Anda di halaman 1dari 3

Jelaskan secara terperinci azas - azas hukum pidana disertai dengan contoh

kasus?

Berlakunya hukum pidana menurut waktu:

1) Asas Legalitas, terkandung dalam pasal 1 ayat (1) KUHP.

Hukum pidana harus bersumber pada undang-undang, artinya pemidanaan harus berdasarkan
undang-undang.

Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut berisi dua hal :

1. suatu tindak pidana/delik harus dirumuskan didalam peraturan undang-undang;

hal ini berakibat bahwa perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang-undang tidak
dapat disebut sebagai delik dan tidak dapat dipidana; jadi sesuai asas tersebut, hukum yang tidak
tertulis tidak dapat diterapkan; tetapi ada pengecualian untuk hukum pidana adat yang tidak
tertulis, yang masih juga harus diperhatikan UU No. 1/Drt/1951. ada konsekuensi lain, yaitu ada
pendapat bahwa dalam pidana terdapat larangan penggunaan analogi, yaitu membuat perbuatan
yang tidak tercantum secara tegas dalam undang-undang tetapi ada kemiripannya,
dijadikan/dianggap sebagai tindak pidana/delik. Tentang analogi akan dibicarakan dibawah.

1. peraturan undang-undang itu harus ada sebelum tindak pidana/delik terjadi. Hal ini berarti,
bahwa seseorang hanya dapat dijatuhi hukuman jika perbuatannya itu telah ada/telah disebut
didalam KUHP. Jadi menurut pasal 1 ayat (1) Jika orang dituduh melakukan sesuatu kejahatan,
akan tetapi kemudian terbukti, bahwa perbuatannya itu tidak terdapat dalam KUHP, maka si
tersangka tadi dibebaskan dari tuduhannya tersebut, dan dia tidak dijatuhi hukuman.

Hal ini oleh anselm von feuerbach dirumuskan sbg berikut :

“Nulla poena sine lege

Nulla poena sine crimine

Nullum Crimen sine poena legali”

“Tidak ada hukuman, kalau tidak ada undang-undang,

Tidak ada hukuman, kalau tidak ada kejahatan,

Tidak ada kejahatan, kalau tidak ada hukuman, yang berdasarkan undang-undang.”

Dari pasal 1 ayat (1) ini dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa :
1. hukum pidana itu mencegah adanya penjatuhan hukuman secara sewenang-wenang oleh
pengadilan(hakim).
2. dapat dicapai kepastian hukum.
3. hukum pidana itu bersumber pada hukum tertulis.

2) Asas tidak berlaku Surut, ditentukan dalam pasal 1 ayat 2 KUHP (pengecualian pasal 1
KUHP).

Ketentuan pidana dalam undang-undang tidak boleh berlaku surut (strafrecht heeftgeen
terugwerkende kracht). Seandainya seseorang melakukan suatu tindak pidana yang baru
kemudian hari terhadap tindakan yang serupa diancam dengan pidana, pelaku tdk dapat dipidana
atas ketentuan yang baru itu. Hal ini untuk menjamin warga negara dari tindakan sewenang-
wenang dari penguasa.

Asa ini merupakan asas fundamental dalam negara hukum walaupun tidak dicantumkan dalam
undang-undang dasar, sehingga pembentuk undang-undang tidak dengan gegabah menyimpang
dari asa tersebut.

Peraturan yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP dikecualikan oleh pasal 1 ayat (2) KUHP
yang berbunyi : “Apabila ada perubahan peraturan perundangan sesudah perbuatan itu dilakukan,
maka haruslah dipakai aturan yang ringan bagi tersangka.”

3) Asas larangan penggunaan analogi

Larangan penggunaan analogi, yaitu untuk membuat perbuatan yang tidak tercantum secara tegas
dalam undang-undang tetapi ada kemiripannya, dijadikan/dianggap sebagai tindak pidana/delik.
Dapat pula analogi terjadi bilamana menganggap bahwa suatu peraturan hukum tertentu juga
meliputi suatu hal yang nbanyak kemiripannya/kesamaannya yang telah diatur, padahal semula
tidak demikian.

Analogi biasanya terjadi dalam hal-hal ada sesuatu yang pada saat pembuatan suatu peraturan
hukum sesuatu yang baru itu tidak terpikirkan/tidak mungkin dikenal oleh pembuat undang-
undang padsa zaman ini.contoh, pencurian aliran listrik. Aliran listrik dianalogikan sebagai
barang. Analogi berkaitan erat dengan masalah penafsiran / interpelasi. Hal ini analogi
berdasarkan kenyataan bahwa suatu undang-undang tertulis dan bersifat statis masih perlu
ditafsirkan dalam pemberlakuannya, terutama oleh hakim pada waktu menerapkannya. Tujuan
menafsirkan adlah untuk mencari arti yang sebenarnya dari putusan kehendak para pembentuk
undang-undang yang menuangkan kedalam rumusan-rumusan yang tertulis dalam undang-
undang.

Berlakunya hukum pidana menurut tempat dan orang

1) Asas Teritorialitas (pasal 2 KUHP)

Yang paling pokok dalam asas ini dalam hubungannya dg berlakunya undang-undang hukum
pidana dapat pula yang diutamakan ialah batas-batas teritorial dimana undang-undang hukum
pidana tersebut berlaku.tolak pangkal dari pemikiran untuk penerapan asas teritorial ialah bahwa
diwilayah indonesia, hukum pidana indonesia mengikat bagi siapa saja(penduduk/bukan
penduduk) . dasarnya ialah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib memelihara sendiri
ketertiban hukum dalam wilayahnya.

2) asas personalitas (Nasional aktif)

Dasar dari asas ini ialah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib sejauh mungkin mengatur
sendiri warganya.

3) Asas perlindungan (Nasional Pasif)

Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang berdaulat
wajib melindungi kepentingan hukumny

Azas-azas hukum pidana :


1. Azas legalitas : Tidak dapat dipidana suatu perbuatan pidana bila tidak/belum diatur
dalam undang-undang.Mis : kasus pencurian listrik di Belanda ( tahun 1800 an ),
akhirnya hakim mengeluarkan jurisprudensi bahwa listrik dianggap sebagai barang
bergerak yang memiliki nilai ekonomi dan pengambilan tanpa hak terhadapnya dapat
dikatakan pencurian.
2. Asas Presumption of innocent ( praduga tak bersalah ) : Bahwa pelaku delik dianggap
tidak bersalah selama belum ada putusan hakim yang inkracht terhadapnya. Contoh :
kasus Antashari, dia belum bisa dimasukkan ke penjara untuk jangka waktu yang
ditentukan karena kasusnya belum diputus oleh hakim.
3. Asas Equity before the law ( kesederajadan di mata hukum ) : Bahwa semua orang
dipandang sama hak, harkat dan martabatnya di mata hukum. Mis : Aulia pohan yang
tetap diproses perkaranya ( penyelewengan dana yayasan Bank Indonesia = 100 milyar),
meskipun dia adalah besan pak presiden.
4. Asas geenstraf zonder schuld ( tidak ada pidana tanpa kesalahan): Bahwa seseorang
yang tidak melakukan kesalahan / tindak pidana tidak dapat dibebankan sanksi pidana
terhadapnya. Misal : Kasus Ryan ( jagal jombang ), bahwa ada 3 orang yang sebelumnya
dituduh membunuh salah satu korban Ryan, tetapi ternyata terbukti bahwa mereka tidak
bersalah maka MA membebeskan ke 3 orang tsb. Namun, pihak Polres Jombang dapat
dituntut rehabilitasi dan ganti rugi oleh ke3 korban salah tangkap tsb ( semestinya).
5. Azas Unus testi Nullus Testi ( satu saksi bukan saksi ) : Bahwa satu orang saksi saja
dianggap tidak ada saksi, maka bila hanya ada satu orang saksi JPU harus punya alat
bukti pendukung lain yang ditetapkan dalam pasal 184 KUHAP.
6. Azas In dubio Pro reo : Bahwa bila kasus posisi dianggap kabur / kurang jelas, maka
dakwaan yang harus diterapkan ialah yang paling menguntungkan terdakwa.

Anda mungkin juga menyukai