Askep Gadar Pada Klien Dengan Gangguan S
Askep Gadar Pada Klien Dengan Gangguan S
STEVENs JOHNSON
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sindroma Stevens-Johnson merupakan suatu sindroma (kumpulan gejala) yang
mengenai kulit, selaput lendir di orificium dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi
dari ringan sampai berat. Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat
menyebabkan kematian, Oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawat daruratan
penyakit kulit. Sindrom ini dianggap sebagai jenis dari Eritema Multiforme.
Ada berbagai sinonim yang digunakan untuk penyakit ini, diantaranya
EktodermaEerosive Pluriorifisialis, Sindroma Mukokutanea-Okuler, Eritema Multiformis tipe
Hebra, Eritema Mulitiforme Exudatorum danEeritema Bulosa Maligna. Meskipun demikian
yang umum digunakan ialah Sindroma stevens-Johnson.
Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, bahkan dikatakan
Multifaktorial. Salah satu penyebab yang dianggap sering ialah alergi sistemik terhadap obat.
Sebagaimana kita ketahui hampir semua obat dapat dibeli bebas diluar apotik dan adanya
kecenderungan para pasien mengobati dirinya sendiri lebih dahulu sebelum berobat ke dokter
karena faktor biaya. Oleh karena itu penyakit ini makin sering ditemukan.
Penyakit ini perlu diketahui oleh para dokter karena dapat menyebabkan kematian,
tetapi dengan terapi yang tepat dan cepat,umumnya penderita dapat diselamatkan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan gawat darurat pada sistem
integumen dengan gangguan Sindrom Stevens Johson
1.2.2 Tujuan khusus
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang konsep medik Sindrom Steven
Jonson, terdiri dari definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, komplikasi, WOC Sindrom Stevens Johson
2. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang konsep asuhan keperawatan
gawat darurat terdiri dari pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi, evaluasi pada
Sindrom Stevens Johson
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami konsep dasar dan asuhan
keperawatan gawat darurat pada sistem integumen dengan gangguan Sindrom Stevens
Johson.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep dasar Sindrom Stevens Johson
2.1.1 Anatomi dan fisiologi
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagiantubuh,
membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-
rata + 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbangdengan lemaknya atau 4 kg jika
tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang.Kulit memiliki fungsi
melindungi bagian tubuh dari berbagai macamgangguan dan rangsangan luar. Fungsi
perlindungan ini terjadi melalui sejumlahmekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan
tanduk secara terus menerus(keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati),
respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan
pigmenmelanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari.Kulit
merupakan suatu kelenjar holokrin yang cukup besar dan seperti jaringan tubuh lainnya, kulit
juga bernafas (respirasi), menyerap oksigen danmengeluarkan karbondioksida. Kulit
menyerap oksigen yang diambil lebih banyak dari aliran darah, begitu pula dalam
pengeluaran karbondioksida yanglebih banyak dikeluarkan melalui aliran darah. Kecepatan
penyerapan oksigenke dalam kulit dan pengeluaran karbondioksida dari kulit tergantung
pada banyak faktor di dalam maupun di luar kulit, seperti temperatur udara atau
suhu,komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah kekulit,
tekanan gas di dalam darah kulit, penyakit-penyakit kulit, usia, keadaanvitamin dan hormon
di kulit, perubahan dalam metabolisme sel kulit dan pemakaian bahan kimia pada kulit.Sifat-
sifat anatomis dan fisiologis kulit di berbagai daerah tubuh sangat berbeda. Sifat-sifat
anatomis yang khas, berhubungan erat dengan tuntutan-tuntutan faali yang berbeda di
masing-masing daerah tubuh, seperti halnya kulitdi telapak tangan, telapak kaki, kelopak
mata, ketiak dan bagian lainnyamerupakan pencerminan penyesuaiannya kepada fungsinya
masing - masing.
Kulit di daerah ± daerah tersebut berbeda ketebalannya, keeratan
hubungannyadengan lapisan bagian dalam, dan berbeda pula dalam jenis serta banyaknya
andeksa yang ada di dalam lapisan kulitnya.Pada permukaan kulit terlihat adanya alur-alur
atau garis-garis halus yangmembentuk pola yang berbeda di berbagai daerah tubuh serta
bersifat khas bagisetiap orang, seperti yang ada pada jari-jari tangan, telapak tangan dan
telapak kaki atau dikenal dengan pola sidik jari ( dermatoglifi).
1. Struktur kulit
Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu: kulit ari (epidermis). Sebagai lapisan
yang paling luar, kulit jangat dan jaringan penyambung di bawah kulit. Kulit ari (epidermis),
epidermis merupakkkan bagian paling luar yang menarik untukdiperhatikan dalam perawatan
ulit, arena kosmetik dipakai pada bagian epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada
berbegai bagian tubuh , yang paling tebal berukuran 1 mm pada telapak tanggan, kaki, dan
yang paling tipis berukuran 0,1 mm pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut. Sel-sel
epidermis disebut keratinosit epidermis melakat erat pada dermis karena secara fungsional
epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan dari plasma yang mermbes melaliui
dinding kapiler dermis ke dalam dermis. Pada epidermis dibedakan lima lapisan kulit yakni:
a. Lapisan tanduk (stratum corneum)
Merupakan lapisan epidermis yang paling atas dan menutupi semua lapisan epidermis
lebih ke dalam . lapisan sel tanduk terdiri ats beberapa sel pipih ,yidak berinti, tidak
mengalami proses metabolism, yidak berwarna dan sedikit mngandung air. Pada telapak kaki
dan tanggan banyak terdapat keratinosit. Lapisan tanduk ini saebagian besar terdiri dari
keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-
bahan kimia . lapisan ini lebih dikenal dengan horny , terdiri dari miliaran sel pipih yang
mudah terlepas dan digantikkan oeleh sel yang baru setiap 4 minggu, karena setiap selnya
berumur 28 hari.pada saat terlepas ,kondisi kulit akan tersa kasar sampai muncul lapisan baru.
Proses pembeharuan lapisan tanduk sepanjang hidup, menjadi kulit ari memiliki self repairing
capacity atau emampuan memperbaiki diri, namun dengan bertambahnya usia proses
keratinasi berjalan lebih lambat , saat usia ini melamin tidak merata serta tidak lagi dengan
cepat di gantinkkan dengan sel tanduk baru, daya elasitaspun sangat kecil, dan lapisan ini
sangat efektif untuk mencegah penguapan air dari apisan kulit lebih lama dan mampu
memelihara tonus dan tugor kulit, dan memiliki daya air yang cukup besar
b. Lapisan bening ( stratum lucium) disebut juga lapisan barier , tepat terletak di bawah lapisan
sel tanduk. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-keil, tipis dan
bersifat traslusen sehingga dapat di lewati oleh sinar. Proses kretinisasi bermula dari lapisan
ini
c. Stratum granolosum
Tersusun dari sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir dalam
protoplasmanya, butir kasa dan berinti mengkerut.
d. Stratum spinosum
Disebut juga lapisan Malpighi terdiri dari sel-sel yang saling berhubungan dengan perantara
jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus, jika sel alpisan saling berlepasan , maka
sel-selnya bertaju. Setiap sel berisi filament-filamen keil yang terdiri atas serabut protein.
Betuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak, makin kea rah permukaan kulit makin
besar ukurannya. Diantara sel-sel atju terdapat celah antar sel ahlus yang berguna untuk
peredaran cairan jaringan ektraseluler dan pengantar butir-butir melanin. Sel-sel bagian laju
lapisan yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis. Inti inti sel
dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol, sam amono, dan gutation.
e. Stratum germinativum dan basal
Merupakan lapisan bawah epidermis , yang dibentuk oleh satu baris sel torak dengan
kedudukan tegak lurus terhadap dermis. Alsa sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan
lamina basalis di bawahnya. Lamina basal yaitu struktur halus yang membatasi epidermis
dengan dermis. Lamina basalis memmemiliki pengaruh besar terhadap
metabolismedemoepidermal dan fungsi-funsi vital kulit. Didalam sel ini del-sel epidermis
bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya
menajdai sel tandauk. Didalam lapisan benih terdapat pulasel bening pembuat pigmen
damelanin kulit
Gambar 2.1 Lapisan epidermis
2. Dermis
Dermis menjadi tempat ujung saraf persa, tempat keberadaan kandung rambut,
kelenjar keringat, kelenjar minyak, pembuluh darah, dan getah bening. Sel-sel rambut yang
berada dalam kandung rambut , terus menerus membelah dalam membentuk batang rambut.
Kelanjar palit yang menempel di saluran kandung kereambut. Ketebalan kuepdermis 1-2mm.
keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat, memungkinkkan membedakan
berbagai rangsangan dari luar . masing-masing saraf perasa memiliki atau memungkinkkan
segera bereaksi terhadap hal-hal yang angat merugikkan kita.
2.1.11 WOC
Sumber Mutaqin, arif (2011)
2.2 Asuhan keperawatan gawat darurat pada sistem integumen dengan gangguan Sindrom
Stevens Johson
2.2.1 Pengkajian gawat darurat
1. Umum : Keadaan umumnya bervariasi dari sedang sampai berat. Pada kondisi yang berat.
Tergantung derajat mortilitas steven jonson. Bila derajat 1 biasanya keadaan umum pasien
ringan, derajat 2 dan 3 berat.
a. Keadaan berat bila terjadinya erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan,
pseudomembran klien mengalami kesulitan bernafas, dan bula antara 10-30% dan telah
terjadi infeksi pada kulit, Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada
hampir seluruh tubuh, mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta
berwarna merah.
b. Keadaan umum sedang biasa bila menunjukkan gejala awal, ruam, gatal, demam, nausea.
2. Pengkajian kesadaran
Pasien dengan steven jonson pada kondisi yang berat, kesadarannya menurun, penderita
dapat soporous sampai koma.
a. Pain : Pada psien derajat 2 lepasnya lapisan epidermis antara 10-30% . Klien biasanya
meringis saat di perintahkan dengan perintah sederhana karena adanya kerusakan saraf
perifer
b. Unresponsive : pada pasien dengan derajat 3 lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%.
Pasien dengan overload SJS dan TEM dalam keadaan koma
2) Mata
Kelopak mata : Edema dan sulit dibuka
Konjungtiva : Konjungtivitis kataralis dan purulen
Kornea : Ulkus kornea
Reaksi cahaya : Positif
Lapang penglihatan : Penyempitan lapangan penglihatan
Kelaianan mata : Simbleferon, iritis, iridosiklitis
3) Mulut dan leher
Mukosa bibir : Bengkak, kering, warna mukosa merah
Selaput lendir : Stomatitis, afte (vesikel, bula), erosi, perdarahan
Sakit saat menelan : Ada
Lidah : Terdapat lesi
Tonsil/pharix : Meradang
Ketidakmampuan menelan
4) Paru-paru
a) Inspeksi
Bentuk dada simetris kanan dan kiri, terdapat sumbatan pada jalan napas, klien tampak sesak,
terdengar stridor saat ekspirasi/inspirasi, retraksi dinding dada, penggunaan otot-otot
pernapasan, frekuensi pernafasan > 20 x/menit, reflek bentuk ada, pernapasan cepat dan
dangkal, klien batuk
b) Auskultasi
Bunyi napas vesikuler, wheezing (+), Ronkhi (+)
5) Kardio vaskuler
a) Inspeksi
edema jaringan
b) Palpasi
frekuensi HR > 100 x/menit, irama regular/ireguler, akral dingin, kapilar repil > 3 detik
c) Auskultasi
Tekanan darah hipotensi, irama jantung tidak beraturan, tidak ada bunyi jantung tambahan
6) Abdomen
a) Inspeksi : mual muntah
b) Auskultasi : peristaltik usus bisa menurun atau meningkat
7) Genetalia
a) Vagina : warna secret
b) Anus : pelebaran vena ani/tidak
c) Mukosa : vesikel, bula, erosi, perdarahan, krusta berwarna merah
8) Ektermitas
Edema, tremor, rom terbatas, akral dingin
d. Pengkajian diagnostik
1) Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
2) Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah,
degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di
epidermis.
3) Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM,
IgA.
4 Data Subyektif Vesikel dan bula dapat pecah Resiko tinggi infeksi
Klien mengeluh demam sehingga terjadi erosi yang luas
tinggi, lemah letih, nyeri ↓
kepala, batuk, pilek, dan Penanganan yang tidak efektif akan
nyeri tenggorokan / sulit mengakibatkan sepsis yang meluas
menelan. ↓
Data Obyektif Resiko tinggi infeksi
Kulit eritema, papul,
vesikel, bula yang mudah
pecah sehingga terjadi erosi
yang luas, sering didapatkan
purpura.
Krusta hitam dan tebal
pada bibir atau selaput
lendir, stomatitis dan
pseudomembran di faring
Kongjungtivitis purulen,
perdarahan, ulkus kornea,
iritis dan iridosiklitis.
Nefritis dan onikolisis.
Laboratorium : leukositosis
atau esosinefilia
Histopatologi : infiltrat sel
mononuklear, oedema dan
ekstravasasi sel darah
merah, degenerasi lapisan
basalis, nekrosis sel
epidermal, spongiosis dan
edema intrasel di epidermis.
Imunologi : deposis IgM
dan C3 serta terdapat
komplek imun yang
mengandung IgG, IgM, IgA.
2.2.5 Implementasi
No Diagnosa Implementasi Respon hasil TTd
Keperawatan
Dx keperawatan 1 Mengidentifikasi penyebab SJS, dan klien menyatakan memiliki riwayat Petugas
derajat SJS dan faktor mortalitas alergi obat seperti penisilin
berdasarkan scorten tanda tanda vital dalam batas normal
mengobservasi tanda vital klien mengatakan tidak dehidrasi
memonitor dan catat cairan yang dehidrasi teratasi
masuk dan keluar
berkolabolaborasi skor dehidrasi
DX Kepeawatan 2 mengkaji kerusakan jaringan kulit kerusakan tergantung dari derajat
yang terjadi pada klien mortalitas pasien
memanitor dan catat cairan yang klien dapat mengkonsumsi atau
masuk dan keluar meminum cairan
melakukan lakukkan intervensi tidak terjadi sepsis yang meluas
untuk mencegah komplikasi pemeberian kortikosteroid mencegah
berkolaborasi pemberian pecahnya bula, tidak terjadi
kortikosteroid penyebaran bula,
memberian antibiotik tidak terjadinya infeksi berlajut
akibat penyakit tertentu
DX keperawatan 3 Kaji status nutrisi pasien, berat Klien mengatakan mampu menelan,
badan, mukoasa oral, kemampuan tidak mual dan muntah
menelan, dan riwayat mual dan Klien dapat mengatakan penyebab
muntah alergi
Evaluasi adanya alergi makanan dan Pemenuhan nutrisi sesuai dengan
kontra indikasi makanan kebutuhan yaitu dengan pemberian
Timbang BB klien diet rendah garam
DX keperawatan 4 memonitor tanda-tanda vital Tanda-tanda vital dalam batas
mengobservasi keadaan luka normal
menentukan derajat SJS Terjadinya pertumbuhan jaringan
Jaga agar luka tetap bersih atau pada luka
steril Bula berkurang
Berikan perawatan pada mata Luka tetap bersih
Pantau hitung leukosit, hasil kultur Tidak terjadi konjungtivis
dan tes sensitivitas Hasil pemerikasaan batas normal
Berikan antibiotic Infeksi sekunder tidak terjadi lagi
Dx Keperatan 5 mengkaaji nyeri dengan PQRST P=prekuensi nyeri berkurang
mengatur posisis fisiologis Q=kualitas nyeri tidak tajam
mengkaji TTV R=tidak nyeri di area yang terdapat
memberi cairan IV yang dihitung, bula
elektrolit, plasma, albumin S=skala nyeri 0-1
berkolaborasi dengan dokter T= nyeri tidak terjadi
pemberian analgetik Klien tidak merasa nyeri
Tidak terjadi dehidrasi
Tidak mengunakan obat anlagesik
2.2.6 Evaluasi
1. Tidak terjadi kekurangan volume cairan
2. Integritas kulit membaik secara optimal
3. Asupan nutrisi terpenuhi
4. Tidak terjadi infeksi local atau sistemik
5. Melaporkan nyeri berkurang dan menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindrom Steven-Johnson (SJS) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi
mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium
serta mata disertai gejala umum berat. Etiologi SJS sukar ditentukan dengan pasti, karena
penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun
terhadap obat.
Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan
reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) dan reaksi hipersensitivitas lambat
(delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV). Manifestasi SJS pada mata dapat berupa
konjungtivitis, konjungtivitas kataralis , blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, simblefaron,
kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea
yang dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosis banding dari Sindrom Steven Johnson ada 2
yaitu Toxic Epidermolysis Necroticans, Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter
disease) dan konjungtivitis membranosa atau pseudomembranosa.
Penanganan Sindrom Steven Johnson dapat dilakukan dengan memberi terapi
cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral pada penderita dengan keadaan
umum berat. Pemberian antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan
uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. Penggunaan steroid sistemik masih
kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa
menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga
yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat dijadikkan panduan untuk referensi mengenai sindrom
seteven johson, dan mahasiswa mampu memahami isi makalah ini.dengan sebaik-baiknya
mengenai konsep dasar dan asuhan keperawatan gawat darurat sindrom seteven johson.
Mahasiswa mampu membedakan derajat sindrom steven johson dan menentukan pririoritas
triage. Mahasiswa mampu membuat rencana mengenai intervensi dari airway, breathing,
circulation. Mahasiswa mampu menidenifiksai diagnose kemungkinan yang muncul melalui
perjalanan penyait sindrom steven johnson tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert. Volume 2. Issue 1. Departement of
Pharmacology. JIPMER. India. 2006. Access on: June 3, 2007. Available at:
www.jipmer.edu