PENDAHULUAN
1
tahun 2010 hanya 84% wanita saja yang sudah melakukan pemeriksaan dini, dan
pada tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 382 (19%) wanita. Berdasarkan
luas wilayah, jumlah sasaran, dan perbandingan persentase sasaran yang telah
melakukan pemeriksaan IVA tahun 2014 di puskesmas Nan Balimo adalah sebesar
26,5 %.
Selain kaitan antara HPV dan penyakit kanker, ada bukti yang terus
berkembang bahwa penderita HPV yang melakukan hubungan melalui anal dapat
lebih berisiko tinggi karena lesi anal pra kanker serta kanker sel pipih (squamous
cell cancer). Berdasarkan penelitian pada pria homoseksual, sekitar 60% yang
tidak menderira HIV (negative) membawa virus HPV, sementara hampir 95%
yang menderita HIV positif HPV. Lebih lanjut, pria-pria tersebut terbukti
membawa jenis papilloma virus yang sama (misalnya jenis 16 dan 18) yang
menyebabkan kanker leher rahim. Akhirnya, perempuan dengan infeksi aktif
dapat menyebarkan virus tersebut kepada bayi yang dilahirkan (tranmisi vertical).
Pada saat melahirkan yang dapat menyebabkan virus papilloma pada bayi baru
lahir dan kemungkinan terjadi laryngeal papilomatosis.
Saat ini, tidak ada pengobatan untuk infeksi HPV. Setelah terinfeksi,
seseorang sangat mungkin terinfeksi seumur hidupnya. Dalam banyak kasus,
infeksi aktif dikendalikan oleh system kekebalan tubuh dan menjadi tidak aktif
selama beberapa waktu. Namun demikian, tidak mungkin memprediksi apakah
atau kapan virus tersebut akan aktif kembali. Sebuah penelitian terkini yang
diikuti oleh lebih dari 600 mahasiswi untuk menguji adanya HPV selama 6 bulan.
Setelah 3 tahun berlalu, infeksi HPV baru muncul pada lebih dari 40% perempuan
tersebut. Sebagian besar infeksi berlangsung sekitar 8 bulan kemudian tidak aktif.
Tetapi setelah 2 tahun, sekitar 10% perempuan tersebut masih membawa virus
tersebut dalam vagina dan leher rahim. Dalam penelitian tersebut, infeksi yang
berlanjut sebagian besar biasanya terkait dengan jenis HPV yang ganas dan terkait
dengan kanker.
Saat ini program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah menjamin
pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim berupa pemeriksaan IVA, pap smear,
2
bahkan krioterapi. Namun deteksi dini kanker serviks dengan metoda IVA memang
belum semua puskesmas di kabupaten maupun kota di Indonesia yang
merealisasikannya. Salah satu kota yang telah merealisasikannya adalah Kota solok.
Berdasarkan data diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang
rendahnya cakupan wanita usia subur yang melakukan pemeriksaan IVA sebagai
deteksi dini kanker serviks di Kota Solok khususnya wilayah kerja Puskesmas Tanah
Garam.
1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Mengetahui tentang menejemen Puskesmas
2. Mengetahui tentang pelayanan umum di Puskesmas
3. Mengetahui tentang program–program di Puskesmas
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan wanita
tentang kanker serviks dan pemeriksaan IVA sebelum dan sesudah
diberikan intervensi.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi sikap wanita terhadap kanker
serviks dan pemeriksaan IVA sebelum dan sesudah diberikan
intervensi.
3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tindakan wanita untuk
melakukan pemeriksaan IVA sebelum dan sesudah diberikan
intervensi.
4. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan wanita tentang kanker serviks dan pemeriksaan dini
IVA setelah dilakukan intervensi
5. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap
wanita terhadap kanker serviks dan pemeriksaan dini IVA setelah
dilakukan intervensi
3
1.3 Manfaat
1. Meningkatkan kemampuan manajemen program pencegahan dan
pemberantasan penyakit dalam upaya peningkatan derjat kesehatan
wanita usia subur.
2. Dapat menyusun rencana usulan kegiatan program pencegahan dan
pemberansan penyakit tahun berikutnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
FAKTOR RISIKO
Kegiatan Seksual (Usia <20 tahun)
Banyak pasangan seksual
Paparan terhadap IMS
Ibu ata saudara perempuan yang mengidap kanker leher rahim
Tes pap sebelumnya yang abnormal
Merokok
Penurunan kekebalan tubuh :
HIV/AIDS
Penggunaan kortikosteroid kronis (asthma dan lupus)
Sumber : Buku Panduan Pencegahan Kanker Leher Rahim dan Payudara untuk
Fasilitas dengan Sumber Daya Terbatas
Faktor risiko lain adalah adanya hubungan darah keluarga (ibu atau saudara
perempuan) yang menderita kanker leher rahim. Magnusson, Sparren and
Gyllensten (1999) membandingkan munculnya displasia dan CIS (Carsinoma In
Situ) pada keluarga perempuan yang menderita penyakit kanker dan dalam
kontrol usia. Mereka menemukan adanya kluster yang signifikan dalam keluarga
biologis, bukan adopsi. Pada ibu biologis dibandingkan dengan kasus kontrol,
risiko relatifnya adalah 1,8 sementara pada adopsi risiko relatifnya tidak jauh
berbeda dengan kontrol (1,1). Pada saudara perempuan biologis, risiko relatifnya
bahkan lebih tinggi (1,9), dibandingkan 1,1 pada saudara perempuan nonbiologis.
Data tersebut memberikan bukti epidemiologi yang kuat mengenai kaitan antara
timbulnya kanker leher rahim dan penyebab awalnya.
Penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV juga
menjadi faktor risiko yang penting karena dapat membuat sel-sel yang berada
disaluran genital bawah (vulva, vagina dan serviks/leher rahim) lebih mudah
terinfeksi oleh tipe HPV yang mendorong timbulnya kanker. Kondisi yang tidak
umum lainnya yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh termasuk kondisi
yang membutuhkan pengobatan kortikosteroid kronis, seperti asthma atau lupus.
6
Para perempuan juga dapat meningkatkan risiko terkena CIN bila
menerapkan beberapa perilaku yang diketahui dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh. Perilaku tersebut antara lain penggunaan obat-obat rekreasional,
alkohol dan rokok. Perilaku yang disebutkan terkahir terutama penting karena
walaupun sudah ada penurunan jumlah pria yang merokok, jumlah perempuan
yang merokok telah meningkat secara dramatis beberapa tahun terakhirnya
khususnya pada remaja putri. Nikotin dan hasil sampingan dari rokok dianggap
dapat meningkatkan risiko relatif perempuan terkena kanker leher rahim dengan
berpusat pada mukosa leher rahim dan mengurangi daya kekebalan sel-sel
langerhans untuk melindungi jaringan ikat pada leher rahim dari faktor onkogenik
yang bersifat invasif, seperti infeksi HPV.
7
a. Pencegahan Primer
Menurut sumber, cara yang paling efektif untuk mencegah kanker leher
rahim dan kanker genital lain dapat berupa vaksin. Tiap orang perlu diberikan
imunisasi sejak usia dini sebelum mereka aktif secara seksual. Manfaat dari
vaksin tersebut terutama nyata di Negara yang sedang berkembang, dimana
pelayanan kesehatan untuk perempuan sangat sedikit. Tetapi, pemberian vaksin
tidak mudah karena respon kekebalan tubuh seseorang tampaknya tergantung
pada tipe/jenis HPV. Sebagai contoh, seseorang yang dilindungi dari 16 tetap
berisiko terinfeksi tipe lain yang dapat menyebabkan kanker, seperti tipe 18 atau
33. Lebih lanjut, tampaknya ada beberapa sub-tipe atau varian pada tipe 16, dan
mungkin juga pada tipe-tipe lainnya. Terakhir, seperti telah disebutkan, tipe HPV
yang terkait dengan penyakit kanker berbeda-beda berdasarkan wilayah geografis.
Dengan meningkatnya perjalanan internasional, berbagai tipe karsinogen akan
segera menyebar ke seluruh dunia. Oleh karena itu, sebuah vaksin yang
mengandung campuran beberapa tipe harus diciptakan (Groopman 1999, Stewart
et al. 1996).
Terlepas dari masalah tersebut, saat ini sedang dilakukan pengujian
keamanan dari dua vaksin yang dapat melindungi perempuan dari virus papiloma
yang terkait dengan kanker leher rahim. Namun, vaksin tersebut diperkirakan baru
tersedia beberapa tahun lagi, dan butuh beberapa tahun lagi sebelum akhirnya
dapat terjangkau di negara-negara yang sedang berkembang.
Blumenthal (2002) membahas kompleksitas penerapan program vaksinasi
dan perlunya melanjutkan program pencegahan sekunder sementara waktu, dan
menekankan perbedaan antara sebuah vaksin dan sebuah program vaksinasi.
Memang benar bahwa suatu vaksin tidak akan efektif kecuali ada program yang
berhasil yang dapat menjamin ketersediaan, akses dan penerimaan/akseptabilitas.
Terakhir, ada pula beberapa upaya untuk menghasilkan vaksin penyembuhan akan
meningkatkan system kekebalan tubuh seseorang yang telah terinfeksi dan
menyebabkan kanker mengecil atau bahkan menghilang. Vaksin seperti ini
ditargetkan untuk menonaktifkan protein E6 dan E7, yaitu protein viral yang
8
menghambat kerja protein yang mengatur pertumbuhan sel (Rb dan p53)
(Massimi dan Banks 1997).
Uji coba klinis telah dilakukan pada penelitian efektifitas kedua vaksin baik
vaksin penyembuhan maupun vaksin profilaksis untuk HPV. Schreckenberger dan
Kaufman (2004) menyimpulkan bahwa walaupun vaksin profilaksis untuk HPV
yang berhasil telah sampai pada uji coba klinis yang lebih besar, vaksin
penyembuhan HPV, walaupun terjadi induksi sel T, kurang berhasil karena
kemampuan tumor dalam membuat kekebalan untuk melawan vaksin tersebut.
Akibatnya, ajuvan (komponen yang meningkatkan respons kekebalan tubuh) bagi
modulasi kekebalan tubuh sistemik dan local diwajibkan agar terapi/pengobatan
dapat efektif.
Roden, Ling dan Wu (2004) menunjukan kemajuan pengembangan vaksin
pencegahan. Vaksin pencegahan menargetkan protein yang terhubung dengan
kapsul virus dan memaksa produksi antibody penetralisir. Walaupun vaksin
pengobatan menghadapi banyak tantangan, berbagai bentuk vaksin sedang diuji
coba untuk menargetkan HPV-16 E6 dan E7 dan masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Koutsky
et al. (2002), partikel yang menyerupai virus HPV-16 digunakan sebagai vaksin
dan menghasilkan 100% keampuhan pada 768 perempuan. Tetapi, penulis hanya
menilai satu sub tipe dari HPV dan mungkin diperlukan banyak vaksinasi untuk
meningkatkan kekebalan tubuh. Terakhir, vaksin yang saat ini diuji membutuhkan
pendingin, yang kadang bisa menjadi hambatan untuk mendapatkan akses di
negara-negara sedang berkembang.
Sampai sebuah vaksin pelindung tersedia dan mudah didapat secara luas,
pencegahan primer harus memfokuskan untuk terus merubah praktik seksual dan
perilaku lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang terinfeksi, dan program-
program pencegahan sekunder harus terus menapis dan menangani perempuan
yang menderita pra-kanker dan kanker. Sama seperti perang melawan HIV/AIDS,
konseling untuk mengurangi risiko yang terkait dengan faktor risiko yang telah
disebutkan diatas (Tabel 2.1) harus diterapkan di semua sistem pelayanan
kesehatan, khususnya fasilitas yang menangani remaja. Pesan-pesan tersebut
9
harus memperingatkan para remaja bahwa praktek-praktek yang dibuat untuk
meminimalkan risiko terpapar HIV/AIDS dan IMS lainnya (mis., penggunaan
kondom pria dan perempuan) tidak efektif dalam mencegah penularan HPV.
Selain itu, berbagai upaya keras untuk mengurangi minat remaja, khususnya
remaja putri, untuk mencoba merokok dan melakukan aktivitas seksual harus
disebarluaskan secara terus menerus.
b. Pencegahan Sekunder
Seperti telah dibahas sebelumnya, walaupun saat ini pencegahan infeksi
HPV sulit dilakukan, pada perempuan yang telah terinfeksi ada kebutuhan untuk
segera :
Mengidentifikasi mereka yang mengalami lesi pra-kanker awal dan mudah
diobati, dan
Memberikan pengobatan berbiaya rendah bagi mereka sebelum lesi
berkembang menjadi kanker
10
2. Sasaran
Pap Smear dapat dilakukan pada WUS yang sudah menikah atau yang
sudah melakukan senggama. Sasarannya ditujukan kepada WUS dan wanita
dengan faktor risiko.
4. Biaya Papsmear
Biaya yang dikeluarkan dalam pemeriksaan papsmear berkisar antara
Rp.50.000,00 sampai Rp.150.000,00. Mengingat biaya untuk transportasi
pengiriman bahan ke laboratoium dan pengiriman kembali specimen ke tempat
pemeriksaan, serta biaya jasa laboratorium.
11
Pap smear mampu mendeteksi lesi precursor pada stadium awal sehingga
lesi dapat ditemukan saat terapi masih mungkin bersifat kuratif.
Manfaat pap smear secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Diagnosa dini keganasan
Pap smear berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker korpus
endometrium, keganasan tuba falopi, dan mungkin keganasan ovarium.
2. Perawatan ikutan dari keganasan
Pap smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah
mendapat kemoterapi dan radiasi
3. Interpetasi hormonal wanita
Pap smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau
tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan
kemungkinan keguguran pada hamil muda.
4. Menentukan proses peradangan
Pap smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai
infeksi bakteri dan jamur.
12
memerlukan persiapan khusus dan juga tidak menimbulkan rasa sakit bagi pasien.
Letak kepraktisan penggunaan metode ini yakni dapat dilakukan di mana saja, dan
tidak memerlukan sarana khusus.
Tingkat Keberhasilan metode IVA dalam mendeteksi dini kanker servik
yaitu 60-92%. Sensitivitas IVA bahkan lebih tinggi dari pada Pap Smear. Dalam
waktu 60 detik kalau ada kelainan di serviks akan timbul plak putih yang bisa
dicurigai sebagai lesi kanker.
3. Sasaran
Pemeriksaan IVA pada WUS yaitu wanita yang berusia antara 15 sampai
49 tahun. wanita yang sudah pernah melakukan senggama atau sudah menikah
juga menjadi sasaran pemeriksaan IVA. Penderita kanker servik berumur antara
30 – 60 tahun, terbanyak antara 45 – 50 tahun, frekwensinya masih meningkat
sampai kira – kira golongan umur 60 tahun dan selanjutnya frekwensi ini sedikit
menurun kembali. Hal tersebut menjadikan alasan WUS menjadi sasaran deteksi
dini kanker serviks.
4. Waktu pelaksanaan pemeriksaan IVA
Untuk masyarakat luas, diprogramkan pemeriksaannya 1 kali dalam 1
tahun, kecuali ada kecurigaan lain. Pemeriksaan IVA dapat dilakukan setiap saat,
tidak dalam kedaan haid, dua hari sebelum pemeriksaan IVA sebaiknya tidak
13
menggunakan obat-obatan yang dimasukan ke dalam vagina serta diketahui oleh
suami.
Waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil pemeriksaan dari metode
IVA adalah 1-5 menit. Setelah adanya perubahan warna putih dari mulut rahim
maka ada kecurigaan terdapat sel-sel yang memicu kanker rahim. Hasil dari
pemeriksaan IVA dapat dibaca oleh
dokter, Bidan maupun petugas kesehatan yang terlatih saat itu juga, sehingga
mengurangi kecemasan yang dialami wanita pasangan usia subur. Jika hasil yang
di dapat IVA (+) maka akan langsung diobati, jika pemeriksaan dilakukan di
Rumah Sakit maka akan langsung dilakukan kryoterapi, serta diberikannya obat
antibiotik serta analgesik, jika pemeriksaan di praktek swasta maka akan langsung
diberikan antibiotik dan analgesik serta rujukan ke Rumah Sakit untuk melakukan
kryoterapi.
a. Meja periksa
Meja periksa harus membuat petugas dapat memasukkan spekulum dan
melihat serviks.
14
b. Sumber cahaya/lampu
Cahaya dari jendela biasanya tidak cukup untuk melihat serviks, maka
gunakan sumber cahaya, seperti lampu leher angsa atau senter, jika
tersedia. Cahaya harus cukup kuat agar petugas dapat melihat ujung vagina
dimana serviks berada. Pemeriksaan tidak dapat dilakukan jika tidak
cukup cahaya untuk melihat seluruh serviks. Penting juga untuk menjaga
agar sumber cahaya tidak terlalu panas. Lampu yang terlalu panas bisa
membuat ibu/pasien dan petugas tidak nyaman. Senter berkualitas tinggi
dapat memberi cukup cahaya tanpa menghasilkan banyak panas. Selain
itu, senter tidak memerlukan sumber listrik, dapat dibawa-bawa dan
ditempatkan ddalam posisi apapun agar serviks dapat dengan jelas.
c. Bivalved speculum
Bivalve speculum lebih dianjurkan karena lebih efektif dalam
memperlihatkan serviks, tetapi baik Cusco atau Graves dapat diatur dan
dibiarkan terbuka saat serviks sedang diperiksa. Hal ini membuat tangan
petugas bebas mengoles serviks, mengatur sumber cahaya dan
memanipulasi serviks dan spekulum agar dapat melihat serviks
sepenuhnya. Speculum Simms tidak dianjurkan karena hanya mempunyai
satu bilah (blade) dan harus dipegang oleh seorang asisten.
Selain itu, jika krioterapi akan diberikan bersama dengan tes IVA,
pearalatan yang diperlukan untuk krioterapi harus siap dan tersedia.
d. Rak atau wadah peralatan
15
2. Sarung tangan periksa yang baru atau sarung tangan bedah yang telah di
Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Sarung tangan periksa harus baru. Jika sarung tangan bedah digunakan,
harus sudah di dekontaminasi, dibersihkan dan di DTT setiap kali selesai
digunakan. Sarung tangan steril tidak diperlukan. Gunakan sepasang
sarung tangan baru untuk setiap ibu.
3. Spatula dari kayu dan atau kondom
Spatula kayu digunakan untuk mendorong dinding lateral dari vagina jika
menonjol melalui bilas speculum. Gunakan spatula baru untuk tiap
perempuan. Cara lain, kondom dengan ujung yang dipotong dapat
dipasang pada bilas-bilas speculum untuk mencegah agar dinding vagina
tidak menekan kecelah diantara bilas speculum dan menghalangi
pandangan arah ke serviks.
4. Larutkan cairan asam asetat (3-5%) (cuka putih dapat digunakan )
Asam asetat adalah bahan utama cuka. Dianjurkan asam asetat 3-5%. Di
sebagian Negara, tidak tersedia cuka.Sering kali yang dijual dipasar adalah
mengganti cuka sebenarnya adalah asam asetat. Jika asam asetat tidak
tersedia, ahli farmasi atau pemasok kimia setempat dapat mengencerkan
larutan asam asetat dengan rumus dibawah ini :
16
Tindakan umum :
Untuk melakukan IVA, petugas mengoleskan larutan asam asetat pada
serviks. Larutan tersebut menunjukkan perubahan pada sel-sel yang menutupi
serviks dengan menghasilkan reaksi acetowhite. Pertama-tama petugas melakukan
menggunakan spekulum untuk meriksa serviks. Lalu serviks dibersihkan untuk
menghilangkan caiaran keputihan (disrcharge), kemudaian asam asetat dioleskan
secara merata pada serviks, setelah minimal 1 menit, serviks diperiksa untuk
melihat apakah terjadi perubahan acetowhite. Hasil tes (positif atau negatif) harus
dibahas bersama ibu, dan pengobatan harus diberikan setelah konseling jika
diperlukan dan tersedia.
Klasifikasi hasil
Temuan assesmen harus dicatat sesuai kategori yang telah baku
sebagaimana terangkum dalam tabel 2.2.
BAB III
17
HASIL KEGIATAN
18
Gambar 3.1: Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam
b. Misi
1. Memperlancar kegiatan proses pelayanan kesehatan dasar yang
bermutu bagi perorangan (Private Goods) serta pelayanan
kesehatan masyarakat (Public Goods).
2. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses layanan kesehatan
dasar di Puskesmas melalui perbaikan yang berkesinambungan.
3. Memastikan akurasi data pasien dan pelanggan melalui sistem
pendokumentasian yang divalidasi dan abdating data.
19
4. Menghasilkan produk-produk layanan kesehatan dasar yang
berinovasi.
5. Menyosialisasikan tentang kegiatan layanan kesehatan prima dan
kepuasan pelanggan.
6. Meningkatkan pemberdayaan potensi sumber daya organisasi.
7. Merencanakan dan melaksanakan setiap program dengan
bersumber pada evidence base (data berdasarkan fakta).
20
- Rawatan Dewasa
b. Puskesmas Pembantu dan Poskeskel
Puskesmas Tanah Garam mempunyai lima Puskesmas
Pembantu dan tiga Poskeskel, yaitu :
1) Pustu Payo
2) Pustu Bandar Pandung
3) Pustu Gurun Bagan
4) Pustu Sawah Piai
5) Pustu Bancah
6) Poskeskel Tanah Garam
7) Poskeskel Gurun Bagan
8) Poskeskel Sinapa Piliang
c. Transportasi Puskesmas Tanah Garam
Transportasi Puskesmas Tanah Garam berupa :
1) Kendaraan roda 4 : 2 unit
2) Kendaraan roda 2 : 21 unit
d. Keadaan Tenaga Puskesmas
21
16 D1 Kebidanan 5
17 Perawat SPK 2
18 Perawat Gigi 1
19 Asisten Apoteker 3
20 Analis Labor 1
21 SMF 2
22 D3 Perawat 33
23 Sopir 5
24 Petugas Jaga Malam 5
25 Kebersihan 5
26 Radiologi 1
JUMLAH 126
3. Sasaran
a. Data Kependudukan
Jumlah penduduk : 21.942 orang
Jumlah Bulin : 415 orang
Jumlah Buteki : 396 orang
Jumlah Bayi : 4.383 orang
Jumlah Anak Balita : 1.206 orang
Jumlah PUS : 3.628 orang
22
Jumlah Bumil : 458 orang
Jumlah WUS : 5.114 orang
Jumlah Anak Remaja Sekolah : 3.444 orang
b. Peran serta Masyarakat
Jumlah Posyandu : 25 buah
Jumlah Kader Posyandu : 92 orang
Jumlah TOGA : 3 kelurahan
Jumlah Posyandu Lansia : 10 buah
Jumlah Kelompok Dana Sehat : - buah
Jumlah UKK : - buah
Jumlah KK Miskin : 644 KK
23
f. Saka Bakti Husada
2 UKS :
- Pembinaan UKS serta 27 kali
pelatihan dokter kecil
- Skrining siswa baru masuk (100%) 1 kali dalam
setahun
2. KIA dan KB
Kegiatan Program Kesehatan Ibu :
a. Kelas Ibu Hamil
b. Pelayanan ANC
c. Kunjungan Bumil Resti
d. Kunjungan Nifas
e. Pemantauan Stiker P4K/ANC Berkualitas
f. Otopsi verbal
g. Pembinaan BPJS
h. Pembinaan GSI
Kegiatan Program Kesehatan Anak
a. DDTK
b. Kelas Ibu Balita
c. Kunjungan rumah balita bermasalah
24
d. LBI
Kegiatan Keluarga Berencana (KB)
a. Pelayanan dan konseling
b. Penanganan komplikasi ringan
25
3 Peserta KB Aktif 70,7% 52,5% 70%
4 DO 7,4% - -
5 KB paska salin 0,3% - -
6 PUS Gakin - - -
7 KB aktif gakin 22,1% 52,5% 70%
26
kurang
3 Persentase balita gizi buruk yang 100 100 100 100%
mendapatkan perawatan
4 Persentasi bayi usia 0-6 bulan 74,18 88,7 84,3 80%
mendapatkan ASI ekslusif
5 Cakupan rumah tangga yang 90,1 91,1 100 90%
menkonsumsi garam beryodium
6 Persentase anak umur 6-59 bulan 88,5 88,7 87,9 85%
yang mendapatkan kapsul
vitamin A
7 Persentase ibu hamil 95 95,9 98 85%
mendapatkan Fe 90 Tablet
8 Persentase survailance gizi 100 100 100 100%
9 Persentase balita ditimbang berat 67,7 57,6 59,5 85%
badannya (D/S)
10 Persentase penyediaan bufferstok 100 100 100 100%
MP-ASI untuk daerah bencana
27
4. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kegiatan :
Tabel 3.7 : Program P2M
No Program Kegiatan
28
Hasil kegiatan :
5. Kesehatan Lingkungan
Kegiatan :
1. Dalam gedung
29
a. Klinik sanitasi
b. Pengawasan limbah medis
2. Luar gedung
a. Kunjungan rumah
b. Pengawasan kualitas air minum
c. Inspeksi sanitasi
d. Pengawasan kualitas air
e. Pengawasan dan pembinaan TTU (tempat-tempat umum) : SD,
SMP, SMA, PT, PAUD/TK, Masjid/musholla, dan
Salon/pangkas rambut.
f. Pengawasan hygiene sanitasi tempat pengolahan makanan
(TPM) :
g. Rumah makan/ampere
h. Makanan jajanan
i. Penyuluhan kesehatan di sekolah
j. Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan
Hasil kegiatan :
Tabel 3.9 : Hasil Kegiatan Kesling Triwulan II Tahun 2015
No Program TG VI SUKU SNP Pencapaian Target
(%)
1 Akses Air 100 100 100 100 100
Bersih
2 Jamban 67,91 85,75 100 84,6 100
Keluarga
3 Pengel. 57,16 56,92 57,69 57,12 100
Limbah
4 Pengel. 57,86 55,19 52,56 56,53 100
Sampah
5 Rumah Sehat 69,55 80,98 83.65 74,55 95
6 TTU - - - 100 80
7 TPM - - - 86,67 85
8 Klinik - - - 1,1 10
30
Sanitasi
6. Program Pengembangan
Upaya pengembangan yang dilakukan di Puskesmas Tanah Garam adalah
sebagai berikut.
Tabel 3.10 : Program Pengembangan
di Puskesmas Tanah Garam
1 Kesehatan Jiwa
3 PKPR
4 Kesehatan Lansia
a. Dalam gedung
e. Pelayanan kedaruratan gigi
f. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dasar
g. Pelayanan medik gigi dasar
b. Luar gedung
31
h. UKGS
i. UKGM
90
80
70
60
50
tanah garam
40
VI suku
sinapa piliang
30
puskesmas
20
10
0
ri ri et r il ei ni li s r r r
ua r ua ar ap m ju ju stu be obe be
jan b m u m t m
fe ag pt
e ok ve
se no
32
3.3.2 Penetapan Prioritas Masalah
1 Tingkat 3 2 3 2 4
Urgensi
(U)
2 Tingkat 4 4 4 3 4
Keseriuasa
n (S)
33
3 Tingkat 3 2 3 2 3
Perkemba
ngan (G)
U X S X 36 16 36 12 48
34
3.3.3 Penetapan Penyebab Masalah
35
BAB IV
PEMBAHASAN
No Variabel masalah
Faktor Penyebab masalah
Alternatif Pemecahan masalah
penyebab
1 Manusia Masih rendahnya pengetahuan Wanita Memberikan penyuluhan kepada
Usia Subur (WUS) yang sudah melakukan pengetahuan Wanita Usia Subur
hubungan seksual tentang pemeriksaan (WUS) yang sudah melakukan
36
IVA hubungan seksual tentang
Tidak adanya kader khusus untuk pemeriksaan IVA
mengajak masyakat untuk dilakukan Menjelaskan kepada Wanita
pemeriksaan IVA Usia Subur (WUS) yang sudah
Kurangnya motivasi Wanita Usia Subur melakukan hubungan seksual
(WUS) yang sudah melakukan hubungan tentang pentingnya pemeriksaan
seksual untuk pemeriksaan IVA IVA
Membentuk kader khusus untuk
mengajak masyakat untuk
dilakukan pemeriksaan IVA
37
4 Sarana Dana APBD untuk pengadaan sarana dan Menyediakan APBD untuk
prasarana khusus pemeriksaan IVA pengadaan sarana dan prasarana
khusus untuk pemeriksaan IVA
38
2. Method
Program khusus dari Puskesmas mengenai kanker serviks dan
pemeriksaan IVA sebagai deteksi dini kanker serviks secara berkala
Kegiatan I :
Kegiatan : Jadwal khusus untuk pemeriksaan IVA gratis melalui
program puskesmas keliling secara berkala sebagai
deteksi dini kanker serviks ( Safari IVA )
Tujuan : Meningkatkan angka cangkupan pemeriksaan IVA di
wilayah kerja Puskesmas Nan Balimo
Sasaran : Wanita Usia Subur (WUS) yang sudah berhubungan
seksual
Lokasi : Puskesmas Keliling
Volume Kegiatan : Sekali setahun
Pelaksana : Dokter, dan petugas yang mendapatkan pelatihan
pemeriksaan IVA
Kegiatan II
Kegiatan : Pembentukaan kader-kader khusus untuk pemeriksaan
IVA disetiap wilayah kerja Puskesmas Nan Balimo
Tujuan : - Mengajak dan menghimbau Wanita Usia Subur (WUS)
agar datang pada penyuluhan dan pemeriksaan IVA di
puskesmas.
a.Mendata dan mengunjungi Wanita Usia Subur (WUS)
yang tidak datang pada penyuluhan dan pemeriksaan
IVA
b. Memberikan pengertian pada suami-suami yang
tidak menyetujui untuk dilakukannnya pemeriksaan IVA
pada istrinya.
39
3.8 Plan of Action
Volume
No Kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi Pelaksanaan
kegiatan
1. Penyuluhan Meningkatkan Wanita Usia Puskesmas, Sekali Dokter dan
kepada pengetahuan
Subur Puskesmas setahun petugas yang
Wanita Usia Wanita Usia
(WUS) yang Pembantu, mendapatkan
Subur Subur (WUS)
(WUS) yang yang sudah
sudah Posyandu pelatihan
sudah melakukan melakukan pemeriksaan
melakukan hubungan seksual seksual, IVA
hubungan serta memberikan suami
seksual pemahaman
terhadap suami
mengenai
pemeriksaan IVA
2. Jadwal Meningkatkan Wanita Usia Puskesmas Sekali Dokter dan
khusus angka cakupan
Subur Keliling setahun petugas yang
untuk pemeriksaan IVA
(WUS) yang mendapatkan
pemeriksaan
IVA gratis
sudah pelatihan
melalui berhubungan pemeriksaan
program seksual IVA
puskesmas
kelliling
secara
berkala
3. Pembentuka Mengajak dan WUS yang Puskesmas Sekali Petugas yang
n kader- menghimbau
telah keliling setahun bertanggung
kader WUS agar datang
berhubungan dan jawab
khusus pada penyuluhan
untuk dan pemeriksaan
seksual Posyandu terhadap IVA
pemeriksaan IVA
IVA
BAB IV
40
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai rendahnya kunjungan masyarakat ke
puskesmas untuk pemeriksaan IVA untuk deteksi dini kanker serviks diwilayah
kerja tanah garam tahun 2015. Dari hasil data yang didapat bahwa masih
rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemeriksaan IVA dari 5114 orang wanita
usia subur, dengan target hanya 16% pertahun maka diharapkan ada 818 orang
yang melakukan pemeriksaan IVA Pertahun tapi hasilnya hanya didapatkan 81
orang saja yang melakukan pemeriksaan IVA hal ini jauh dari standar. Jika di
persenkan 100% maka hasil yang didapat hanya 10 % didapat dari 818 orang dan
hanya 81 orang yang melakukan pemeriksaan IVA
Dari data yang ada rendahnya kunjungan masyarakat ke Puskesmas Tanah
Garam tahun 2015 sekitar 90% tidak pernah memeriksakan diri ke puskesmas, hal
ini disebakan karena pengetahuan masyarakat yang masih kurang terhadap
pemeriksaan IVA, dimana masyarakat hanya mengetahui sedikit saja tentang
kanker serviks ini, maka untuk itu akan sering dilakukan penyuluhan ke
kelurahan-kelurahan disekitar tanah garam untuk meningkatkan kunjungan untuk
melakukan pemeriksaan IVA.
4.2. Saran
1. Membentuk jadwal khusus untuk pemeriksaan IVA dan membentuk
beberapa orang kader yang akan melakukan monitoring kegiatan
setiap bulan.
2. Memaksimalkan kinerja petugas serta membangun koordinasi lintas
sector / lintas program.
3. Memaksimalkan peran bidan desa dalam memberikan penyuluhan
tentang pemeriksaan IVA kepada masyarakat.
4. Memperluas relasi antara bidan desa dengan praktek swasta/ fasilitas
kesehatan di luar puskesmas agar deteksi dini kanker leher rahim yang
berada di wilayah kerjanya tetap terpantau dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
41
1. Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2009. Pencegahan Kanker Rahim dan Kanker
Payudara. Jakarta : DEPKES RI
2. Hacker. 2001. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Jakarta : EGC
3. Hidayat. 2007. Metode Penelitian. Jakarta : Pustaka Pelajar
4. Mansjoer. 2005. Gangguan Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC
5. Muninjaya AAG. Manajemen Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC: 2004
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 tahun 2014.
http://sinforeg.litbang.depkes.go.id.
7. Rasjidi, B. 2009. Deteksi Dini Pencegahan Kanker pada Wanita. Jakarta :
Sagung Seto
8. Romauli, S. 2012. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Nuha Medika
9. Sukaca. 2009. Kanker Leher Rahim. Yogyakarta : Briliant Books
10. Trihono. 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta
: Sagung Seto
42