metabolit sekunder
terpenting yang ditemukan pada tumbuhan. Keberadaan
alkaloid di alam tidak pernah berdiri sendiri. Golongan
senyawa ini berupa campuran dari beberapa alkaloid
utama dan beberapa kecil. Definisi yang tepat dari
istilah ‘alkaloid’ (mirip alkali) agak sulit karena tidak
ada batas yang jelas antara alkaloid dan amina
kompleks yang terjadi secara alami. Alkaloid khas yang
berasal dari sumber tumbuhan, senyawa ini bersifat
basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen
(biasanya dalam cincin heterosiklik) dan mereka
biasanya memiliki aktivitas fisiologis yang pada
manusia atau hewan lainnya (Julianto, 2019).
Uji alkaloid dilakukan dengan cara melarutkan
ekstrak uji sebanyak 2 mL diuapkan di atas cawan
porselin hingga di dapat residu. Residu kemudian
dilarutkan dengan 5 mL HCl 2 N. Larutan yang didapat
kemudian dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung
pertama ditambahkan dengan HCl 2 N yang berfungsi
sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan pereaksi
Dragendorff sebanyak 3 tetes dan tabung ketiga
ditambahkan pereaksi Mayer sebanyak 3 tetes.
Terbentuknya endapan jingga pada tabung kedua dan
endapan putih hingga kekuningan pada tabung ketiga
menunjukkan adanya alkaloid (Endarini, 2016).
Sampel dikatakan mengandung alkaloid jika
reaksi positif yang membentuk endapan sekurang-
kurangnya dua reaksi dari golongan reaksi pengendapan
yang dilakukan. Sebagian besar alkaloid tidak larut atau
sedikit larut dalam air, tetapi bereaksi dengan asam
membentuk garam yang larut dalam air. Alkaloid bebas
biasanya larut dalam eter atau kloroform maupun
pelarut nonpolar lainnya kebanyakan berbentuk
kristal, meskipun ada beberapa
yang amorf dan hanya sedikit yang berupa cairan
pada suhu kamar. Garam alkaloid berbentuk kristal.
Alkaloid biasanya tidak berwarna dan memiliki rasa
pahit. (Endarini, 2016).

II.3 Tinjauan Tentang Simplisia


II.3.1 Definisi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun
juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan (Endarini, 2016).

II.3.2 Jenis-jenis Simplisia


Simplisia segar adalah bahan alam segar yang belum
dikeringkan (Endarini, 2016).
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tumbuhan utuh, bagian tumbuhsn atau eksudat
tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara
spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara
tertentu dikeluarkan dari selnya atau senyawa nabati
lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni
(Endarini, 2016).
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa
hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh
hewan dan belum berupa bahan kimia murni,misalnya
minyak ikan (Oleum iecoris aselli) dan madu ( Mel
depuratum ). Simplisia hewan diperoleh dari hewan
piaraan atau hewan liar. Hewan liar harus diburu, misalnya
ikan paus, menjangan dan lain-lain. Untuk mendapatkan
simplisia dengan kondisi optimum maka diusahakan sejauh
mungkin hewan untuk simplisia berasal dari hewan
piaraan seperti pada tumbuhan dibudidaya, misal tawon
untuk menghasilkan madu yang baik (Endarini, 2016).
Simplisia Pelican atau mineral adalah simplisia
berupa bahan pelican atau mineral yang belum diolah
atau telah diolah dengan cara sederhana dan berupa bahan
kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga
(Endarini, 2016).

II.4 Tinjauan Tentang Ekstrak


II.4.1 Definisi Ekstrak
Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif
melalui proses ekstraksi menggunakan pelarut, dimana
pelarut yang digunakan diuapkan kembali sehingga zat aktif
ekstrak menjadi pekat. Bentuk dari ekstrak yang
dihasilkan dapat berupa ekstrak kental atau ekstrak kering
tergantung jumlah pelarut yang diuapkan. (Marjoni, 2016)

II.4.2 Klasifikasi Ekstrak


Marjoni (2016) menyatakan bahwa klasifikasi ekstrak
adalah sebagai berikut :
a. Ekstrak cair adalah ekstrak hasil penyarian bahan
alam dan masih mengandung pelarut.
b. Ekstrak kental adalah ekstrak yang telah mengalami
proses penguapan dan sudah tidak mengandung
cairan pelarut lagi, tetapi konsistensinya tetap cair
pada suhu kamar.
c. Ekstrak kering adalah ekstrak yang telah mengalami
proses penguapan dan tidak lagi mengandung pelarut
dan berbentuk padat (kering).
1. Berdasarkan konsistensinya:
b. Ekstrak cair (Extracta Fluida (Liquida))
c. Ekstrak semi solid (Extracta spissa)
d. Ekstrak kering (Extracta sicca)
2. Berdasarkan kandungan ekstrak:
a. Ekstrak alami
Ekstrak alami adalah ekstrak murni yang
mengandung bahan obat herbal alami kering,
berminyak, tidak mengandung solvent dan
eksipien.
b. Ekstrak non alami.
Ekstrak non alami adalah sediaan herbal
yang tidak mengandung bahan alami. Ekstrak non
alami dapat berbentuk ekstrak kering (campuran
gliserin, propilenglikol); extracta kering
(maltodekstrin, laktosa); ekstrak cair, tinctura;
sediaan cair non alkohol (gliserin, air); dan
maserat berminyak.
3. Berdasarkan komposisi yang ada di dalam
ekstrak:
a. Ekstrak murni
Ekstrak murni merupakan ekstrak yang
tidak mengandung pelarut maupun bahan
tambahan lainnya dan biasanya merupakan
produk antara, bersifat higroskopis serta
memerlukan proses selanjutnya untuk menjadi
sediaan ekstrak.
b. Sediaan ekstrak
Sediaan ekstrak merupakan sediaan
ekstrak herbal hasil pengolahan lebih lanjut dari
ekstrak murni. Sediaan ekstrak baik berbentuk
kental maupun serbuk kering untuk selanjutnya
dapat dibuat menjadi sediaan obat seperti kapsul,
tablet, cairan dan lain-lainnya.
4. Berdasarkan kandungan senyawa aktif:
a. Standardised extracts
Merupakan ekstrak yang diperoleh dengan
cara menambahkan zat aktif yang aktifitas
terapeutiknya telah diketahui untuk mencapai
komposisi yang dipersyaratkan. Selain itu
standardized extracts juga dapat diperoleh dengan
cara menambahkan bahan pembantu atau
mencampur antara ekstrak yang mengandung
senyawa aktif tinggi dengan ekstrak yang
mengandung senyawa aktif rendah sehingga
kandungan senyawa aktifnya dapat memenuhi
persyaratan baku yang telah ditetapkan.
Contoh: ekstrak kering daun Belladona
(mengandung alkaloid hyoscyamin 0,95-1,05%).
b. Quantified extract
Merupakan ekstrak yang diperoleh dengan
cara mengatur kadar senyawa yang telah diketahui
aktivitas farmakologinya agar memiliki khasiat
yang sama. Quantified extract memiliki
kandungan zat aktif yang mempunyai aktivitas
yang sudah diketahui, tetapi senyawa yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut
tidak diketahui. Pengatur kadar senyawa diperoleh
dengan cara mencampur 2 jenis ekstrak yang
memiliki spesifikasi sama dan dalam jumlah
konstan. Contoh: ekstrak daun Ginkgo biloba,
ekstrak herba Hypericum perforatum.
c. Other extract
Merupakan ekstrak yang diperoleh dengan
cara mengatur proses produksi serta
spesifikasinya. Dalam hal ini kandungan
senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek
farmakologisnya belum diketahui. Contoh:
Crataegus Herba dan Passiflora incarnata.
5. Berdasarkan pelarut yang digunakan dan hasil
akhir dari ekstraksi:
a. Ekstraksi air
Adalah ekstrak yang menggunakan air
sebagai cairan pengekstraksi. Ekstrak yang
diperoleh pada metode ini dapat langsung
digunakan ataupun diproses kembali dengan
cara pemekatan atau pengeringan.
b. Tinktur
Merupakan sediaan cair yang dibuat
secara maserasi ataupun perkolasi dari suatu
simplisia. Pelarut yang umum digunakan dalam
tingtur adalah etanol. Satu bagian simplisia
diekstrak dengan 2-10 bagian menstrum.
c. Ekstrak cair
Merupakan bentuk dari ekstrak cair yang
mirip dengan tingtur namun, ekstrak cair telah
melalui proses pemekatan hingga diperoleh
ekstrak yang sesuai dengan ketentuan
Farmakope.
d. Ekstrak encer (ekstrak tenuis)
Merupakan ekstrak yang dibuat sama
seperti halnya ekstrak cair, namun masih perlu
diproses lebih lanjut.
e. Ekstrak kental
Merupakan ekstrak yang telah mengalami
proses pemekatan. Ekstrak kental ini sangat
mudah menyerap lembab sehingga mudah untuk
ditumbuhi oleh kapang. Dalam bidang industri,
ekstrak kental ini sudah tidak lagi digunakan,
hanya dijadikan sebagai produk antara sebelum
diproses menjadi ekstrak kering.
f. Ekstrak kering (extract sicca)
Merupakan ekstrak hasil pengentalan
yang kemudian dilanjutkan dengan pengeringan.
Proses pengeringan dari ekstrak kental dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara
diantaranya:
1. Menggunakan bahan tambahan seperti laktosa,
aerosol
2. Menggunakan proses kering beku
3. Menggunakan proses fluid bed drying (semprot
kering).
g. Ekstrak minyak
Merupakan ekstrak yang dibuat dengan cara
mensuspensikan simplisia dengan perbandingan
tertentu dalam minyak yang telah dikeringkan,
dengan cara yang menyerupai maserasi.
h. Oleoresin
Merupakan sediaan yang dibuat dengan
cara ekstraksi bahan oleoresin seperti Capsici
fructus dan zingiberis rhizoma dengan pelarut
tertentu (umumnya etanol) .

II.5 Tinjauan Tentang Ekstraksi


II.5.1 Definisi Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif
dari bagian tanaman obat yang bertujuan untuk menarik
komponen kimia yang terdapat dalam bagian tanaman obat
tersebut atau Ekstraksi merupakan proses pemisahan
bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut
tertentu. (Marjoni, 2016)

Ekstraksi adalah upaya untuk menarik sari yang ada


pada sampel. Upaya ini sebenarnya sudah sejak lama
dilakukan baik sevara tradisional maupun yang dilakukan
secara lebih maju dengan menggunakan teknik yang
lebih modern (Najib, 2018)

II.5.2 Klasifikasi Metode Ekstraksi


a. Berdasarkan bentuk substansi dalam campuran
1. Ekstraksi padat-cair
Proses ekstraksi padat-cair merupakan proses
ekstraksi yang paling banyak ditemukan dalam
mengisolasi suatu substansi yang terkandung di
dalam suatu bahan alam. Proses ini melibatkan
substan yang berbentuk padat di dalam
campurannya dan memerlukan kontak yang sangat
lama antara pelarut dan zat padat. Kesempurnaan
proses ekstraksi sangat ditentukan oleh sifat dari
bahan alam dan sifat dari bahan yang akan
diekstraksi.
2. Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi ini dilakukan apabila substansi yang akan
diekstraksi berbentuk cairan di dalam
campurannya.
b. Berdasarkan penggunaan panas
1. Ekstraksi secara dingin
Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk
mengekstrak senyawa-senyawa yang terdapat di
dalam simplisia yang tidak tahan terhadap panas atau
bersifat termolabil. Ekstraksi secara dingin dapat
dilakukan dengan beberapa cara berikut ini:
a. Maserasi
Adalah proses ekstraksi sederhana yang
diperlukan hanya dengan cara merendam simplisia
dalam satu atau campuran pelarut selama
waktu
tertentu pada temperatur kamar dan terlindung
dari cahaya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat
aktif secara dingin dengan cara mengalirkan
pelarut secara kontinu pada simplisia selama
waktu tertentu.
2. Ekstraksi secara panas (Marjoni, 2016)
Metode panas digunakan apabila senyawa-
senyawa yang terkandung dalam simplisia sudah
dipastikan tahan panas. Metode ekstraksi yang
membutuhkan panas diantaranya:
a. Seduhan
Merupakan metode ekstraksi paling
sederhana hanya dengan merendam simplisia
dengan air panas selama waktu tertentu (5-
10 menit).
b. Coque (penggodokan)
Merupakan proses penyarian dengan
cara menggodok simplisia menggunakan api
langsung dan hasilnya dapat langsung
digunakan sebagai obat baik secara keseluruhan
termasuk ampasnya atau hanya hasil
godokannya saja tanpa ampas.
c. Infusa
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat
dengan cara menyari simplisia nabati dengan
air pada suhu 90°C selama 15 menit. Kecuali
dinyatakan lain, infusa dilakukan dengan cara
sebagai berikut:“simplisia dengan derajat
kehalusan tertentu dimasukkan ke dalam panci
infusa, kemudian ditambahkan air secukupnya.
Panaskan campuran diatas penangas air selama
15 menit,
dihitung mulai suhu 90°C sambil sekali-sekali
diaduk. Serkai panas menggunakan kain flanel,
tambahkan air panas secukupnya melalui
ampas sehingga diperoleh volume infus yang
dikehendaki”.
d. Digesti
Digesti adalah proses ekstraksi yang cara
kerjanya hampir sama dengan maserasi, hanya
saja digesti menggunakan pemanasan rendah
pada suhu 30-40°C. metode ini biasanya
digunakan untuk simplisia yang tersari baik
pada suhu biasa.
e. Dekokta
Proses penyarian secara dekokta hamper
sama dengan infusa, perbedaannya hanya terletak
pada lamanya waktu pemanasan. Waktu
pemanasan pada dekokta lebih lama dibanding
metode infusa, yaitu 30 menit dihitung setelah
suhu mencapai 90°C. metode ini sudah sangat
jarang digunakan karena selain proses
penyariannya yang kurang sempurna dan juga
tidak dapat digunakan untuk mengekstraksi
senyawa yang bersifat termolabil.
f. Refluks
Refluks merupakan proses ekstraksi
dengan pelarut pada titik didih pelarut selama
waktu dna jumlah pelarut tertentu dengan adanya
pendingin balik (kondensor). Proses ini umumnya
dilakukan 3- 5 kali pengulangan pada residu
pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi
yang cukup sempurna.
g. Soxhletasi
Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi
panas menggunakan alat khusus berupa ekstraktor
soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah
dibandingkan dengan suhu pada metode
refluks.
c. Berdasarkan proses pelaksanaan
1. Ekstraksi berkesinambungan (Continuous Extraction)
Pada proses ekstraksi ini, pelarut yang sama
dipakai berulang-ulang sampai proses ekstraksi
selesai
2. Ekstraksi bertahap (Bath Extraction)
Dalam ekstraksi ini pada setiap tahap ekstraksi
selalu dipakai pelarut yang selalu baru sampai
proses ekstraksi selesai.
d. Berdasarkan metode ekstraksi
1. Ekstraksi tunggal
Merupakan proses ekstraksi dengan cara
mencampurkan bahan yang akan diekstrak sebanyak
satu kali dengan pelarut. Pada ekstraksi ini
sebagian dari zat aktif akan terlarut dalam
pelarut sampai mencapai suatu keseimbangan.
2. Ekstraksi multi tahap
Merupakan suatu proses ekstraksi dengan
cara mencampurkan bahan yang akan diekstrak
beberapa kali dengan pelarut yang baru dalam jumlah
yang sama banyak. Ekstrak yang dihasilkan
dengan cara ini memiliki rendemen lebih tinggi
dibandingkan ekstraksi tunggal, karena bahan yang
diekstrak mengalami beberapa kali pencampuran
dan pemisahan.
e. Cara ekstraksi lainnya (Departemen Kesehatan RI,
2000)
1. Ekstraksi berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulang kali
dengan pelarut yang berbeda atau sirkulasi cairan
pelarut dan prosesnya tersusun berurutan
beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk
meningkatkan efisiensi
(jumlah pelarut) dan dirancang untuk bahan dalam
jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana
ekstraksi
2. Super Kritikal karbondioksida
Penggunaan prinsip superkritis untuk ekstraksi
serbuk simplisia, dan umumnya digunakan gas
karbondioksida. Dengan variabel tekanan dan
temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas
tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan
senyawa kandungan tertentu. Penghilangan cairan
pelarut dengan mudah dilakukan karena
karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga
hamper langsung diperoleh ekstrak.
3. Ekstraksi ultrasonic
Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan
efek pada proses ekstraksi dengan prinsip
meningkatkan permeabilitas dinding sel,
menimbulkan gelembung spontan (cavitation) sebagai
stress dinamik serta menimbulkan fraksi interfase.
Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran,
kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi.
4. Ekstraksi energi listrik
Energi listrik digunakan dalam bentuk medan
listrik, medan magnet serta “electric-discharges” yang
dapat mempercepat proses dan meningkatkan
hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung
spontan dan menyebarkan gelombang tekanan
berkecepatan ultrasonik.
II.5.3 Pengumpulan ekstrak/penguapan ekstrak
Penguapan/pemekatan berarti peningkatan jumlah
partial
solute (senyawa terlarut) secara penguapan pelarut
tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya
menjadi kental/pekat.
Penguapan adalah suatu proses yang dilakukan
untuk mendapatkan konsistensi ekstrak yang lebih pekat
dengan cara menghilangkan cairan penyari yang
digunakan.
Tujuan dari penguapan adalah untuk memekatkan
konsentrasi larutan sehingga didapatkan larutan dengan
konsentrasi yang lebih tinggi. Penguapan biasanya selalu
didahului dengan proses pemanasan. Panas yang dibutuhkan
dalam proses penguapan dapat disuplai secara alami
menggunakan sinar matahari atau dapat juga dengan
cara penambahan uap panas (steam) pada system. (Marjoni,
2016)
Menurut (Marjoni, 2016) factor-faktor yang
mempengaruhi proses penguapan antara lain :
a. Suhu
Suhu akan mempengaruhi kecepatan penguapan.
Semakin tinggi suhu maka penguapan juga akan semakin
cepat. Disamping itu suhu juga berperan terhadap
kerusakan bahan yang diuapkan. Banyak glikosida dan
alkaloid akan terurai pada suhu dibawah 100°C.
kisaran suhu yang digunakan pada pada proses
penguapan harus disesuaikan dengan jenis bahan yang
akan diuapkan. Bahan-bahan yang bersifat termolabil
atau tidak tahan terhadap pemanasan, pada suhu
tinggi akan dapat membentuk lapisan kerak pada kolom
evaporator sehingga dapat mempengaruhi perpindahan
panas dari steam ke bahan tersebut.
b. Waktu penguapan
Penerapan suhu yang relatif tinggi untuk waktu
yang singkat akan mengurangi resiko kerusakan zat
dibandingkan dengan suhu rendah pada waktu yang
lama.
c. Kelembaban
Beberapa senyawa kimia dapat terurai pada
kelembaban tinggi, terutama dengan adanya kenaikan
suhu. Beberapa reaksi penguraian seperti hidrolisa
sangat membutuhkan air sebagai media untuk
kelangsungan reaksi hidrolisis.
d. Cara penguapan
Konsistensi atau bentuk dari hasil akhir yang
diperoleh setelah penguapan sangat mempengaruhi cara
penguapan yang akan digunakan. Penguapan secara
destilasi akan menghasilkan produk akhir berbentuk
cair atau padat sedangkan penguapan yang dilakukan
secara lapis tipis akan dapat menghasilkan produk
berbentuk cair.
e. Laju alir umpan
Proses laju alir umpan yang terlalu kecil atau
terlalu besar akan mengakibatkan proses penguapan
tidak berjalan secara efisien. Untuk itu, laju alir umpan
diusahakan agar tetap konstan.
Alat-alat yang digunakan pada proses penguapan:
(Marjoni, 2016)
a. Rotary evaporator
Rotary evaporator merupakan alat yang biasa
digunakan di laboratorium kimia untuk mengefisiensikan
dan mempercepat pemisahan pelarut dari suatu larutan.
Rotary vakum evaporator merupakan suatu instrumen
yang tergabung antara beberapa instrumen yang
menggabung menjadi satu bagian menggunakan prinsip
destilasi (pemisahan). Vakum evaporator berfungsi untuk
menurunkan tekanan suhu cairan sehingga titik didihnya
menjadi lebih rendah dari titik didih aslinya.
b. Freeze Drying
Freeze drying (pengeringan beku) merupakan
proses pengeringan dimana antara yang akan
dikeringkan dan media pemanas dipisahkan oleh suatu
dinding pembatas sehingga air yang ada dalam bahan
yang menguap tidak terbawa bersama media
pemanas. Perpindahan panas yang terjadi pada alat ini
terjadi akibat hantaran (konduksi) sehingga freeze drying
sering disebut juga dengan Conduction Dryer/Indirect
Dryer.

II.6 Tinjauan tentang Antioksidan


II.6.1 Definisi Antioksidan
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat
menyerap atau menetralisir radikal bebas sehingga mampu
mencegah penyakit-penyakit degeneratif seperti
kardiovaskuler, karsinogenesis, dan penyakit lainnya.
Senyawa antioksidan merupakan substansi yang diperlukan
tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah
kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap
sel normal, protein, dan lemak. Senyawa ini memiliki
struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya
kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama
sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari
radikal bebas (Parwata, 2016)

II.6.2 Klasifikasi Antioksidan


a. Berdasarkan mekanisme reaksinya
Menurut Parwata (2016), antioksidan berdasarkan
mekanisme reaksinya dibagi menjadi tiga golongan
yaitu:antioksidan primer, antioksidan sekunder dan
antioksidan tersier :
1. Antioksidan Primer
Antioksidan Primer yaitu antioksidan yang
berfungsi mencegah pembentukan radikal bebas
selanjutnya (propagasi), antioksidan tersebut adalah
transferin, feritin, albumin.
2. Antioksidan Sekunder
Antioksidan Sekunder yaitu antioksidan yang
berfungsi menangkap radikal bebas dan
menghentikan pembentukan radikal bebas,
antioksidan tersebut adalah Superoxide
Dismutase (SOD), Glutathion Peroxidase (GPx)
dan katalase
3. Antioksidan Tersier
Antioksidan Tersier atau repair enzyme yaitu
antioksidan yang berfungsi memperbaiki jaringan
tubuh yang rusak oleh radikal bebas, antioksidan
tersebut adalah Metionin sulfosida reduktase,
Metionin sulfosida reduktase, DNA repair enzymes,
protease, transferase dan lipase
b. Berdasarkan Sumbernya
Berdasarkan sumber antioksidan dibagi menjadi dua
kelompok yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami
(Parwata, 2016).
1. Antioksidan Alami
Antioksidan alami merupakan jenis antioksidan
yang berasal dari tumbuhan dan
hewan.Antioksidan alami umumnya memiliki gugus
hidroksil dalam struktur molekulnya. Antioksidan
alami yang berasal dari tumbuhan adalah senyawa
fenolik berupa golongan flavonoid, turunan asam
sinamat, kumarin, tokoferol,
dan asam organik polifungsional. Senyawa kimia yang
tergolong antioksidan dan dapat ditemukan secara
alami diantaranya adalah asam ellagik,
proantosianidin, polifenol, karotenoid, astaxanthin,
tokoferol, dan glutation (Erlidawati dan Safrida,
2018)
a. Asam ellagic
Asam ellagik memiliki sifat
antimutagenik dan banyak ditemukan dalam
raspberry merah, strawberry, blueberry, delima, dan
kenari (Mikail dan Anna, 2011).
b. Proantosianidin
Proantosianidin termasuk keluarga
flavonoid dan merupakan senyawa yang
memberikan warna merah dan biru pada buah.
Proantosianidin telah terbukti bermanfaat dan
memperkuat kapiler, memperbaiki penglihatan
dalam gelap, mendukung integritas dinding
pembuluh darah dan mencegah pembekuan darah.
Proantosianidin dapat ditemukan pada kismis,
biji anggur, kulit buah anggur, teh hitam, teh
hijau, kulit kayu manis dan kakao (Mikail dan
Anna, 2011).
c. Polifenol
Mikronutrien ini mewakili kelompok besar
antioksidan yang termasuk flavonoid dan
antosianin, menurut sebuah penelitian di
American Journal of Clinical Nutrition, senyawa ini
telah terbukti mencegah kondisi degeneratif,
termasuk kanker dan penyakit kardiovaskuler
dan neurodegenerative, polifenol dapat
ditemukan pada apel, bawang, brokoli,
strawberry, kakao, teh dan sayuran hijau (Mikail
dan Anna, 2011).
c. Karotenoid
Karotenoid merupakan mikronutrien
yang larut dalam lemak, dikenal dengan
sebutan beta- karoten (yang dapat dikonversi
menjadi vitamin A dalam tubuh), karotenoid
dapat ditemukan pada spirulina, wortel, jeruk,
melon labu, lobak dan tomat (Mikail dan Anna,
2011).
e. Astaxanthin
Astaxanthin tergolong beta-karoten. Menurut
para ahli, astaxanthin 1000 kali lebih kuat
sebagai antioksidan daripada vitamin E. Udang,
ikan salmon, dan kerang merupakan sumber
potensial astaxanthin. Tetapi kandungan
astaxanthin terbanyak ada pada sejenis
mikroalga, yaitu Haematococos phivalis (Isnindar,
Wahyuono dan Setyowati 2011).
f. Tokoferol (Vitamin E)
Vitamin E dipercaya sebagai sumber
antioksidan yang kerjanya mencegah lipid
peroksidasi dari asam lemak tak jenuh dalam
membran sel dan membantu oksidasi vitamin A
serta mempertahankan kesuburan. Vitamin E
dapat ditemukan pada kacang-kacangan, minyak
sayur, minyak gandum dan sayuran hijau
(Isnindar, Wahyuono dan Setyowati 2011).
g. Glutation
Glutathione merupakan molekul yang
sangat kecil dan merupakan antioksidan yang
paling penting karena berada di dalam sel,
molekul ini
mampu menetralisir radikal bebas, meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dan membantu hati
mengeluarkan racun dalam tubuh, glutathione
sering disebut “master antioksidan” karena
berfungsi sebagai regulator dan regenerator
dari kekebalan sel dan agen detoksifikasi yang
paling berharga dalam tubuh manusia, rendahnya
tingkat glutation dalam tubuh erat kaitannya
dengan disfungsi hati, penyakit jantung,
penuaan dini, disfungsi kekebalan tubuh dan
kematian. Glutathione dapat ditemukan pada
susu kambing, alpukat, asparagus, peterseli dan
brokoli (Mikail dan Anna, 2011).
2. Antioksidan Sintetik
Antioksidan sintetik yang diizinkan dan umum
digunakan untuk makanan yaitu butylated
hydroxyAnisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT),
dan profil galat. Pada saat ini penggunaan antioksidan
sintetik mulai dibatasi karena beberapa antioksidan
terbukti bersifat karsinogenik dan beracun
terhadap hewan percobaan (Zuhra, Tarigan &
Sihotang, 2008). Menurut rekomendasi Food dan
Drug Administration, dosis antioksidan sintetik yang
diizinkan dalam pangan adalah 0,01%-0,1%
(Yuslianti, 2018)

II.6.3 Mekanisme Antioksidan


Yuslianti (2018) menyatakan bahwa antioksidan
dapat bekerja dengan dua cara:
a. Berperan sebagai donor atom hidrogen pada radikal
bebas lemak untuk membentuk kembali molekul lemak,
dengan
demikian jika antioksidan diberikan maka akan
menghambat proses autooksidasi.
b. Berperan sebagai donor atom hidrogen pada radikal
bebas untuk membentuk hidroperoksida dan sebuah
radikal bebas antioksidan. Radikal bebas antioksidan
ini lebih stabil daripada radikal bebas lemak karena
struktur resonansi elektron dalam cincin aromatik
antioksidan, dengan demikian akan menghentikan
reaksi oksidasi berantai.

II.6.4 Metode Uji Antioksidan


Amelia (2011) menyatakan beberapa metode
uji antioksidan antara lain :
a. Metode peredaman radikal 2,2-difenil-1-pikril hidrazil
(DPPH)
Aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat diukur
dari kemampuannya menangkap radikal bebas. Radikal
bebas yang biasa digunakan sebagai model dalam
mengukur daya penangkapan radikal bebas yaitu
DPPH yang merupakan senyawa radikal bebas yang
stabil sehingga apabila digunakan sebagai pereaksi
dalam uji penangkapan radikal bebas cukup
dilarutkan. Jika disimpan dalam keadaan kering
dengan kondisi penyimpanan yang baik akan stabil
selama bertahun- tahun.
Metode DPPH merupakan metode paling sering
digunakan untuk penyaringan aktivitas antioksidan
dari berbagai tanaman obat. Metode peredaman radikal
bebas DPPH didasarkan pada reduksi dari radikal
bebas DPPH yang berwarna oleh penghambat radikal
bebas. Prosedur ini melibatkan pengukuran penurunan
serapan DPPH pada
panjang gelombang maksimalnya, yang sebanding
terhadap konsentrasi penghambat radikal bebas yang
ditambahkan ke larutan reagen DPPH. Aktivitas
tersebut dinyatakan sebagai konsentrasi efektif,
IC50 atau (inhibitory concentration).
b. Metode reducing power
Metode ini berprinsip pada kenaikan serapan dari
campuran reaksi. Peningkatan pada serapan
menunjukkan peningkatan pada aktivitas antioksidan.
Dalam metode ini antioksidan membentuk kompleks
berwarna dengan kalium ferrisianida, asam trikloroasetat,
dan besi (III) klorida yang diukur pada panjang
gelombang 700 nm. Peningkatan pada serapan
campuran reaksi menunjukkan kekuatan reduksi dari
sampel.
c. Metode uji kapasitas serapan radikal oksigen (ORAC)
Prosedur analisis ini mengukur kemampuan
antioksidan dan makanan, vitamin, suplemen nutrisi atau
bahan kimia lainnya terhadap radikal bebas. Uji ini
dilakukan dengan menggunakan trolox (Analog vitamin E)
sebagai standar untuk menentukkan trolox ekuivalen
(TE). Nilai ORAC kemudian dihitung dari TE dan
ditunjukkan sebagai satuan atau nilai ORAC. Semakin
tinggi nilai ORAC, semakin besar kekuatan
antioksidannya.
d. Metode tiosianat
Aktivitas antioksidan sampel dengan metode
tiosianat ditunjukkan dengan kekuatan sampel dalam
menghambat peroksidasi asam linoleat. Jumlah
peroksida yang terbentuk diukur secara tidak
langsung dengan pembentukkan kompleks ferri
tiosianat yang berwarna merah.
e. Uji dien konjugasi
Metode ini memungkinkan perhitungan yang
dinamis terhadap dien terkonjugasi sebagai hasil dari
oksidasi awal PUFA (Polyunsaturated Fatty Acids) dengan
mengukur serapan UV pada 234 nm. Prinsip dari uji
ini adalah bahwa selama oksidasi asam linoleat, ikatan
rangkap diubah menjadi ikatan rangkap terkonjugasi
yang mana dikarakterisasi oleh serapan UV kuat
pada 234 nm. Aktivitas diekspresikan dengan
konsentrasi penghambatan (inhibitory concentration),
IC50.
f. Aktivitas penghambatan radikal superoksida
aktivitas penghambatan radikal superoksida secara
in vitro diukur oleh reduksi riboflavin/cahaya/nitro blue
tetrazolium (NBT). Reduksi NBT adalah metode yang
paling dikenal. Metode ini didasarkan pada
pembangkitkan radikal superoksida oleh antioksidan dari
riboflavin dengan adanya cahaya. Radikal
superoksida mereduksi NBT menjadi formazan yang
berwarna biru yang dapat diukur pada 560 nm.
Kapasitas ekstrak untuk menghambat warna hingga
50% diukur dalam EC50. Radikal superoksida dapat
juga dideteksi dengan oksidasi hidroksilamin
menghasilkan nitrit yang kemudian diukur dengan reaksi
kolorimetri.
g. Aktivitas penghambatan radikal hidroksil
Kapasitas penghambatan radikal hidroksil dari
ekstrak dihubungkan secara langsung terhadap
aktivitas antioksidannya. Metode ini melibatkan
pembangkitkan in vitro dari radikal hidroksil
menggunakan sistem Fe3+/askorbat/EDTA/H2O2
berdasarkan reaksi Fenton. Penghambatan dari
radikal hidroksil dengan adanya antioksidan diukur.
BAB III
METODE
PENELITIAN

III.1Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam Laporan Tugas
Akhir ini berdasarkan studi kepustakaan berisi teori
yang relevan dengan studi aktivitas antioksidan ekstrak buah
stroberi (Fragaria x ananassa) berdasarkan kandungan
senyawa bioaktif.

III.2Jenis dan Sifat Penelitian


III.2.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian deskriptif studi literatur atau
kepustakaan (Library search), yakni penelitian yang
dilakukan melalui pengumpulan data pustaka atau
telaah literatur dan mengelola data hasil penelitian
dengan tujuan untuk menghasilkan laporan akhir
ilmiah yang relevan.
III.2.2 Sifat Penelitian
Dilihat dari sifatnya, maka penelitian ini termasuk
deskriptif, berfokus pada penjelasan sistematis tentang
aktivitas antioksidan ekstrak buah stroberi (Fragaria
x ananassa) berdasarkan kandungan senyawa bioaktif.

III.3Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan April sampai
- juni 2020.

III.4Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data penelitian ini diambil dari
sumber data sekunder antara lain ; buku-buku teks, jurnal
ilmiah,Hasil-hasil penelitian dalam bentuk skripsi dan buku
digital (ebook), internet, serta sumber-sumber lainnya
yang relevan.

III.5Teknik Pengolahan Data


Data ditabulasi dan diolah dengan teknik Analisis isi
(Content Analysis) yang bersifat pembahasan mendalam
terhadap isi informasi tertulis atau tercetak di media tersebut.
Data selanjutnya dibahas dan ditarik kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Najib. (2018) Ekstraksi Senyawa Bahan Alam. Yogyakarta,


Penerbit Deepublish.

Amelia, P. (2011) Isolasi, elusidasi struktur dan uji aktivitas antioksidan


senyawa kimia dari daun Garcinia benthami Pierre. Universitas
Indonesia, Jakarta.

Dayat Suryana. (2018) Manfaat Buah-buahan. Jakarta, Dayat Suryana


Independent

Euis Reni Yuslianti. (2018) Pengantar Radikan Bebas dan Antioksidan.


Sleman, CV. Budi Utama.

Hesti Indah M.N. (2019) Mengenal Tanaman Hortikultura. Jakarta,


Penerbit Duta

Ihsan Alfalah. (2018) Panen Stroberi. Jakarta, PT Gramedia Pustaka


Utama.

Integrated Taxonomic Information System {ITIS}. (1996) Taxonomic


Hierarchy : Fragaria x ananassa. https://www.itis.gov. [10 April
2020].

Isnindar, I., Wahyuono, S., & Setyowati, E. P. (2011). Isolation


And Identification Of Antioxidant Compound Of Persimmon
Leaves (Diospyros Kaki Thunb.) Using Dpph (2, 2 Diphenyl-1-
pikrilhidrazil) Method. Majalah Obat Tradisional (Traditional
Medicine Journal), 16(3), 161-169.

Lully Hanni Endarini. (2016) Farmakognosi dan Fitokimia. Jakarta Selatan,


Kemntrian Kesehatan Republik Indonesia.

Lydia Ninan Lestario (2017) Antosianin. Yogayakarta, Gadjah Mada


University Press

Marjoni, R. (2016) Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta Timur, CV. Trans


Info Media:

Mikail, B. & Anna, L. K. (2011) 7 Antioksidan Super : Manajemen Modern


dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta, pustaka Araska Media Utama

Mohammad Sadikin dan Lubert stryer (2019) Biokimia. Jawa Timur, CV


Penerbit Qiara Medika.
Nisa, C., & Rodinah, R. (2018) Kultur Jaringan beberapa Kultivar
Buah Pisang (Musa paradisiaca L.) dengan Pemberian
Campuran NAA dan Kinetin. BIOSCIENTIAE, 2(2).

Pertiwi, M. F. D., & Susanto, W. H. (2014) Pengaruh proporsi (buah:


sukrosa) dan lama osmosis terhadap kualitas sari buah stroberi
(Fragaria vesca L)[IN PRESS APRIL 2014]. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 2(2), 82-90..

Prabowo, A.Y, T. Estiasih, I. Purwatiningrum. (2014) Umbi gembili


(Dioscorea esculenta L.) sebagai bahan pangan mengandung senyawa
bioaktif: kajian pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri.

PT. Sido Muncul. (2015) Delivering The Vision - Laporan Tahunan PT.
Sido Muncul, Tbk Tahun 2015. Jakarta: PT. Sido Muncul.

Puji Lestari. (2016) Studi tanaman khas Sumatera Utara yang berkhasiat
obat. Jurnal Farmanesia, 3(1), 11-21.

RISKESDAS. (2018) Hasil Utama Riskesdas. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia

Rohmayanti, M. 2013. Budidaya Stroberi Di Lahan Sempit. Bandung, Infra


Pustaka.

Serlahwaty, D., & Sevian, A. N. (2016). Uji Aktivitas AntiOksidan


Ekstrak Etanol 96% Kombinasi Buah Strawberry Dan Tomat
Dengan Metode ABTS. In Proceeding of Mulawarman
Pharmaceuticals Conferences (Vol. 3, pp. 322-330).

Tandi Herbie. (2015) Kitab Tanaman Berkhasiat Obat-226 Tumbuhan Obat


untuk Penyembuhan Penyakit dan Kebugaran Tubuh. Yogyakarta,
Octopus Publishing House.

Tatang Shabur Julianto. (2019) Fitokimia. Yogyakarta : Universitas


Islam Indonesia.

Tri Dewanti Widyaningsih, Novita Wijayanti dan Nurindah Panca


Nugrahaini (2017) Pangan Fungsional. Malang, Universitasa
Brawijaya Press
SKEMA KERJA

Surat Persetujuan LTA dari Akademi Farmasi


Yamasi Makassar

Observasi dokumen, Jurnal atau artikel secara


daring tentang aktivitas antioksidan ekstrak
buah stroberi (fragaria x ananassa)
berdasarkan kandungan senyawa bioaktif

Inventarisasi dokumen, Jurnal atau artikel


tentang aktivitas antioksidan ekstrak
buah stroberi (fragaria x ananassa)
berdasarkan kandungan senyawa
bioaktif

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Pembahasan

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai