Anda di halaman 1dari 84

TUGAS : FARMASI KLINIK

DOSEN : Dra. Hj. Nursiah Hasyim, CES, Apt

SKRINING DALAM PROSES PERESEPAN

DISUSUN OLEH : KELOMPOK II (KELAS B)


SUHARTINA N21116 083
HARDYANTI MUBARAK N21116 856
NURUL MAGFIRAH ISLAMIYAH N21116 860
ABDULRRACHMAN ACHMAD N21116 864
USWATUN HASANAH N21116 869
NUZUL FAJRIANI N21116 875
A. NUR ISTIQAMAH N21116 880
YULIYANTI NIODE N21116 887
ABDUL SULHADI HASILI N21116 901
DEWI MEGAWATY N21116 909
ARLIN FIRDAUS N21116 086
ALMY SARAH ZULFYANA N21116 089
FIRDHAFITRA N21116 932
RUSTINA N21116 943

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014, Bab 1, Pasal 1(4)

menyebutkan bahwa “Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau

dokter gigi kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic

untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan

yang berlaku”.

Sandy 2010 menyatakan bahwa resep yang baik harus memuat

cukup informasi yang memungkinkan ahli farmasi yang bersangkutan

mengerti obat apa yang akan diberikan kepada pasien. Namun pada

kenyataanya, masih banyak permasalahan yang ditemui dalam peresepan.

Beberapa contoh permasalahan dalam peresepan adalah kurang lengkapnya

informasi pada pasien, penulisan resep yang tidak jelas atau sulit untuk

dibaca, kesalahan penulisan dosis, tidak dicantumkannya aturan pemakaian

oba yang jelas, tidaka menuliskan rute pemberian obat, dan tidak

mencantumkan tanda tangan atau paraf dokter (Cahyono, 2008). Banyak

faktor yang mempengaruhi permasalahan dalam peresepan, sehingga

diperlukan kepatuhan dokter dalam melaksanakan aturan-aturan dalam

penulisan resep sesuai undang-undang yang berlaku (Gibson et al, 1996).

Permasalahan dalam peresepan merupakan salah satu kejadian

medication error. Menurut Surat Keputusn Menteri Kesehatan RI Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa medication error adalah


kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam

penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Bentuk

medication error yang terjadi adalah pada fase prescribing (error terjadi

pada penulisan resep) yaitu kesalahan yang terjadi selama proses peresepan

obat atau penulisan resep. Dampak dari kesalahan tersebut sangat beragam,

mulai yang tidak memberi resiko sama sekali hingga terjadinya kecacatan

atau bahkan kematian (Dwiprahasti dan Kristin, 2008). Selain itu, Hartayu

dan Aris, 2005 menyebutkan bahwa medication error yang terjadi dapat

menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat timbul efek obat yang idak

diharapkan seperti terjadinya interaksi obat.

Interaksi obat didefinisikan sebagai reaksi yang terjadi antara obat

dengan senyawa kimia (obat lain, makanan) didalam tubuh maupun pada

permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi kerja obat sehingga dapat

terjadi peningkatan/pengurangan kerja obat atau bahkan obat sama sekali

tidak menimbulkan efek. Defenisi yang lebih relevan adalah ketika obat

bersaing satu dengan yang lainnya aau yang terjadi ketika suatu obat hadir

bersama dengan obat yang lainnya (Stockley, 2008). Mekanisme interaksi

obat dapat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek

farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi respon

farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada beberapa

tahap, meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme dan eksresi. Interaksi

farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat

lain pada tempat aksi (Fradgley, 2003).


Hasil penelitian prawitosari 2009 menemukan bahwa dalam

peresepan ditemukan ketidakjelasan penulisan signa sebanyak 50,8%,

kesalahan penulisan dosis obat sebanyak 50,8% dan paraf dokter sebanyak

6,8%. Selain itu, penelitian oleh Octavia (2011) mendapatkan kesalahan

penulisan bentuk sediaan sebanyak 60,2%, rute pemberian 84,2% dan

frekuensi penggunaan obat 75,5%. Studi lain yang dilakukan oleh Mayasari

(2015) yang melibatkan 240 lembar resep, 107 lembar resep mengalami

interaksi obat dengan mekanisme interaksi farmakokinetik sebanyak 3,74%,

farmakodinamik 59,81%, dan tidak diketahui 36,45%.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa masih terdapat banyak

masalah dalam penulisan resep. Resep yang rasional harus memenuhi

beberapa persyaratan kelengkapan dalam penulisan resep diantaranya

kelengkapan administratif dan kelengkapan farmasetik. Kegiatan untuk

menilai kelengkapan persyaratan ini disebut skiring resep. Skrining resep

merupakan suatu hal yang penting untuk menjamin obat yang digunakan

oleh pasien sesuai kebutuhan dan permintaan oleh dokter yang merawatnya.

Oleh karena itu makalah ini untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan

Ketidak lengkapan tersebut, meliputi bagian administrasi, farmasetik, dan

klinis
1.3. Tujuan Makalah

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengkaji dan

menskrining beberapa contoh resep dari bebagai sumber.

1.3.2. Tujuan khusus

Secara khusus, makalah ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui kelengkapan contoh resep ditinjau dari persyaratan

administrasi, farmasetik dan klinis.

b. Mendapatkan gambaran interaksi obat yang terdapat pada contoh

resep yang diperoleh.

1.4. Manfaat Makalah

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

1.4.1. Manfaat teoritis

Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

dalam bidang kefarmasian pada penulisan resep yang baik dan benar

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

1.4.2. Manfaat praktis

Hasil makalah ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam

proses peresepan sehingga dapat mendukung upaya pelaksanan

patient safety.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Resep

Menurut. Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014, Bab 1,

Pasal 1(4) tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, resep adalah

permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada apoteker, baik dalam

bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat

bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Menurut WHO peresepan yang

rasional adalah memberikan obat sesuai dengan keperluan klinik, dosis

sesuai dengan kebutuhan pasien, diberikan dalam jangka waktu yang sesuai

dengan kebutuhan pasien, dan dengan biaya termurah menurut pasien

(WHO, 2002). Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Apabila resep

tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus

menanyakan kepada dokter penulis resep (Anief, 1997).

Filosofi dasar peresepan menurut Bernhard Fantus menyatakan

bahwa resep adalah kunci dari seluruh upaya terapi seorang dokter kepada

pasiennya. Resep dibuat berdasarkan pada diagnosis (yang didasarkan pada

patofisiologi) dan prognosis kasus di satu sisi, serta pengetahuan

Farmakologi dan Terapi seorang dokter di sisi lainnya. Kelemahan pada

salah satu sisi tersebut akan tercermin pada resep yang ditulis.

Penulisan resep dapat diartikan sebagai bentuk aplikasi

pengetahuan dokter dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas


resep menurut kaidah dan peraturan yang berlaku, diajukan secara tertulis

kepada apoteker di apotek. Pihak Apoteker sebagai pihak penerima resep

berkewajiban melayani secra cermat, member informasi terutama

menyangkut dengan penggunaan obat dan mengoreksi jika terjadi kesalahan

dalam penulisan.Dengan demikian pemberian obat dapat lebih rasional (Jas,

2009).

Hasil cohort study oleh Kozer et al., (2005) melibatkan 1532

peresepan pasien anak-anak di ICU Rumah Sakit Amerika yang disampling

secara random, sekitar 14% di antaranya mengalami medication error yang

terinci menjadi prescribing error (10,1%) dan drug administration error

(3,9%) (Rahatnawati, 2010).

Penelitian dari Dewi (2009) tentang studi kelengkapan resep obat

pada pasien anak di apotek wilayah kecamatan Sukoharjo bulan Oktober-

Desember 2008 menunjukan bahwa adanya ketidak lengkapan resep yang

dapat memicu terjadinya medication error. Hasil penelitian menunjukkan

ketidaklengkapan resep terdapat pada unsur nama dokter (1,03%), nama

pasien (2,12%), umur (13,69%), berat badan (97,13%), alamat pasien

(91,70%), potensi (41,04%), jumlah obat (2,89%), aturan pakai (2,46%),

bentuk sediaan (30,01%). Akibat dari medication error dapat merugikan

pasien, terlebih pada anak-anak.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor.: 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang dimaksud medication

error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama
dalam penanganan tenaga kesehatan. Ketidaklengkapan dan ketidakjelasan

penulisan dalam bagian resep yakni inscriptio, invocatio, prescriptio,

signatura, subscriptio, dan pro dapat menyebabkan medication error.

Akibat dari medication error dapat merugikan pasien terlebih pada anak-

anak, sebab sistem enzim yang terlibat dalam metabolisme obat pada anak-

anak belum terbentuk atau sudah ada namun dalam jumlah yang sedikit,

sehingga metabolismenya belum optimal. Ginjal pada anak-anak belum

berkembang dengan baik, sehingga kemampuan mengeliminasi obat belum

optimal (Aslam dkk., 2003).

2.3. Tujuan penulisan resep

Tujuan penulisan resep meliputi (Wibowo, 2010) :

1. Memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi

2. Meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat

3. Untuk cross check

4. Tidak semua obat dapat diserahkan langsung kepada pasien

5. Pemberian obat lebih rasional

6. Pelayanan berorientasi kepada pasien bukan kepada obat Sebagai

medical record yang dapat dipertanggungjawabkan.

2.4. Persyaratan penulisan resep

Persyaratan administrasi yang harus dimiliki resep menurut Surat

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004,

meliputi:

1. Nama, SIP, dan alamat dokter


2. Tanggal penulisan resep

3. Tanda tangan / paraf dokter penulis resep

4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien

5. Nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang diminta

6. Cara pemakaian yang jelas

7. Informasi lainnya

2.5. Jenis- jenis Resep

Dalam (Wibowo, 2010 dan Jas, 2009) disebutkan jenis-jenis resep terdiri

dari :

1. Resep standar (Resep Officinalis/Pre Compounded) merupakan resep

dengan komposisi yang telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku

farmakope atau buku standar lainnya. Resep standar menuliskan obat

jadi (campuran dari zat aktif) yang dibuat oleh pabrik farmasi dengan

merk dagang dalam sediaan standar atau nama generik..

2. Resep magistrales (R/ Polifarmasi), yaitu resep formula obatnya disusun

sendiri oleh dokter penulis resep dan menentukan dosis serta bentuk

sediaan obat sendiri sesuai penderita yang dihadapi.

3. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek

dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mengalami

peracikan.

4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik

dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau

tidak mengalami peracikan.


2.6. Format Penulisan Resep

Penulisan resep adalah suatu wujud akhir kompetensi dokter dalam

pelayanan kesehatan yang secara komprehensif menerapkan ilmu

pengetahuan dan keahlian di bidang farmakologi dan teraupetik secara

tepat, aman dan rasional kepada pasien khususnya dan seluruh masyarakat

pada umumnya. Sebagian obat tidak dapat diberikan langsung kepada

pasien atau masyarakat melainkan harus melalui peresepan oleh dokter.

Berdasarkan keamanan penggunaannya, obat dibagi dalam dua golongan

yaitu obat bebas (OTC = Other of the counter) dan Ethical (obat narkotika,

psikotropika dan keras), dimana masyarakat harus menggunakan resep

dokter untuk memperoleh obat Ethical (Jas,2009).

Penyimpanan resep tidak boleh sembarangan. Kertas resep perlu

dijaga jangan sampai digunakan orang lain. Kertas resep dokter kadang

muda ditiru sehingga perlu pengamanan agar kita tidak terlibat dalam

pemberian resep palsu yang dilakukan orang lain.Selain itu, resep obat asli

harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain

kecuali oleh yang berhak. Pihak –pihak yang berhak melihat resep antara

lain (Jas, 2009 ; Syamsuni, 2007) :

1. Dokter yang menulis resep atau merawat pasien.

2. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan.

3. Paramedis yang merawat pasien.

4. Apoteker pengelola apotek yang bersangkutan.


5. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan)

yang ditugaskan untuk memeriksa.

6. Petugas asuransi untuk kepentingan klaim pembayaran.

Menurut Jas (2009) dalam amira (2011), resep terdiri dari 6 bagian :

1. Inscriptio : Nama Dokter, no.SIP, alamat/telepon/HP/Kota/tempat,

tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu

kota provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep, format inscription

suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik

pribadi.

2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe”

artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi

dengan apoteker di apotek

3. Prescriptio atau ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan

yang diinginkan.

4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan

interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat

dan keberhasilan terapi

5. Subscriptio : yaitu tanda tangan/paraf dokter penulis resep berguna

sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.

contoh resep :
2.7.

Penandaan pada resep

Menurut Jas (2009) dalam amira (2011) meliputi :

1. Tanda Segera atau peringatan.

Diberikan untuk pasien yang harus segera memerlukan obat,tanda segera

atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep,

yaitu:

 Cito (segera)

 Urgent (penting)

 Statim (pentingsekali)

 P.I.M (periculum in mora) yang artinya berbahaya bila ditunda.


Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito.

2. Tanda resep dapat diulang, Iteratie (Iter).

Apabila dokter menginginkan agar resepnya diulang, dapat

ditulis dalam resep disebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan

berapa kali boleh diulang. Misalnya :

 Iter 1x, artinya resep dapat dilayani 2x.

 Iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1+ 2 = 3 x.

Untuk resep yang mengandung narkotika, tidak dapat diulang (N.I) tetapi

harus dengan resep baru.

3. Tanda tidak dapat diulang, Neiteratie (N.I)

Apabila dokter tidak ingin resepnya diulang, maka tanda N.I

ditulis disebelah atas blanko resep. Resep yang tidak boleh diulang adalah

resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat keras

yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau Menteri kesehatan Republik

Indonesia.

4. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru dan paraf dokter diberi

dibelakang nama obatnya jika dokter sengaja memberi obat dosis

maksimum dilampaui.

5. Resep yang mengandung narkotik tidak boleh ada tulisan atau tanda iter

(iterasi) yang berarti dapat diulang, m.i (mihiipsi) yang berarti untuk

dipakai sendiri, atau u.c (ususcognitus) yang berarti pemakaiannya

diketahui. Obat narkotik didalam resep diberi garis bawah tinta merah.
Selain itu, resep yang mengandung narkotik harus disimpan terpisah

dengan resep obat lainnya.

2.8. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep antara lain (Jas,

2009):

1. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop format resep resmi,

tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat kepada

pasien.

2. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku, bersifat

pelayanan medik dan informatif

3. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien

4. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/yang berarti ambillah

atau berikanlah

5. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah

obat kemudian ditulis dalam angka Romawi dan harus ditulis dengan

jelas.

a. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta

ditulis dalam satuan mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah

membuat bentuk sediaan (m.f. = misce fac, artinya campurlah,

buatlah)

b. Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan

nama dagang saja dan jumlah sesuai dengan kemasannya


6. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh

berubah, misalnya:

 Codein, tidak boleh menjadi Kodein.

 Chlorpheniramine maleate, tidak boleh menjadi Klorfeniramine

maleate

 Pharmaton F tidak boleh menjadi Farmaton F

7. Untuk dua sediaan, besar dan kecil. Bila dibutuhkan yang besar, tulis

volume sediaan sesudah bentuk sedíaan.

8. Untuk sediaan bervariasi, bila ada obat dua atau tiga konsentrasi,

sebaiknya tulis dengan jelas, misalnya: pediatric, adult, dan forte.

9. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita

butuh satu setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II saja.

10. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi.

11. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran

sendok dengan signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka

pecahan ditulis arabik

12. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter

bersangkutan, menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut

terjamin

13. Nama pasien dan umur harus jelas., misalnya Tn. Narawi (49 tahun),

Ny.Raya (50 tahun), An.Nisa (4 tahun 2 bulan)


14. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh

dokter bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak

boleh diulangi tanpa resep dokter.

15. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum

(singkatan sendiri), karena menghindari material oriented

16. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan

17. Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti

pemberian obat kepada pasien yang diketahui oleh farmasi di apotek,

kerahasiaannya dijaga.

2.9. Masalah dalam Resep

Semua pemesanan permintaan dalam resep sebaiknya dapat dibaca

dengan jelas, tidak membingungkan, diberi tanggal, serta ditanda tangani

dengan jelas untuk memudahkan komunikasi optimal antara dokter penulis

resep, apoteker, dan perawat. Beberapa kesalahan dalam penulisan resep

dalam praktek sehari-hari sepertinya kurang informasi yang diberikan,

tulisan yang buruk sehingga menyebabkan kesalahan pemberiaan dosis dan

rute obat, serta peresepan obat yang tidak tepat (Lofholm, 2009). Berikut

beberapa masalah yang sering muncul dalam penulisan resep antara lain :

1. Kegagalan dokter dalam menyampaikan informasi penting seperti :

(Lofholm, 2009)

 Peresepan obat, dosis, atau rute sesuai dengan diinginkan

 Penulisan resep yang tidak terbaca karena tulisan tangan yang buruk
 Menulis nama obat dengan singkatan atau nomenklatur yang tidak

standar

 Menuliskan permintaan obat yang ambigu

 Meresepkan satu tablet yan tersedia lebih dari satu kekuatan obat

tersebut

 Lalai menulis rute pemberiaan obatyang dapat diberi lebih dari satu

rute

 Meresepkan obat yang diberikan secara infus intravena intermitten,

tanpa menspesifikasi durasi pemberiaan infus

 Tidak mencantumkan informasi pasien secara lengkap seperti :

alamat, berat badan, dll

 Lalai menulis tanggal peresepan obat

 Lalai menulis informasi dokter (seperti : nama, no SIP.dll)

 Tidak mencantumkan paraf dokter

2. Kesalahan pencatatan (transkripsi) (Dean, 2009)

 Saat datang kerumah sakit, tanpa sengaja tidak meresepkan obat

yang digunkan pasien sebelum kerumah sakit.

 Melanjutkan kesalahan penulisan resep dari dokter sebelumnya,

ketika meresepkan obat pasien saat datang kerumah sakit.

 Mencatat perintah pengobatan dengan tidak benar ketika menulis

ulang di daftar obat pasien

 Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan

daftar obat yang diresepkan untuk pasien rawat inap


 Menulis “milligram” padahal bermaksud menlis “mikrogram”

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh akoria dan ambrose

diketahui bahwa alasan yang disampaikan oleh beberapa dokter mengenai

penyebab penulisan resep yang buruk/tidak lengkap antara lain (Akoria,

2008) :

1. Beban kerja dokter berlebih, menyebabkan dokter bekerja dibawah

tekanan

2. Formulir resep yang tidak selalu tersedia

3. Beberapa pasien menolak memberi informasi personal seperti umur,

alamat

4. Tidak adanya keharusan untuk membuat resep secara lengkap karena

pasien tetap dapat mengambil obat dengan atau tanpa resep yang

lengkap.

5. Resep sengaja ditulis dengan tulisan yang kurang jelas sehingga tidak

dapat dibaca dan dimengerti dengan mudah oleh orang awam

6. Banyak dokter yang mengabaikan stadar penulisan resep.

Kejadian kesalahan penulisan resep memiliki frekuensi yang tinggi .

Guna menghindarinya maka semua permintaan resep harus ditulis dengan

jelas, tidak ambigu, diberi tanggal dan ditanda tangani, sehingga tercipta

komunikasi yang optimal antara dokter penulis resep, farmasi, dan perawat.

Untuk itu diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan penulisan

rsep pada saat menjalani pendidikan mahasiswa dokter, perlu ditingkatkan

kesadaran dan kepatuhan untuk menulis resep yang baik dan benar. Selain
itu, pengaawsan yang ketat juga turut membantu mengurangi permasalahan

ini (Akoria, 2008)

2.10. Medication Errors

Secara umum, medication errors didefinisikan sebagai suatu

kesalahan dalam pengobatan untuk melaksanakan suatu tindakan yang

diharapkan (Malone, 2001).

Para ahli kesehatan harus menerapkan prinsip ‘5 ketepatan’ dalam

mengobati pasiennya untuk menuju pengobatan yang aman, yaitu : tepat

pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat indikasi dan tepat waktu serta waspada

terhadap efek samping obat. Kesalahan dalam pengobatan bisa terjadi jika

salah satu dari lima ketepatan tersebut tidak dipenuhi. Hal itu tentunya

dapat membahayakan jiwa pasien. Para ahli kesehatan tentu tidak

mengharapkan adanya kesalahan tersebut. Para ahli kesehatan harus

berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah kesalahan-kesalahan yang

terjadi dalam pengobatan tersebut (Cohen, 1999).

Secara garis besar, medication errors dibagi menjadi 3 jenis:

a. Prescribing errors, disebabkan karena kesalahan peresepan, yang

meliputi: tulisan yang tidak jelas, resep yang tidak lengkap, dan

instruksi yang tidak jelas.


b. Pharmaceutical errors, meliputi dosis, bentuk sediaan, cara pemberian

dan stabilitas.

c. Clinical errors, disebabkan oleh interaksi obat, kontra indikasi, alergi,

side effect, adverse drug reaction.

Hal-hal yang menyebabkan terjadinya medication errors:

a. Miskomunikasi antara dokter dan farmasis.

Kesalahan dalam miskomunikasi ini disebabkan karena:

1) Penulisan yang tidak jelas

Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan

kesalahan dalam dua pengobatan yang mempunyai nama serupa.

Selain itu, banyak nama obat yang nampak serupa terutama saat

percakapan di telepon, kurang jelas, atau salah melafalkan.

Permasalahannya menjadi kompleks apabila obat tersebut

memiliki cara pemberian yang sama dan memiliki dosis yang

hampir sama (Cohen, 1999).

2) Nama obat yang hampir sama

Nama obat yang hampir sama dapat menyebabkan

medication errors. Contoh obat yang sering menyebabkan

kesalahan pengobatan adalah obat pencegah pembekuan darah

coumadin® dan obat anti parkinson kemadrin®. Taxol®

(paclitaxel), suatu agen antikanker hampir sama kedengarannya


dengan paxil® (paroxetine) yang merupakan suatu antidepressant.

Zebeta® beta bloker antihipertensi nampak seperti diabeta ®, suatu

antibiotik golongan sulfonamid dan seldane® (terfenadine), suatu

antihistamin non sedatif (Cohen, 1999).

Nama generik juga dapat menyebabkan kebingungan.

Sebagai contoh, amrinone (inocor®), suatu inotrop yang

digunakan pasien dengan cardiomiopaty, lafalnya hampir sama

dengan amiodarone (cordarone®), suatu antiaritmia. Akhirnya,

permasalahan muncul manakala nama umum nampak seperti

nama dagang. Ritonovir (norvir®), suatu inhibitor protease

digunakan pasien dengan immunodefisiensi virus (HIV) infeksi,

terlihat hampir sama dengan retrovir®, suatu nama dagang dari

zidovudine, juga untuk pasien dengan HIV. Kesalahan seperti ini

dapat diprediksi. Dengan berbagai jenis pengobatan yang tersedia,

praktisi diharapkan untuk dapat mengikuti perkembangan masing-

masing pengobatan tersebut. Sehingga, manakala berhadapan

dengan suatu nama baru (misal: losec), pasien boleh secara

otomatis membacanya dengan lasix, suatu produk yang telah

umum dikenal. Kesalahan seperti ini disebut “konfirmasi bias”

(Cohen, 1999).

3) Penggunaan angka desimal yang tidak jelas

Penulisan resep yang terburu-buru dapat menyebabkan

permasalahan, bahkan nama dari pengobatan harus jelas. Suatu


pesanan untuk “Vincristine 2.0 mg” dibaca salah oleh praktisi

sebagai “20 mg”, sebab tanda desimalnya berada pada garis keras

resep. Akibatnya, pasien meninggal setelah pasien menerima obat

dengan dosis yang salah tersebut. Didalam kasus lain, seorang

bayi menerima 0.17 mg Digoxin sebagai ganti 0.017 mg, sebab

tanda desimal salah diletakkan selama perhitungan dosis (Cohen,

1999).

4) Sistem perhitungan yang keliru

Sistem perhitungan yang benar merupakan dasar dari

perhitungan dosis. Perhitungan yang keliru dapat menyebabkan

terjadinya medication errors. Sebagai contoh, seorang perawat

membutuhkan 1/ 200 butir (0,3 mg) nitrogliserin tablet yang

digunakan 2 x 1/ 100 butir (setiap 0,6 mg atau total dosis 1,2 mg)

sebagai gantinya (Cohen, 1999).

5) Penggunaan singkatan yang tidak standart

Medication errors sering terjadi karena kesalahan dalam

menstandartdisasi singkatan. Singkatan yang tidak standart tidak

akan ditemukan jika pembaca mempelajari kamus kesehatan

(Cohen, 1999).

Banyak singkatan yang mempunyai maksud yang salah.

“D/C” yang biasanya digunakan dengan maksud ‘pemberhentian’

diartikan salah oleh pasien. Sebagai contoh, seorang dokter

menulis “D/C: digoksin, propanolol, hormon insulin”. Maksudnya


adalah bahwa ketiga obat tersebut tetap dilanjutkan setelah pasien

pulang dari rawat inap. Tetapi pasien mengira bahwa dokter

menyarankan untuk menghentikan pengobatan ketiga obaT

tersebut (Cohen, 1999).

6) Aturan pakai yang kurang jelas/ kurang lengkap

Pada tahun 1995, publik dikejutkan oleh kejadian

medication error yang berakibat fatal di Institut Dana sebagai

akibat dari penulisan aturan pakai yang tidak lengkap (Cohen,

1999).

Aturan pakai yang kurang lengkap dapat menyebabkan

kerancuan. Sebagai contoh, Seseorang menulis pesanan untuk

neonatus “digoksin 1,5 cc”, dia tidak menetapkan konsentrasi

yang sebenarnya sudah ditetapkan (0,5 mg/ ml dalam 2 ml

ampul). Hal itu akan berakibat fatal (Cohen, 1999).

2.11. Interaksi Obat

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian

obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan

senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua

atau lebih obat digunakan bersama-sama (Harkness, 1989).

Interaksi farmakokinetik (Harkness, 1989) meliputi :

1. Absorpsi

Obat-obat yang digunakan secara oral bisaanya diserap dari saluran

cerna ke dalam sistem sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadi


interaksi selama obat melewati saluran cerna. Absorpsi obat dapat terjadi

melalui transport pasif maupun aktif, di mana sebagian besar obat

diabsorpsi secara pasif. Proses ini melibatkan difusi obat dari daerah

dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar obat yang lebih rendah. Pada

transport aktif terjadi perpindahan obat melawan gradien konsentrasi

(contohnya ion-ion dan molekul yang larut air) dan proses ini

membutuhkan energi. Absorpsi obat secara transport aktif lebih cepat

dari pada secara tansport pasif. Obat dalam bentuk tak-terion larut lemak

dan mudah berdifusi melewati membran sel, sedangkan obat dalam

bentuk terion tidak larut lemak dan tidak dapat berdifusi. Di bawah

kondisi fisiologi normal absorpsinya agak tertunda tetapi tingkat

absorpsinya biasanya sempurna.

2. Distribusi

Setelah obat diabsorpsi ke dalam sistem sirkulasi, obat di bawa ke

tempat kerja di mana obat akan bereaksi dengan berbagai jaringan tubuh

dan atau reseptor. Selama berada di aliran darah, obat dapat terikat pada

berbagai komponen darah terutama protein albumin. Obat-obat larut lemak

mempunyai afinitas yang tinggi pada jaringan adiposa, sehingga obat-obat

dapat tersimpan di jaringan adiposa ini. Rendahnya aliran darah ke

jaringan lemak mengakibatkan jaringan ini menjadi depot untuk obat-obat

larut lemak. Hal ini memperpanjang efek obat. Obat-obat yang sangat

larut lemak misalnya golongan fenotiazin, benzodiazepin dan barbiturat.

Sejumlah obat yang bersifat asam mempunyai afinitas terhadap protein


darah terutama albumin. Obat-obat yang bersifat basa mempunyai afinitas

untuk berikatan dengan asam-α-glikoprotein. Ikatan protein plasma (PPB :

plasma protein binding) dinyatakan sebagai persen yang

menunjukkan persen obat yang terikat.

Obat yang terikat albumin secara farmakologi tidak aktif,

sedangkan obat yang tidak terikat, biasa disebut fraksi bebas, aktif secara

farmakologi. Bila dua atau lebih obat yang sangat terikat protein

digunakan bersama-sasam, terjadi kompetisi pengikatan pada tempat yang

sama, yang mengakibatkan terjadi penggeseran salah satu obat dari ikatan

dengan protein, dan akhirnya terjadi peninggatan kadar obat bebas dalam

darah.

3. Metabolisme

Untuk menghasilkan efek sistemik dalam tubuh, obat harus

mencapai reseptor, berarti obat harus dapat melewati membran plasma.

Untuk itu obat harus larut lemak. Metabolisme dapat mengubah senyawa

aktif yang larut lemak menjadi senyawa larut air yang tidak aktif, yang

nantinya akan diekskresi terutama melalui ginjal. Obat dapat melewati dua

fase metabolisme, yaitu metabolisme fase I dan II. Pada metabolisme fase

I, terjadi oksidasi, demetilasi, hidrolisa, dsb. oleh enzim mikrosomal hati

yang berada di endothelium, menghasilkan metabolit obat yang lebih larut

dalam air. Pada metabolisme fase II, obat bereaksi dengan molekul yang

larut air (misalnya asam glukuronat, sulfat, dsb) menjadi metabolit yang

tidak atau kurang aktif, yang larut dalam air. Suatu senyawa dapat
melewati satu atau kedua fasemetabolisme di atas hingga tercapai bentuk

yang larut dalam air. Sebagian besar interaksi obat yang signifikan secara

klinis terjadi akibat metabolisme fase I dari pada fase II.

4. Ekskresi

Kecuali obat-obat anestetik inhalasi, sebagian besar obat diekskresi

lewat empedu atau urin. Darah yang memasuki ginjal sepanjang arteri

renal, mula-mula dikirim ke glomeruli tubulus, dimana molekul-molekul

kecil yang cukup melewati membran glomerular (air, garam dan beberapa

obat tertentu) disaring ke tubulus. Molekul-molekul yang besar seperti

protein plasma dan sel darah ditahan. Aliran darah kemudian melewati

bagian lain dari tubulus ginjal dimana transport aktif yang dapat

memindahkan obat dan metabolitnya dari darah ke filtrat tubulus. Sel

tubulus kemudian melakukan transport aktif maupun pasif (melalui difusi)

untuk mereabsorpsi obat. Interaksi bisa terjadi karena perubahan ekskresi

aktif tubuli ginjal, perubahan pH dan perubahan aliran darah ginjal.


BAB III

PEMBAHASAN RESEP

RESEP I
R/ Parasetamol 125 mg

dexamethason 12,5 mg

codein 3 mg

diazepam 2 mg

m.f.pulv.dtd. No.XX

da in cap.

S 3 dd. 1 cap. p.m.

Uraian Obat

1. Paracetamol (Kasim, 2012)

 Gol. Obat : bebas

 Komposisi : parasetamol 500mg

 Indikasi : meringankan rasa sakit pada kepala dan sakit gigi,

menurunkan demam.

 Kontraindikasi: gangguan fungsi hati berat.

 Perhatian : penyakit ginjal, konsumsi alcohol.


 Efek samping : kerusakan hati pada penggunaan jangka panjang.

 Dosis : dewasa sehari 3-4 kaplet, anak 6-12 tahun sehari 2-3 kali

½-1 kaplet.

2. Codein

 Gol. Obat : narkotika

 Komposisi : kodein

 Farmakologi : kodein merupakan analgesic opioid. Efek kodein terjadi

bila kodein berikatan secara agonis dengan reseptor opioid diberbagai

tempat disusunan saraf pusat. Efek analgesic kodein tergantung afinitas

kodein terhadap reseptor opioid tersebut. Kodein juga berfungsi sebagai

antitussif yang bekerja pada susunan saraf pusat dengan menekan pusat

batuk.

 Indikasi : antitusif dan analgesic.

 Kontraindikasi: asma bronchial, emfisema paru-paru, trauma kepala,

tekanan intracranial yang meninggi, alkoholisme akut, setelah operasi

saluran empedu.

 Efek samping : dapat menimbulkan ketergantungan, mual, muntah

idiosinkrasi, pusing, sembelit, depresi pernapasan terutama pada penderita

asma, depresi jantung dan syok.

 Peringatan : hati-hati penggunaan pada pasien infark miokard, dan

penderita asma, hindari minuman beralkohol,, tidak boleh melebihi dosis

yang dianjurkan karena dapat menyebabkan kerusakan fungsi hati, hati-


hati pada penderita penyakit ginjal, hati-hati pada pemberian jangka

panjang

 Dosis :

a. Sebagai analgesic : dewasa 30-60 mg, tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan,

anak-anak 0,5 mg/kgBB, 4-6 kali sehari.

b. Sebagai antitusif : dewasa 10-20 mg tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan

maksimal 60 mg sehari; anak 6-12 tahun 5-10 mg tiap 4-6 jam

maksimal 60 mg sehari; anak 2-6 tahun 1 mg/kgBB perhari dalam

dosis terbagi maksimal 30 mg sehari.

 Interaksi obat : hendaknya hati-hati dan dosis dikurangi bila digunakan

bersama-sama dengan obat-obat depresan lain, anastetik, tranquilizer,

sedative, hipnotik dan alcohol; tranquilizer terutama fenotiazin bekerja

antagonis terhadap analgesic opiate agonis; dekstroamfetamin dapat

menghambat efek analgesic opiate agonis; jangan diberikan diberikan

bersama dengan penghambat MAO dan dalam jangka waktu 14 hari

setelah pemberian penghambat MAO.

3. Diazepam (Kasim, 2012 ; Sukandar, 2008)

 Gol. Obat : keras

 Komposisi : diazepam 2mg/tab atau 5mg/tab.

 Indikasi : pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia,

tambahan pada putus alcohol akut, status epileptikus, psikoneorosis dan

kejang otot.
 Kontraindikasi: depresi pernapasan, gangguan hepar berat, miatenia

gravis, infusiensi pulmoner akut, kondisi fobia dan obsesi, psikosis kronik,

glaucoma sudut sempit akut, serangan asma akut, trisemester pertama

kehamilan, bayi premature; tidak boleh digunakan sendiri pada depresi

atau ansietas dengan depresi.

 Peringatan : dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau

mengoprasikan mesin, hamil, menyusui, bayi, usia lanjut, penyakit hepar

dan ginjal, penyakit pernapasan, kelemahan pada otot, riwayat

penyalahgunaan obat atau alcohol, kelainan kepribadian yang nyata,

kurangi dosis pada usia lanjut, hindari pemakaian jangka panjang,

peringatan khusus untuk injeksi iv, porfiria.

 Efek samping : mengantuk, kelemahan oto, ataksia, reaksi paradoksikal

dalam agresi, gangguan mental, amnesia, ketergantungan, depresi

pernapasan, kepala terasa ringan, bingung, nyeri kepala, vertigo, hipotensi,

perubahan salvias, gangguan saluran cerna, ruam kulit, gangguan

penglihatan, perubahan libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah

dan sakit kuning; pada injeksi iv terjadi nyeri, tromboflebitis, dan jarang

apneu atau hipotensi.

 Interaksi :

a. kadar plasma sebagian benzodiazepine dinaikkan oleh fluvoksamin,

b. anastesi umum: efek sedative meningkat bila ansiolitik dan hipnotik

diberikan dengan anastesi umum


c. analgesic: efek sedative meningkat bila ansiolitik dan hipnotik

diberikan dengan analgesic opioid.

4. Dexametasone (Kasim, 2012)

 Gol. Obat : keras

 Komposisi : 0,5mg/kaplet

 Indikasi : asma bronchial, atritis remathoid, sindrom nefrotik,

dermatitis alergi, rhinitis alergi, penyakit serum, colitis bertukak,

meningitis, dan pleritis tberkolosis.

 Kontraindikasi: tukak lambung dan duodenum, penyakit infeksi yang

belum diketahui, infeksi virus, hipertensi dan gangguan tingkah laku.

 Efek samping: mungkin timbul gejala tukak lambung dan duodenum,

hipokalemia, supresi kortikotrous, osteoporosis, efek diabetic, hirsutisme.

 Dosis : sehari 0,5-10 mg

Pembahasan

1. Interaksi diazepam (Valim) dengan kodein

Diazepam dapat meningkatkan produksi metabolit dari kodein

sehingga menimbulkan efek depresan yang berlebihan, Gejala-gejala yang

timbul mengantuk, pusing, hilang kordinasi otot dan kewaspadaan mental,

dalam kasus berat terjadi gangguan peredaran darah dan fungsi pernapasan

yang menyebabkan koma dan kematian (Harkness, 1989).

2. Interaksi opioid dengan entiepileptik


Sebuah studi eksperimental pada 7 pasien epilepsi untuk

mengetahui apakah carbamazepin menginduksi enzim yang terlibat dengan

metabolisme kodein yang mengalami kenaikan N-demetilasi (untuk norcodein

dan normorfin) oleh dua sampai tiga kali lipat, tetapi tidak mempengaruhi O-

demetilasi (morfin). Para pasien diberi dosis tunggal 25 mg kodein sebelum

dan setelah 3 minggu diberikan carbamazepin 400 sampai 600 mg sehari.

Demikian pula, penelitian in vitro menemukan bahwa carbamazepin dan

fenitoin tidak mengubah O-demetilasi kodein (metilmorfin) menjadi morfin.

Normorfin merupakan metabolit aktif, sehingga penulis studi pertama

menyarankan mereka mengambil kedua kodein dan carbamazepin mungkin

mengalami efek analgesik yang lebih kuat. Namun, ini memerlukan penelitian

lebih lanjut. Disarankan untuk menghindari penggunaan bersamaan (Stockley,

2010).

3. Masalah administarsi

Pada resep tersebut tidak di tuliskan alamat pasien dan no. telp. dokter.

hal ini dapat meneyebabkan k8rangnya pemantau terhadap apsien dan

sulitnya menghubungi dokternya jika sewaktu waktu ada yg perlu di ubah

atau di ganti resepnya.

RESEP 2
Masalah utama yang ditemui pada skrinning resep irrasional/ bermasalah

diatas adalah :

1. Kombinasi obat lebih dari tiga obat

2. Dilakukan peracikan pada obat yang sustained release atau tablet lepas

lambat (Mertigo SR)

3. Adanya interaksi obat yang terjadi


Berikut penjelasan masalah-masalah dalam resep tersebut secara rinci :

1. Skrining Administratif

Kelengkapan Ada Keterangan


Nama dokter √ Inscriptio
No. SIP √ Inscriptio
Alamat dokter √ Inscriptio

No.Telp. Praktek/Rumah √ Inscriptio

Tanggal Penulisan Resep √ Invocatio

Nama obat dan komposisi √ Praescriptio

Aturan Pemakaian Obat √ Signatura

Paraf dokter - Subscriptio


Nama pasien √ Signatura
Umur pasien √ Signatura
Jenis Kelamin √ Signatura
Berat badan - Signatura
Alamat dan No Telepon
√ Signatura
Pasien

2. Skrining Farmasetik

a. Bentuk sediaan dan Indikasi Obat

1) Mertigo SR

Tiap tabletnya mengandung betahistine mesilate 12 mg. Bentuk

sediaan berupa tablet lepas lambat. Indikasinya yaitu mengurangi

vertigo, pusing yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan


yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah atau sindrom Meniere,

penyakit Meniere dan vertigo perifer (Dexa Medica).

2) Gratizin

Tiap tabletnya mengandung flunarizine 5 mg. Indikasinya yaitu

pencegahan migraine, pengobatan dan pencegahan gangguan

vestibular dan untuk gangguan vascular perifer dan serebral

(MIMS.com).

3) Domperidone

Bentuk sediaan berupa tablet. Indikasinya yaitu untuk mual dan

muntah, nyeri ulu hati, nyeri epigastrium serta untuk pengobatan gejala

dyspepsia fungsional (Drugbank.com)

4) Sanmol

Tiap tablet mengandung parasetamol 500 mg. Indikasinya yaitu untuk

menghilangkan rasa nyeri meliputi sakit kepala dan sakit gigi serta

menghilangkan demam (MIMS.com)

5) Neurosanbe

Tiap tablet mengandung :

- Vitamin B1 100 mg

- Vitamin B6 200 mg

- Vitamin B12 200 mcg

Bentuk sediaannya berupa tablet salut. Indikasinya yaitu untuk

gangguan system saraf perifer dan defisiensi vitamin Vitamin B1

(MIMS.com)
b. Dosis

1) Mertigo SR

Dosisnya tidak sesuai yaitu 1 tablet 3 kali sehari. Seharusnya 1 tablet 2

kali sehari (Dexa Medica)

2) Gratizin

Dosisnya sesuai yaitu 5-10 mg/hari. Dewasa <65 tahun dosis awal 10

mg/hari, >65 tahun 5 mg/hari, berikan pada malam hari. Terapi

pemeliharaan : 5 hari/minggu. Lama terapi : 6 bulan (MIMS.com)

3) Domperidone

Dosisnya sesuai yaitu untuk dyspepsia fungsional : dewasa 10 mg 3

kali sehari. Untuk mual dan muntah : dewasa 10-20 mg 3-4 kali sehari.

4) Sanmol

Dosisnya sesuai yaitu dewasa 1-2 tablet sekali.

5) Neurosanbe

Dosisnya sesuai yaitu 1 tablet sehari.

c. Kestabilan penyimpanan

Semua obat yang digunakan pada resep sudah stabil yaitu stabil

pada penyimpanan suhu kamar (15-30°C).

3. Skrining Klinis

a. Peracikan obat Mertigo SR dan Gratizin

Seharusnya tidak boleh dilakukan peracikan obat untuk dibuat

menjadi kapsul karena Mertigo SR merupakan tablet sustained release atau


tablet lepas lambat. Jika digerus maka akan mengakibatkan perubahan

pada pelepasan obat, obat yang seharusnya dilepaskan secara perlahan

justru kemungkinan dilepaskan dalam sekali waktu sehingga kemungkinan

akan terjadi overdosis atau gejala toksisitas setelah meminumnya dan

kemungkinan setelah selang waktu tertentu justru underdose karena tidak

ada lagi pelepasan obat.

b. Efek samping obat (MIMS.com)

1) Mertigo SR

Mual, muntah atau ganggan gastrointestinal dan ruam kulit.

2) Gratizin

Lelah, mengantuk, peningkatan berat badan, peningkatan nafsu makan.

3) Domperidone

Wajah memerah dan reaksi alergi lain, reaksi distonik akut.

4) Sanmol

Reaksi hematologi, reaksi kulit dan jarang reaksi alergi lainnya;

kerusakan hati (penggunaan jangka panjang)

5) Neurosanbe

Reaksi hipersensitivitas, agranulositosis.

c. Cara pemberian obat (MIMS.com)

1) Mertigo SR

Sebaiknya diberikan bersama makanan

2) Gratizin
Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan

3) Domperidone

Sebaiknya diberikan pada saat perut kosong : berikan 15-30 menit

sebelum makan.

4) Sanmol

Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan

5) Neurosanbe

Dapat diberikan bersama makanan atau setelah makan untuk

mengurangi rasa tidak nyaman pada saluran perncernaan.

d. Interaksi Obat

Nama Obat Manifestasi klinik Saran


Konsentrasi serum Sebaiknya di atur jarak

Domperidone dengan Domperidone dapat pemberiannya atau

Sanmol ditingkatkan ketika dihentikan pemakaiannya

(Acetaminophen) dikombinasikan dengan jika sudah tidak demam dan

Acetaminophen. mual muntah.

4. Cara pemakaian obat dan makanan dan minuman yang harus dihindari

selama terapi.

1) Cara pemakaian obat

Semua obat yang tertera pada resep diberikan secara oral

2) Makanan dan Minuman yang harus dihindari


1. Sanmol

Penggunaan bersama alkohol dapat meningkatkan resiko kerusakan

hati

2. Gratizin

Sebaiknya dihindari penggunaan bersama alkohol


RESEP III

Penjelasan :

a. Captopril yang merupakan antihi pertensi golongan inhibitor enzim

pengkonversi angiotensin (ACEI)

b. hidroklorotiazid (HCT) merupakan diuretik golongan tiazid,

c. Bisoprolol, suatu agen anti hipertensi golongan  pemblok β yang

kardioselektif

d.  Isosorbiddinitrat (ISDN), anti angina golongan nitrat


e. Tiamin (vitamin B1), untuk terapi defisiensi vitamin B1

f. Meloksikam, obat anti inflamasi non steroid, yang memiliki sifat anti nyeri

g. Antasida, untuk menetralkan asam lambung

Dalam hal ini, pasien telah cukup lanjut usia, yaitu 61 tahun. Faktor usia

lanjut sangat memungkinkan terjadinya pengaruh hipertensi terhadap kerusakan

berbagai organ seperti jantung, hati, ginjal, dan otak. Sehingga pemilihan

terapinya harus benar-benar diperhatikan.

Dosis captopril, pasien menerima captopril 75 mg/hr dalam dosis terbagi

tiga, maka dosis tersebut masih dapat diterima sebagai dosis aman. Begitu pun

dengan HCT satu kali sehari pada pagi hari, merupakan dosis yang lazim. Dalam

hal ini perlu diingatkan pada pasien, agar jangan sampai mengkonsumsi HCT ini

pada waktu sore atau malam hari, karena dapat menimbulkan efek diuresis

nokturnal, yang akan sangat mengganggu waktu istirahat pasien pada malam hari.

Bisoprolol 5 mg satu kali sehari juga merupakan dosis aman. Namun pasien harus

diingatkan untuk tidak menghentikan penggunaan obat ini secara mendadak,

karena dapat menyebabkan kambuhan hipertensi (Dipiro, 2005).

Pemberian ISDN yang bersifat insidental, yaitu saat terjadi gejala sesak

nafas secara sublingual cukup tepat. Pemberian secara sublingual dapat

memberikan efek yang lebih cepat dari pada secara oral. ISDN akan dengan cepat

mengakhiri serangan angina akut yang ditandai gejala sesak nafas dan nyeri dada.

Terapi captopril akan membantu mencegah serangan angina yang berulang.

Pasien yang menjalani terapi ISDN juga harus dia pantau konsentrasi kreatinin
serumnya, terutama pada pasien-pasien yang terindikasi mengalami kerusakan

ginjal.

Peresepan vitamin B1, kemungkinan berhubungan dengan penanganan

keluhan tremor dan salah satu efek obat  (bisoprolol).

Meloksikam diberikan untuk mengobati rasa nyeri. Meloksikam

merupakan salah satu anti inflamasi nonsteroid yang relative selektif  pada COX-

2. Sehingga obat ini relative aman terhadap lambung.  Namun harus diwaspadai

efeknya terhadap ginjal. (Dipiro, 2005). Dosismeloksikam yang diresepkan

tampaknya berlebih. Pada kasus nyeri osteoarthritis meloksikam hanya digunakan

untuk terapi jangka pendek, kecuali pada penanganan rheumatoid arthritis dapat

digunakan sebagai terapi jangka panjang. Dosis yang dianjurkan hanya 7,5

mg/hari, maksimum 15 mg/hari. Apalagi dalam kasus ini pasien telah lanjut usia,

dosis yang disarankan hanya 7,5 mg/hari. Sedangkan pada resep tersebut dokter

menuliskan 2 kali sehari masing-masing 15 mg, atau 30 mg/hari. BNF maupun

PharmacotherapyDipiro menyebutkan bahwa pemberian meloksikam hanya sekali

sehari. (BNF, 2007).

Pemberian antasida tampaknya kurang signifikan. Pasien tidak

mengeluhkan gejala yang menunjukan adanya kelebihan asam lambung sehingga

perlu mengkonsumsi antasida. Meskipun antasida ini hanya bekerja secara local

pada lambung, namun tetap perlu diwaspadai interaksinya. Interaksi mungkin

terjadi dengan captopril, dimana absorpsi captopril dapat terhambat, yang

mengakibatkan bioavailabilitasnya rendah, dan konsentrasi efektif minimumnya

dalam darah tak tercapai, sehingga terapi yang optimum juga tidak tercapai.
Disamping itu, akumulasi kation Mg2+ dan Al3+ sangat mungkin berikatan dengan

senyawa-senyawa phosphate, sehingga absorpsi phophat menurun

dan  mengakibatkan hipophosphatemia. Terlebih pasien juga mengkonsumsi

diuretik, yang akan meningkatkan aktivitas urinari, yang dapat semakin

meningkatkan resiko hipophosphatemia. (Dipiro, 2005).

Penggunaan beberapa item obat secara bersamaan, sangat memungkinkan

terjadinya interaksi. Interaksi yang mungkin terjadi :

a. Captopril dapat berinteraksi dengan antasida. Antasida dapat menurunkan

absorpsi captopril, sehingga antasida dan captopril tidak boleh dikonsumsi

bersamaan. Harus ada jarak waktu yang cukup antara saat konsumsi antasida

dan captopril, sehingga interaksi keduanya dapat dihindarkan.

b. ISDN, meningkatkan efek hipotensif dari captopril, dan bisoprolol

c. Efek hipotensif ISDN diantagonis oleh AINS (meloksikam) (BN7 2007).

Berdasarkan hasil penelusuran pustaka diatas, maka:

a.  Dosis meloksikam sebaiknya dikurangi, yaitu hanya 7,5 mg/hari, mengingat

pasien telah lanjut usia, kemungkinan resiko reaksi obat merugikannya akan

meningkat yang berupa kerusakan atau penurunan fungsi ginjal. Begitu pun

dengan lama terapinya sebaiknya dibatasi. Sampaikan pada pasien untuk

segera menghentikan konsumsi meloksikam ini bila gejala nyeri pada badan

telah mereda.

b. Saat pasien merasa nyeri dada, dan menggunakan ISDN, hindari

mengkonsumsi meloksikam juga, karena meloksikam dapat mengantagonis

kerja ISDN dan Antasida sebaiknya tidak digunakan


RESEP IV
1. Skrining Administratif

Kelengkapan Ada Keterangan


Nama dokter √ Inscriptio
No. SIP √ Inscriptio
Alamat dokter - Inscriptio
No.Telp.
- Inscriptio
Praktek/Rumah
Tanggal Penulisan
- Invocatio
Resep
Nama obat dan
√ Praescriptio
komposisi

Aturan Pemakaian Obat √ Signatura

Paraf dokter √ Subscriptio


Nama pasien √ Signatura
Umur pasien √ Signatura
Jenis Kelamin √ Signatura
Berat badan - Signatura
Alamat dan No Telepon
- Signatura
Pasien

2. Skrining Farmasetik

a. Bentuk sediaan dan indikasi obat

1) Adalat Oros(Nifedipine 30 mg)

Bentuk sediaan: tablet lepas lambat 20 mg, 30 mg dan 60 mg


Indikasi: pengobatan hipertensi, pengobatan penyakit jantung

coroner : angina pectoris stabil kronik, angina pectoris paskainfark

(kecuali 8 hari pertama paska infarkmio kardium akut)

2) Glimepiride 2 mg

Bentuk sediaan : tablet 1 mg, 2 mg, 3 mg, dan 4 mg

Indikasi : antidiabetik oral padapasien diabetes

mellitus tipe II (Non-insulin-dependent)

3) Metformin 500 mg

Bentuk sediaan : tablet 500 mg

Indikasi : antidiabetik oral padapasien diabetes

mellitus tipe II (Non-insulin-dependent)

4) Varten 80 mg

Bentuksediaan : tablet salut 40 mg, 80 mg dan 160 mg

Indikasi : hipertensi, gagaljantung (NYHA kelas II-

IV) padapasien yang intolerasniterhadap

ACE inhibitor, pascainfarkmiokard

5) Neurodex

Bentuksediaan : tablet salut

Indikasi : mengatasi defisiensi vitamin B1, B6 dan

B12, sebagai suplemen makanan

6) Gemfibrosil 300 mg

Bentuksediaan : tablet 300 mg, 450 mg, 600 mg dan 900 mg

Indikasi : antihiperlipidemia
b. Dosis

1) Adalatoros 30 mg

Dosis AdalatOros yang digunakan adalah 30 mg sekali sehari

sebagai dosis awal untuk penyakit hipertensi maupun angina

pectoris.

2) Glimepiride 2 mg

Dosis glimepiride yang digunakan adalah 2 mg sekali sehari

sebagai dosis awal untuk penyakit diabetes mellitus tipe II.

3) Metformin 500 mg

Dosis metformin yang digunakan adalah 500 mg dua kali sehari

dimana dosis lazim pada penggunaan metformin maksimal 3 g/hari

4) Varten 80 mg

Dosis Varten yang digunakan adalah 80 mg dimana dosis ini sudah

sesuai untuk pengobatan hipertensi

5) Neurodex

Dosis neurodex sekali sehari sudah sesuai sebagai suplemen

makanan

6) Gemfibrozil 300 mg

Dosis Gemfibrozil yang digunakan adalah 300 mg sekali sehari

tidak sesuai dengan dosis lazim gemfibrozil yang seharusnya 900-

1500 mg/hari dengan dosis terbagi.

c. Kestabilan dan penyimpanan


Semua obat yang digunakan pada resep tabil.Semua obat

disimpan di tempatyang sejuk dan terhindar dari sinar matahari.

3. SkriningKlinis

a. Efek samping obat

1) Adalatoros

Pusing; takikardia; edema perifer; perasaan hangat; sakit kepala;

keramotot; hipotensi; sindrom nefrotik; kemerahan pada kulit;

hyperplasia gingival.

2) Glimepiride

Hipoglikemia; gangguang visual sementara; gangguan GI;

kerusakan hati; trombositopenia; anemia hemolitik; ruamkulit;

kemerahan.

3) Metformin

Gangguan GI; rasa logam pada lidah; asidosis laktat;

eritemaringan

4) Varten

Sakit kepala; pusing; diare; sakit pinggang; mual; insomnia; infeksi

virus; nyeri perut; lesu; rhinitis; sinusitis; faringitis; infeksi saluran

napas atas.

5) Neurodex
Sindrom neuropati

6) Gemfibrozil

Sindrom myositik; gangguan GI; ruam; sakit kepala; diskrasia

darah; penglihatan kabur; pruritus; pusing; nyeri abdomen; diare;

mual; nyeriotot; anemia; leukopenia.

b. Interaksi obat

Nama Obat Manifestasiklinik Saran


Adalatoros Dapat meningkatkan efek metformin yang Perlu penyesuaian dosis

(nifedipine) dapat menyebabkan kondisi asidosis laktat. dan periksa gula darah

– Metformin Asidosis laktat dapat menyebabkan lebih sering

kelemahan, denyut jantung melambat,

nyeriotot, sakit perut, pusing hingga

pingsan.
Gemfibrozil Dapat menyebabkan kadar gula darah Perlu penyesuaian dosis

Glimepiride menjadi terlalu rendah dengan gejala sakit dan pemantauan ulang

kepala, pusing, mengantuk, mual, lapar, darah lebih sering jika

tremor, kelemahan, berkeringat dan denyut menggunakan glimepiride

jantung cepat atau berdebar. dan gemfibrozil..

c. Cara pemakaian obat serta makanan dan minuman yang harus

dihindari

1) Cara pemakaian

Semua obat yang tertera di dalam resep diberikan secara oral.

2) Makanan dan minuman yang harus dihindari

 Adalatoros (Nifedipine)
Jus jeruk dapat meningkatkan secara signifikan kadar

nifedipine didalam darah. Memungkinkan mengalami sakit

kepala, tekanan darah rendah, denyut jantung tidak teratur,

pembengkakan dan retensi cairan.

 Varten (valsartan)

Hindari penggunaan garam kalium atau suplemen yang

mengandung kalium tanpa sepengetahuan dokter. Hal ini dapat

menyebabkan kadar kalium dalam darah meningkat dan dapat

menyebabkan kelemahan, denyut jantung tidak teratur,

kebingungan, kesemutan dan perasaan berat pada kaki.

RESEP V

R/ Tilidon Syrup I

3.dd ½ cth

R/ Nucef Syrup I

2.dd ½ cth

R/ ZincPro Syrup I

1.dd I cth

Pro : Fika
ASPEK FARMASETIK

 SKRINING RESEP

1. Persyaratan Administratif (Kelengkapan resep) meliputi :

a. Inscriptio :

- Nama, alamat, nomor telepon, & No. Izin praktek dokter yang

bersangkutan : tidak lengkap


- Tempat dan tanggal penulisan resep : tidak lengkap

- Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep : lengkap

b. Prescriptio :

- Nama obat atau komposisi resep (bentuk sediaan, dosis, jumlah obat :

untuk nama obat atau komposisi resep (bentuk sediaan, dan dosis) :

sudah benar, untuk jumlah obat.

c. Signatura :

- Petunjuk pemakaiaan : lengkap

d. Subcriptio :

- Nama pasien : lengkap

- Umur dan alamat pasien (jika perlu)

 Untuk resep dari dokter hewan harus tercantum jenis hewan, nama

pemilik dan alamat.

 Bagi penderita yang segera memerlukan obatnya,biasanya pada

kanan atas dari resep ditulis.

2. Kesesuaian Farmasetik meliputi :

a. Cara pemberian

b. Bentuk sediaan obat

3. Pertimbangan Klinis meliputi :

a. Efek samping obat

b. Interaksi obat
ASPEK FARMAKOLOGI

1. Tilidon Syrup (http://www.medisend.co.id)

Komposisi : Domperidone

Indikasi : Mual dan muntah karena berbagai sebab. Keluhan dispepsia

dengan pengosongan saluran cerna yang lambat, refluks

esofafeal. Rasa penuh di epigastrum atau abdomen.

Mekanisme Farmaskologi Efek antiemetic didapatkan dengan blockade

terhadap reseptor dompamin pada pusat CTZ dan pada

lambung, dimana memiliki affinitas yang kuat pada reseptor

dompain D2 dan D3 (http://www.drugbank)

Enzim CYP : CYP450 3A4 (http://www.drugbank)

2. Nucef Syrup (http://www.dexa-medica.com)

Komposisi : Tiap sendok teh (5 ml) mengandung: Cefixime 100 mg

(potensi)

Indikasi :

Cefixime diindikasikan untuk pengobatan infeksi-infeksi yang disebabkan

oleh mikroorganisme yang rentan antara lain:

1. Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi yang disebabkan

oleh Escherichia coli dan Proteus mirabilis.

2. Otitis media yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae (strain β-

laktamase positif dan negatif), Moraxella (Branhamella)

catarrhalis(sebagian besar adalah beta-laktamase positif) dan

Streptococcus pyogenes.
3. Faringitis dan tonsilitis yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes.

4. Bronkitis akut dan bronkitis kronis dengan eksaserbasi akut yang

disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus

influenzae (strain β-laktamase positif dan negatif).\

Mekanime Farmaskologi : sama seperti golongan B-laktam, cefixim

spesifik terhadap Pensilin Binding Protein (PBP) yang ada pada dinding

sel bakteri.menyebabkan penghambatan pada sintesis dinding sel pada tah

pertama dan terakhir.

3. Zincpro (http://www.apotikantar.com)

Komposisi : Zn sulfate monohydrate 54.89 mg (setara Zn 20 mg)

Indikasi : Terapi pelengkap diare pada anak-anak digunakan bersama

dengan oral rehydration salts

Interaksi Obat :

1. Zn dengann Cefixime  Heteroergis Antagonist

Adanya Zink yang membentuk kompleks dengan cefixime

menurunkan aktivitas penghambatan cefixime. Kompleks Zink

dengan cefixime dapat menghambat E.coli, Staphylococcus aureus,

Proteus mirabillus dan Klebsiella aureginosa pada konsentrasi 64,

32 dan 16 16 µg/ml yang dimana menurunkan nilai MIC dan

daerah hambat terhadap cefixime standar (Arayne, 2002)


Keterangan : S = Suspektibel

R = Resisten

2. Domperidone dengan Cefixime  Heteroergis Sinergis

Efek samping yang ditimbulkan oleh cefixime yaitu mual/muntah

yang jelas (6) dapat di atas dengan aadanya obat golongan anti

emetic yaitu domperidone selain domperidone digunakan untuk

mengatasi keLuhan pasien.

 PENYERAHAN OBAT:

1. Sebelum apoteker menyerahkan obat kepada pasien harus dilakukan

pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara resep dan obat.


2. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan pemberian

informasi dan konseling kepada pasien.

3. Untuk penggunaan suspense nucef perlu dihimbaukan sebelum melakukan

pemberian harus dikocok dahulu dan menghimbaukan untuk jangan

menyimpan sirup dalam lemari es khususnya untuk suspense.

ASPEK YANG PERLU DIINFORMASIKAN SAAT PENYERAHAN OBAT

SEBAGAI BERIKUT:

a. Tilidon Sirup

1. Nama obat : Tilidon Sirup

2. Indikasi : Obat untuk mual dan muntah

3. Aturan pakai : 3 kali sehari ½ sendok teh

4. Cara penggunaan : diminum sebelum/sesudah makan

5. Cara penyimpanan : disimpan pada suhu kamar

6. Berapa lama obat harus digunakan : jika perlu

b. Nucef sirup

1. Nama obat : Nucef sirup

2. Indikasi : Antibiotik

3. Aturan pakai : 2 kali sehari ½ sendok teh

4. Cara penggunaan : diminum sebelum/sesudah makan,

sebelum digunakan kocok dahulu

5. Cara penyimpanan : disimpan pada suhu kamar

6. Berapa lama obat harus digunakan : habis, selama 5 – 14 minggu


c. Zincpro Sirup

1. Nama obat : Zincpro sirup

2. Indikasi : Obat untuk diare

3. Aturan pakai : 1 kali sehari1 sendok teh

4. Cara penggunaan : diminum sebelum/sesudah makan,

jangan diminum bersamaan dengan

antibiotik

5. Cara penyimpanan : disimpan pada suhu kamar

6. Berapa lama obat harus digunakan : jika perlu

RESEP VI
1. Skrining Administratif
Bagian
Kelengkapan Ada Tidakada Keterangan
resep
NamaDokter √ - dr. H. Taufik Tjahjadi, Sp.S
446/57.12/DS-
SIP √ -
S/SIP.3/DKK/IX/2012
No. Telp/HP √ - 0411-830125
AlamatDokter - √ -
Tempatdantan
Makassar, 07November 2016
ggal √ -
Inscriptio penulisanresep
Tanda R/
padasebelahuju √ - R/
ngresep

Obat Racikan

R/ Diclofenac Na 25 mg
Paracetamol100 mg
Carbamazepine 100 mg
NamadanJuml
√ - Codein 5 mg
ahObat
Amitryptilin 6,25 mg
Coffein 10 mg
m.fcapsdtdXXV
3 ddI
R/ Rebal Plus®500 XXX
R/ Amlodipine® 5 mg X
Prescriptio - Padareseppertamayaitukapsu
l
- Padaresepkeduadanketigatid
Bentuksediaan √ √
akdicantumkanbentuksediaa
nobat

Signatura AturanPakai √ - Kapsulracikan 3 kali sehari 1


KapsulRebal® Plus 500 mg 1 kali
sehari 1 kapsul
Tablet Amlodipine 5 mg 1 kali
sehari 1 tablet
NamaPasien √ - Hj. Sitti dg Siam
UmurPasien/B
- √ -
B
Subscripti No. Telp/ HP
- √ Tidaktercantum
o pasien
AlamatPasien - √ -
Paraf/tandatan
- √ Tidak Ada
gandokter

Persyaratan Administrasi Resep Narkotika dan Antibiotika


Kekurangan secara administratif dari resep tersebut adalah :
- Format resep merupakan format resep umum. Resep mencantumkan
alamat praktek dan kantor serta nomor telepon dokter penulis resep,
alamat dan nomor telepon dokter penulis resep diperlukan untuk
menghubungi dokter penulis resep apabila adahal yang perlu
dikomunikasikan terkait dengan resep dan atau pasien. Akan tetapi
Umur dan Alamat pasien tidak dicantumkan, hanya menuliskan nama
pasien. Padahal resep tersebut mengandung narkotika (codein)yang
membutuhkan kelengkapan administratif terutama alamat lengkap
pasien. Namun saat penyerahan resep hal tersebut dapat ditanyakan
kepada pasien.

- Pada resep harus mencantumkan alamat pasien, hal ini untuk


mencegah jika terjadi kekeliruan atau kesalahan dalam penyerahan
obat, namun hal ini bisa diantisipasi dengan cara apoteker menanyakan
langsung alamat pasien pada saat menerima resep sehingga apabila
terjadi kekeliruan dapat segera ditangani.
- Pada resep ini juga tidak tercantum umur dan berat badan pasien, ini
berfungsi untuk mengecek ketepatan dosis dan bentuk sediaan obat
yang cocok yang diberikan oleh dokter.
- Aturan pakai obat pada resep racikan tidak ditulis dengan
menggunakan aturan dan bahasa latin yang sesuai. Penulisan 3 dd I
sebaiknya diganti menjadi S.t.d.d.caps.I yang artinya 3 kali sehari 1
kapsul. Selain itu singkatan aturan pakai pada obat non racikan yang
tidak lazim seperti S.0-1-0 (signa 0-1-0) yang artinya tandailah siang 1
(diminum 1 kali pada malam hari) dan juga S.0-0-1 (signa 0-1-0) yang
artinya tandailah siang 1 (diminum 1 kali pada malam hari).
Aturanpenggunaanlainnyasepertia.c. (antecoenam= sebelummakan) ,
p.c. (post coenam= sesudahmakan), atau d.c. (durantecoenam=
sedang/tengah makan) tidaktercantum. Peran apoteker dapat mengatasi
hal ini dengan memberikan informasi kepada pasien cara penggunaan
obat yang tepat kepada pasien.

2. Skrining Farmasetik
a. Bentuk sediaan
Bentuk sediaan pada resep racikan ini adalah kapsul, yang telah sesuai
diberikan untuk pasien dengan inisial Hj. Artinya Perempuan yang
berarti dianggap dewasa.
b. Stabilitas
Rebal® Plus dan amlodipine sudah stabil secara fisik, sedangkan
natrium diklofenak 25 mg, paracetamol 100 mg, carbamazepin 100
mg, codein 5 mg, amitriptiline 6,25 mg, dan coffein 10 mg.

c. Inkompatibilitas
Tidak terjadi inkompatibilitas secara farmasetik ataupun
perubahan secara fisik dari obat-obat yang diracik.
3. Pertimbangan Klinis
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan secara klinis dari resep tersebut antara
lain adalah :
a. Ketepatan Indikasi dan dosis obat
1. Resep racikan
a) Natrium diklofenak (drugs.com)
Dosis yang diberikan dokter adalah 25 mg 3 kali sehari, dosis
untuk dewasa 100-200 mg sehari. Dosis natrium diklofenak
untuk nyeri dan diisi dalam kapsul 25 mg/oral 4x1 sehari.
Dalam resep racikan telah sesuai dengan dosis.
Diclofenak Na = 1 x 25 mg = 25 mg (sekali pakai peroral)
Sehingga untuk pemakaian per hari = 3 x 25 mg = 75 mg. Hal
ini telah sesuai dengan dosis lazim.

b) Paracetamol
Dosis lazim Paracetamol (acetaminophen) untuk orang dewasa
500 mg-2000 mg. Dosis yang diberikan dokter adalah 100 mg
3 kali sehari.
Paracetamol = 1 x 100 mg = 100 mg < 500 mg (sekali pakai
peroral). Sehingga untuk pemakaian per hari = 3 x 300 mg =
300 mg < 2000 mg. Hal initelah sesuai dengan dosis lazim.
c) Carbamazepin

Dosis lazim Carbamazepin 200 mg/- sekali dapat dinaikkan


hingga 1,2 g (dalam dosis bagi). Dosis yang diberikan dokter
adalah 100 mg 3 kali sehari.
Carbamazepin = 1 x 100 mg = 100 mg < 200 mg (sekali pakai
peroral). Sehingga untuk pemakaian per hari = 3 x 100 mg =
300 mg. Hal ini telah sesuai dengan dosis lazim. Karena dosis
dapat ditingkatkan hingga 1200 mg (dalam dosis bagi) pada
penggunaan tertentu.

d) Codein
Dosismaksimum tablet codeine untuk orang dewasayaitu 15-
60mgper oral sekali dan 300mg sehari). Dosis yang
diberikandokteradalah5 mg 3 kali sehari.
Sekali : 1 x 5 = 5 mg < 60 mg
5 mg
Persentase = x 100 %=8,33 %
60 mg
Sehari : 3 x 5 = 15 mg < 300 mg
15 mg
Persentase = x 100 %=5 %
300 mg
Hal ini tidak sesuai dengan dosis lazim. Karena dosisnya jauh
dari range dosis lazim.
e) Amitryptilin
Dosis maksimum Amitryptilin untuk orang dewasa 30 mg
sekali dan 300 mg sehari.
Dosis yang diberikan dokter adalah 6,25 mg 3 kali sehari
Sekali : 1 x 6,25 = 6,25 mg < 30 mg
6,25 mg
Persentase = x 100 %=20,8 %
30 mg
Sehari : 3 x 6,25 = 18,75 mg < 300 mg
18,75mg
% = x 100 %=6,25 %
300 mg
Hal ini tidak sesuai dengan dosis lazim. Karena dosisnya jauh
dari range dosis maksimum.
f) Coffein
Dosis maksimum Coffein untuk orang dewasa 500 mg sekali
dan 1500 mg sehari. Dosis yang diberikan dokter adalah 10 mg
3 kali sehari.
Sekali: 1 x 10 mg = 10 mg < 500 mg
10 mg
Persentase = x 100 %=2 %
500 mg
Sehari: 3 x 10 mg = 30mg <1500 mg
30 mg
Persentase = x 100 %=2 %
1500 mg
Hal ini tidak sesuai dengan dosis lazim. Karena dosisnya jauh
dari range dosis maksimum.
2. R/ Kedua : Rebal Plus
Dosis obat 3 kali sehari 1 kapsul. Dosis yang diberikan dokter
diminum 1 kali sehari pada siang hari. Dosis diberikan telah sesuai
3. R/ Ketiga : Amlodipine
Dosis awal 5 mg sekalisehari, dapat ditingkatakan menjadi 10 mg
sekaliseharijikadiperlukan. Dosis yang diberikan dokter 5 mg
sekali sehari dan diminum pada malam hari. Dosis yang diberikan
telah sesuai.
Obat-obat yang diresepkan oleh dokter ada untuk obat racikan dan
non racikan. Obat racikan mengandung polifarmasi atau lebih dari 3 obat
dan terdapat beberapa obat analgetik seperti Natrium diklofenak,
Paracetamol, dan codein. Obat carbamazepine digunakan sebagai terapi
awal padanyeri saraf. Terapi neuralgia Trigeminal danneuralgisaraf lain
adalahkemampuanobatuntukmenghentikanhantaran impulse afferent yang
menimbulkanserangannyeri. Kemudian untuk obat Amitriptilin
diindikasikan untuk depresi dan gangguan kecemasan. Sedangkan untuk
coffein diindikasikan sebagai migrain dan stimulan ringan dari sistem saraf
pusat.

Dalam resep racikan terdapat codein (obat yang mengandung


narkotika), Codein merupakan analgesik agonis apioid. Kodein dapat
dikonversikan menjadi morfin sehingga memiliki efek anti-nyeri
(analgesik). Kodein dapat diindikasikan sebagai pereda atau penghilang
nyeri hebat yang tidak dapat diatasi dengan analgesik non-opioid. Sebuah
studi yang dilakukan oleh Glowin ski menemukan bahwa kombinasi antara
parasetamol 500 mg/kodein 30 mg tiga kali sehari ditambah natrium
diklofenak 50 mg sehari memiliki efek analgesik yang sama dengan
pemberian natrium diklofenak 50 mg dua kali sehari pada pasien
artritisreumatoid. Substitusi natrium diklofenak dengan parasetamol dan
kodein ini memiliki keuntungan mengurangi efek iritasi pada mukosa
lambung (Glowinski, J., 1999). Kerasionalan obat telah sesuai berdasarkan
dengan keluhan dan indikasi yang pasien alami serta tata cara aturan pakai
obat.

b. Aturan, cara dan lama penggunaan obat


- Obat racikankapsul diminum setelah makan karena terdapat
Obatdapat yang dapatmengiritasilambung, contohnya aspirin, obat
NSAID (Natrium diklofenakdanparacetamol).
- Rebal plus sebaiknya diminum bersamaan dengan makanan dan
hanya diminum pada siang hari sebanyak 1 Kapsul.
- Amlodipine diminum sekali sehari pada malam hari ketika pasien
hendak beristirahat. Namun untuk obat racikan tidak ada
keterangan waktu meminum obat sebelum atau sesudah makan.
c. Duplikasi dan/ atau polifarmasi
Kombinasi lebih dari 3 obat dalam 1 racikan tidak rasional, dimana
dalam resep jumlah obat yang terdapat dalam racikan lebih dari 3 obat
sehingga tidak rasional yang memungkinkan terjadinya interaksi
antarobat (Gautam, 2008). Akan tetapi dari resep ini dokter
mempunyai pertimbangan klinis dimana harus menggunakan lebih dari
3 obat.
d. Reaksi Obat yang tidak diinginkan
Reaksi Obat yang tidak diinginkan seperti sakit kepala, rasa
ngantuk, diare biasanya akan berkurang dan hilang setelah tubuh
beradaptasi dengan obat. Tetapi jika tidak kunjung membaik, segera
hentikan pemakaian obat dan hubungidokter.
e. Kontra Indikasi
Tidak dilaporkan adanya kontra indikasi anatara obat dalam resep
dengan kondisi pasien.

f. Interaksi Obat (Drugs.com) (Medscape.com)


Interaksi yang terjadi pada resep tersebut adalah interaksi antara
obat carbamazepine denganamitriptiline, carbamazepine dengan
kafein, carbamazepine dengan amlodipine, carbamazepine dengan
diklofenak, codein dengan amitriptiline, codein dengan amlodipine,
amitriptiline + carbamazepine dengan Kafein, amlodipine dengan
diklofenak.
- Carbamazepine dengan amitriptiline akan menurunkan efek dari
amitriptiline dengan mempengaruhi metabolisme usus enzim
CYP3A4 dihati.
- Carbamazepine dengan kafein akan menurunkan tingkat atau efek
dari kafein dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP1A2
dihati
- Carbamazepine dengan amlodipine yaitu carbamazepine dapat
menurunkan konsentrasi plasma dan efek farmakologis dari
calcium channel blockers (CCBs)
- Carbamezipine dan diklofenak akan menurunkan tingkat atau efek
diklofenak dengan mempengaruhi enzim CYP2C9 dihati / 10
metabolisme
- Codein dengan amitriptiline dapat meningkatkan sedasi dan dapat
meningkatkan efek samping seperti pusing, mengantuk,
kebingungan dan kesulitan berkonsentrasi. Dan beberapa orang
terutama orang tua juga mungkin mengalami penurunan daya
pikir, penilaian dan koordinasi motorik.
- Codein dengan amlodipine memilifiki efek aditif dalam
menurunkan tekanan darah. Anda mungkin mengalami sakit
kepala, pusing, ringan, pingsan dan atau perubahan denyut nadi
atau detak jantung.
- Amitriptiline + carbamazepine dengan kafein yaitu amitriptiline
dan carbamazepine meningkat dan kefein dapat menurunkan
sedasi
- Amlodipine dengan diklofenak dapat menyebabkan tekanan darah
meningkat. Resiko hipotensi meningkat ketika NSAID dihentikan
atau tidak diminum bersamaan.
Etiket
Racikankapsul Rebal Plus
APOTEK KIMIA FARMA ADDARAEN APOTEK KIMIA FARMA ADDARAEN
Jl. SULTAN ALAUDDIN NO. 305 A Makassar Jl. SULTAN ALAUDDIN NO. 305 A Makassar
Telp. (0411) 845 064 Telp. (0411) 845 064
Apoteker :FIRDHAFITRA, S.Farm,Apt Apoteker :FIRDHAFITRA, S.Farm,Apt
SIPA : 440/95-12/APT/DKK/XI/2011 SIPA : 440/95-12/APT/DKK/XI/2011

No.Tgl. No.Tgl.
Nama : Nama :

xsehariTablet/Kapsul/Bungkus xsehariTablet/Kapsul/Bungkus
(pagi-siang-malam) (pagi-siang-malam)
II.1.3.3 SalinanResep
Sebelum/Sesudahmakan Sebelum/Sesudahmakan

NamaObat : APOTEK KIMIA FARMA ADDARAENNamaObat :


Jauhkandarijangkauananak-anak Jauhkandarijangkauananak-anak
JL.SULTAN ALAUDDIN 305 AMakassar
Amlodipine
Telp. (0411) 845 064
Apoteker: FIRDHAFITRA, S.Farm.,Apt.
APOTEK KIMIA FARMA ADDARAEN
Jl. SULTAN ALAUDDIN NO. 305 A Makassar
SIPA : 440/95-12/APT/DKK/XI/2011
Telp. (0411) 845 064
Apoteker :FIRDHAFITRA, S.Farm,Apt
SIPA : 440/95-12/APT/DKK/XI/2011

No.Tgl.
Nama : SALINAN RESEP
xsehariTablet/Kapsul/Bungkus
(pagi-siang-malam)
No. Resep : Tgl:
Sebelum/Sesudahmakan
Untuk :
Dokter
NamaObat : :
Jauhkandarijangkauananak-anak

R/

Gambar 3.2.EtiketResepAnalgetikadanNarkotika
Copy Resep

PCC
PARAF
(FIRDHAFITRA,
S.Farm.,Apt.)

ObattsbtidakbolehdigantitanpasepengetahuanDokter
STEMPEL
APOTEK

Copy ResepNarkotikadanAntibiotika
Hal-hal yang pentingdiinformasikankepadapasiententangobat (KIE)
Sebelum penyerahan obat terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
akhir terhadap kesesuaian antara obat dan resep.Selanjutnya,
dilakukanpemberianinformasiobat.
Informasi yang diberikan kepada pasien pada saat penyerahan obat
adalah :
- Obat racikan diindikasikan untuk penyakit anti nyeri dengan aturan
pakai 3 kali sehari 1 kapsul, yaitu pada pagi, siang, dan malam
hari.Obat diminum setelah makan untuk mencegah terjadinya iritasi
pada lambung. Obat racikan diminum bila masihn yeri dan dihentikan
setelah tidak nyeri lagi. Efek samping yang umum terjadi setelah
mengonsumsi obat racikan ini adalah pusing, mengantuk,
kebingungan, dan kesulitan berkonsentrasi. Apabila pasienmengalami
efek samping tersebut, maka sebaiknya menghindarip Pekerjaan yang
membutuhkan konsentrasi tinggi seperti mengendarai motor/mobil
atau mengoperasikan mesin.
- Obat Rebal plus diindikasikan untuk obat nyeri saraf tepi, dan juga
sebagai vitamin diminumpada sianghari (tiap24 jam sekali).
Efeksamping yang umum terjadi adalahAnoreksia, mual, diare,
ruamkulit.
- Obat Amlodipine sebagai obat antipertensi dan anti angina. Dalam
resep pasien tidak diketahui tambahan gejala penyakit selain nyeri
berat dan kecemasan yang berlebihan. Sehingga dokter meresapkan
obat diminum sekali sehari pada malam hari. Karena Di malam hari
obat itu mampu mengontrol tekanan darah lebih efektif dan
menurunkan risiko diabetes. Minum obat di malam hari juga memilik
i penurunan relatif lebih besar pada tekanan darah malam hari. 
- Obat sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk
dan kering, terlindung dari cahaya.
- Obat sebaiknya dijauhkandarijangkauananak-anak.
- Bila pasien lupa minum obat, minumlah dosis yang terlupa segera
setelah ingat, tetapi jika hampir mendekati dosis berikutnya, makaa
baikan dosis yang terlupa dan kembali kejadwal selanjutnya sesuai
aturan pakai. Jangan menggunakan dua dosis sekaligus dalam waktu
yang berdekatan.
- Hubungi dokter atau apoteker apabila terjadi efek yang
merugikansetelahmengonsumsiobatini.
Interpretasi sebagai Apoteker mengenaipenyakit yang dideritaolehpasien
Berdasarkan resep tersebut pasien menderita Nyeri Berat disertai
gangguan kecemasan yang berlebih.

RESEP VII
SKRINING RESEP
Skrining resep terdiri dari persyaratan administratif, kesesuaian farmasetis dan

pertimbangan klinis.

Persyaratan adminisitratif

KETERANGAN
NO. KELENGKAPAN
ADA TIDAK ADA
1 Nama dokter √
2 SIP √
3 Alamat Dokter √
4 Tanggal penulisan resep √
5 Paraf √
6 Nama pasien √
7. Alamat pasien √
8. Umur pasien √
9. BB √
10. Jumlah yang dipakai √
11. Cara pemakaian √

Kesesuaian farmasetis

Obat fixatic tidak dapat digabung dengan obat obat lainnya dalam bentuk

pulveres. Hal ini karena fixatic merupakan antibiotik yang bersifat kausatif,

sedangkan obat lainnya seperti inolin, codeine, tremenza, cortidex dan bisolvon

bersifat simtomatik. Sehingga penggunaannya harus dipisah.

Pertimbangan klinis

Obat-obat yang diresepkan memiliki interaksi obat. Obat-obat tersebut antara lain:

NAMA OBAT : INOLIN


Komposisi: Trimetoquinol HCL 3 mg / tablet

Indikasi: Merelaksasi konstraksi bronkus yang berhubungan dengan asma

bronkial, bronkitis menahun, pneumokoniosis

Dosis: Dewasa 1-4 tablet sehari dibagi dalam 2-3 kali pemberian; anak

dibawah 6 tahun : 3-4 x sehari 0,1 mg/kg BB


Kontra Indikasi: Penderita hipersensitid terhadap komponen obat
Efek Samping: Palpitasi, sakit kepala, mual, muntah, mulut kering

NAMA OBAT : CODEINE

Komposisi: Codeine

Indikasi: Batuk kering atau batuk dengan nyeri.

Dewasa: 10-20 mg tiap 4-6 jam maksimal 120 mg/hari;

jarang diberikan sebagai obat batuk pada anak-anak.

Dosis : Anak: 6-12 tahun 5-10 mg atau 0,5-1,5 mg/kg bb tiap 4-6

jam maksimal 60 mg/hari; 2-6 tahun 0,5-1 mg/kg bb/hari

dalam dosis terbagi tiap 4-6 jam maksimal 30 mg/hari.


Kontra Indikasi: Penderita hipersensitid terhadap komponen obat
Efek Samping: Palpitasi, sakit kepala, mual, muntah, mulut kering

NAMA OBAT : TREMENZA

Komposisi: Pseudoephedrine dan triprolidine


Mengurangi gejala flu disebabkan reaksi alergi yang

Indikasi: membutuhkan dekongestan nasal dan antihistamin pada saat

bersamaan.
Dewasa:1 atau 2 tablet

Dosis: Anak: 6-12 tahun ½ tablet atau 1 tablet, 2-5 tahun ½ tablet.

Gunakan 3-4 kali sehari


Penderita penderita lower resp tract seperti asma, HTN,
Kontra Indikasi:
glaukoma, diabetes, CAD, MAOI therapy.
Halusinasi, insomnia, pusing, tremor, tinitus, sedasi, mulut
Efek Samping:
kering

NAMA OBAT : CORTIDEX

Komposisi: Dexamethasone 0.5 mg / tablet


Berbagai kondisi inflamasi seperti radang reumatik, radang

usus, radang pada ginjal, radang pada mata, radang karena

Indikasi: asma, pengobatan autoimun, shock anafilaktik, dan pengobatan

terhadap pasien kanker.

Dewasa:0.5 – 9 mg dalam dosis terbagi.

Anak: 6-12 tahun 0.25 – 2 mg; 1 – 5 tahun 0,25-1 mg; < 1

Dosis: tahun 0.1 – 0.25 mg. Diberikan 2 kali sehari. Terapi intensif

atau darurat 2 – 4 mg 6 – 8 kali / hari, maksimal 50 mg/hari.

Syok 1 – 6 mg/kg bb dosis tunggal


Penderita hipersensitid terhadap komponen obat, penderita

tukak lambung, osteoporosis, diabetes mellitus, infeksi jamur

Kontra Indikasi: sistemik, glaukoma, psikosis, penderita TB aktif, penderita

herpes zoster, sindrome cushing dan penderita dengan

gangguan fungsi ginjal


Efek Samping: Palpitasi, sakit kepala, mual, muntah, mulut kering
NAMA OBAT : BISOLVON

Per 5 mL: Bromhexine HCl 4 mg, paracetamol 150 mg,


Komposisi:
chlorpheniramine maleate 2 mg, phenylephrine HCl 5 mg

Meredakan gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung


Indikasi:
tersumbat, dan bersin-bersin yang disertai batuk

Dewasa dan anak >12 tahun : 3 kali sehari 10 mL. Anak


Dosis:
6-12 tahun : 3 kali sehari 5 mL

Gangguan fungsi hati berat, gangguan fungsi jantung,


Kontra Indikasi:
DM

Mengantuk, gangguan GI, sakit kepala, insomnia, gugup,

tremor, takikardi, aritmia ventrikular, mulut kering,

palpitasi, kesulitan berkemih. Reaksi alergi, termasuk


Efek samping :
ruam kulit, urtikaria, bronkospasme, angiodema, dan

anafilaksis. Kerusakan hati (penggunaan dosis tinggi dan

jangka lama)

NAMA OBAT : FIXATIC

Komposisi Cefixime trihydrate.

Indikasi ISK krn E coli&; Proteus mirabilis. Otitis media krn

Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, &;S

pyogenes. Faringitis krn S pyogenes. Bronkitis akut&;

kronik krn Streptococcus pneumoniae&;Haemophilus


influenzae.

Dws &; anak dengan BB≥30 kg 50-100 mg/hari, diberikan

Dosis 2 x/hari. Infeksi berat Dosis dapat ditingkatkan menjadi

200 mg/hari, diberikan dalam 2 dosis terbagi.

Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan: Dpt

Pemberian Obat diberikan bersama makanan atau susu untuk mengurangi

rasa tidak nyaman pada GIT.

Hipersensitivitas terhadap sefalosporin atau penisilin.


Kontra Indikasi
Hamil &; laktasi.

Syok, reaksi hipersensitivitas, granulositopenia, eosinofilia,

trombositopenia; peningkatan SGOT, SGPT, atau alkalin

Efek Samping fosfatase; insufisiensi ginjal; kolitis pseudomembran;

yang Mungkin pneumonia interstisial; stomatitis atau kandidiasis;

Timbul defisiensi vit K; sakit kepala, pusing; dapat menyebabkan

hasil positif palsu pada pemeriksaan glukosaurin dengan lar

Benedict, Fehling, atau clinitest.

NAMA OBAT : RYVELL SYRUP

Komposisi Cetirizin dihidroklorida 5 mg.

Indikasi Rhinitis alergi

Dosis Dewasa dan anak-anak di atas 12 tahun : 2 sendok ukur

sehari sekali. Anak-anak usia 6 - 12 tahun : 2 sendok ukur

sebagai dosis tunggal atau diberikan secara dosis terbagi 1


sendok pada pagi hari dan 1 sendok pada malam

hari.Anak-anak usia 2 - 6 tahun : 1 sendok ukur sehari

sebagai dosis tunggal atau diberikan secara dosis terbagi

0,5 sendok pada pagi hari dan 0,5 sendok pada malam hari.
Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan: Dpt

Pemberian Obat diberikan bersama makanan atau susu untuk mengurangi

rasa tidak nyaman pada GIT.

Hipersensitivitas terhadap sefalosporin atau penisilin.


Kontra Indikasi
Hamil &; laktasi.

Syok, reaksi hipersensitivitas, granulositopenia, eosinofilia,

trombositopenia; peningkatan SGOT, SGPT, atau alkalin

Efek Samping fosfatase; insufisiensi ginjal; kolitis pseudomembran;

yang Mungkin pneumonia interstisial; stomatitis atau kandidiasis;

Timbul defisiensi vit K; sakit kepala, pusing; dapat menyebabkan

hasil positif palsu pada pemeriksaan glukosaurin dengan lar

Benedict, Fehling, atau clinitest.

Interaksi yang terjadi pada kelima obat tersebut adalah sebagai berikut

 chlorpheniramine + triprolidine

Chlorpheniramine dan triprolidine keduanya meningkatkan efek sedasi.

Pengguaannya harus dimonitor. Interaksi secara farmakodinamika, yaitu efek

aditif.
 chlorpheniramine + codeine

Chlorpheniramine dan codeine keduanya meningkatkan efek sedasi.

Pengguaannya harus dimonitor. Interaksi secara farmakodinamika, yaitu efek

aditif

 chlorpheniramine + pseudoephedrine

chlorpheniramine meningkatdanefek sedasi pseudoephedrine menurun.

Pengguaannya harus dimonitor. Interaksi secara farmakodinamika, baik secara

aditif maupun penurunan efek.

 triprolidine + codeine

triprolidine dan codeine keduanya meningkatkan efek sedasi. Pengguaannya harus

dimonitor. Interaksi secara farmakodinamika, yaitu efek aditif.

 triprolidine + phenylephrine

Efek triprolidine meningkat danefek sedasi phenylephrine menurun.

Pengguaannya harus dimonitor. Interaksi secara farmakodinamika, baik secara

aditif maupun penurunan efek.

 codeine + phenylephrine

codeine meningkat dan phenylephrine efek sedasinya menurun. Pengguaannya

harus dimonitor. Interaksi secara farmakodinamika, baik secara aditif maupun

penurunan efek.
 codeine + pseudoephedrine

codeine meningkat dan pseudoephedrine efek sedasinya menurun. Pengguaannya

harus dimonitor. Interaksi secara farmakodinamika, baik secara aditif maupun

penurunan efek.

 phenylephrine + pseudoephedrine

phenylephrine dan pseudoephedrine keduanya meningkatkan efek sedasi,

meningkatkan efek adrenergik termasuk peningkatan tekanan darah dan detak

jantung. Pengguaannya harus dimonitor. Interaksi secara farmakodinamika, yaitu

efek aditif.

BAB IV

KESIMPULAN

IV.1 Kesimpulan
Pada makalah ini masih banyak ditemukan adanya kejadian ketidaksesuaian

dalam penulisan resep menurut PERMENKES RI No. 35 Tahun 2014 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Instalasi Apotek.

IV.2 Saran

1. Kepada dokter, dalam penulisan resep diharapkan dapat menerapkan

PERMENKES RI No 35 Tahun 2014 sehingga resiko kesalahan pada resep dapat

dihindari.

2. Kepada apoteker, dalam melayani resep perlu mengacu pada PERMENKES RI

No. 35 Tahun 2014 sehingga terapi obat yang diberikan dapat maksimal.

3. Perlu ditingkatkan komunikasi antara apoteker dan dokter dalam menentukan

terapi untuk mencegah terjadinya interaksi.

DAFTAR PUSTAKA
Akoria OA, Ambrose OI. Prescription Writing in Public and Private Hospitals in
Benin City. Nigeria : The Effect of an Educational Intervension. Can J
Clin Pharmacol. 2008; 15(2): e295-e305
Amira, A. 2011, Skripsi; Penulisan Resep askes di Apotek RSUP Haji Adam
Malik Periode Mei 2011, Medan.
Anonim. http://www.medisend.co.id/tilidon_sirup_60_ml. diakses : 18 Maret
2017
Anonim. http://www.dexa-medica.com/our-product/searchs/Nucef. diakses : 18
Maret 2017
Anonim. http://www.apotikantar.com/zincpro_sirup_60_ml. diakses : 18 Maret
2017
Anonim. http://www.drugbank.ca/drugs/DB01184. diakses : 18 Maret 2017
Anonim.http://www.medicinenet.com/cefixime_tabletsoral/page2.htm#SideEffect
s. diakses : 18 Maret 2017
Anonim, http://kkyazid.blogspot.co.id/2011/10/kodein-metilmorfin-yang-
memiliki-banyak.html, diakses pada tanggal 19 maret 2017
Arayne, M.S et all. 2002. Antibacterial Studies Of Cefixime Copper, Zinc And
Cadmium Complexes. Faculty of Pharmacy, Department of Chemystry,
University of Karachi
Aslam, Mohammed, dkk, 2003, Farmasi Klinis. Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo
Baxter, K., “Stockley’s drug interaction ninth edition”, pharmaceutical press,
London, 2010. Hal. 179.
BNF, 2007, British National Formulary 54th Edition, BMJ Publishing Group,
London.
Cahyono, J. B. S. B, 2008, Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam
Praktek Kedokteran. Yogyakarta : Kanisius
Cohen, M.R., 1999, Medication Errors, 16,1-16,8, American Pharmaceutical
Association, Washington, DC
Dean B, Barber N, Schachter M. What is a prescribing error?. Quality in Health
Care. 2009; 9: 232–37.
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Posey, L.M.,
2005, Pharmacotherapy, 6th Edition, Appleton ang Lange, New York
Dito,A.http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20080414210453,
diakses pada tanggal 19 maret 2017
Ditjen POM, 1995, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
Dwiprahasto Iwan, Erna Kristin, 2008. Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan
Risiko Medication Error di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. Jurnal
Berkala Ilmu Kedokteran
Fradgley, S, 2003. Interaksi Obat, Dalam Farmasi klinis (Clinical Pharmacy)
Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta :
PT. Elex Media Kkomputindo Gramedia
Glowinski J. Placebo-controlledstudy of the anlgesic efficacy of a paracetamol
500mg/codeine 30mg combination together with low –dose vs high dose
diclofenac in rheumatoid arthritis. Clin Drug Invest 1999; 18(3): 189-
197.
Gautman, C.S., Saha, Lekha, 2008, Fixed Dose Drugs Combination (FDCs);
Rational or Irrational: a View point. British Jurnal Clinic Pharmacology.
65(5) ; 795-796.
Harkness Richard, diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan Mathilda B.Widianto.
Interaksi obat. Bandung: Penerbit ITB, 1989.
Hartayu, T.S, dan Widyati, A. Kajian Kelengkapan Resep Pediatri yang
Berpotensi Menimbulkan Medication Error di Rumah Sakit dan 10
Apotek di Yogyakarta. Yogyakarta
http://pionas.pom.go.id/monografi/kodein-fosfat-0
http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker
http://www.mims.com/indonesia
Jas A. 2007. Perihal Resep dan Dosis serta Latihan Menulis resep Edisi 1,
Medan: Universitas Sumatra Utara Press
Jas A. 2009. Perihal Resep dan Dosis serta Latihan Menulis resep Edisi 2,
Medan: Universitas Sumatra Utara Press
Kasim, F., Trisna, Y., sebagai redaksi, “ISO-Informasi Spesialite Obat Indonesia,
Vol. 47 tahun 2012-2013”, penerbit PT. ISFI penerbitan, Jakarta, 2012,
hal 37,261,268,403
Lofholm PW, Katzung BG. Chapter 65: Rational Prescribing & Prescription
Writing. Dalam: Katzung BG, Masters BS, Trevor AJ, editor. Basic and
Clinical Pharmacology. Edisi ke-11. United State: McGraw Hill
Medical; 2009. hlm.1139-48.
Malone, P.M., Mosdell, K.W., Kier, K.L., and Stanovich, J.E., 2001, Drug
Information A Guide for Pharmacists, 2 nd edition, McGraw-Hill, New
York.
MIMS. Referensi Obat. Informasi Ringkas Produk Obat. PT. Medidata Indonesia.
2016
Octavia, Hanna, 2011, Skripsi : Analisis Kelengkapan Peresepan di Apotek KPRI
RSUD DR. SOETOMO, Bulan Desember 2010, Surabaya.
Prawitasari, Diah, 2009. Skripsi: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan
Resep di 5 Apotek Kabupaten Klaten Tahun 2007. Surakarta
Rahmawati, F. 2002. Kajian Penulisan Resep : Tinjauan Aspek Legalitas
Kelengkapan Resep di Apotek-apotek Kotamadya Yogyakarta.
Yogyakarta: Majalah Farmasi Indonesia.
Sandy, 2010, Skripsi : Studi Kelengkapan Resep Obat Untuk Pasien Anak di
Apotek Wilayah Kecamatan Kartasura Bulan Oktober-Desember 2008.
Surakarta
Stockley, L.H. 2008. Stockley’s Drug Interaction Edisi Kedelapan. Great Britain:
Phrmaceutical Press.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.P., Kusnandar.,
“ISO Farmakoterapi”, penerbit PT. ISFI Penerbitan, Jakarta, 2008, Hal.
264, 303
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 25/MENKES/SK/IX/2014.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2014.
Syamsuni, H.A. 2007. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokeran EGC
Wibowo, A. 2010. Skripsi: Analisis Kelengkapan Resep di Apotek Wilayah
Lamongan Bulan Februari 2010. Surabaya.
World Health Organization, 1994. The Contribution of the Family Doctor, WHO-
WONCA Conference 1994

Anda mungkin juga menyukai