Anda di halaman 1dari 9

Page | 1

ILMU PEGETAHAU DAN TEKNOLOGI


DALAM PERSPEKTIF AGAMA ISLAM
Oleh: Fahrul Anam, S. Ag., M. Ag.

A. Perintah Menuntut Ilmu

Dalam Islam, ilmu pengetahuan atau secara singkat disebut “ilmu” saja,
memiliki posisi yang sangat tinggi, hampir sejajar dengan iman. Kenapa demikian?
Jawaban yang palaing mendasar ilah, secara teologis Islam mengajarkan paradigma,
bahwa “derajat manusia itu terletak pada iman dan ilmunya”. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam Al-Quraan Surat Al-Mujadilah Ayat 11:

‫يِرفجع الل له ال لذيِن آمنِوُا منِك تم وُال لذيِ ت‬


‫ت‬
‫جاَ ت‬ ‫ن أوُتتوُا ال لععل ل ج‬
‫م د ججر ج‬ ‫ع ل ج ع ج‬ ‫ت ع ج ج ت‬ ‫جل ع‬
‫خعبيِرر‬‫ن ج‬‫متلوُ ج‬
‫ماَ ت جعل ج‬ ‫جوُالل ل ت‬
‫ه بع ج‬
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.“
Masih secara teologis, Islam juga mengajarkan egalitarianisme, kesetaraan,
kecuali dalam satu hal, Islam justru mengajarkan perbedaan, yakni perbedaan antara
orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Hal ini diisaratkan dengan
firman-Nya, Al-Quran Surat Al-Zumar Ayat 9:

‫ن‬ ‫ن جل يِ جعلل ج ت‬
‫موُ ج‬ ‫ن وُجٱل ل ع‬
‫ذيِ ج‬ ‫ن يِ جعلل ج ت‬
‫موُ ج‬ ‫وُى ٱل ل ع‬
‫ذيِ ج‬ ‫ست ج ع‬
‫ل يِ ج ل‬ ‫قت ل‬
‫ل هج ل‬
“……Apakah sama orang-orang yang berimu dengan orang yang tidak berilmu……”

Nada pertanyaan di atas, tentu tidak dimaksudkan untuk dijawab. Pertanyaan


model ini dinamakan sebagai pertanyaan retoris, pertanyaan yang sebenarnya hendak
Page | 2

menegaskan adanya perbedaan yang sangat jauh antara orang-orang yang berilmu
dengan orang-orang yang tidak berilmu. Jadi, secara tidak langsung firman Allah di
atas seolah ingin mengatakan: “Harus dibedakan antara orang yang berilmu dengan
orang yang tidak berilmu.”
Dilihat dari sisi perintahnya, bandingkan antara perintah mendirikan shalat
dan perintah mencari ilmu. Dalam Agama Islam, perintah mendirikan shalat, itu baru
diwajibkan ketika orang sudah mencapai usia baligh. Namun perintah menuntut ilmu
sudah diwajibkan ketika orang masih dalam keadaan bayi. Sesuai hadis Nabi SAW.
yang berbunyi:

‫مهلد ع عإلى الل ل ل‬


‫حد ع‬ ‫ن ال ج‬
‫م ج‬ ‫ا تط لل تتبوُا الععل ل ج‬
‫م ع‬
“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat”

Klau kita fahami hdis di atas secra harfiyah, tentu sangat tidak rasional dan
sangat tidak realistis, karena bagaiman mungkin seorang bayi yang masih berada
dalam ayunan sudah diperintahkan untuk mencari ilmu.
Hadis di atas sebenarnya sebagai ungkapan dalam konteks ingin menunjukan, bahwa
dalam Islam, kewajiban yang paling utama dan pertama adalah kewajiban mencari
ilmu. Dalam teori pendidikan Agama Islam, bahkan ada yang mengatakan, bahwa
bayi yang masih dalam kandungan ibunya itu sudah bisa dididik. Tentu cara
mendidiknya bukan seperti anak yang sudah lahir dan sudah berusia masuk TK
(taman kanak-kanak) atau PAUD (pendidikan usia dini). Bukan disini tempatnya,
membicarakan bagaimana praktek mendidik anak dalam kandungan tersebut.
Kemulian ilmu dalam sudut pandang Agama Islam sudah tidak diragukan lagi.
Perhatiakan hadis-hadis Nabi yang lain, juga pendapat dikalangan sahabat, dan para
ulama tentangnya. Diantara semua itu dapat dilihat narasi-narasi berukut ini.

‫ة‬
‫سنِ ج ة‬
‫ن ج‬
‫ستتيِ ج‬
‫عجباَد جةع ع‬
‫ن ع‬
‫م ل‬
‫خيِ لرر ع‬ ‫فعك لجرة ت ج‬
‫ساَع جةت ج‬
“Berfikir sesaat lebih baik dari pada beribadah 60 tahun”.
Page | 3

Terlepas dari penilaian apakah ini benar hadis Nabi SAW atau bukan, namun
yang pasti, baik dari Al-Quran sendiri secara tidak langsung menjelaskan
keistimewaan ilmu dibanding ibadah-ibadah yang lainnya. Demikian pula, kalangan
sahabat, tabi’in, ulama-ulama salaf memandang bahwa ilmu berada di atas ibadah-
ibadah yang lainnya. Beberapa contoh dari stressing tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut:

ِ‫ن عفي‬ ‫فك لتروُ ج‬ ‫م وُجيِ جت ج ج‬ ‫دا وُجع ججلى ت‬


‫جتنِوُب عهع ل‬ ‫ماَ وُجقتتعوُ ة‬ ‫ه قعجيِاَ ة‬‫ن الل ل ج‬
‫ن يِ جذ لك تتروُ ج‬‫ذيِ ج‬‫ال ل ع‬
‫لج‬
‫حاَن ج ج‬
‫ك فج ع‬
َ‫قجنِا‬ ‫سب ل ج‬‫ذا جباَط عةل ت‬ ‫ت هج ج‬‫ق ج‬‫خل ج ل‬
‫ماَ ج‬‫ض جرب لجنِاَ ج‬
‫ت جوُاللر ع‬ ‫ماَجوُا ع‬
‫س ج‬‫ق ال ل‬ ‫خل ع‬
‫ج ل‬
‫ب اللنِاَرع‬ ‫ذا ج‬ ‫عج ج‬
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 191).
Syaikhul Islam mengatakan,

‫النِظر إلى المخلوُقاَت العلوُيِة وُالسفليِة على وُجه التفكر‬


‫وُالعتباَر مأموُر به منِدوُب إليِه‬
“Merenunngkan penciptaan makhluk baik yang di atas maupun yang di bawah,
dalam rangka mengambil pelajaran, diperintahkan dan dianjurkan.” (Majmu’ al-
Fatawa, 15/343)
Karena itulah, para sahabat menyukai berfikir. Merenungkan ayat Allah, baik
ayat kauniyah (ciptaan Allah) atau ayat Syar’iyah (aturan syariat). Ayat kauniyah
menunjukkan betapa sempurna kekuasaan dan kebesaran Allah dalam menciptakan.
Ayat syar’iyah menunjukkan betapa adil dan bijaksananya Allah dalam menetapkan
aturan.

Kita akan simak pengakuan para salaf (orang soleh masa silam): Ibnu Abbas,
Page | 4

‫تفكر ساَعة خيِر من قيِاَم ليِلة‬


“Berfikir sesaat lebih baik dari pada shalat malam”. (al-Adzamah, 1/297).

Ibnu Abbas juga mengatakan,

َ‫تذاكر العلم بعض ليِلة أحب إليِ من إحيِاَئها‬


“Belajar beberapa saat di malam hari, lebih aku sukai dari pada menghabiskan

seluruh malam untuk shalat.” (Mushannaf Abdurrazaq, 11/253).

Abu Darda mengatakan:

‫مذاكرة العلم ساَعة خيِر من قيِاَم ليِلة‬


“Mengkaji ilmu syariat sesaat lebih baik dari pada shalat malam”.

Sahabat Abu Hurairah, sahabat Nabi SAW., mengatakan:

‫لن أفقه ساَعة أحب إليِ من أن أحيِيِ ليِلة أصليِهاَ حتى أصبح‬
“Saya belajar sesaat lebih saya cintai dari pada saya habiskan waktu malam untuk

shalat sampai subuh.” Abu Hurairah juga mengatakan,

‫لن أعلم باَباَ ة من العلم فيِ أمر أوُ نهيِ أحب إليِ من سبعيِن‬
‫غزوُة فيِ سبيِل الله عز وُجل‬
“Saya memahami satu masalah ilmu, baik terkait perintah, ataupun larangan, lebih

aku cintai dari pada 70 kali perang di jalan Allah.”

Abu Musa al-Asy’ari:

‫لمجلس أجلسه مع عبد الله بن مسعوُد أوُثق فيِ نفسيِ من‬


‫عمل سنِة‬
“Aku duduk belajar bersama Ibnu Mas’ud, itu lebih menenangkan hatiku dari pada
Page | 5

beramal satu tahun.”

Hasan al-Bashri :

‫لن أتعلم باَباَ ة من العلم فأعلمه مسلماَ ة أحب إليِ من أن تكوُن‬


‫ليِ الدنيِاَ كلهاَ أجعلهاَ فيِ سبيِل الله عز وُجل‬
“Aku memahami satu masalah ilmu syariah, kemudian aku ajarkan ke muslim yang
lain, lebih aku sukai dari pada aku memiliki dunia seisinya yan aku jadikan untuk
infak fi sabilillah.”
Oleh karena itu didalam Islam diajarkan, bahwa menuntut ilmu adalah bagian
dari kewajiban paling mendasar, yang tidak boleh ditinggalkan. Bahkan jika ilmu itu
adanya ditempat yang jauh, Islam tetap memerintahkan untuk mencarinya. Inilah
makna dari sabdany yang lain lagi: “Carilah ilmu walaupun di negeri China.”
Salah satu sahabat Nabi SAW, Ali bin Abi Thalaib dikenal istimewa karena
ilmunya yang sangat luas. Demikian luasnya ilmu yang dimiliki Sahabat Ali, Nabi
megumpakan Sahabat Ali dengan dirinya bagaikan kota dan pintunya, Anâ
madiînatul ‘ilmi wa’aliyyun bâbuhâ, “saya adalah kota ilmu, sedangkan Ali adalah
pintunya.”
Mendengar Nabi SAW berkata demikian, banyak orang-orang (menurut salah
satu keterangan mereka adalah kelompok khawarij) yang tidak suka (iri dan dengki)
terhadap Sahabat Ali ini. Untuk membuktikan, bahwa Ali tidak seperti apa yang
dikatakan Nabi SAW, mereka orang-orang yang dengki ini bersepakat, bahwa
sepuluh tokoh mereka memberikan satu pertanyaan yang sama kepada Ali, jika Ali
memberikan jawaban yang sama dari sepuluh pertanyaan dari sepuluh tokoh tersebut,
maka tidaklah benar Ali adalah sahabat Nabi yang istimewa ilmunya. Tapi jika Ali
memberikan jawaban yang berbeda-beda atas persamaan yang sama, maka benar Ali
memang sahabat yang istimewa karena keluasan ilmunya.
Suatu hari, seorang pembesar Khawarij datang dan bertanya kepada Ali. " Hai
Ali. Lebih utama mana antara ilmu dengan harta?" tanya pembesar itu." Lebih utama
ilmu," jawab Ali. "Apa dasarnya?" tanya dia lagi. "Ilmu itu warisan para Nabi. Kalau
harta, warisan Qarun, Syadad, Fir'aun, dan sebagainya," kata Ali. Mendengar jawaban
Page | 6

tersebut, orang itu pergi. Beberapa lama kemudian, datang orang Khawarij lain dan
menanyakan pertanyaan yang sama. Ali memberikan jawaban yang sama. Tetapi,
alasan yang diberikan Ali berbeda dengan orang pertama. " Kalau ilmu, akan
menjagamu. Jika harta, kamu yang harus menjaga," jawab Ali. Ketika pulang, datang
lagi orang lain dengan pertanyaan sama. Jawaban Ali mengenai ilmu atau harta tetap
sama, namun berbeda pada penjelasannya. Penjelasan Ali kali ini yaitu, " Kalau orang
punya harta banyak musuhnya. Apabila orang punya ilmu, banyak temannya."
Kepada penanya keempat, Ali menjawab demikian, " Jika kamu menggunakan harta,
harta semakin berkurang. Namun kalau ilmu, saat digunakan, ia akan semakin
bertambah. Jawaban berbeda terus diberikan Ali kepada orang Khawarij yang
bertanya dengan pertanyaan yang sama. Jumlah mereka sampai 10 orang.
Karena tiap-tiap orang mendapat jawaban yang berbeda, mereka menyimpulkan Ali
memang orang cerdas. Mereka pun memutuskan kembali kepada Islam yang benar
dan tidak lagi menjadi bagian dari kaum Khawarij.

B. Ilmu Sebagai Kalam Kenabian dan Peradaban

Tergambar dalam uraian di atas, bahwa perintah menuntut ilmu dalam Agama
Islam adalah perintah yang sangat serius, sungguh-sunguh, dan bukan main-main.
Perhatikan pula kisah ketika Nabi Muhammad SAW. berada di Gua Hira. Waktu itu
ketiaka beliau diangkat menjadi seorang utusan Tuhan yang terakhir. Perintah
pertamanya kepada beliau, bukan “dirikan shalat”, tetapi, iqra’, “baca hai
Muhammad!” Ini maknanya, beliau yang diutus Tuhan sebagai Nabi dan Rasul, maka
kewajiaban pertamanya adalah menuntut ilmu, bukan yang lainnya.
Bisa dikatakan, sebelum melaksanakan tugas-tugas kenabiannya, beliau
Muhammad terlebih dahulu telah menjadi seorang Ilmuan. Ini terbukti, ketika ia
ditunjuk oleh masyarakatny untuk menyelesaikan sengketa pemasangan batu hajar
aswad ke tembok Ka’bah. Dengan kecerdasan ilmunya, Muhammad waktu itu dapat
mengatasinya tanpa harus ada darah yang menetes sedikitpun.
Page | 7

Dengan demikian, ilmu tidak hanya sekedar pintu gerbang utama kenabian,
namun juga ia adalah problem solving peradaban yang memanusiakan manusia. Dan
ketika Muhammad telah diangkat menjadi Rasul Tuhan, kecerdasan ilmunya telah
matang dan terlatih. Sehingga masyarakatnya yang dikenal dengan sebutan
“masyarakat jahiliyah” itu dirubahnya menjadi masyarkat yang berperadaban dengan
perdaban yang adiluhung.
Satu hal yang sangat mengagumkan, Muhammad merubah masyarakat Arab
jahiliyah itu, dari peradaban jahiliyah ke pradaban Islam, hanya membutuhkan waktu
kurang lebih 23 tahun. Untuk masyarakat yang sudah berada di titik nadir dekadensi
moral kejahiliyahan, waktu 23 tahun adalah waktu yang terhitung sangat singkat.
Puncak kesuksesan perubahan yang dilakukan oleh Muhammad saat itu tindai dengan
terbentuknya suatu komunitas yang saat ini dikenalkan oleh seorang cendikiawan
muslim Indonesia, Nurcholish Madjid dengan sebutan, “masyarakat madani”, yang
artinya masyarakat yang berpradaban, masyarakat modern. Karena itulah, masyarakat
yang menempati wilayah tersebut, dikenal wilayahnya hingga sekarang dengan
sebutan, “Madinah” (nama sebuah negara di kawasan jazira Arabia).
Kelak setelah kesuksesan demi kesuksesan diraihnya, Sang Nabi yang mulia nan
agung ini membuka kunci rahasia kesuksesan tersebut dengan mengatakan:

‫ن أ ججراد ج ال ج ع‬
‫خجرة ج فجعجل جيِ لهع‬ ‫م ل‬‫ِ وُج ج‬,‫م‬ ‫ل ل‬ ‫ج‬ ‫م ج‬
‫ن أجراد ج الد دن لجيِاَ جفجعجليِ لهع عباَلععل ع‬‫ج ل‬
‫ل ل‬ ‫ج‬ ‫ل ل‬
‫ماَ فجعجليِ لهع عباَلععلم ع‬
‫ن أجراد جهت ج‬ ‫م ل‬ ‫ِ وُج ج‬,‫م‬
‫عباَلععل ع‬
"Barang siapa menginginkan soal-soal kesuksesan dunia, wajiblah ia memiliki
ilmunya ; dan barang siapa yang menginginkan kesusesan di akhirat, wajiblah ia
memiliki ilmunya pula; dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah
ia memiliki ilmunya kedua-duanya pula". (HR. Bukhari dan Muslim)

C. Teknologi Dalam Pandangan Islam


Page | 8

Berdasarkan uraian sebelumnya, tergambar, bahwa ilmu dapat menyelesaikan


segalanya dengan sangat menakjuban. Teknologi sebagai salah satu buah dari ilmu,
tentu menambah kejelasan tentang dahsyatnyanya kerja ilmu pengetahuan. Teknologi
dalam berbagai ragam bentuknya, bagi umat manusia, khususnya umat Islam saat ini,
telah diuntungkan oleh manfatnya yang sangat besar. Salah satu contoh, umat Islam
dipermudah dalam pelaksanaan ibadah haji. Bisa dibayangkan kalau tidak ada
teknolgi yang bernama pesawat terbang, apa jadinya nasib ibadah yang satu ini.
Mungkinkah umat Islam Indonesia menggunakan kendaraan zaman Nabi, atau
menggantinya dengan yang sepadan?
Dengan melihat besarnya manfaat teknologi hari ini, terutama dalam
pelaksanaan ibadah, tentu Islam memandang positif keberadaan teknologi sekarang
ini. Terlebih teknologi terlahir dan tidak lepas dari perkembangan ilmu pengetahun
yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam, sebagaimana dijelaskan pada diuraikan di
atas.
Secara teologis, Ayat Al-Quran yang dipandang oleh ahli tafsir untuk
mengapresiasi atau perintah untuk berteknologi adalah Ayat yang berbunyi:

‫ن أ جقل ج‬
‫طاَرع‬ ‫م ل‬‫ذوُا ع‬‫ف ت‬‫ن ت جنِ ل ت‬ ‫شر ال لجن وُاللنس إن استط جعت ج‬
‫مأ ل‬ ‫ع ت ج عل ع ع ع ل ج ل ت ل‬ ‫معل ج ج‬ ‫جيِاَ ج‬
‫سل ل ج‬ ‫ج‬
‫ن‬‫طاَ ت‬ ‫ن إ علل ب ع ت‬ ‫ف ت‬
‫ذوُ ج‬ ‫ذوُا ۚ جل ت جنِ ل ت‬ ‫ض جفاَن ل ت‬
‫ف ت‬ ‫ل‬
‫ت جوُاللر ع‬
‫ماَجوُا ع‬
‫س ج‬‫ال ل‬

"Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan
kekuatan (dari Allah)". (Q.S. Ar-Rahman ayat 33).

Menurut sebagian ahli tafsir, pengertian “sultan” pada ayat adalah ilmu pengetahuan.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan ilmu pengetahuan /teknologi manusia dapat
menembus ruang angkasa.
Dalam sejarhanya, umat Islam merupakan umat yang paling mengusai ilmu
dan teknologi. Raksasa-raksasa ilmu dan teknologi hampir semuanya lahir dari umat
Page | 9

Islam. Sejarah misalnya mencatat bahwa seorang ilmuwan Muslim yang bernama
Ibnu Al-Haytham merupakan orang pertama yang membuat konsep sebuah alat
penangkap gambar. Beliau juga menguasai pemikiran-pemikiran dari filsuf dan
ilmuwan Yunani seperti Aristoteles, Plato, Ptotelmy, Archimedes, Galen, dan banyak
lainnya. Sehingga Beliau memang layak disebut filsuf, matematikawan dan astronom.
Di dalam Kitab Al-Manazir, Beliau adalah ilmuwan pertama yang mampu
menjelaskan bagaimana cara kerja optik dalam mata manusia dalam menangkap dan
menerima gambar secara visual secara detail.

Anda mungkin juga menyukai