Anda di halaman 1dari 8

DAMPAK PENGARUH PSIKIS TERHADAP PERKEMBANGAN INDIVIDU

Oleh : Firdaus Azami


Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam
email : azamidaus28@gmail.com

Abstrak

Dalam penelitian yang ada di jurnal ini, keseluruhan pembahasan sebagian besar
memuat tentang bagaimana caranya menghadapi dan mempelajari mengenai perubahan
sikap atau psikis yang dialami oleh setiap individu yang ada di dunia ini, terutama pada
individu yang sedang mengalami tahap menuju proses pendewasaan (pubertas). Penelitian
ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research), dimana pembahasan pada
penelitian ini didasarkan pada pendapat-pendapat ahli dan hasil-hasil penelitian tentang
psikologi dan proses pembelajaran. Dengan mengetahui tentang proses perubahan sikap
yang dialami oleh setiap individu, orang tua tidak perlu khawatir terhadap perubahan
sikap yang dialami oleh anaknya, karena hal tersebut merupakan hal yang sudah wajar
yang terjadi pada proses pendewasaan. Didalam jurnal ini tidak hanya membahas tentang
cara mempelajari pengaruh psikis terhadap perkembangan individu tetapi juga membahas
mengenai strategi yang bisa digunakan oleh orang tua maupun guru dalam mendidik anak
dan muridnya.

Kata kunci : proses pendewassaaan, perubahan sikap, cara atau strategi

1. Pendahuluan
A. Latar belakang
Tidak semua orang sadar tentang perubahan atau proses yang terjadi pada dirinya, salah
satunya adalah perkembangan menuju proses kedewasaan yang dialami pada remaja. Pada
umumnya remaja sering kali acuh dengan perubahan yang ada pada dirinya, salahsatunya
adalah perubahan sikap atau prilaku. Padahal hal tersebut sangatlah penting guna
mengantisipasi kejadian hal yang tidak diinginkan salah satunya adalah perubahan sikap
menjadi lebih agresif dan cenderung tidak mau di atur, mungkin hal tersebut sudah biasa di
kalangan para remaja. Namun, apabila hal tersebut terus dibiarkan maka akan sangat berda-

1
mpak sangat fatal kepada masadepannya, maka dari itu, sebagai pembelajaran bagi orang
tua maupun guru. Cara yang paling ampuh dalam mengatasi permasalahan yang terjadi
pada proses pertumbuhan adalah dengan cara memasukkannya kedalam lembaga
pendidikan.
Sama halnya ketika orang tua menginginkan anaknya sehat, pintar dan berbakat. Hal ini
tidak terlepas dari adanya upaya maksimal untuk mendapatkannya melalui proses panjang
yang tidak mudah. Pertama, menentukan pasangan hidup secara selektif sebagai sarana
penentu bagi terciptanya bibit manusia produktif yang dapat memberikan kemanfaatan
dalam kehidupan sosial. Dengan selektifitas itu pula akan dengan mudah untuk
berkomitmen dalam menjaga keutuhan keluarga. Senada dengan penjelasan Agoes Dariyo,
yang terpenting dalam pernikahan adalah upaya mempertahankan keutuhan hubungan
pasangan suami istri dan memelihara anak-anak sampi tumbuh menjadi orang yang dewasa
dan bertanggung jawab. (Agoes Dariyo, 2007:69)
Jika seleksi itu tidak dilakukan, bisa saja perceraian akan terjadi disebabkan adanya
ketidak-cocokan di antara keduanya. Tentu hal ini akan sangat berpengaruh terhadap
terhadap proses perkembangan anak. Perceraian (divorce) hanya menambah masalah,
karena setelah orang tua bercerai biasanya anak-anak menjadi terlantar dan tidak terurus
dengan baik. Anak akan menderita secara psikologis, sedih, kecewa, depresi dan tidak
nyaman hidup di tengah masyarakat. (Ali Qoimi, 2002:30)1
Oleh karenanya, orang tua wajib melaksanakan hak dan kewajiban sesuai perjanjian
yang telah disetujui bersama dan menjaga agar rumah tangga terhindar dari berbagai
guncangan serta menyiapkan sarana bagi pertumbuhan, perkembangan dan kebahagiaan
anak-anaknya. Namun perlu diperhatikan bagi orang tua, perhatian dan kasih sayang saja
tidak cukup untuk menanamkan nilai-nilai moralitas dalam kehidupan. Tetapi juga,
kewajiban orang tua adalah memasukkan anak-anaknya ke dalam jenjang pendidikan dari
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga jenjang SLTA, seperti yang tertera dalam
Pasal 31 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut Hidayat
Jurnal Administrasi Pendidikan Vol.XXV No.2 Oktober 2018 253 (2013) Pendidikan yang
bermutu akan diperoleh pada sekolah yang bermutu, dan sekolah yang bermutu akan

1Helda Nur Ania. “PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK PERSPEKTIF IBNU QAYYIM AL-JAUZIYAH (Kajian Kitab
1

Tuhfat al-Maudūd bi Ahkām al-Maulūd)”. Jurnal Pendidikan Islam Al I’tibar. Vol.2 No.1, hal. 39

2
menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu pula. Jadi pemerintah turut berperan
dalam pningkatan mutu pndidikan di Indonesia, hal ini bertujuan dalam menghasilkan
sumber daya manusia yang diharapkan mempunyai kontribusi dalam pembangunan bangsa.
Salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan penndidikan, adalah dengan
mencanangkan wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan 1994, program diharapkan dapat
tuntas pada tahun 2003/2004. Namun, karena adanya krisis ekonomi yang melanda Bangsa
Indonesia sejak tahun 1997 menyebabkan target tersebut tidak dapat tercapai. Target
penuntasan Wajar akhirnya disesuaikan dari 2003/2004 menjadi 2008/2009. Jadi wajib
belajar merupakan program yang wajib dilaksanakan apabila negara kita ingin
menghasilkan SDM yang berkualitas lebih banyak lagi.2
B. Tujuan penelitian
Penelitian atau pembelajaran yang ada didalam jurnal ini bukan semata-mata hanya
sebagai evaluasi oleh individu yang sedang pengalami proses menuju pendewasaan supaya
tidak terjadi penyelewengan karakter. Tetapi juga, sebagai pedoman bagi kalangan yang
ikut serta dan bertanggung jawab dalam mendidik individu kearah yang lebih baik pada
saat masa transisi.
C. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research), dimana
pembahasan pada penelitian ini didasarkan pada pendapat-pendapat ahli dan hasil-hasil
penelitian tentang psikologi dan proses pembelajaran.3 Diharapkan metode ini dapat
memberikan pengaruh positif dan sumber dari pemecahan masalah.
D. Pembahasan
1. Pengertian dan pendapat para ahli
Psikologi perkembangan dirumuskan sebagai ilmu yang membahas jiwa dan tingkah
laku manusia yang sedang dalam taraf perkembangan, mulai konsepsi sampai tua dan
selanjutnya, berdasarkan pertumbuhan, kematangan, belajar, dan pengalaman. Beberapa
definisi psikologi perkembangan menurut para ahli:

2
Irzya Adya Sugardha. “Upaya ke Arah Wajib Belajar 12 Tahu di Kabupaten Majalengka; Pendekatan Kebijakan”
Jurnal Administrasi Pendidikan. Vol.XXV No.2, 2018, hal. 252-253
3
Gloria Christoper. “Peranan Psikologi DalamProses Pembelajaran Siswa di Sekolah”. Jurnal Warta Edisi : 58. ISSN :
1829-7463, 2018. hal. 3

3
1. Menurut Prof. Dr. F.J. Monks, Prof. Dr. A.M.P. Knoers, dan Prof. Dr. Siti Rahayu
Haditoro dalam psikologi perkembangan: “Psikologi perkembangan adalah suatu ilmu
yang mempersoalkan faktor-faktor umum yang mempengaruhi proses perkembangan
yang terjadi dalam diri pribadi seseorang dengan menitikberatkan pada relasi antara
kepribadian dan perkembangan”.
2. Menurut Dra. Kartini Kartono dalam psikologi anak: “psikologi perkembangan
(psikologi anak) adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang
dimulai dengan priode masa bayi, anak pemain, anak sekolah, masa remaja, sampai
periode adolesen menjelang dewasa”.
3. Dalam encyclopedia international : psikologi perkembangan adalah suatu cabang dari
psikologi yang mengetengahkan pembahasan tentang perilaku anak. Secara historis
titik berat pembahasannya pada penganalisisan elemen-elemen prilaku anak yang
dimungkinkan akan menjadi sarat terbentuknya perilaku dewasa yang kompleks.
4. Carter V. Good dalam dictionary of education: psikologi perkembangan adalah cabang
dari psikologi yang membahas tentang arah atau tahapan kemajuan dari prilaku dengan
mempertimbangkan phylogenetic dan ontogenetic, termasuk semua fase pertumbuhan
dan penurunan. Hal ini berarti adanya pembatasan yang lebih luas dari pengertian ilmu
jiwa keturunan, walaupun bentuk dan polanya ada persamaanya serta dapat
dipertukarkan.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut kiranya dapat diambil
pemahaman yang lebih sederhana tentang pengertian psikologi perkembangan, yakni
suatucabang dari psikologi yang membahas tentang gejala jiwa seseorang baik menyangkut
perkembangan atau kemunduran prilaku seseorang sejak masa konsepsi hingga dewasa.
Definisi psikologi perkembangan juga bisa diartikan sebagi suatu ilmu psikologi yang
membahas tentang masalah masalah perkembangan manusia mulai dari usia awal
pembentukan sampai usia akhir.4
Steinberg (2002), menjelaskan mengenai kemandirian sebagai salah satu karakteristik
yang dimiliki oleh seseorang yang tidak bergantung pada orang lain maupun kepada
lingkungan luar dan lebih banyak mengandalkan kemampuan atau potensi yang dimiliki.
Ahli lain memberikan pandangannya mengenai kemandirian adalah pribadi yang mandiri,
kreatif dan mampu berdiri sendiri yakni memiliki kepercayaan diri yang bisa membuat

4
Kayyis Fithri Ajhuari, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Penebar Media
Pustaka, 2019), hal 5-6

4
seseorang sebagai individu mampu beradaptasi dan mengurus segala hal melalui dirinya
sendiri (Paker, 2006). Chaplin (2004), menjelaskan pandangannya tentang kemandirian
yang berarti keadaan pengaturan diri, atau kebebasan individu untuk memilih, menjadi
kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan pilihannnya sendiri.
Berdasarkan pandangan-pandangan diatas menunjukkan bahwa sejatinya kemandirian
adalah suatu perkembangan yang fundamental yang harus dicapai oleh setiap individu.
Pencapaian kemandirian ini sangat penting bagi usia remaja, karna hal tersebut merupakan
tanda bagi kesiapan remaja dalam memasuki fase selanjutnya. Kegagalan dalam pencapaian
kemandirian ini dapat berdampak negatif pada diri remaja. Salah satu penyebap utama dari
kegagalan ini adalah keterikatan dan ketergantungan pada orang lain menyebapkan remaja
dalam keadaan ragu-ragu dalam pengambilan keputusannya, mudah terpengaruh oleh orang
lain dan tidak percaya diri (Dekovica & J. Meeus., dkk, 1999).
Memiliki sikap terbuka dalam menerima dan menjadi mandiri tentu bukanlah hal yang
mudah khususnya bagi individu usia remaja. Kegelisahan yang diawali oleh angan-angan
yang tinggi dengan kemampuan yang masih belum memadai, pertentangan dengan orang
tua, proses yang selalu mementingkan aktifitas remaja dalam kelompok serta keinginan
mencoba hal-hal yang baru memberikan kesulitan tersendiri bagi remaja dalam mencapai
kemandirian tersebut Ali & Ansori, (2008).
Mengatasi hal tersebut, solusi yang patut untuk dipertimbangan adalah dengan melihat
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tugas-tugas perkembangan remaja itu sendiri
salah-satunya adalah kesempatan bagi remaja dalam memahami tugas-tugas
perkembangannya (Hurlock, 1992; Mighwar, 2006). Ada tidak nya kesempatan bagi remaja
dalam mempelajari tugas-tugas perkembangan akan memberikan pengaruh terhadap
pencapain tugas-tugas perkembangan tersebut. Dalam pandangannya, Hurlock (1992)
menjelaskan bahwa pengetahuan tentang tugas perkembangan, bimbingan untuk
mempelajari tugas perkembangan, dan kesempatan untuk melaksanakan tugas
perkembangan merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang.
Hal ini didukung oleh pandangan dari Desmita (2008) yang menyebutkan bahwa dalam
perkembangan terkandung serangkaian perubahan dan berlangsung secara terus menerus
serta bersifat tetap menuju ketahap kematangan yang salah satu pemenuhannya adalah
melalui belajar dan pemahaman.5

5
Iqbal Bafadal dan Mareyke M.A.W. Tairas. “Penerapan Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap Persepsi
Kemandirian Remaja”. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Vol. 6 pp. 25-43, 2017, hal. 26

5
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk
bentuk interkasi sosial diantarannya :
a. Pembangkangan (Negativisme), bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi
sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan
yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18
bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia
empat hingga enam tahun.
b. Agresi (Agression), yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun
kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa
kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini
diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencabut, menggigit, menendang dan lain
sebagainya.
c. Berselisih (Bertengkar), sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu
oleh sikap atau perilaku anak lain.
d. Menggoda (Teasing), menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda
merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan
atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
e. Persaingan (Rivaly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong
oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan
prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
f. Kerja sama (Cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini
mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga
tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
g. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior), yaitu tingkah laku untuk menguasai
situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ;
memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
h. Mementingkan diri sendiri (selffishness), yaitu sikap egosentris dalam memenuhi
interest atau keinginannya
i. Simpati (Sympaty), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh
perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain.
Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan
kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan

6
diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau
merahasiakannya Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang
menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya.
Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan
dan peristiwa peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam
pikirannya. Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
a. Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa
memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang
mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
b. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain
daalm Penilaiannya. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta
dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan
diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul
dengan banyak orang.6
E. Kesimpulan
Manfaat yang dapat kita ambil dari penelitian yang ada di jurnal ini, bukan hanya
sebagai pengetahuan dan bahan pembelajaran semata. Tetapi juga sebagai pertimbangan
bersama bagi orang tua, guru, maupun objeknya (anak yang mengalami proses
pendewasaan). Di zaman modern ini banyak sekali anak muda yang terjerumus ke dalam
pergaulan bebas sehingga mengakibatkan penyelewengan karakter kepribadian remaja
tersebut. Tidak heran sekarang banyak lembaga pendidikan dari SD hingga SMA banyak
yang menerapkan sistem full day untuk meminimalisir pengaruh pergaulan dunia luar pada
generasi milenial. Karena seperti yang kita tau, bahwasannya pengaruh lingkungan sekitar
sangat berpengaruh besar apalagi pada masa individu yang sedang mengalami proses
pendewasaan. Memang tidak mudah bagi anak muda zaman sekarang dalam menghadapi
tantangan di era globalisasi, banyak sekali godaan yang memanjakan dan mempermudah
aktivitas keseharian kita. Walaupun dengan berbagai macam fasilitas yang memanjakan
kita. Kita tidak boleh lengah, justru itulah senjata terbesar penghancur moralitas individu
sekaligus bangsa kita, maka dari itu, ada pepatah yang mengatakan “ilmu bukanlah
apa-apa tanpa di sertai dengan akhlak (perilaku yang mulia)”.

6
R. Nuruliah Kusumasari. “Lingkungan Sisial Dalam Perkembangan Psikologi Anak”. Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA).
Vol. 2 No. 1, 2015, hal. 36-37

7
DAFTAR PUSTAKA

Helda Nur Ania. “PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK PERSPEKTIF IBNU QAYYIM


AL-JAUZIYAH (Kajian Kitab Tuhfat al-Maudūd bi Ahkām al-Maulūd)”. Jurnal
Pendidikan Islam Al I’tibar. Vol.2 No.1, hal. 39
Irzya Adya Sugardha. (2018). “Upaya ke Arah Wajib Belajar 12 Tahu di Kabupaten
Majalengka; Pendekatan Kebijakan” Jurnal Administrasi Pendidikan. Vol.XXV No.2,
2018, hal. 252-253
Gloria Christoper. (2018). “Peranan Psikologi DalamProses Pembelajaran Siswa di
Sekolah”. Jurnal Warta Edisi : 58. ISSN : 1829-7463, 2018, hal. 3
Fithri Ajhuari, Kayyis. 2019. PSIKOLOGI PERKEMBANGAN (Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan). Yogyakarta : Penebar Media Pustaka.
Iqbal Bafadal dan Mareyke M.A.W. Tairas. (2017). “Penerapan Layanan Bimbingan
Kelompok Terhadap Persepsi Kemandirian Remaja”. Jurnal Psikologi Pendidikan
dan Perkembangan. Vol. 6 pp. 25-43, 2017, hal. 26
R. Nuruliah Kusumasari. (2015). “Lingkungan Sisial Dalam Perkembangan Psikologi
Anak”. Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA). Vol. 2 No. 1, 2015, hal. 36-37

Anda mungkin juga menyukai