Anda di halaman 1dari 13

1

MASYARAKAT MADANI

1. Pengertian

Masyarakat Madani (dalam bahasa Inggris: civil society) dapat


diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun,
menjalani, dan memaknai kehidupannya. Kata madani sendiri berasal dari
bahasa arab yang artinya civil atau civilized (beradab). Istilah masyarakat
madani adalah terjemahan dari civil atau civilized society, yang berarti
masyarakat yang berperadaban. Untuk pertama kali istilah Masyarakat
Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana menteri
Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem
sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan
antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari
individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan
pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan
individu. Civil society menekankan pentingnya kepedulian sesama, tidak ada
kasta dan spasial antara si miskin dan si kaya. Bagi anggota masyarakat yang
memiliki kelebihan harta memiliki rasa untuk berbagi dengan si miskin,
sehingga tidak ada kejahatan yang membayangi karena masyarakatnya sejajar.
Selain itu, civil society juga menekankan pentingnya tata aturan dan
pentingnya kelompok, karena dengan berkelompok penyelesaian persoalan
akan lebih cepat daripada sendiri-sendiri.

Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses


penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama.
Dawam menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan
dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup,
2

menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan


perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan. Masyarakat Madani pada
prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis,
menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi,
aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki bandingan, mampu
berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui, emansipasi, dan hak
asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis.

Masyarakat madani adalah kelembagaan sosial yang akan melindungi


warga negara dari perwujudan kekuasaan negara yang berlebihan. Bahkan
Masyarakat madani tiang utama kehidupan politik yang demokratis. Sebab
masyarakat madani tidak saja melindungi warga negara dalam berhadapan
dengan negara, tetapi juga merumuskan dan menyuarakan aspirasi
masyarakat.

2. Sejarah

Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society, juga
berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi
Muhammad SAW pada tahun 622 M. Masyarakat madani juga mengacu pada
konsep tamadhun (masyarakat yang beradaban) yang diperkenalkan oleh Ibn
Khaldun, dan konsep Al Madinah al Fadhilah (Madinah sebagai Negara
Utama) yang diungkapkan oleh filsuf Al-Farabi pada abad pertengahan.

Menurut Dr. Ahmad Hatta, peneliti pada Lembaga Pengembangan


Pesantren dan Studi Islam, Al Haramain, Piagam Madinah adalah dokumen
penting yang membuktikan betapa sangat majunya masyarakat yang dibangun
3

kala itu, di samping juga memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum


dan konstitusi sebuah masyarakat. Bahkan, dengan menyetir pendapat
Hamidullah (First Written Constitutions in the World, Lahore, 1958), Piagam
Madinah ini adalah konstitusi tertulis pertama dalam sejarah manusia.
Konstitusi ini secara mencengangkan telah mengatur apa yang sekarang orang
ributkan tentang hak-hak sipil (civil rights), atau lebih dikenal dengan hak
asasi manusia (HAM), jauh sebelum Deklarasi Kemerdekaan Amerika
(American Declaration of Independence, 1997), Revolusi Prancis (1789), dan
Deklarasi Universal PBB tentang HAM (1948) dikumandangkan.

Filsuf Yunani Aristoteles(384-322) yang memandang civil society


sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan
ini merupakan fase pertama sejarah wacana civil society. Pada masa
Aristoteles civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan
menggunakan istilah ‘’koinonia politike’’, yakni sebuah komunitas politik
tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-
politik dan pengambilan keputusan. Rumusan civil society selanjutnya
dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M ) dan John Locke (1632-
1704), yang memandangnya sebagai kelanjutan dari evolusi natural society.
Menurut Hobbes, sebagai antitesa Negara civil society mempunyai peran
untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki
kekuasaan mutlak, sehingga ia mampu mengontrol dan mengawasi secara
ketat pola-pola interaksi (prilaku politik) setiap warga Negara. Berbeda
dengan John Locke, kehadiran civil society adalah untuk melindungi
kebebasan dan hak milik setiap warga Negara.

Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan


wacana civil society dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia.
Ferguson, menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial.
4

Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh dampak revolusi industri
dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.

Fase ketiga, pada tahun 1792 Thomas Paine mulai memaknai wacana
civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga Negara,
bahkan dia dianggap sebagai antitesa Negara. Menurut pandangan ini, Negara
tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka. Konsep Negara yang absah,
menurut mazhab ini, adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang
diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Semakin
sempurna sesuatu masyarakat sipil, semakin besar pula peluangnya untuk
mengatur kehidupan warganya sendiri.

Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh


Hegel (1770-1837 M), Karl Marx (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci
(1891-1937 M). Dalam pandangan ketiganya civil society merupakan elemen
ideologis kelas dominan.

Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab


Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M).
Pemikiran Tocqueville tentang civil society sebagai kelompok penyeimbang
kekuatan Negara. Menurut Tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat sipil
merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai
daya tahan yang kuat. Adapun tokoh yang pertama kali menggagas istilah
civil society ini adalah Adam Ferguson dalam bukunya ”Sebuah Esai tentang
Sejarah Masyarakat Sipil’’ (An Essay on The History of Civil Society) yang
terbit tahun 1773 di Skotlandia. Ferguson menekankan masyarakat madani
pada visi etis kehidupan bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk
mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri dan
munculnya kapitalisme, serta mencoloknya perbedaan antara individu.
5

3. Karakteristik

Sebagai referensi karakteristik (ciri khusus) masyarakat madani


adalah pertama, masyarakat yang egalitarianisme. Yaitu adanya penghargaan
kepada manusia berdasarkan prestasi, bukan pada aspek senang atau tidak
senang.

Kedua, menjunjung tinggi keadilan. Dalam penegakan hukum tidak


pandang bulu. Siapa bersalah tetap mendapat hukuman jika terbuki
melakukan kesalahan.

Ketiga, bertuhan. Artinya bahwa masyarakat tersebut adalah


masyarakat beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan
hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.

Keempat, tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu


lain, yang dapat mengurangi kebebasannya.

Kelima, toleran. Artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain


yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia, dan tidak merasa
terganggu oleh aktivitas orang lain yang berbeda tersebut.

Keenam, keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. Setiap


anggota masyarakat memiiki hak dan kewajiban yang seimbang untuk
menciptakan kedamaian, kesejahteraan, dan keutuhan masyarakat sesuai
dengan kondisi masing-masing.
6

Ketujuh, berperadaban tinggi. Artinya, masyarakat tersebut memiliki


kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahuan untuk kemaslahatan hidup manusia.

Kedelapan, berakhlak mulia. Artinya masyarakat madani memiliki


akhlak mulia, yang membuat mereka lebih tinggi peradabannya dari bangsa
lainnya.

Dalam mewujudkan masyarakat madani, civil society yang bekarakter,


maka urgen untuk dilakukan revolusi pemberdayaan yang meliputi aspek-
aspek sebagai berikut:

Pertama, pemberdayaan menuju egalitarianisme. Dalam catatan situs


wikipedia, egalitarianisme merupakan sebuah anggapan bahwa semua
manusia sama dan tidak mengenal kasta. Pemberian reward didasarkan pada
kinerja, bukan pada faktor lain. Persamaan hak ini menyatakan bahwa semua
orang harus diperlakukan secara setara dan memiliki hak-hak politik,
ekonomi, sosial, dan sipil yang sama. Atau dalam pengertian filsafat sosial
penganjuran penghapusan kesenjangan ekonomi antara orang-orang, atau
adanya semacam redistribusi/desentralisasi kekuasaan. Dalam hal ini,
beberapa pihak menganggapnya sebagai keadaan alami dari sebuah
masyarakat.

Permasalahan sosial yang selalu muncul adalah adanya kesenjangan


yang terjadi di masyarakat antara si kaya dan si miskin, strata sosial yang
terlalu tinggi, kekuasaan yang tidak terbatas, sehingga mengedepankan
kepentingan kelompok dan menyebabkan terjadinya jurang sangat terjal
antara yang beruntung dengan yang belum beruntung. Dengan adanya
persoalan ini diharapkan adanya penyeimbang agar tidak terjadi kesenjangan
dalam kehidupan sosial maka dibutuhkan pemerdayaan manusia.
7

Substansi pemberdayaan adalah memberikan kemampuan kepada kelompok


yang lemah untuk kuat dan mampu mengorganisir sendiri kemampuannya
agar terbebas dari dehumanisasi. Sedangkan dalam konsep makro bukan
hanya sebatas itu saja. Pemberdayaan lebih dititikberatkan kepada pendidikan
untuk mampu melakukan olah rasa, olah pikiran, untuk mampu menempatkan
kepedulian yaitu kepedulian antara orang yang mampu untuk memperhatikan
yang lemah, orang kuat membimbing yang lemah, orang kaya berbagi dengan
si miskin. Dan sebaliknya, orang miskin, orang lemah dan orang yang tidak
memiliki ilmu, diharapkan juga membuka diri terhadap ketidakmampuannya,
sehingga kehidupan lebih seimbang.

Revolusi pemberdayaan dalam aspek egalitarianisme lebih


menitikberatkan pada pembaharuan praktikal dari proses pemberdayaan itu
sendiri. Jika selama ini praktik pemberdayaan lebih berorientasi memberikan
kemampuan kepada yang lemah untuk mampu dan sejahtera, sehingga aspek
sumberdaya manusianya meningkat. Maka ke depan diharapkan proses
pemberdayaan bukan hanya tertumpu kepada yang lemah, tapi juga
pemberdayaan kepada pada orang yang memiliki kemampuan dan kekayaan.
Aspek yang disentuh adalah memberdayakan kepeduliannya.

Metode yang dilakukan seorang pemberdayaan harus mampu


memetakan potensi orang-orang yang berkecukupan untuk dilakukan direct
selling dalam rangka pemberian pemahaman yang paripurna pentingnya
kepedulian kepada sesama. Wujud kepedulian mereka bisa dilayani melalui
keterlibatan langsung untuk ikut menggalang kepedulian kepada kaum lemah
atau dengan menyumbangkan sebagian harta kekayaan mereka melalui zakat
kepada si miskin agar dapat dimanfaatkan untuk memberikan penguatan
kepada kaum lemah terkait peningkatan sumberdaya manusia.
8

Selain pemberdayaan zakat, aspek lain yang bisa dilakukan adalah


memunculkan isu krisis kemiskinan dan diharapkan masyarakat bersama-
sama memberikan donasi untuk penanggulangan krisis tersebut. Sebagai
gambaran begitu besarnya dampak kepedulian melalui donasi rupiah bisa
dilihat pada kasus Prita yang menyita perhatian publik karena memiliki kasus
ketidakadilan antara yang kuat dengan yang lemah. Ketika kasus ini muncul
ke permukaan, luar biasa perhatian publik. Sebagai wujud dari perhatiannya
muncul uluran tangan dalam bentuk donasi untuk membantu kepada Prita
terbebas dari hukuman. Inilah yang diharapkan; kalau sudah muncul
kepedulian kepada sesama maka kekuatan akan muncul untuk bersama-sama
menyelesaikan persoalan yang timbul.

Kedua, menjunjung tinggi nilai keadilan. Dalam pemberdayaan


keadilan dinilai dari aspek keterlibatan masyarakat dalam proses
pemberdayaan. Ketika pemberdayaan sudah mengarah pada kelompok
sepihak maka akan menyebabkan ketidakadilan, dan proses pemberdayaan
tidak terwujud. Keadilan yang dijunjung dalam pemberdayaan adalah
menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam proses. Keadilan
dalam proses pemberdayaan juga dimaknai sebagai proses keadilan dalam
proses pemberdayaan tersebut.

Keadilan dimaksud di sini adalah ketika melakukan pemberdayaan,


ada beberapa strata sosial yang terkadang terlupakan di tingkat masyarakat.
Guna memandang “semua sama” dalam proses pemberdayaan, masyarakat
segala lini dilibatkan. Proses pengambilan kebijakan juga mengarah kepada
keadilan, bukan keberpihakan. Karena keberpihakan akan menimbulkan
terputusnya rantai pemberdayaan.
9

Ketiga, pemberdayaan yang mengedepankan prinsip tolong-menolong.


Tolong menolong dalam pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan dalam rangka memberikan kekuatan atau penguatan kepada
masayarakat, dilakukan secara ihklas. Bukan karena didasari aspek kebutuhan
material, melainkan karena keinginan untuk membantu sesama. Niat baik jadi
motivasi yang kuat dan bisa menjadi cambuk untuk sebuah perjuangan.

Hal itulah yang selama ini hilang. Banyak pemberdayaan yang


dilakukan hanya karena kepentingan, bukan karena alasan kemanusiaan.
Maka ke depan diharapkan sebuah perubahan yang baik, sehingga
pemberdayaan semakin kokoh bertengger, benar-benar demi kepentingan
kemanusiaan.

4. Unsur-Unsur

Masyarakat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia menghajatkan


unsur- unsur sosial yang menjadi prasayarat terwujudnya tatanan masyarakat
madani. Beberapa unsur pokok yang dimiliki oleh masyarakat madani adalah:

a). Adanya Wilayah Publik yang Luas.

Free Public Sphere adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk
mengemukakan pendapat warga masyarakat. Di wilayah ruang publik ini
semua warga Negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan
transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut dan terancam oleh kekuatan –
kekuatan di luar civil society.
10

b). Demokrasi.

Demokrasi adalah prasayarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society


yang murni (genuine). Tanpa demokrasi masyarakat sipil tidak mungkin
terwujud. Demokrasi tidak akan berjalan stabil bila tidak mendapat dukungan
riil dari masyarakat. Secara umum demokrasi adalah suatu tatanan sosial
politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk warga Negara.

c). Toleransi.

Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan


pendapat, perbedaan etnis, perbedaan budaya, dan perbedaan agama. Dalam
Agama Islam, toleransi adalah ajaran yang sangat dijunjung tinggi. Demikian
terhormatnya toleransi, sampai-sampai diajarkan, bahwa “agama yang paling
dicintai Tuhan adalah agama yang toleran.” Tentu sebaliknya, intoleran
merupakan sikap yang tidak terhormat dan bukti kekerdilan budaya dan
peradaban.

d). Pluralisme.

Kemajemukan atau pluralisme merupakan prasayarat lain bagi civil society.


Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima
kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus
untuk menerima kenyataan perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah dan
rahmat Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.
11

e). Keadilan social.

Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang


proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup
seluruh aspek kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan dan kesempatan.
Dengan pengertian lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan
pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau
golongan tertentu.

5. Pilar Penegak

Pilar penegak masyarakat madani adalah institusi-institusi yang


menjadi bagian dari sosial kontrol yang berfungsi mengkritisi kebijakan-
kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi
masyarakat yang tertindas. Pilar-pilar tersebut antara lain:

a). Lembaga Swadaya Masyarakat

Lembaga Swadaya Masyarakat adalah institusi sosial yang dibentuk oleh


swadaya masyarakat yang tugas utamanya adalah membantu dan
memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas. LSM
dalam konteks masyarakat madani bertugas mengadakan pemberdayaan
kepada masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-
hari, misalnya mengadakan pelatihan dan sosialisasi program-program
pembangunan masyarakat.
12

b). Pers

Pers adalah institusi yang berfungsi untuk mengkritisi dan menjadi bagian dari
sosial kontrol yang dapat menganalisis serta mempublikasikan berbagai
kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan warga negaranya. Selain itu,
pers juga diharapkan dapat menyajikan berita secara objektif dan transparan.

c). Supremasi Hukum

Setiap warga negara, baik yang duduk dipemerintahan atau sebagai rakyat
harus tunduk kepada aturan atau hukum. Sehingga dapat mewujudkan hak dan
kebebasan antar warga negara dan antar warga negara dengan pemerintah
melalui cara damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Supremasi hukum
juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk
penindasan individu dan kelompok yang melanggar norma-norma hukum dan
segala bentuk penindasan hak asasi manusia.

d). Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi merupakan tempat para aktivis kampus (dosen dan


mahasiswa) yang menjadi bagian kekuatan sosial dan masyarakat madani
yang bergerak melalui jalur moral porce untuk menyalurkan aspirasi
masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah.
Namun, setiap gerakan yang dilakukan itu harus berada pada jalur yang benar
dan memposisikan diri pada real dan realitas yang betul-betul objektif serta
menyuarakan kepentingan masyarakat. Sebagai bagian dari pilar penegak
masyarakat madani, maka Perguruan Tinggi memiliki tugas utama mencari
13

dan menciptakan ide-ide alternatif dan konstruktif untuk dapat menjawab


problematika yang dihadapi oleh masyarakat.

e). Partai Politik

Partai Politik merupakan wahana bagi warga negara untuk dapat menyalurkan
aspirasi politiknya. Partai politik menjadi sebuah tempat ekspresi politik
warga negara sehingga partai politik menjadi prasyarat bagi tegaknya
masyarakat madani.

Anda mungkin juga menyukai