Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH HUKUM DAGANG LANJUTAN

KEPAILITAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2

AHMAD RIZKY 190200012

WINDHA WULANDARI 190200013

ANISA ILMI CHALIZA HASIBUAN 190200014

WIDYA AZH HARI 190200015

JOSE ALFREDO TAMBA 190200016

LOUIS MARGARETHA TARIGAN 190200017

IWANDI MANALU AGUNG 190200018

AFRIANTI 190200019

TASIA TIARMA RAGINZA TP BOLON 190200020

CRISTCELLA VERONICA HUTABARAT 190200021

RAHMAD MARAKOIM 190200022

DOSEN PEMBIMBING:
AFLAH, SH.,M.HUM.
NIP: 197005192002122002

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN - 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kelompok 2 dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Kepailitan.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Hukum Dagang. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para mahasiswa dan mahasiswi.
Kelompok 2 juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Aflah. S.H.,M.Hum selaku
dosen pada mata kuliah Hukum Dagang yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Medan, 19 Maret 2021

Kelompok 2

DAFTAR ISI

i
DAFTAR ISI......................................................................................................................i

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

PEMBAHASAN................................................................................................................2

2.1 Pengurus Harta Pailit.................................................................................................2

2.2 Keadaan Debitur Setalah Berakhirnya Pemberasan...............................................5

2.3 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang............................................................6

2.4 Pengadilan Niaga...................................................................................................8

PENUTUP........................................................................................................................12

3.1 SIMPULAN.................................................................... .....................................12

3.2 SARAN.................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.......................................................... ............................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
.1 Latar Belakang
Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu melakukan
pembayaran-pembayaran terhadaputang-utang dari pada kreditornya. Keadaan tidak
mampu lazim disebabkan kesulitan kondisi keuangan dari usaha debitornya yang telah
mengaami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang
mengakibatkan sita umum atas seluruh harta kekayaan debitor pailit, baik yang telah
ada maupun yang adakan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesa kepailitan
dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim, pengawasan dengan tujuan
utaman menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh
utan debitor pailit tersebut secara proporsional dan sesuai dengan struktur kreditor.

Dalam kepustakaan, Algra mendefenisikan kepailitan adalah Kepailitan adalah


suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor (si berutang)
untuk melunasi utang-utangnya kepada kreditor (si berpiutang).

Kepailitan merupakan suatau jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar
dari persoalan utang piutang yang menghimpit seseorang debitor, dimana debitor
tersebut sudag tidak memunyai kemampuan lagi untuk membayr utang-utang tersebut
kepada kreditornya. Sehingga, bila keadaan ketidakmampuan untuk membayar
kewajiban yang tekah jatuh tempo tersebut disadari oleh debitor, maka langkah untuk
mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap dirinya menjadi suatu
langkah yang memungkinkan, atau penetapan status pailit oleh pengadilan terhadap
debitor tersebut bila kemudain ditemukan bukti bahwa debitor tersebut tidak mampu
lagi membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 1

Dalam UU KPKPU No 37 tahun 2004, dijelaskan mengenai pengertian kreditor


dan debitor. “Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undag-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan”. Sedangkan
“Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undanf
yang dapat ditagih di muka pengadilan”. 2

BAB II

PEMBAHASAN
1
Hadi Subhan, 2008, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma dan Praktek di Indonesia, (Jakarta: Kencana)
2
Indonesia, Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Nomor 37
Tahun 2004
1
2.1 Pengurusan Harta Pailit
Di dalam penguasaan dan pengurusan harta pailit, ada beberapa pihak yang
terlibat dalam pengurusan harta pailit tersebut, yaitu;
1. Hakim pengawas
Hakim pengawas atau Rechter Commisaris (dalam bahasa Belanda) seperti
yang diatur dalam pasal 65 adalah hakim yang diangkat oleh pengadilan untuk
mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.3
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas. Pada dasarnya, sengketa Kepailitan merupakan kewenangan
Peradilan Niaga untuk memeriksa dan mengadilinya.
Dalam hal Majelis Hakim memeriksa dan mengadili perkara kepailitan,
ditunjuklah seorang Hakim Pengawas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
bahwa Hakim Pengawasan adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam
putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang. 4
1. Kalau masalah kepailitannya besar (kakap) dapat diangkat panitia kreditur.
2. Memimpin rapat verifikasi, rapat untuk mengesahkan piutang-piutang

Dengan diucapkannya putusan pailit, maka debitor demi hukum kehilangan


haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaanya yang termasuk dalam harta
pailit, sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Tanggal putusan pailit dihitung
sejak pukul 00.00 waktu setempat. Artinya hak untuk menguasai dan mengurus
harta pailit berpindah kepada Kurator. Kurator menjalankan setiap tugas
pengurusan dan pemberesan dengan adanya persetujuan dari Hakim Pengawas
dalam bentuk suatu penetapan, seperti penetapan untuk mengumumkan putusan
pailit pada Berita Negara dan surat kabar, penetapan untuk melaksanakan
penjualan harta pailit, dan lain sebagainya.

3
Dr. Abdul R. Saliman, S.h.,M.M, Hukum Bisnis untuk perusahaan teori dan contoh kasus ( Jakarta:
Kencana,2016), Hlm.122
4
Redaksi, “ Mengenal Hakim Pengawas dalam Kepailitan”
(https://www.gresnews.com/mobile/berita/tips/113512-mengenal-hakim-pengawas-dalam-kepailitan/ diakses
pada 20 Maret 2021, 20:00 )

2
Hakim Pengawas berwenang untuk mendengar keterangan saksi atau
memerintahkan penyelidikan memanggil saksi-saksi untuk memperoleh kejelasan
tentang segala hal mengenai kepailitan.

Menurut ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004


tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam putusan
pernyataan pailit harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang
ditunjuk dari hakim Pengadilan. Pengurusan dan pemberesan harta pailit yang
dilakukan oleh kurator diawasi oleh hakim pengawas. Tugas hakim pengawas ini
adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit seperti yang diatur
dalam Pasal 65 Undang- Undang Kepailitan. Kedudukan hakim pengawas
sangatlah penting karena sebelum memutuskan sesuatu yang ada sangkut pautnya
dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit, Pengadilan Niaga wajib
mendengarkan pendapat/nasehat terlebih dahulu dari hakim pengawas.5

2. Kurator
Pengertian kepailitan di Indonesia di atur dalam UU No 37 tahun 2004 tetang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pasal 1 angka 1 yakni
sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim sebagai
diatur dalam UU ini. Kurator merupakan seseorang yang diangkat oleh pengadilan
untuk menjalankan dalam mengurus dan membereskan harta pailit dari debitur,
haruslah menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Ketika menjalankan tugasnya, kurator juga memiliki tanggung
jawab terhadap kesalahan maupun kelalain yang mengakibatkan kerugian
terhadap harta pailit ketika menjalankan tugas pengurusan dan pemberesan harta
pailit bersangkutan, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 72 UU KPKPU.
Begitu banyak tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepada kurator,
menyebabkan tidak sedikit pula hambatan yang dihadapi kurator, seperti tindakan
non-kooperatif maupun tindakan-tindakan lain yang bersifat psikologis yang
dilakukan oleh debitur maupun kreditur pailit.6

5
Murdiono Sahupala, “ Lex Privatum” Tugas dan Wewenang Hakim Pengawas terhadap Pengurusan
dan Pemberesan Harta Debitor Pailit. Vol IV, No.1, Januari 2016, Hlm. 58
6
Aditya Pratama dan Parulian Paidi, 2014, Tanggung Jawab dan Pelindungan Hukum Terhadap
Kurator terkait Ancaman Pidana Memasukan Keterangan Palsu Dalam Pemberesan Harta Pailit. Jurnal
Falkutas Hukum UI, hlm 2

3
3. Panitia Kreditur
Dalam putusan pailit atau dengan penetapan kemudian, pengadilan dapat
membentuk panitia kreditur sementara terdiri dari tiga orang yang di pilih dari
kreditur yang di kenal dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator.
Setelah pencocokan utang selesai dilakukan, hakim pengawas wajib menawarkan
kepada kreditur untuk membentuk panitia kreditur tetap.7
Ada dua macam panitia kreditor yang diperkenalkan oleh Undang-Undang
Kepailitan, yaitu:

1). Panitia Kreditor Sementara

Menurut Undang-Undang Kepailitan Indonesia Nomor 37 tahun 2004


Pasal 79 bahwa dalam putusan pailit, Pengadilan dapat membentuk panitia
kreditor sementara. Panitia ini terdiri atas 3 (tiga) orang yang dipilih dari Kreditor
yang dikenal dengan maksud memberikan nasihat kepada Kurator. Kreditor yang
dikenal adalah Kreditor yang telah mendaftarkan diri untuk diverifikasi. Kreditor
yang diangkat dapat mewakilkan kepada orang lain semua pekerjaan yang
berhubungan dengan tugas-tugasnya dalam panitia.

2). Panitia Kreditor Tetap

Setelah pencocokan utang selesai dilakukan, Hakim pengawas wajib


menawarkan kepada Kreditor untuk membentuk panitia kreditor tetap. Dalam
menjalankan tugasnya panitia kreditur tetap berhak meminta semua dokumen
yang berkaitan dengan kepailitan dan memberikan nasihat kepada kreditur.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini dalam bukunya  Sejarah, Asas, dan Teori Hukum
Kepailitan. Panitia Kreditur itu dibentuk untuk mengatasi kesulitan jumlah
kreditur yang berkepentingan dengan kepailitan debitur yang banyak bahkan dapat
sampai ratusan, bahkan tidak mustahil ribuan jumlahnya. Di samping jumlahnya
yang sangat banyak itu, jenis-jenis kreditur dapat pula sangat beragam. Apabila
kreditur jumlahnya sangat banyak, tentu saja sangat sulit bagi Kurator untuk dapat
berhubungan dengan mereka.

7
Dr. Abdul R.Saliman, S.h.,M.M. Op.Cit, Hlm.124

4
Panitia Kreditur setiap waktu berhak meminta diperlihatkan semua buku,
dokumen, dan surat mengenai kepailitan. Kurator wajib memberikan kepada
panitia kreditur semua keterangan yang dimintanya.8
Kreditur dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
1. Kreditur Separatis yaitu kreditur pemegang jaminan kebendaan
berdasarkan Pasal 1134 ayat (2) (“KUH Perdata”) yaitu Gadai dan Hipotik.
Saat ini jaminan-jaminan kebendaan yang diatur di Indonesia adalah:
a. Gadai;
b. Fidusia;
c. Hak Tanggungan;
d. Hipotik Kapal;
e. Resi Gudang.
2. Kreditur Preferen yaitu kreditur yang mempunyai hak mendahului karena sifat
piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa. Kreditur Preferen
terdiri dari Kreditur preferen khusus, sebagaimana diatur dalam Pasal 1139
KUH Perdata, dan Kreditur Preferen Umum, sebagaimana diatur dalam Pasal
1149 KUH Perdata.
3. Kreditur Konkuren yaitu kreditur yang tidak termasuk dalam Kreditur
Separatis dan Kreditur Preferen (Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata).9

2.2. Keadaan Hukum Debitur Setelah Berakhirnya Pemberesan

Pemberesan adalah pencairan seluruh harta pailit yang berada dalam


pengurusan kurator sejak tanggal pailit diucapkan. Pengertian pemberesan harta pailit
juga disinggung dalam penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU yaitu
sebagai berikut:
“ Yang dimaksud dengan ‘pemberesan’ dalam ketentuan ini adalah
penguangan aktiva untuk membayar atau melunasi utang”. Dengan demikian,
pemberesan harta pailit adalah penjualan harta pailit (distractio bonorum) yang telah
dihimpun dan didaftarkan sebagai harta pailit oleh kurator, dengan tujuan
memperoleh uang tunai untuk membayar utang-utang pailit yang telah dicocokkan

8
Hukum Kepailitan, “Panitia Kreditor dalam Kepailitan “
(https://www.hukumkepailitan.com/kreditor/panitia-kreditor-dalam-kepailitan/ ) Diakses pada 20 Maret 21:00
9
Sovia Hasanah “Perbedaan Panitia Kreditur Sementara dengan Panitia Kreditur Tetap”
(https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5ab06e2c9d4e6/perbedaan-panitia-kreditur-sementara-
dengan-panitia-kreditur-tetap/ ) Diakses pada 20 Maret 21.10

5
dan ditentukan statusnya dalam rapat verifikasi uang, serta membayar biaya kepailitan
dan imbalan jasa kurator.10

Pemberesan harta pailit merupakan fase yang paling di tunggu-tunggu oleh


kreditor. Pemberesan dilakukan setelah harta pailit berada dalam keadaan Insolvensi
dimana pemberesan harta debitur yang pailit dilakukan oleh kurator. Pemberesan
harta pailit yang menjadi tugas dan tanggung jawab kurator dilakukan dnegan cara
menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan dari debitur.
Penjualan dapat dilakukan secara lelang maupun dibawah tangan. Hasil penjualannya
dibagikan secara proposional atau secara berimbang kepada kreditur.11

Kemudian, setelah daftar pembagian penutup menjadi mengikat, maka


kreditur memperoleh hak kembali hak eksekusi terhadap harta debitur mengenai
piutang mereka yang belum dibayar. Pengakuan suatu piutang mempunyai kekuatan
hukum terhadap debitur seperti suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.12

Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUK-PKPU menyatakan bahwa demi


hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaan yang termasuk
dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Dengan
demikian, terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan oleh hakim,
debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta
kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit.13

2.3. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)


1. Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau Surseance van Betaling dalam


bahasa Belanda, merupakan sarana penundaan sementara kewajiban pembayaran utang
debitor yang digunakan masa penundaannya untuk debitor mengatur perdamaian

10
Elyta Ras Ginting. 2019. Hukum Kepailitan. (Jakarta: Sinar Grafika), hal 186-187.
11
Ria Sintha Devi, “Tinjauan Yuridis Sita Jaminan Dan Pemberesan Harta Milik Debitur Dalam Hal
Terjadinya Kepailitan”, Jurnal Ilmiah Maksitek, Vol. 4 No. 4, 2019, hal 107.
12
Abdul R. Saliman. 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus.(Jakarta:
Kencana), hal 124.
13
Ketentuan UU NO 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang

6
dengan setiap kreditor agar bisa melunasi utangnya. 14 Makna lain dari PKPU atau
suspension of payment atau Surseance van Betaling, adalah suatu masa yang diberikan
oleh undang-undang melalui putusan hakim Pengadilan Niaga, dimana dalam masa
tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk
memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana
pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk
merestrukturisasi utang itu.15
Ketentuan PKPU yang berlaku di Indonesia masih menjadi satu dengan
Undang- Undang Kepailitan, baik semasa Faillissement Verordening Stb .1905No.217
juncto Stb. 1906 No.348, setelah terjadinya krisis moneter di Indonesia Juli 1997,
maka dirubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang perubahan
atas Undang-undang tentang Kepailitan tanggal 9 September 1998 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135) dan diganti dengan Undang-undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004), dimana instrumen
hukurn tersebut diperlukan untuk memfasilitasi permasalahan hukum pembayaran
utang dan pernyataan pailit.16
PKPU terbagi dalam dua (2) tahap, yaitu tahap PKPU Sementara dan tahap
PKPU Tetap. Berdasarkan Pasal 225 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004,
Pengadilan Niaga harus mengabulkan permohonan PKPU sementara. PKPU sementara
diberikan untuk jangka waktu 45 hari, sebelum diselenggarakan rapat kreditor untuk
memberikan kesempatan kepada debitor untuk mempresentasikan rencana perdamaian
yang diajukannya. Sedangkan PKPU tetap diberikan untuk jangka waktu maksimum 270
hari, apabila pada hari ke-45 atau rapat kreditor belum dapat memberikan suara mereka
terhadap rencana perdamaian tersebut (Pasal 228 ayat (6) Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004).17
2. Dasar Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

14
Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, dan Herni Sri Nurbayanti, 2003. Kepailitan di Negeri Pailit,
Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan), hal.191
15
Munir Fuady,2014. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Citra Aditya Bakti), hal. 175
16
Sunarmi,2009. Hukum Kepailitan,( Medan: USU Press), hal. 200.
17
Sutan Remy Sjahdeini, 2008. Hukum Kepailitan Memahami Undang- Undang Nomor
37 Tahun 2008 tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti), hal. 327.

7
PKPU diatur dalam Bab III Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 UUK PKPU.
Berdasarkan rumusan pengaturannya mengenai PKPU dalam undang-undang
tersebut dapat dilihat bahwa PKPU adalah suatu upaya yang digunakan oleh debitor
maupun kreditor dalam hal debitor atau kreditor menilai debitor tidak dapat atau
diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utangutangnya yang
sudah jatuh waktu dan dapat ditagih dengan maksud agar tercapai rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran utang sebagian atau seluruhnya
kepada kreditor agar debitor tidak dipailitkan.
Upaya PKPU untuk mencegah terjadinya kepailitan tersebut hanya dapat
diajukan oleh debitor sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan oleh pengadilan,
karena berdasarkan Pasal 229 Ayat (3) UUK PKPU, permohonan PKPU harus
diputuskan terlebih dahulu apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan
PKPU diperiksa pada saat yang bersamaan. Permohonan PKPU yang diajukan setelah
adanya permohonan pernyataan pailit yang diajukan kepada debitor dapat diputus
terlebih dahulu sebelum permohonan pernyataan pailit diputuskan, menurut Pasal 229
Ayat (4) UUK PKPU, permohonan PKPU itu wajib diajukan pada sidang pertama
permohonan pernyataan pailit.18

3. Syarat-syarat Pengajuan PKPU


Pengajuan PKPU ditujukan kepada pengadilan niaga dengan melengkapi
persyaratan berikut:

1.Surat permohonan bermaterai yang ditujukan kepada ketua pengadilan niaga


setempat yang ditandatangani oleh debitor dan penasihat hukumnya;

2.Surat kuasa khusus asli untuk mengajukan permohonan (penunjukan kuasa


pada orangnya bukan pada law-firm-nya);

3. Izin advokat yang dilegalisir;

4. Alamat dan identitas lengkap para kreditor konkuren disertai jumlah


tagihannya masing- masing pada debitor;

5. Financial report; dan

18
Ibid, hal.328

8
Lampirkan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran
seluruh atau sebagian tagihan utang kepada para kreditor konkuren.19

4. Tujuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Adapun tujuan dan maksud dari diadakannya PKPU antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Untuk melindungi kepentingan Kreditor yakni pelunasan kewajiban oleh
Debitor.
2. Untuk menghindari perebutan harta Debitor apabila dalam waktu yangsama
ada beberapa Kreditur yang menagih piutangnya dari Debitor.
3. Untuk menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan kebendaanyang
menuntut haknya dengan cara menjual barang milik Debitor
tanpamemperhatikan kepentingan Debitor atau para Kreditor lainnya.
Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah
satu Kreditor atau oleh Debitor itu sendiri .20

2.4. PENGADILAN NIAGA


Eksistensi pengadilan niaga sejalan dengan perwujudan Undang-Undang No.
14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah beberapa kali
disempurnakan yang terakhir diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009.
Pasal 27 UU 48 Tahun 2009 mengatur bahwa terdapat pengadilan khusus dalam
sistem peradilan Indonesia yang salah satunya adalah Pengadilan Niaga.
1. Pengertian Pengadilan Niaga
Pengadilan niaga di Indonesia merupakan alternatif penyelesaian sengketa di
luar badan arbitrase. Fokus utama penanganan perkara seputar pembuktian, verifikasi
utang, actio pauliana, penundaan utang, hak kekayaan intelektual (HaKI), dan
sengketa kepailitan. Proses penyelesaian perkara melalui sistem peradilan niaga
dinilai lebih adil, cepat, dan efektif.
Pengadilan dapat memutuskan perkara pada tingkat pertama oleh hakim
majelis. Adapun hukum acara yang digunakan selama pemeriksaan perkara yakni

19
Hadi Shubhan, Op. Cit hal.148
20
Fajrul Umam Atmarazaqi, Skripsi: “Pembuktian Iktikad Baik Debitor Dalam Perjanjian
Perdamaian (PKPU)”, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia 2016), hlm.35-36

9
ketentuan Herziene Indonesisch Reglement/ Rechtsreglement Buitengewesten
(HIR/R.BG).21
2. Kewenangan Pengadilan Niaga Di Indonesia
Berdasarkan berbagai peraturan perundang-undangan, kewenangan pengadilan
niaga memutus perkara-perkara dalam sengketa:
1. Kepailitan dan PKPU, termasuk hal-hal yang berhubungan, kasus-kasus actio
pauliana, dan prosedur renvoi tanpa melihat pembuktiannya sederhana ataupun
tidak
2. Hak kekayaan intelektual, meliputi sengketa:
 Desain Industri
 Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
 Hak Cipta
 Paten
 Merek
3. Lembaga Penjamin Simpanan, meliputi :
 Sengketa dalam proses likuidasi
 Tuntutan atas pembatalan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh bank
mengakibatkan berkurangnya aset dan/atau bertambahnya kewajiban bank
yang dilakukan selama jangka waktu 1 tahun sebelum dicabutnya izin usaha22.
3. Karakteristik Pengadilan Niaga
Pemeriksaan perkara yang masuk ke pengadilan niaga dilakukan oleh hakim
tetap dan hakim ad hoc. Merujuk dari Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung,
hakim Ad Hoc merupakan hakim ahli telah diangkat berdasarkan Keputusan Presiden.
Pengadilan khusus ini juga memiliki 4 karakteristik yang memberdakan dari
pengadilan lain, yakni:
1. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut merupakan kewenangan lembaga pengadilan melakukan
pemeriksaan jenis perkara tertentu dengan mutlak. Awalnya, seperti termuat dalam
Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan,
kompetensi absolut dari pengadilan niaga yaitu memeriksa dan memutuskan
permohonan pernyataan pailit serta penundaan kewajiban pembayaran utang.

21
Daud Silalahi,”Pengertian Pengadilan Niaga di Indonesia” .(https://dslalawfirm.com/pengadilan-
niaga-indonesia.html. Diakses pada 18 Maret 2021).
22
Ibid

10
Selanjutnya, ditandai dengan resmi berlakunya Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menyebabkan kompetensi absolut
pengadilan niaga semakin meluas. Dimana penyelesaian sengketa yang dapat
dilakukan atas bidang kekayaan intelektual yakni hak paten, hak cipta, merek, desain
industri, desain tata letak sirkuit terpadu, memutuskan sengketa terkait proses
likuidasi, dan pembatalan segala perbuatan hukum bank terkait pencabutan izin usaha.
2. Kedudukan Pengadilan
Pengadilan niaga memiliki tempat kedudukan terbatas di Indonesia. Hanya
ditemukan pada kota-kota besar, seperti Medan, Jakarta, Makassar, Semarang, dan
Surabaya. Setiap pengadilan niaga memiliki wilayah regional. Contohnya pengadilan
niaga Jakarta menangani wilayah regional Sumatera Utara, Aceh, Jambi, Sumatera
Barat, dan Riau.
3. Sistem Pembuktian
Ditinjau dari aspek hukum acara, karakteristik penanganan perkara pengadilan
niaga dalam sengketa kepailitan menggunakan sistem pembuktian sederhana.
Misalnya, syarat kepailitan terdapat dua atau lebih kreditur dan jatuh tempo hutang.
Sementara, hutang tersebut telah ditagih dan tidak dilunasi oleh debitur.
4. Upaya Hukum
Penyelesaian perkara pengadilan umum meliputi jenjang upaya hukum
standar. Dimulai dari upaya hukum tingkat banding di pengadilan tinggi, kasasi di
mahkamah agung, dan peninjauan kembali.
Berbeda dari pengadilan niaga, tidak memungkinkan dilakukan upaya hukum
banding. Oleh sebab itu, tidak ada pengadilan tinggi niaga. Apabila salah satu pihak
yang terlibat berperkara tidak puas dengan putusan hakim maka langsung mengajukan
upaya hukum kasasi. Upaya hukum langsung ini juga berlaku dalam sengketa merek
dagang .Sementara, menurut Undang-Undang Kepailitan terdapat upaya hukum
tambahan yang dapat diajukan kepada pengadilan niaga yaitu peninjauan kembali
(PK). Syarat PK dalam sengketa kepailitan diajukan atas dasar :
 ditemukan bukti baru setelah putusan diucapkan oleh hakim
 ditemukan kekeliruan nyata dalam putusan hakim atau hakim melakukan
pelanggaran berat atas penerapan hukum.
Eksistensi pengadilan niaga diakui sebagai jalur litigasi sengketa bisnis secara
ultimum remedium. Terutama penyelesaian dan pemutusan perkara dilakukan

11
berlandaskan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan. Hal ini membuat perkara
perniagaan dan bisnis diproses dan diputus kelima pengadilan niaga di Indonesia tidak
pernah surut.23

III PENUTUP

3.1 SIMPULAN

Kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum


atas seluruh harta kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang
adakan ada di kemudian hari. Dalam pengurusan dan penguasan harta pailit
terdapat beberapa pihak yang terlibat yaitu Hakim Pengawas, Kurator adalah
Panitia Kreditur yang juga terbagi menjadi Panitia Kreditor Sementara dan Panitia
Kreditor Tetap.

23
Ibid

12
Pemberesan harta pailit merupakan fase yang paling di tunggu-tunggu oleh
kreditor. Pemberesan dilakukan setelah harta pailit berada dalam keadaan
Insolvensi dimana pemberesan harta debitur yang pailit dilakukan oleh kurator.
Pemberesan harta pailit yang menjadi tugas dan tanggung jawab kurator dilakukan
dnegan cara menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan dari
debitur. Penjualan dapat dilakukan secara lelang maupun dibawah tangan. Hasil
penjualannya dibagikan secara proposional atau secara berimbang kepada
kreditur.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah suatu masa yang


diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim Pengadilan Niaga, dimana
dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan
untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan
rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu
untuk merestrukturisasi utang itu. PKPU diatur dalam Bab III Pasal 222 sampai
dengan Pasal 294 UUK PKPU.

Pengadilan niaga di Indonesia merupakan alternatif penyelesaian sengketa di


luar badan arbitrase. Pengadilan dapat memutuskan perkara pada tingkat pertama
oleh hakim majelis. Pemeriksaan perkara yang masuk ke pengadilan niaga
dilakukan oleh hakim tetap dan hakim ad hoc. Merujuk dari Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung, hakim Ad Hoc merupakan hakim ahli telah diangkat
berdasarkan Keputusan Presiden. Eksistensi pengadilan niaga diakui sebagai jalur
litigasi sengketa bisnis secara ultimum remedium.

3.2 SARAN
Dalam makalah ini dan dalam pembahasannya dalam Undang-undang
kepailitan tersebut perlu dijelaskan secara jelas mengenai batas-batas yang jelas
tentang kesalahan dan kelalaian yang dapat dimintakan pertanggungjawaban
kepada kurator dalam melaksanakan pengurusan, dan atau pemberesan yang
menyebabkan kerugian pada harta pailit, karena apabila tuntutan tersebut terbukti,
maka akan diambilkan dari harta pailit dalam pengurusannya, yang mana telah
membuat suatu ketidakpastian bagi pihak yang dirugikan untuk menuntut haknya.
Untuk itu perlu kiranya dibuat batasan secara formil dan jelas tentang kesalahan

13
atau kelalaian kurator dalam melakukan pengurusan dan atau pemberesan yang
menyebabkan kerugian terhadap harta pailit, hingga jelas sanksi apa yang dapat
dimintakan pertanggungjawaban kepada kurator. Terhadap kewenangan kurator
untuk melanjutkan usaha debitor yang pailit, sebaiknya kurator memiliki
kemampuan, keahlian, dan profesionalisme untuk menjalankan usaha debitor yang
dijalankan tersebut, agar harta pailit tidak mengalami kerugian. Hakim Pengawas
yang mengawasi kinerja kurator juga sebaiknya memiliki keahlian khusus dalam
hal mengawasi kurator yang menjalankan tugas melanjutkan usaha debitor, agar
hakim pengawas mengetahui apakah tindakan kurator tersebut dapat dibenarkan
atau tidak.
Pemerintah Indonesia harus memberikan kepastian hukum kepada para
penumpang (konsumen) yang telah membeli tiket. Hal ini disebabkan karena
penumpang sering menjadi korban atas kepailitan suatu perusahaan pelayanan
jasa. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan melalui revisi Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Dan terkait dengan
kepentingan masyarakat dalam kasus kepailitan, maka diharapkan adanya revisi
juga terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen agar mengatur lebih jelas perihal kedudukan konsumen apabila suatu
perusahaan dipailitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Shubhan, Hadi, 2015. Hukum Kepailitan, Prinsip,Norma dan Praktik di Peradilan, Jakarta:
Kencana

Fajrul Umam Atmarazaqi, 2016 Skripsi: “Pembuktian Iktikad Baik Debitor Dalam
Perjanjian Perdamaian (PKPU)”, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia

Sjahdein, Sutan Remy, 2008. Hukum Kepailitan Memahami Undang- Undang Nomor 37
Tahun 2008 tentang Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

14
Indonesia, UU NO 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang

Suyudi, Aria, Nugroho, Eryanto, dan Nurbayanti, Herni Sri, 2003. Kepailitan di Negeri
Pailit, Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum
dan Kebijakan

Fuady, Munir, 2014. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Bandung: Citra Aditya Bakti

Sunarmi, 2009. Hukum Kepailitan, Medan: USU Press

Ginting, Elyta Ras, 2019. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika

Saliman, Abdul R. 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus.
Jakarta: Kencana

Devi, Ria Sintha , 2019 “Tinjauan Yuridis Sita Jaminan Dan Pemberesan Harta Milik Debitur
Dalam Hal Terjadinya Kepailitan”, Jurnal Ilmiah Maksitek, Vol. 4 No. 4,
Pratama, Aditya dan Parulian Paidi, 2014, Tanggung Jawab dan Pelindungan Hukum
Terhadap Kurator terkait Ancaman Pidana Memasukan Keterangan Palsu Dalam
Pemberesan Harta Pailit. Jurnal Falkutas Hukum UI
Silalahi Daud,”Pengertian Pengadilan Niaga di Indonesia”
https://dslalawfirm.com/pengadilan-niaga-indonesia.html. Diakses pada 18 Maret
2021

LEMBAR PENILAIAN
N NAMA NIM NILAI
O
1 AHMAD RIZKY 190200012
2 WINDHA WULANDARI 190200013
3 ANNISA ILMI CHALIZA HASIBUAN 190200014
4 WIDYA AZH HARI 190200015
5 JOSE ALFREDO TAMBA 190200016
6 LOUIS MARGARETHA TARIGAN 190200017
7 IWANDI AGUNG MANALU 190200018

15
8 AFRIANTI 190200019
9 TASIA TIARMA RAGINZA T. 190200020
10 CHRISTCELLA VERONICA J. H. 190200022
11 RAHMAD MARAKOIM 190200028

16

Anda mungkin juga menyukai