Anda di halaman 1dari 8

[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.3 , No.

2 Agust 2018 ] AFIASI

Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Karyawan
SPBE Di Indramayu

Factors Associated with the Occurrence of Carpal Tunnel Syndrome (CTS) in SPBE Employees in
Indramayu

Muthoharoh1, Sarinah Basri K2, Tating Nuraeni3


1,2,3
Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Wiralodra
e-mail : b_sarinah@yahoo.com

Abstrak 0,041. Because the value of P- value < 0,05 so h0 is rejected,


CTS merupakan gangguan umum yang berhubungan meaning that there relationship was enough between working
dengan pekerjaan, disebabkan oleh gerakan berulang dan period with the incidence of CTS.as for the movement of the
posisi yang menetap pada jangka waktu lama. Beberapa repetitive test results statistics using the Fisher Exact Test
faktor diketahui menjadi risiko terjadinya CTS, seperti gerakan obtained P- Value = 0,464 because P-value > 0,05 so H0
berulang dengan kekuatan, tekanan pada otot, postur kerja accepted, meaning that there is a relationship weak between
yang tidak ergonomik dan lain-lain. the movement repetitive with the incidence of CTS.
Penelitian ini menggunakan Cross Sectional dengan
jumlah sampel 40 karyawan di dua SPBE bagian Filling Hall Keywords: Carpal Tunnel Syndrome, The Labor, Movement
area. Fisher Exact Test digunakan untuk analisis data uji Repetitive, Posture Work
statistik. Variabel yang diteliti adalah masa kerja, gerakan
repetitive dan postur kerja. Dalam pengumpulan data peneliti
menggunakan kuesioner, lembar observasi RULA dan test Pendahuluan
pemeriksaan fisik.
Hasil uji statistik menggunakan Fisher Exact Test untuk Tenaga kerja merupakan sumber daya
masa kerja dan postur kerja didapatkan nilai P-Value = 0,029 manusia yang mempunyai peranan penting
dan 0,041. Karena nilai P -Value < 0,05 sehingga Ho ditolak, sebagai pelaksana pembangunan, tanpa tenaga
artinya ada hubungan antara masa kerja dan postur kerja kerja yang produktif dan berkualitas maka
dengan kejadian CTS . sedangkan untuk gerakan repetitive pembangunan akan terlambat. Setiap jenis
hasil uji statistik menggunakan Fisher Exact Test didapatkan
nilai P-Value = 0,464. Karena nilai P-Value >0,05 sehingga Ho pekerjaan mempunyai resiko yang berbeda
diterima, artinya ada hubungan antara gerakan repetitive satu sama lain, diperlukan adanya
dengan kejadian CTS. perlindungan terhadap tenaga kerja dalam
rangka peningkatan kesejahteraan secara
Kata Kunci: Carpal Tunnel Syndrome, Masa Kerja, Gerakan menyeluruh1 .
Repetitive, Postur Kerja
OSHA (Occupational Safety and Health
Abstract Administration) menyatakan bahwa faktor
CTS is a common disorder that is associated with the
work, caused by repetitive movements and positions are
risiko yang berhubungan dengan pekerjaan
settled on a long term. Some of the factors known to be risks yang menyebabkan Musculoskelatal Disorders
to the occurrence of CTS in workers, such as repetitive adalah faktor pekerjaan itu sendiri seperti
movements with vorse, the pressure on the muscles, work postur kerja, gerakan berulang, kecepatan
posture which not, ergonomic and other. kerja, kekuatan gerakan, getaran dan suhu,
This study is Cross Sectional with a total sample of 40
employees in two SPBE part of the Filling Hall Area. Fisher karakteristik lingkungan kerja, serta alat kerja
Exact Test used for data analysis a statistical test. The yang digunakan2.
variables studied are the factors of the period of employment,
factor movements repetitive and posture work. In data
Salah satu jenis penyakit Musculoskelatal
collection the researches used questionnaire, observation, Disorders adalah CTS (Carpal Tunnel
sheet RULLA and test a physical examination. Syndrome). CTS merupakan gangguan pada
The results of statistical tests using Fisher Exact Test to anggota tubuh bagian tangan yang
the work obtained and posture work P-value = 0,029 and menyebabkan rasa sakit dan mati rasa terutama

37
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.3 , No.2 Agust 2018 ] AFIASI

pada ibu jari dan tiga jari utama yaitu jari berulang adalah menjadi operator, loading
telunjuk, jari tengah, dan sebagian jari manis. bongkar dan loading muat gas elpiji. Dari
CTS muncul ketika syaraf Medianus proses pengisian gas (operator), loading
mengalami kompresi pada saluran dalam bongkar dan loading muat diketahui faktor
pergelangan tangan3. pekerjaan yang merupakan faktor risiko
terjadinya CTS. Pada proses loading, saat
CTS secara khas menyebabkan rasa nyeri
mengangkut tabung gas dari Armada, pekerja
dan parestesi pada tangan pada malam hari
menggunakan alat bantu berupa troli untuk
atau bengkak yang menyebabkan
mengangkut tabung, namun alat tersebut
ketidakmampuan kondisi pergelangan tangan,
mengandalkan kekuatan tangan dengan cara
karena tekanan yang terlalu berat pada syaraf
didorong menuju conveyor. Posisi tangan dan
medianus yang melalui pergelangan tangan
tubuh bagian atas terlihat tidak ergonomik,
(Carpal Tunnel) yang sempit, di bawah
posisi terlihat flexi dan extensi. Gerakan
ligamentum karpal transversal4.
tangan tersebut dilakukan secara terus-
Gejala CTS meliputi rasa nyeri, menerus. Jika hal tersebut dilakukan secara
pembengkakan, rasa seperti tertusuk, hipotesia berulang maka akan menyebabkan tekanan
pada ibu jari, telunjuk dan jari tengah. pada tangan atau pergelangan tangan.
Penelitian Trimanto (2008) dalam Lazuardi
Dari hasil studi pendahuluan yang
(2016) menjelaskan bahwa dari 60 sampel
dilaksanakan di SPBE PD.BWI pada bulan
terdapat 26 orang mengalami CTS dengan
Februari 2017 ditemukan adanya gejala CTS
hasil ada hubungan antara masa kerja,
pada karyawan seperti seringnya kesemutan
frekuensi gerakan berulang, kekuatan otot
dan rasa nyeri yang menjalar kejari serta
tangan, sikap kerja dengan kejadian carpal
tangan, salah satu faktor resiko yang
tunnel syndrome pada pekerja pemecah batu
menyebabkan sindrom terowongan karpal
split di desa Pandawa Kecamatan Lebaksiu
seperti gerakan berulang dengan kekuatan,
Kabupaten Tegal. Dari posisi kerja yang
tekanan pada otot, getaran, suhu, postur kerja
bersifat monoton, menggunakan tangan secara
yang tidak ergonomik. Mayoritas pekerja
fleksi dan ekstensi secara berlebihan, posisi
menganggap keluhan sakit atau nyeri pada
kerja yang statis merupakan faktor resiko
tangan adalah hal yang biasa, sehingga sakit
untuk terjadinya CTS5.
atau nyeri yang didapat tidak terlalu
Di Indonesia, prevalens CTS dalam diperhatikan.
masalah kerja belum diketahui karena sangat
sedikit diagnosis penyakit akibat kerja yang
dilaporkan. Berbagai penelitian melaporkan Metode Penelitian
bahwa CTS merupakan salah satu jenis CTDs Dalam melaksanakan penelitiaan, jenis
yang paling cepat menimbulkan gejala pada penelitian yang digunakan adalah
pekerja. Penelitian pada pekerjaan dengan Observasional Analitik dengan menggunakan
risiko tinggi di pergelangan tangan dan tangan metode Cross Sectional, yaitu penelitian untuk
mendapatkan prevalensi CTS antara 5,6%- mempelajari dinamika korelasi antara faktor
14,8%6. Penyebab dari CTS dapat terjadi resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
karena trauma langsung pada carpal tunnel, observasi atau pengumpulan data sekaligus
posisi pergelangan fleksi dan ekstensi pada suatu saat atau Point Time Approach8.
berulang, edema, kelainan sistemik7. Instrumen Penelitian adalah perangkat yang
Salah satu pekerjaan yang banyak digunakan untuk mengungkap data9. Alat
melakukan aktivitas statis dengan gerakan pengumpulan data yang digunakan dalam

38
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.3 , No.2 Agust 2018 ] AFIASI

penelitian ini adalah Kuesioner, Phalen’s test, Dari data diatas diketahui bahwa
Tinel test, Wrist extension test, Pressure test, dari 40 responden yang masuk dalam
Stopwatch, dan lembar penilaian RULA kategori tidak berisiko berjumlah 22
(Ruppid Upper Limb Assassment). orang (55,0%) sedangkan responden
Dalam penelitian ini, peneliti akan yang masuk dalam kategori berisiko
membagikan kuesioner, observasi dan test berjumlah 18 orang (45,0%).
pemeriksaan fisik pada karyawan karyawan
bagian filling hall area di SPBE PD.BWI dan 3. Postur Kerja
SPBE PT. Fajar Cahaya Pantura sebanyak 40 Tabel 3. Distribusi Frekuensi
orang. Untuk mengetahui hubungan masa Responden Berdasarkan Postur
kerja, gerakan repetitive dan postur kerja Kerja
dengan kejadian CTS menggunakan Fisher’s No Level Jumlah Persentase
Exact Test. Resiko (%)
1. Kecil 12 30,0%
Hasil 2. Tinggi 28 70,0%
Total 40 100
A. Analisis Univariat
1. Masa Kerja Berdasarkan tabel 3 diatas diketahui
Tabel 1. Distribusi Frekuensi bahwa dari 40 responden yang
Responden Berdasarkan Masa Kerja mempunyai level resiko kecil sebanyak
No Masa Frekuensi Persentase 12 orang (30,0%), dan yang
Kerja mempunyai level resiko tinggi
1. Tidak 9 22,5%
sebanyak 28 orang (70,0%).
Berisiko
2. Berisiko 31 77,5% 4. Kejadian CTS
Jumlah 40 100% Tabel 4. Distribusi Frekuensi
Berdasarkan tabel diatas diketahui Responden Berdasarkan Kejadian
bahwa responden yang berisiko CTS
berjumlah 31 orang (77,5%) sedangkan No Keluhan Jumlah Persentase
responden yang tidak berisiko Subyektif (%)
berjumlah 9 orang (22,5%). 1. Ya 30 75.0%
2. Tidak 10 25,0%
2. Gerakan Repetitive Total 40 100%
Tabel 2. Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Gerakan
Repetitive Berdasarkan tabel 4 diatas diketahui
No Gerakan Jumlah Persentase bahwa dari 40 responden, diperoleh
Repetitif (%) sebanyak 30 responden (75,0%)
1. Tidak 22 55,0% mengalami kejadian CTS, sedangkan
Berisiko yang tidak mengalami keluhan
2. Berisiko 18 45,0% subyektif kejadian CTS sebanyak 10
Total 40 100% orang (25,0%).

39
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.3 , No.2 Agust 2018 ] AFIASI

B. Analisis Bivariat
Adapun hasil dari analisis bivariat pada penelitian ini, dimana melihat hubungan antar
variabel dependen dan variabel independen. Hasil penelitian sebagai berikut:

Tabel 5. Analisis Hubungan Masa Kerja dengan Kejadian CTS


P 95% Confidence
Masa Kejadian CTS
No Jumlah Value SC RR Interval (CI)
Kerja
Ya Tidak Lower Upper
1. Tidak 4 5 9
Berisiko 44,4% 55,6% 100,0%
2. Berisiko 26 5 31 0,029 -0,380 3,444 1,276 9,297
83,9% 16,1% 100,0%
Jumlah Total % 30 10 40
75,0% 25,0% 100,0%

Berdasarkan uji statistik dengan hubungan antara masa kerja dengan Kejadian
menggunakan nilai Fisher Exact Test, CTS pada karyawan SPBE di Indramayu
diperoleh nilai probabilitas (P value) sebesar Tahun 2017, Karena sebagian besar karyawan
0,029 (P value < 0,05) sehingga dapat SPBE memiliki masa kerja > 4 tahun yang
disimpulkan bahwa pada (5%) terdapat dapat berisiko mengalami kejadian CTS.

Tabel 6. Analisis Hubungan Gerakan Repetitive dengan Kejadian CTS


P 95% Confidence
Gerakan Kejadian CTS
No Jumlah Value SC RR Interval (CI)
Repetitive
Ya Tidak Lower Upper
1. Tidak 15 7 22
Berisiko 68,2% 31,8% 100,0%
2. Berisiko 15 3 18 0,464 -0,174 1,909 0,575 6,342
83,3% 16,7% 100,0%
Jumlah Total % 30 10 40
75,0% 25,0% 100,0%

Berdasarkan uji statistik dengan disimpulkan bahwa pada (5%) tidak ada
menggunakan nilai Fisher Exact Test, hubungan antara gerakan repetitive dengan
diperoleh nilai probabilitas (P value) sebesar kejadian CTS pada karyawan SPBE di
0,464 (P value > 0,05) sehingga dapat Indramayu Tahun 2017.

Tabel 7. Analisis Hubungan Postur Kerja dengan Kejadian CTS


Kejadian CTS
No Postur Kerja Jumlah P Value SC
Ya Tidak
6 6 12
1. Kecil
50,0% 50,0% 100%
24 4 28
2. Tinggi
85,7% 14,3% 100% 0,041 -0,378
30 10 40
Jumlah
75,0% 25,0% 100%

40
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.3 , No.2 Agust 2018 ] AFIASI

Berdasarkan uji statistik dengan dapat mengurangi efek tersebut. Cedera


menggunakan nilai Fisher Exact Test, gerakan berulang mengakibatkan kerugian
diperoleh nilai probabilitas (P value) besar dalam hal biaya perawatan untuk tenaga
sebesar 0,041 (P value < 0,05) sehingga kerja, selain tenaga kerja yang menderita, akan
dapat disimpulkan bahwa pada (5%) kehilangan produktifitas optimalnya. Hal ini
terdapat hubungan antara postur kerja dapat menjadi beban bagi tenaga kerja maupun
dengan kejadian CTS pada karyawan pada perusahaan. Dalam penelitian ini
SPBE di Indramayu Tahun 2017 menunjukan bahwa Sebagian besar karyawan
tidak melakukan gerakan repetitive sehingga
Pembahasan bisa masuk dalam kategori tidak beresiko11.
1. Masa Kerja
3. Postur Kerja
Tabel 1 menunjukan hasil bahwa dari 40
Berdasarkan tabel 3 menunjukan hasil
karyawan SPBE yang memiliki masa kerja 4-7
bahwa dari 40 karyawan SPBE yang
tahun berjumlah 31 orang (77,5%) dan yang
mempunyai level risiko kecil sebanyak 12
memiliki masa kerja 1-3 tahun berjumlah 9
(30,0%) dan yang mempunyai level risiko
orang (22,5%). Sebagian besar karyawan yang
tinggi sebanyak 70,0 (70,0%). Sebagian besar
memiliki masa kerja 4-7 tahun masuk dalam
karyawan mempunyai level risiko tinggi.
kategori berisiko.
Posisi kerja statis dan postur tangan tidak
Faktor risiko terjadinya Carpal Tunnel
ergonomis pada bahu, lengan, dan pergelangan
Syndrome terdiri dari beberapa faktor dan
tangan dalam jangka waktu yang lama akan
salah satunya adalah masa kerja. Masa kerja
menyebabkan peradangan pada jaringan otot,
merupakan salah satu faktor yang dapat
syaraf, maupun keduanya. Pembengkakan
mendukung munculnya gangguan
tersebut akan menekan saraf medianus tangan
musculoskeletal yang disebabkan oleh
pekerjaan.Proporsi CTS lebih banyak sehingga bisa menimbulkan CTS12.
ditemukan pada responden yang mempunyai
masa kerja ≥4 tahun, dibandingkan dengan 4. Kejadian CTS
responden dengan masa kerja ≤4 tahun yang Berdasarkan tabel 4 menunjukan hasil
mengalami kejadian positif. Semakin lama bahwa dari 40 karyawan SPBE yang
masa kerja seseorang maka semakin banyak mengalami kejadian CTS sebanyak 30 orang
gerakan berulang yang telah dilakukan10. (75,0%) dan yang tidak mengalami kejadian
CTS sebanyak 10 orang (25,5%). Sebagian
besar karyawan mengalami kejadian CTS.
2. Gerakan Repetitive
Berdasarkan tabel 2 menunjukan hasil Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah
bahwa dari 40 karyawan SPBE yang gangguan pada anggota tubuh bagian tangan
melakukan gerakan repetitive sebanyak 18 yang menyebabkan rasa sakit dan mati rasa
orang (45,0%) dan yang tidak melakukan terutama pada ibu jari dan tiga jari utama yaitu
gerakan repetitive sebanyak 22 orang (55,0%). jari telunjuk, jari tengah, dan sebagian jari
Sebagian besar karyawan tidak melakukan manis13.
gerakan repetitive masuk dalam kategori tidak Penyebab utama CTS sering sangat sukar
beresiko. ditentukan, apakah karena kondisi kerja atau
Gerakan repetitive merupakan gerakan yang karena suatu penyakit. penyebab dasar dari
memiliki sedikit variasi dan dilakukan setiap keluhan tidak dapat ditemukan. Namun karena
beberapa detik, sehingga dapat mengakibatkan desakan ekonomi yang menuntut untuk tetap
kelelahan dan ketegangan otot tendon. Jika melakukan pekerjaan tersebut dan pada
waktu yang digunakan untuk istirahat tidak akhirnya gejala yang dirasakan dianggap

41
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.3 , No.2 Agust 2018 ] AFIASI

keadaan biasa dengan hanya mengobati Analisis hasil observasi mengenai gerakan
dengan pengobatan seadanya, hal ini dapat repetitive yaitu terdapat pada kategori gerakan
menjadikan keadaan yang biasa menjadi repetitive yang tidak berisiko sebanyak 22. Hal
penyakit serius14. ini menggambarkan bahwa semakin sedikit
gerakan repetitive yang dilakukan karyawan
5. Hubungan Masa Kerja dengan maka semakin rendah risiko mengalami CTS,
Kejadian CTS begitu juga sebaliknya semakin banyak
Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai gerakan repetitive yang dilakukan karyawan
ekspektasi <5 sehingga digunakan nilai Fisher maka semakin tinggi risiko mengalami CTS.
Exact Test sebesar 0,029 sebagai ganti nilai P-
value, karena nilai P-value < 0,05 maka Ho 7. Hubungan Postur Kerja dengan
ditolak, artinya terdapat hubungan antara masa Kejadian CTS
kerja dengan Kejadian CTS pada karyawan Berdasarkan uji statistik dengan
SPBE di Indramayu Tahun 2017. menggunakan nilai Fisher Exact Test,
Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah diperoleh nilai probabilitas (P value) sebesar
dilakukan Permatasari, V. F, (2016) yang 0,041 (P value < 0,05) sehingga dapat
menyatakan bahwa adanya hubungan yang disimpulkan bahwa pada (5%) terdapat
bermakna antara masa kerja dengan sindrom hubungan antara postur kerja dengan kejadian
terowongan karpal14. CTS.
Analisis hasil jawaban pertanyaan Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara
(kuesioner) mengenai masa kerja yaitu kerja yang tidak ergonomis dalam waktu lama
terdapat pada kategori masa kerja yang dapat menyebabkan berbagai gangguan
berisiko sebanyak 31. Hal ini menggambarkan kesehatan pada karyawan, salah satunya
bahwa semakin lama masa kerja yang dilalui kesulitan menggerakan kaki, tangan, leher atau
karyawan maka semakin berisiko mengalami kepala. Bagi karyawan, adanya aktivitas di
CTS, begitu juga sebaliknya semakin rendah Filling Hall merupakan suatu kegiatan yang
masa kerja yang dilalui karyawan maka sangat berarti karena dapat dijadikan sebagai
semakin rendah risiko mengalami CTS. sumber mata pencaharian yang dapat
meningkatkan penghasilan ekonomi, Padahal
6. Hubungan Gerakan Repetitive dengan perlu disadari bahwa setiap pekerjaan
Kejadian CTS memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda.
Berdasarkan uji statistik dengan Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
menggunakan nilai Fisher Exact Test, dilakukan oleh Ahmad Iqbal Lazuardi (2016)
diperoleh nilai probabilitas (P value) sebesar yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
0,464 (P value > 0,05) sehingga dapat postur kerja dengan kejadian Carpal Tunnel
disimpulkan bahwa pada (5%) tidak ada Syndrome pada pekerja pemecah batu di
hubungan antara gerakan repetitive dengan kecamatan sumbersari dan sukowono
kejadian CTS. kabupaten jember dengan nilai P-value
Hal ini bertolak belakang dengan penelitian <0,0510.
yang dilakukan Rina, T.I.M. (2010), bahwa
terdapat hubungan antara gerakan repetitive Kesimpulan
dengan kejadian terowongan karpal pada 1. Distribusi masa kerja pada karyawan
pekerjaan menjahit di bagian konveksi PT. SPBE di Indramayu Tahun 2017,
Liris Sukoharjo di Desa Banaran Kecamatan sebagian besar karyawan yang
grogol Kabupaten sukoharjo dengan nilai p- memiliki masa kerja 4-7 tahun
value < 0,05.

42
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.3 , No.2 Agust 2018 ] AFIASI

berjumlah 31 orang (77,5%) sehingga sehingga dapat mengurangi kejadian


masuk dalam kategori berisiko. CTS
2. Distribusi gerakan repetitive pada 4. Bagi Karyawan SPBE
karyawan SPBE di Indramayu Tahun Diharapkan dapat melakukan istirahat
2017, sebagian kecil karyawan yang secara teratur setiap 15-20 menit dengan
melakukan gerakan repetitive ≥ 30 kali melekukkan dan meluruskan
berjumlah 18 orang (45,0%) sehingga pergelangan tangan. Lakukan latihan
masuk dalam kategori tidak beresiko. dengan mengepal, menekuk ke arah
3. Distribusi postur kerja pada karyawan bawah dan ke atas kemudian tahan
SPBE di Indramayu Tahun 2017, selama 30 detik.
sebagian besar karyawan yang 5. Bagi Peneliti Lain
mengalami level risiko tinggi Untuk peneliti selanjutnya diharapkan
berjumlah 28 orang (70,0%). dapat meneliti variabel-variabel lain
4. Terdapat hubungan yang cukup kuat seperti getaran, riwayat penyakit dan lain
antara masa kerja dengan kejadian CTS sebagainya yang merupakan faktor risiko
pada karyawan SPBE di Indramayu terjadinya CTS pada karyawan SPBE.
Tahun 2017. Sehingga dapat memberikan hasil yang
5. Terdapat hubungan yang lemah antara berbeda dan tertarik untuk diteliti oleh
gerakan repetitive dengan kejadian peneliti selanjutnya.
CTS pada karyawan SPBE di
Indramayu Tahun 2017. Daftar Pustaka
6. Terdapat hubungan yang tinggi antara 1. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
postur kerja dengan kejadian CTS pada 2013, Definisi tenaga kerja, Jawa
karyawan SPBE di Indramayu Tahun Timur, Disnakertrans.
2017. 2. OSHA. 2008. Musculoskeletal
Disorders [edisi Online]
Saran https://www.osha.gov/SLTC/ergonimic/
[Di akses 12 Mei 2017].
1. Bagi Puskesmas
3. Yassi, Annalee. 1997. Repetitive Starin
Bagi puskesmas khususnya yang
Injuries (Occupational Medicine),
memegang program kesehatan kerja
Occupational and Enviromental Health
diharapkan melakukan pembinaan
of Unit. University of Manitoba.
terhadap karyawan SPBE di Indramayu,
Canada. Lancet.1997. Vol 349 99056)
serta melakukan penyuluhan-penyuluhan
pp. 943-947.
secara rutin.
4. Srie Ramadhani, 2003. Ergonomi
2. Bagi Fakulta
dalam Bunga Rampai Hiperkes & KK
Informasi yang diperoleh dari hasil
Edisi Kedua (Revisi), Budiono, A.M.
penelitian ini dapat dijadikan sebagai
Sugeng, Jusuf, R.M.S. & Pusparini,
salah satu referensi untuk penelitian
Adriana, Badan Penerbit Universitas
lebih lanjut bagi mahasiswa yang
Diponegoro, Semarang.
melakukan penelitian penyakit akibat
5. Shigeharu,U. 2010. Current conceptsof
kerja khususnya tentang kejadian CTS.
carpal tunnel syndrome:
3. Bagi Pemilik SPBE
pathophysiology, treatment, and
Bagi pemilik SPBE diharapkan ikut
evaluation. Journal of Ortophaedic
memberikan penyuluhan tentang postur
Science,15(1):1-13.
kerja/ posisi yang baik / ergonomis

43
[Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.3 , No.2 Agust 2018 ] AFIASI

6. Tana, L. 2004. Sindrom Terowongan Pada Pekerja Industri Keripik Melinjo


Karpal pada Pekerja : Pencegahan Subur Indramayu. Skripsi. Fakultas
dan Pengobatannya. Jurnal Kedokteran Kesehatan Masyarakat, Universitas
Trisakti Vol. 22 No 3. Wiralodra Indramayu.
7. Harahap, Rudiansyah. 2003. Praktis
Carpal Tunnel Syndrome. Cermin
Dunia Kedokteran No. 141. Semarang.
8. Notoatmodjo, S. 2012. Metode
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
9. Notoatmodjo, S. 2010. Metode
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
10. Ahmad, I L. 2016. Determinan
Gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
pada pekerja pemecah batu (Studi
pada Pekerja Pemecah Batu di
kecamatan Sumbersari dan Sukowono
Kabupaten Jember). Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas
Jember.
11. Rusdi Yusuf, Koesyanto Herry.
Hubungan Antara Getaran Mesin pada
Pekerja Bagian Produksi dengan
Carpal Tunnel Syndrome Industri
Pengolahan Kayu Brumbung Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah. Jurnal
KEMAS 5 (2) (2010) 89-94.
12. Wichaksana, Aryawan, Kartiena A.
2002. Peran Ergonomi dalam
Pencegahan Sindroma Carpal Tunnel
Akibat Kerja. PPS. K, Hiperkes Medis.
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No.136,.
13. Yassi, Annalee. 1997. Repetitive
Starin Injuries (Occupational
Medicine), Occupational and
Enviromental Health of Unit.
University of Manitoba. Canada.
Lancet.1997. Vol 349 99056) pp. 943-
947.
14. Veni, F P. 2016. Hubungan Masa
Kerja Dan Gerakan Repetitif Dengan
Kejadian Sindrom Terowongan Karpal

44

Anda mungkin juga menyukai