Makalah Stroke 6 Kmb.

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 27

KELOMPOK 6

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
DIAGNOSA MEDIS CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA) INFARK

OLEH:
Annisa Dewi K 20110004
Enjang Wahyu Budiarti 2011012
Miftakhatu Fauziyyah 2011019
Rulian Maya Vernanda 2011024
Wahyu Apriyani 2011018

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
“CVA INFARK”

A. KONSEP CVA INFARK


1. Definisi CVA Infark
Menurut (Muttaqin, 2011) Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA)
adalah kehilangan fungsi otak yang disebabkan oleh adanya trombosis,
embolisme, iskemia dan hemoragi sehingga mengakibatkan berhentinya
suplai darah ke bagian otak. Iskemik adalah kurangnya aliran darah ke otak
sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.
CVA (Cerebro Vascular Accident) atau stroke adalah gangguan defisit
neurologis yang mempunyai gejala tiba- tiba, berlangsung lebih dari 24 jam,
dan disebabkan oleh penyakit serebrovascular. CVA terjadi pada saat
terdapat gangguan peredaran darah ke bagian otak (Setiyowati, 2018).
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak)
karena terjadi kematian pada jaringan otak (infark cerebral). Penyebabnya
adalah berkurangnya aliran darah dan okesigen ke otak dikarenakan adanya
sumbatan-sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah
(Pudiastuti, 2011)
2. Etiologi CVA Infark
Menurut (Muttaqin, 2011) CVA infark disebabkan oleh:

1. Trombosis serebri
Terjadi ketika pembuluh darah mengalami sumbatan yang
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti (pembendungan darah) disekitarnya. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya elastisitas dinding
pembuluh darah. Atherosklerosis merupakan penyebab paling
umum dari stroke iskemik. Munculnya atheroma sebagai hasil dari
respon inflamasi, mengarah pada penyimpanan bertahap senyawa
lipid dalam dinding arteri. Hal ini mengakibatkan pembentukan
plak. Proses ini diperberat oleh beberapa faktor seperti hipertensi,
diabetes, merokok dan hiperlipidemia. Mengakibatkan dinding
arterial mengalami nekrosis, ulserasi atau kalsifikasi.
b. Hiperkoagulasi: darah yang kental akan menyebabkan viskositas
hematokrit meningkat sehingga dapat memperlambat alirah darah
cerebral.
c. Arteritis: peradangan pada arteri
2. Emboli
Emboli terjadi disebabkan adanya penyumbatan pada pembuluhan
darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan mengalir mengikuti
peredaran darah lalu menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan
yang dapat menimbulkan emboli antara lain:
a. Penyakit jantung.
b. Infark miokardium.
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia: dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri.
d. Endokarditis: menyebabkan gangguan pada endocardium.
3. Klasifikasi CVA Infark
1. Mneurut Manjoer (2010) berdasarkan klinik stroke digolongkan sebagai
berikut,:
a. Stroke Hemoragik (SH) Stroke yang terjadi karena perdarahan pada
Sub arachnoid yang dapat disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak pada daerah tertentu, biasanya terjadi saat pasien melakukan
aktivitas atau saat aktif.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH) berupa iskemia, emboli dan trombosis
serebral, biasanya terjadi setelah lama beristirahat, atau baru bangun
tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi iskemi yang menyebabkan hipoksia
namun selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit, (Manjoer, 2010):
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas.
Gangguan neurologis fokal (hanya dibagian otak tertentu) yang timbul
mendadak dan hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit)
sampai beberapa jam (24 jam).
b. Stroke Involution atau Progresif
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses progessif dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.

c. Stroke Complete
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen dan
maksimal sejak awal serangan. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
4. Manifestasi Klinis CVA Infark
1) Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala:
a. Perubahan tingkat kesadaran: penurunan orientasi dan respon
terhadap stimulus.
b. Keluhan kepala pusing.
c. Perubahan kemampuan gerak ekstermitas: kelemahan sampai
paralysis
2) Reflek menelan menurun
3) ST Scan tampak adanya edema
4) Mobilitas menurun
5) Nyeri kepala
6) Serangan sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing bergoyang,
kesulitan menelan (disfagia), kebingungan akut, atau gangguan daya
ingat
7) Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu
tubuh, terutama disatu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai.

5. Patofisiologi CVA Infark


Infark cerebral dimulai saat suplai darah ke otak berkurang. Luasnya
jaringan otak yang mengalami infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi
dan besar kecilnya pembuluh darah dan adekuat/tidak adekuatnya suplai darah ke
pembuluh darah yang tersumbat. Atherosclerosis cenderung sebagai faktor yang
tersering menyebabkan thrombus karena plak pada arterosklerotik, atau darah
beku pada area stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau turbulensi.
Thrombus akan pecah dari dinding pembuluh darah lalu terbawa mengikuti
aliran darah sebagai emboli. Thrombus menyebabkan iskemia jaringan otak
sehingga pembuluh darah yang terkena thrombus akan mengalami edema dan
kongesti disekitar area pembuluh darah. Akhirnya edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri (Pudiastuti, 2011).
6. WOC (Web Of Caution) CVA Infark

-Aterosklerosis -Lemak
- Hiperkoagulasi - Udara
- Arteritis - Bekuan darah

Trombus Emboli
- Hiperkoagulasi - Hiperkoagulasi

Penyumbatan di pembuluh darah

Penurunan Oksigen
- Hiperkoagulasi
Hipoksia jaringan Penurunan suplai darah ke Infark
- Hiperkoagulasi jaringan (Serebral) jaringan otak

Metabolisme Anaerob
Kerusakan pusat gerakan Kelemahan pada
- Hiperkoagulasi
motorik di lobus frontalis: nervus V, VII, IX,X
O2 + H2O Hemiphare/Hemiplagia

Edema Otak MK : MK :
Gangguan Defisit
MK : Mobillitas menelan Nutrisi
MK : Peningkatan
Gangguan menurun
TIK
Mobilitas
Fisik Tirah baring
Penurunan kesadaran

Reflek Menelan
MK : Gangguan MK : Defisit
Menurun
integritas kulit perawatan diri

Penumpukan
sputum dan
sekret

MK : Bersihan
jalan napas tidak
efektif
7. Pemeriksaan Penunjang CVA Infark
Pemeriksaan penunjang CVA Infark (Yueniwati, 2015)
1. Laboratorium.
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA
ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF),
fibrinogen(Muttaqin, 2008).
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien
CVA infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60
mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan
mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung
darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED
tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis,
panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0
mMol/l), klorida,)
c. Darah lengkap: didapatkan hasil leukosit pada 24 jam pertama
serangan stroke infark mengalami peningkatan dan akibatnya akan
menghasilkan outcome yang lebih buruk dan masa perawatannya
akan lebih lama. Berdasarkan penelitian (Oktavia, 2017) dengan
judul Hubungan Jumlah Leukosit dengan Defisit Fungsional
Neurologis pada Pasein Stroke Iskemik menunjukan hasil angka
leukosit yang tinggi menunjukan korelasi terhadap hasil akhir
outcome klinis dan lama perawatan pada paien stroke iskemik akut.
d. Masa protombin: digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi serta
monitoring
e. Urinalisis.
2. Diagnostik.
a. CT Scan Kepala:
Pada pemeriksaan CT Scan kepala didapatkan adanya sumabatan
pada pembuluh darah sehingga menyebabkan kurangnya asupan
oksigen pada otak. Pada hasil CT Scan kepala bagian yang kurang
oksigen akan tampak gelap dalam waktu 24 jam (terdapat lesi
hipodensiti di kawasan MCA sinistra) dan menunjukan adanya
infark(Tjikoe, Loho, & Ali, 2014).
b. Angiografi serebral:
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya penyempitan
ataupun sumbatan pada pembuluh darah pada daerah cerebral.
Pemeriksaan angiografi ini digunakan untuk menentukan apakah
lokasi pada sistem karotis atau vetebrobasiler, menentukan ada
tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.
c. Pungsi lumbal :
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI
pada stroke PIS didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging
atau berwarna kekuningan, pada PSA didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan
perdarahan (jernih).
d. MRI (Magnetik Resonance Imaging):
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang
otak (sangat sensitive). Alat ini memberikan hasil lebih akurat dari
pada CT-Scan karena mampu mendeteksi berbagai berbagai kelainan
otak dan pembuluh darah otak yang sangat kecil dan tidak mungkin
di jangkau oleh CT-Scan, seperti daerah spesifik yang mengalami
infark.
e. X-ray tengkorak, EKG atau ECG.

8. Penatalaksanaan CVA Infark


Penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Misbach, 2011):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem
kardiovaskuler.

9. Komplikasi CVA Infark


Ada beberapa komplikasi CVA Infark (Muttaqin, 2008)

1. Imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri tekan, konstipasi, dan


trombofeblitis.
2. Paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas, dan
terjatuh.
3. Kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrosefalus

B. Konsep Asuhan Keperawatan Sistem Persyarafan CVA Infark


1. Pengkajian Primary Survey
a) Airway
Hal pertama yang dinilai adalah airway. Pasien dengan CVA Infrak
beresiko mengalami sumbatan karena adanya penumpukan sekret
akibat dari kelemahan reflek batuk.
b) Breathing
Look : terjadi penurunan refleks menelandan batuk, sehingga
mengakibatkan perubahan pola napas yang tidak teratur
Listen : terdapat suara nafas ronchi.
Feel : terasa hembusan nafas.
c) Circulation
Pada pasien dengan stroke non hemoragik yang mengalami perfusi
serebral tidak efektif menyebabkan kadar PaO2 <95% sehingga
menyebabkan sianosis. Pasien stroke non hemoragik mengalami
diaforesis sehingga ditemukan akral teraba dingin, dan kulit
mengalami kelembapan. TD dapat normal atau meningkat, dengan
frekuensi nadi bervariasi
d) Disability
Pemeriksaan neurologis secara cepat yaitu meliputi tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil (isokor, anisokor, atau
midriasis). Pasien dengan cva infrak akan mengalami gangguan
kesadaran jika terjadi ketidakseimbangan perfusi ventilasi. Pupil
kecil dan ptosis pada sisi kelopak mata yang terkena. Mengalami
gangguan motorik seperti hemiplegia, hemiparesis, dan mengalami
gangguan sensorik seperti defisit dalam pendengaran, pengelihatan
dan indra penciuman.
e) Exposure
Pada pasien stroke non hemoragik biasanya jarang terjadi trauma.
2. Pengkajian Sekunder
a) Anamnesa
1) Keluhan utama : Pada pasien dengan cva infrak keluhan
utamnya biasanya terjadi hemiparesis, hemiplegia, afasia,
disartria, ataksia, sampai penurunan kesadaran (Batticaca,
2008). Dikutip dari nulis.co , dr. Nur setiawan menjelaskan
bahwa laki-laki lebih beresiko besar terserang stroke akibat
pola hidup yang tidak sehat, seperti merokok, minum minuman
berakohol, dll.
2) Riwayat penyakit sekarang : Tanyakan kapan terjadi
hemiparesis atau hemiplegia, apa penyebab terajadi hal
tersebut.
3) Riwayat penyakit dahulu : Tanyakan apakah pasien memiliki
riwayat hipertensi karena semakin tinggi tekanan darah pasien
maka akan semakin besar kemungkinan kerusakan pada
dinding pembuluh darah, sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan atau pbahkan pecahnya pembuluh darah di otak.
dan riwayat penyakit jantung seperti fibrilasi atrium karena
dapat menyebabkan stroke yang diakibatkan oleh penyumbatan
gupalan darah yang terlepas dari jantung lalu menghambat
pembuluh darah di otak, hal tersebut dapat terjadi akibat detak
jantung yang tidak menentu / teratur dan fibrilasi atrium yang
tak teratur.
AMPLE :
- Allergies : kaji apakah pasien memiliki alergi terhadap obat-
obatan, maknan atau plester.
- Medication : kaji apakah pasien sedang menjalani pengobatan,
seperti obat vasopressin karena obat tersebut mempersempit
pembuluh darah
- Post medical history : kaji riwayat medis pasien seperti peyakit
yang pernah di derita, riwayat operasi atau penggunaan obat-
obatan herbal.
- Las meal : kaji obat atau mekanan yang baru saja dikonsumsi
dan pada jam berapa
- Event of injury : kaji hal-hal yang bersangkutan dengan
penyebab cedera dan kejadian yang menyebabkan adanya
keluhan utama. Seperti serangan jantung yang dapat
menyebabkan embolus mengalir ke otak
b) Pemeriksaan fisik
Brain (B3) : Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
tergantung pada lokasi pembuluh mana yang tersumbat, dan ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat. Pengkajian ini memeriksa
secara fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian
sistem lainnya. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter
yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon
terhadap lingkungan adalah indikator yang paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan. Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran
klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral meliputi kasus mental, fungsi
intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
- Pengkajian saraf kranial :
Pemerikasaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII
sebagai berikut
 Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak terdapat kelainan
pada fungsi penciuman.
 Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial sering terlihat pada klien dengan
hemiplegi kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
 Saraf III, IV, VI: apabla terjadi paralisis, pada satu sisi otot-
otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit
 Saraf V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
 Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
 Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
 Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik dan sulit
untuk membuka mulutnya
 Saraf XI: tidak terdapat atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius
 Saraf XII: lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
 Pengkajian Sistem Motorik
Stroke merupakan penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan hilangnya kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Oleh karena UMN bersilangan, maka gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan
dari otak.
 Inspeksi umum: didapatkan hemiplegi karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Selain itu juga didapatkan terjadinya
hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
 Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas
 Meningkatnya tonus otot
 Mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi karena
adanya hemiparese dan hemiplegi
- Pengkajian Reflek
Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan reflek profunda dan
pemeriksaan reflek patologis. Pada gerakan involunter tidak
ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu,
klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak
dengan stroke disertai peningkatan tekanan suhu tubuh yang
tinggi. Kejang berhubungan sekunder dengan area fokal kortikal
yang peka.
- Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer antara
mata dan korteks visual. Kehilangan sensori karena stroke
dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) erta kesulitan
dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
Bladder (B4) : pada pasien cva infrak berseiko mengalami
inkontinensia urine karena ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik.
Bowel (B5) : didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, serta
mual hingga muntah yang diakibatkan oleh peningkatan produksi
asam lambung.
Bone (B6) : pada pasien cva infrak beresiko mengalami penurunan
kekuatan otot yang disebabkan oleh gangguan neurosensory.
Integumen : kaji kondisi kulit pasien, dan kaji tanda-tanda
dikubitus terutama pada daerah yang menonjol karena pasien cva
infrak mengalami mobilitas fisik.

c) Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2017)


1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d disfungsi neuromuskuler, dan
sekresi yang tertahan
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan fibrilasi atrium,
embolisme, aterosklerosis aortik, hipertensi, stroke.
3. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan kekuatan otot, penurunan
kendali otot dan gangguan neuromuskular.
4. Risiko aspirasi b/d gangguan menelan
d) Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d disfungsi neuromuskuler, dan
sekresi yang tertahan
Tujuan : mempatenkan jalan napas
Kriteria hasil :
1. Mampu mengeluarkan sputum
2. Menunjukan jalan nafas yang paten (tidak ada suara napaas
tambahan)
3. Saturasi O2 dalam batas normal.
Intervensi :

1. Observasi dan Jelaskan pada pasien mengapa terdapat penumpukan


secret di saluran pernapasan dan kegunaan batuk efektif
R: pengetahuan diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
2. Ajarkan pasien batuk efektif
R : batuk efektif apat mengeluarkan secret dari saluran pernapasan.
3. Atur posisi pasien semi fowler
R : untuk memudahkan pasien mengeluarkan secret
4. Lakukan pengispan lendir, batasi durasi pengisapan dengan 15
detik atau lebih
R : untuk mengurangi adanya penumpukan secret, dan durasinya
untuk mecegah bahaya hipoksia.
5. Kolaborasi dalam pemberian bronkodilator
R : mengatur ventilasi dan melepskan secret
6. Observasi keadaan umu
R : untuk mengetahui keberhasilan tindakan.
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan fibrilasi atrium,
embolisme, aterosklerosis aortik, hipertensi, stroke
Tujuan : tidak terjadi perfusi jaringan serebral dan perfusi jaringan
serebral dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil :
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Tingkat keasadaran membaik
3. Tidak terdapat keluhan nyeri pada kepala, atau kejang
4. Tidak ada penurunan fungsi neurologis
Intervensi keperawatan :
1. Monitor TTV pasien
R : untuk memantau autoregulasi karena kegagalan autoregulasi
menyebabkan peningkatan sistolik dan penurunan diastolik.
2. Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin
R : untuk memantau keadaan pasien
3. Tinggikan posisi kepala 30-45º
R : menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan sirkulasi atau
perfusi serebral.
4. Kolaborasi dalam pemeberian obat sesuai indikasi
R : dapat digunakan untuk memperbaiki perfusi jaringan otak
3. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan kekuatan otot, penurunan
kendali otot.
Tujuan : pasien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang sakit atau
lemah sesuai kemampuannya
Kriteria hasil :
1. Ekstermitas tidak tampak lemah
2. Ekstermitas yang lemah dapat diangkat dan digerakan secara
mandiri
Intervensi :
1. Observasi bagian tubuh mana yang mengalami kelemahan
R : memudahkan perawat dalam melakukan latihan gerak
2. Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstermitas yang sakit
R : gerak aktif memberikan dan memperbaiki massa tonus dan
kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
3. Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ektermitas yang tidak
sakit
R :mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila
tidak dilatih untuk digerakkan.
4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik.
R : peningkatan kemampuan dapat dilakukan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapi.
5. Observasi kemampuan mobilitas pasien
R : untuk mengetahui sejauh mana kemampuan geaj pasien setelah
dilakukan latihan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
4. Risiko aspirasi b/d gangguan menelan
Tujuan : aspirasi tidak terjadi
Kriteria hasil :
1. Pasien mampu bernadan dengan mudah, tidak ada suara nafas
tambahan
2. Pasien mampu menelan tanpa terjadi aspirasi
Intervensi :

1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batu dan kemampuan menelan


R : untuk memantau agar tidak terjadi aspirasi
2. Monitor status paru
R : agar mampu melihat apakah terdapat suara nafas tambahan
3. Potong makanan kecil-kecil
R : untuk memperkecil risiko aspirasi
4. Posisikan kepala 30-45º ketika makan dan setelah makan
R :menghindari tersedak dan aspirasi
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, F. C. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
JAKARTA: Salemba Medika.
Batticaca, F. C. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
JAKARTA: Salemba Medika.
Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama Riskesdas Indonesia 2018. Jakarta.
https://doi.org/1 Desember 2013
Manjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.
Misbach, J. (2011). Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.
Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Oktavia, F. M. (2017). Hubungan Jumlah Leukosit Dengan Defisit Fungsional Neurologis Pada Pasien
Stroke Iskemik. Skripsi.
Pudiastuti, R. D. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Muha Medika.
Ramadhanis, I. (2012). Hubungan Antara Hipertensi dan Kejadian Stroke di RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Setiyowati, E. (2018). Pemberian Vco (Virgin Coconut Oil) Pada Tn. M Dengan Diagnosis Medis Cva
Infark Dengan Masalah Keperawatan Risiko Kerusakan Integritas Kulit Di Ruang Icu Central
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.Medical and Health Science Journal, 2(1), 31–34.
https://doi.org/10.33086/mhsj.v2i1.603
Smeltzer, S. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. (M. Ester, Ed.). Jakarta: EGC.
Sofwan, R. (2010). Stroke dan Rehabilitasi Pasca Stroke. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Tjikoe, M. A., Loho, E., & Ali, R. H. (2014). Gambaran Hasil Ct Scan Kepala Pada Penderita Dengan
Unsrat / Smf Radiologi Blu Rsup Prof . Dr . R . D Kandou. Jurnal E-Clinic (ECl), 2(3).
Yueniwati, Y. (2015). Deteksi Dini Stroke Iskemik: dengan Pemeriksaan Ultrasonografi Vaskular dan
Variasi Genetika. Malang: UB Press.
A. DATA FOKUS

Seorang laki-laki berusia 68 tahun, dibawa keluarganya ke rumah sakit dengan keluhan lemah
anggota badan sebelah kanan, Pasien mengalami CVA infark telah melewati fase akut.
Pemeriksaan didapatkan reflex biseps -/+, trisep -/+, patela /+. kekuatan otot
Kebutuhan sehari-hari dibantu keluarga. Bibir mencong, pasien mampu menjawab pertanyaan
perawat namun bicara pelo. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 130/90 mmHg, nadi 84
x/mnt, suhu 36 oC, frekuensi nafas 22 x/mnt. Hasil CT scan diperoleh chronic infarct
subkortikal sinistra.

Question
1. Bagaimana proses devisitneurologis terjadi pada pasien?
2. Bagaimana perawatan pasien tersebut?
1. Bagaimana proses devisitneurologis terjadi pada pasien?

Stroke iskemik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjadi
serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler
berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas
susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.

a. Perubahan fiiologik pada aliran darah otak

Pada fase akut, perubahan terjadi pada aliran darah otak, dimana pada daerah yang terkena
iskemia, aliran darah menurun secara signifikan. Secara mikroskopik daerah yang iskemik
(penumbra) yang pucat ini akan dikelilingi oleh daerah yang hiperemis dibagian luar. Daerah
ini disebut “luxury perfusion”, karena melebihi kebutuhan metabolik, sebagai akibat
mekanisme sistim kolateral yang mencoba mengatasi keadaan iskemia. Di daerah sentral dan
fokus iskemik ini terdapat inti yang terdiri atas jaringan nekrotik atau jaringan dengan tingkat
iskemia yang terberat.

Konsep “penumbra iskemia” merupakan sandaran dasar pada pengobatan stroke, karena
merupakan manifestasi terdapatnya struktur seluler neuron yang masih hidup dan mungkin
masih reversible apabila dilakukan pengobatan yang cepat dan reperfusi harus tepat.
Komponen waktu ini disebut sebagai “therapeutic window” yaitu jendela waktu reversibilitas
sel-sel neuron penumbra, dengan melakukan tindakan resusitasi sehingga neuron ini dapat
diselamatkan.

Perubahan lain yang terjadi adalah kegagalan autoregulasi pada daerah iskemia sebagai
respon arteriole terhadap perubahan tekanan darah dan oksigen / karbondioksida. Mekanisme
patologi lain yang terjadi pada aliran darah otak adalah berkurangnya aliran darah seluruh
hemisfer di sisi yang sama dan juga di sisi hemisfer yang berlawanan dalam tingkat yang
lebih ringan (diaschisis), juga pada sisi kontrolateral hemisfer serebelar (remote area). Proses
diaschisis erlangsung beberapa waktu (hari sampai minggu) tergantung luasnya infark

b. Perubahan pada tingkat seluler/mikrosirkulasi

Perubahan yang komplek terjadi pada tingkat seluler/mikrosirkulasi yang saling berkaitan.
Secara eksperimental perubahan ini telah banyak diketahui, akan tetapi pada keadaan
sebenarnya pada manusia (in vivo) ketepatan ekstrapolasi sulit dipastikan. Astrup dkk (1981)
menunjukkan bahwa pengaruh iskemia terhadap integritas dan struktur otak pada daerah
penumbra terletak antara batas kegagalan elektrik otak (electrical failure) dengan batas bawah
kegagalan ionik (ion-pump failure). Selanjutnya dikatakan bahwa aliran darah otak dibawah
17cc/100g otak/menit, menyebabkan aktivitas otak listrik berhenti walaupun kegiatan “ion-
pump” masih berlangsung.

Daerah “iskemik core” kematian sudah terjadi sehingga mengalami nekrosis akibat kegagalan
energi (energy failure) yang secara dahsyat merusak dinding sel beserta isinya sehingga
mengalami lisis (sitolisis). Dilain pihak pada daerah penumbra jika terjadi iskemia
berkepanjangan sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi
kematian sel, yang secara akut timbul melalui proses apoptosis: disintegrasi elemen-elemen
seluler secara bertahap dengan kerusakan dinding sel yang disebut “programmed cell death”.

Beberapa penelitian pada hewan percobaan kumpulan sel-sel ini disebut “selectively
vulnerable neuron”. Pada neuron-neuron tersebut terdapat hirarkhi sensitifitas terhadap
iskemia diawali pada daerah CA1 hipokampus dan sebagian kolikulus inferior, kemudian jika
iskemia lebih dari 5 menit (10-15 menit) akan diikuti oleh lapis 3,5,6 dari korteks serebral,
sektor CA3 hipokampus, talamus, korpus genikulatum medial dan substansia nigra. Meskipun
ditemukan pada binatang, kenyataan ini menunjukkan bahwa daerah sistem limbik dan
ganglia basal terdapat sel-sel yang sensitif terhadap iskemia.
2. Bagaimana perawatan pasien tersebut?
B. ANALISIS DATA
N
DATA (Symtom) / Faktor Resiko ETIOLOGI MASALAH
O
1. DS : Infrak subkortikal Penurunan kapasitas
- Pasien mengatakan lemah sinistra adaptif intrakranial
anggota badan sebelah kanan (SDKI D.0066)
DO :
- Fungsi neurologis kekuatan
Otot

- TD 130/90 mmHg
- Hasil CT scan diperoleh chronic
infarct subkortikal sinistra
- Bibir mencong
- Saat menjawab pertanyaan dari
perawat terdengar bicara pelo
2. DS : Gangguan Gangguan
- Pasien mengakatan lemah neuromoskular post mobilisasi fisik
anggota badan sebelah kanan CVA Infrak (SDKI D.0054)
- Pasien mengatakan jika
kebutuhan sehari hari dibantu
keluarga
DO :
- Kekuatan otot bagian ekstremitas
sinistra menurun
- ROM

- Tampak fisik lemah

3. DS : - Penurunan sirkulasi Gangguan


DO : serebral komunikasi verbal
- Menunjukkan respon yang tidak (SDKI D.0119)
sesuai
- Terdengar pelo
- Sulit menggunakan ekspresi
wajah

C. PRIORITAS MASALAH
N
Masalah Keperawatan
O
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
2. Gangguan mobilisasi fisik
3. Gangguan komunikasi verbal
D. INTERVENSI
N
DIAGNOSIS KEPERAWATAN TUJUAN DAN KH INTERVENSI RASIONAL
O
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial Dengan dilakukan - Identifikasi pasien - Pengajian awal
tindakan keperawatan - Monitor kekuatan - Menilai kekuatan otot
selama 2x24 jam maka otot - Menilai tanda tanda
diagnosa penurunan - Monitor tanda tanda vital
adaptif intrakranial dapat vital - Membuat pasien
teratasi dengan kreteria - Memberi suasana nyaman
hasil : yang tanang - Meminimalisir TIK
- Reflek neurologis - Posisi semi fowler meningkat
membaik - Hindarkan aktifitas - Kolaborasi
- Tekanan darah yang meningkatkan
membaik dalam tekanan intrakranial
rentang normal - Kolaborasi dengan
(SLKI L.0609) dokter

2. Gangguan mobilisasi fisik Dengan dilakukan - Identifikasi adanya - Pengkajian awal


tindakan keperawatan keluhan nyari atau - Mengedukasi keluarga
selama 2x24 maka keluhan fisik lainnya untuk melatih pasien
diagnosa gangguan - Libatkan keluarga - Memahamkan pasien
mobilitas fisik dapat untuk membantu dan keluarga
teratasi dengan kreteria pasien dalam - Meminimalisir kaku
hasil : peningkatan otot
- Pergerakan pergerakan - Jika rutin kekakuan
ekstreminatas - Jelaskan prosedur otot dapat teratasi
kanan meningkat dan tujuan mobilisasi
- Kekuatan otot - Anjurkan mobilisasi
meningkat dini
- Rentang gerak - Ajarkan mobilisasi
meningkat sederhana
- Kelemahan fisik
menurun
- Gerakan terbatas
menurun
(SLKI L.05042)

3. Gangguan komunikasi verbal Dengan dilakukan - Monitor kecepatan, - Menilai verbal


tindakan keperawatan kualiats, tekanan, - Menilai proses
maka selama 3x24 volume dan diksi komunikasi
diagnosa gangguan bicara - Memberi motifasi
komunikasi verbal dapat - Monitor proses agar semangat berlatih
teratasi sebagian dengan anatomis fisiologis - Memudahkan dalam
kreteria hasi : - Berikan dukungan mengucapkan kata
- Kesesuain wajah/ psikologis kata
ekspresi - Ajarkan berbicara - Kolaborasi
meningkat perlahan
- Pelo menurun - Rujuk ke ahli
(SLKI L.13118) patologi bicara atau
terapis
E. IMPLEMENTASI
N
O WAKTU IMPLEMENTASI TTD WAKTU EVALUASI TTD
DX
1,2 10 Maret 2021 - Mengntifikasi pasien 10 Maret 2021 S :
15.00 - Mmonitor kekuatan otot 21.00 - Pasien
- Monitor tanda tanda vital mengakatan
- Mengentifikasi adanya keluhan lemah anggota
nyari atau keluhan fisik lainnya badan sebelah
kanan
- Pasien
mengatakan jika
1 18.00 - Memberikansuasana yang tanang kebutuhan sehari
- Memberi posisi semi fowler hari dibantu
- Menghindari aktifitas yang keluarga
meningkatkan tekanan
intrakranial O:
- Fungsi
neurologis
kekuatan
Otot
3 - Memonitor kecepatan, kualiats,
tekanan, volume dan diksi bicara - TD 130/90
- Memonitor proses anatomis mmHg
fisiologis - Nadi 84 x/mnt,
- Memberikan dukungan Suhu 36 oC,
psikologis RR22 x/mnt
- Kolaborasi dengan dokter - Hasil CT scan
diperoleh chronic
infarct
subkortikal
sinistra
- Reflex biseps -/+,
trisep -/+, patela /
+.
- Bibir mencong
Saat menjawab
pertanyaan dari
perawat
terdengar bicara
pelo

A: masalah teratasi
sebagian

P : Implementasi
dilanjutkan sesuai
dengan intervensi

Anda mungkin juga menyukai