“PEMBERDAYAAN MASYARAKAT”
OLEH :
KELOMPOK 5
KELAS B12-B
Om swastiastu
Segala puji dan syukur tak lupa kami panjatkan kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Karena hikmat yang diberikan, terutama hikmat sehat jasmani dan
rohani. Karena hikmatnya kami bisa menyelesaikan tugas Keperawatan Bencana
yang berjudul “Pemberdayaan Masyarakat” tepat pada waktunya dengan baik dan
benar serta sesuai prosedur. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas
kelompok yang diberikan kepada kami sebagai materi kuliah Keperawatan
Bencana.
Penulis
i
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….…... 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………….….. 2
1.3 Tujuan …………………………………………………………………….… 2
1.4 Manfaat ……………………………………………………………………... 2
1.5 Metode Penulisan ………………………………………………………….... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Pemberdayaan Masyarakat ................................................................ 3
2.2 Peranan Teori Pemberdayaan Masyarakat...................................................... 9
2.3 Proses Pemberdayaan Masyarakat.................................................................. 16
2.4 Tujuan dan Tahapan Pemberdayaan Masyarakat............................................ 17
2.5 Pemberdayaan Masyarakat dalam Mitigasi Bencana...................................... 15
2.6 Manfaat program pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi bencana........... 16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………… 17
3.2 Saran ……………………………………………………………………….. 17
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang
dipahami. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang
kita sudah memiliki modal sosial yang kuat maka kita akan mudah mengarahkan
masyarakat. Dengan memiliki modal sosial yang kuat maka kita akan dapat
apa yang diinginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Pada dasarnya,
5
sosial(Sipahelut,2010). Pemberdayaan merujuk pada kemampuan orang,
khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau
kemampuan dalam
masyarakat dan kesadaran atas identitas diri. Oleh karena itu, komitmen untuk
struktural dan bahwa sifat struktural dari kelompok atau masyarakat memiliki efek
pada cara orang bertindak, merasa dan berpikir. Tapi ketika kita melihat struktur
tersebut, mereka jelas tidak seperti kualitas fisik dari dunia luar. Mereka
efek pada orang-orang sejauh struktur diproduksi dan direproduksi dalam apa
6
yang orang lakukan. Oleh karena itu pengembangan masyarakat memiliki
epistemologis logis dan yang dasar dalam kewajiban sosial yang individu miliki
masyarakat harus terlibat dalam komunikasi yang jelas sehingga dapat meminta
7
terjadi karena kejadian/aksi tertentu akan dapat memunculkan jenis intervensi
kerja sosial, kita dapat menggunakan teori untuk menentukan jenis aksi/kegiatan
memproduksi model outcome.
adalah fitur yang tidak terpisahkan dari kehidupan sosial. Hal ini selalu
menjadi bagian dari hubungan, dan tanda-tanda yang dapat dilihat bahkan
8
kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan
9
teori untuk mempelajari kerjasama pada setiap individu. Hakekat
masyarakat dengan tujuan yang sama agar tertatur, jelas, dan kuat.
dikatakan berdaya.
4. Teori Konflik
10
perebutan pada satu komoditi dan sebaliknya juga membuka kerjasama di
norma sosial yang sudah tertanam sejak lama di dalam masyarakat. Hal ini
sesuai pendapat Stewart, 2005 dalam Chalid (2005) Terdapat tiga model
kelompok budaya melihat sebagai anggota atau bagian dari budaya yang
11
Jasper, (2010) menyatakan gerakan sosial terdiri dari individu-
dengan negara.
tujuan. Dalam hal ini, maka tujuan adalah pusat pendekatan yang strategis
masyarakat maka teori mobilisasi menjadi salah satu dasar yang kuat,
12
mempunyai peranan yang penting. Kumpulan orang akan memberikan
masyarakat itu.
6. Teori Kontstruktivis (Constructivist)
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam
13
keikhlasan, gotong-royong, kejujuran, kerja keras harus dibangun dan
14
Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud
berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu
bertanggungjawab.
yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan,
prinsip-prinsip pemberdayaan.
15
Daya/kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan kognitif, konatif,
psikomotorik dan afektif serta sumber daya lainnya yang bersifat fisik/material.
oleh pengetahuan dan wawasan seseorang dalam rangka mencari solusi atas
masyarakat yang terbentuk dan diarahkan pada perilaku yang sensitif terhadap
yang dimiliki oleh individu yang diharapkan dapat diintervensi untuk mencapai
dengan tidak menggantungkan hidup mereka pada bantuan pihak luar, baik
Hak untuk menentukan sendiri untuk memilih apa yang terbaik bagi masyarakat,
serta hak untuk memperoleh kesempatan yang sama untuk berkembang sesuai
16
2.5 Pemberdayaan Masyarakat dalam Mitigasi Bencana
upaya meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi
dan non material. Terdapat seuah lembaga milik pemerintah yang memiliki
2.4.1 Penyadaran
2.4.2 Penguatan
17
2.4.3 Pendayaan
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
partisipasi dan komunikasi aktif dengan metode bottom-up yang dilandasi sikap
saling percaya dari masyarakat untuk mengubah dan menentukan nasibnya untuk
bagaimana cara kita melihat suatu masalah, apa yang kita anggap sebagai masalah
serta metode apa yang kita gunakan untuk meneliti dan melakukan intervensi atas
masalah tersebut. Begitu juga paradigma akan mempengaruhi apa yang tidak kita
pilih, apa yang tidak ingin kita lihat, dan apa yang tidak ingin kita ketahui.
yang ‘adil dan tidak adil’, baik-buruk, tepat atau tidaknya suatu program
3.2 Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Rusmanto, Joni. 2013. Gerakan Sosial Sejarah Perkembangan Teori
Kekuatan dan Kelemahannya. Zifatama Publishing. Sidoarjo.
21
MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA
OLEH :
KELOMPOK 5
KELAS B12-B
22
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat beliaulah penulis bisa membuat dan
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pendidikan dan Kesiapsiagaan
Bencana”.
Besar harapan penulis agar karya tulis ini dapat bermanfaat untuk
meningkatkan penguasaan kompetensi mahasiswa sesuai dengan standar
kompetensi yang diharapkan. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan sebagai upaya penyempurnaan makalah ini dimasa mendatang dan
diakhir kata penulis ucapkan terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dari proses manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang
berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen
penting dari kegiatan pengurangan resiko yang bersifat pro-aktif, sebelum
terjadinya bencana (Jan Sopaheluwakan, 2006:6). Agar dampak yang di
timbulkan bencana gempa bumi bisa berkurang baik di sekolah maupun di luar
sekolah, maka perlu adanya pengetahuan kesiapsiagaan bencana gempa bumi baik
pada siswa maupun masyarakat.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Manfaat penulisan yang penulis dapatkan dalam pembuatan makalah ini yaitu
sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat wajib mengetahui dan mampu
memahami Pendidikan dan Kesiapsiagaan Bencana.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
7. Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini
Pendidikan kesiapsiagaan bencana adalah salah satu pendekatan untuk
meningkatkan kesiapan tenaga kesehatan dan sektor public. Studi berikut
bertujuan untuk menggambarkan satu pendekatan meningkatkan kesiapsiagaan
bencana bagi perawat dan tenaga kesehatan lainnya melalui studi akademik di
dalam maupun luar negeri.
Pendidikan siaga bencana adalah sarana mendidik masyarakat siap, tanggap,
dan cekatan saat bencana datang. Pendidikan dan pelatihan kebencanaan
merupakan salah satu upaya penanggulangan bencana pada tahap kesiapsiagaan
bencana. (Renstra BNPB 2010-2014).
4
2. Pelatihan mengenai penanganan suatu bencana menurut jenisnya, misalnya
bencana banjir, longsor, gempa bumi, tsunami, bencana industri, atau
bencana sosial.
3. Teknik melakukan pertolongan seperti resque atau penyelamatan lainnya.
4. Teknik bantuan medis (P3K) dan bantuan medis lainnya.
5. Pelatihan mengenai prosedur penanggulangan bencana yang meliputi
mitigasi bencana, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan rehabilitasi dan
rekonstruksi.
6. Pelatihan mengenai sistem informasi dan komunikasi bencana.
7. Pelatihan manajemen logistik bencana.
8. Pelatihan standar pelayanan minimal kesehatan bencana dan pengungsi.
C. Prinsip-Prinsip Dalam Pendidikan Kesiapsiagaan Bencana
1. Cepat dan tepat.
Dalam penanggulangan harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai
dengan tuntunan keadaan.
2. Prioritas.
Apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat
prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan manusia.
3. Koordinasikan dan keterpaduan
Penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan
saling mendukung. Sedangkan keterpaduan adalah penanggulangan
bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan
pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
4. Berdaya guna dan berhasil guna.
Yang dimaksud dengan berdaya guna adalah dalam mengatasi kesulitan
masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya
yang berlebihan. Sedangkan berhasil guna adalah kegiatan
penanggulangan bencana harus berhasil guna dalam mengatasi kesulitan
masyarakat.
5. Transparansi dan akuntabilitas.
5
Yang dimaksud dengan transparansi pada penanggulangan bencana
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan, sedangkan
akuntabilitas berarti dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan
hukum.
6. Kemandiriaan.
Bahwa penanggulangan bencana utamanya harus dilakukan oleh
masyarakat didaerah rawan bencana secara swadaya.
7. Nondiskriminasi.
Bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan
perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras dan
aliran politik apapun.
8. Nonproletisi.
Dalam penanggulangan bencana dilarang menyebarkan agama atau
kenyakinan terutama pada saat pemberian bantuan dan pelayanan
darurat bencana.
D. Metode dalam Pendidikan Kesiapsiagaan Bencana
1. Metode role playing/ bermain peran
Metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan
untuk mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadiankejadian
yang mungkin muncul pada masa mendatang yang pada dasarnya
mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah
sosial.
2. Metode Mendongeng dengan Media Pop up BOOK
Suatu media komunikasi yang ampuh dalam mentransfer ide dan
gagasan kepada anak dalam sebuah kemasan yang menarik. Selain itu,
dapat pula membuat anak lebih peka dan dapat mengasah daya ingat
siswaPenyampaian materi melalui dongeng dan pop up book, membuat
siswa lebih tertarik untuk memberikan feedback positif berupa,
memperhatikan, teratur, dan aktif berinteraksi dengan guru dan siswa
dalam membahasan materi.
6
3. Metode play therapy atau terapi permainan
Penggunaan media permainan (alat dan cara bermain) dalam
pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus yang bertujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan gangguan-gangguan atau
penyimpangan-penyimpangan. Seperti gangguan dan penyimpanga pada
fisik, mental, sosial, sensorik, dan komunikasi .
Adapun permainannya seperti:
a) Media permainan pusijump berupa langkah-langkah mitigasi
bencana gempa bumi dan tsunami.
b) Permainan puzzle berisi langkah mitigasi sebelum terjadi bencana
gempa bumi dan tsunami, permainan musik berisi langkah mitigasi
saat terjadi bencana gempa dan tsunami.
c) Permainan magic jump berisi langkah mitigasi setelah terjadi
bencana gempa bumi dan tsunami.
E. Jenis-Jenis Latihan Kesiapsiagaan
Latihan kesiapsiagaan diartikan sebagai bentuk latihan koordinasi,
komunikasi dan evakuasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
(pemerintah dan masyarakat umum). Seluruh pihak yang terlibat
mensimulasikan situasi bencana sesungguhnya menggunakan skenario bencana
yang dibuat mendekati atau sesuai kondisi nyata. Dengan mengacu pada
definisi tersebut diatas, maka pedoman ini disusun untuk penyelenggaraan
latihan yang melibatkan multipihak serta digunakan untuk membangun dan
menyempurnakan system kesiapsiagaan sekaligus meningkatkan keterampilan
dalam koordinasi serta pelaksanaan operasi penanggulangan bencana. Latihan
merupakan elemen yang sangat berperan penting dalam meningkatkan upaya
kesiapsiagaan secara sistematis. Ada tiga tahapan latihan, yakni tahap pelatihan,
tahap simulasi, dan tahap uji sistem. Ketiganya memilik alur, yakni:
1. Pengertian bertahap dalam latihan kesiapsiagaan dilaksanakan mulai dari
tahap awal analisis kebutuhan, perencanaan, persiapan dan pelaksanaan,
serta monitoring dan evaluasi.
7
2. Berjenjang, berarti bahwa latihan dilakukan mulai dari tingkat
kompleksitas paling dasar, yakni sosialisasi, hingga kompleksitas paling
tinggi, yakni latihan terpadu/gladi lapang. Semua jenis latihan
kesiapsiagaan dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas pemangku
kepentingan, mulai dari peningkatkan pengetahuan, hingga sikap dan
keterampilan dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawab saat situasi
darurat.
3. Berkelanjutan, dalam arti latihan kesiapsiagaan dilakukan secara terus
menerus dan rutin. Pada tahap latihan kesiapsiagaan, salah satu jenis
latihan adalah evakuasi mandiri. Evakuasi mandiri adalah kemampuan
dan tindakan individu/masyarakat secara mandiri, cepat, tepat, dan terarah
berdasarkan langkah-langkah kerja dalam melakukan penyelamatan diri
dari bencana. Latihan evakuasi mandiri adalah latihan untuk dilaksanakan
oleh organisasi atau perusahaan, hotel, sekolah, desa, dan sebagainya
dalam rangka merespon sistem peringatan dini bencana. Latihan
kesiapsiagaan biasanya dilakukan pada tingkat komunitas, seperti
organisasi perusahaan, hotel, sekolah, desa, dan lain sebagainya.
F. Manajemen Kesiapsiagaan Bencana
Secara umum, kegiatan latihan kesiapsiagaan dibagi menjadi 5 (lima)
tahapan utama, yakni tahap perencanaan, persiapan, pelaksanaan, serta
monitoring dan evaluasi. Dalam bab ini, dijelaskan merencanakan (i) latihan
Aktivasi Sirine Peringatan Dini, (ii) Latihan Evakuasi Mandiri di
Sekolah/Madrasah, Rumah Sakit Siaga Bencana, Gedung, pemukiman, (iii) Uji
Terap Tempat Pengungsian Sementara/ Akhir (Shelter) se Indonesia,
1. Tahap Perencanaan
Membentuk Tim Perencana:
a. Bentuk organisasi latihan kesiapsiagaan agar pelaksaaan evakuasi
berjalan dengan baik dan teratur.
8
b. Tim Perencana terdiri dari pengarah, penanggung jawab, bidang
perencanaan yang ketika pelaksanaan tim perencana berperan sebagai
tim pengendali. Fungsi masing-masing, yakni:
1) Pengarah, bertanggung jawab memberi masukan yang bersifat
kebijakan untuk penyelenggaraan latihan kesiapsiagaan, dan dapat
memberikan masukan yang bersifat teknis dan operasional,
mengadakan koordinasi, serta menunjuk penanggung jawab
organisasi latihan kesiapsiagaan.
2) Penanggung Jawab, membantu pengarah dengan memberikan
masukan-masukan yang bersifat kebijakan, teknis, dan operasional
dalam penyelenggaraan latihan kesiapsiagaan.
3) Bidang Perencanaan/Pengendali, merencanakan latihan
kesiapsiagaan secara menyeluruh, sekaligus menjadi pengendali
ketika latihan dilaksanakan.
4) Bidang Opersional Latihan menjalankan perannya saat latihan.
Yang terdiri dari Peringatan Dini, Pertolongan Pertama, Evakuasi
dan Penyelamatan, Logistik serta Keamanan turut diuji dalam setiap
latihan.
5) Bidang Evaluasi, mengevaluasi latihan kesiapsiagaan yang
digunakan untuk perbaikan latihan ke depannya.
c. Jumlah anggota tergantung tingkat kompleksitas latihan yang dirancang.
d. Anggota organisasi bertanggung jawab pada perencanaan,
pelaksanaan, hingga akhir latihan.
e. Tugas dari tim perencana ini meliputi :
1) Menentukan risiko/ancaman yang akan disimulasikan.
2) Menentukan skenario bencana yang akan disimulasikan.
3) Merumuskan strategi pelaksanaan latihan kesiapsiagaan.
4) Menyiapkan kerangka kegiatan simulasi kesiapsiagaan (tipe
simulasi, maksud, tujuan dan ruang lingkup latihan).
9
5) Mengintegrasikan kegiatan simulasi kesiapsiagaan menjadi kegiatan
rutin dalam jangka panjang.
6) Menetapkan jadwal kegiatan latihan kesiapsiagaan.
7) Mendukung persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi latihan.
8) Menyiapkan Rencana Tindak Lanjut setelah pelaksanaan kegiatan
latihan kesiapsiagaan.
2. Menyusun Rencana Latihan Kesiapsiagaan
Menyusun rencana latihan kesiapsiagaan (aktivasi sirine dan evakuasi
mandiri) yang melibatkan populasi di lingkungan tempat tinggal, kantor,
sekolah, area publik, dan lain-lain. Rencana latihan tersebut berisi:
a. Tujuan, sasaran, dan waktu pelaksanaan latihan kesiapsiagaan.
b. Jenis ancaman yang dipilih atau disepakati untuk latihan kesiapsiagaan.
Sebaiknya, latihan disesuaikan dengan ancaman di wilayah masing-
masing.
c. Membuat skenario latihan kesiapsiagaan. Skenario adalah acuan jalan
cerita kejadian yang dipakai untuk keperluan latihan. Skenario dibuat
berdasarkan kejadian yang paling mungkin terjadi di desa. Skenario
perlu dipahami oleh pelaksana dan peserta yang terlibat dalam latihan
(contoh terlampir).
d. Menyiapkan atau mengkaji ulang SOP/Protap yang sudah ada yaitu
memastikan kembali. Memastikan beberapa area/tempat alternatif yang
akan dijadikan sebagai pusat evakuasi, tempat pengungsian maupun
tempat perlindungan sementara. Tempat tersebut bisa memanfaatkan
bangunan, seperti kantor, sekolah, tempat ibadah, gedung, dan area
terbuka lainnya berdasarkan keamanan, aksesibilitas, juga lingkungan
lokasi.
e. Menentukan tempat pengungsian yang dipilih setelah
mempertimbangkan kapasitas ketersediaan logistik (seperti makanan
atau minuman, pakaian, obat-obatan dan peralatan medis, keperluan
10
tidur, peralatan kebersihan, bahan bakar, dan lain-lain), serta
ketersediaan fasilitas umum.
f. Menetapkan dan menyiapkan jalur evakuasi, dengan memperhatikan
beberapa hal penting sebagai berikut:
1) Jalur evakuasi yang merupakan rute tercepat dan teraman bagi
pengungsi menunju tempat pengungsian.
2) Rute alternatif selain rute utama.
3) Kesesuaian waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tempat
pengungsian.
4) Kelengkapan sumber daya termasuk ketersediaan kendaraan
yang dapat digunakan dalam proses evakuasi. Penting juga
mempertimbangkan posisi kendaraan dan jumlah minimum
muatan jika dibutuhkan.
5) Peta evakuasi berdasarkan hasil survei dan desain yang
menginformasikan jalur evakuasi, tempat pengungsian dan
waktu untuk mencapainya, jalur alternatif, lokasi-lokasi aman
bencana, serta posisi posko siaga tim evakuasi.
g. Orientasi sebelum Latihan
1) Sosialisasi untuk mendapat pembelajaran terbaik, seluruh peserta
latih dan pelaksana yang terlibat perlu memahami tujuan dari
latihan. Tidak dianjurkan membuat latihan tanpa kesiapan yang
baik dari peserta latih maupun pelaksana.
2) Perkenalkan kembali pemahaman risiko bencana di lingkungan,
sebelum dan sesudah latihan dilakukan
3) Sampaikan tujuan latihan, waktu pelaksanaan dan hal-hal yang
perlu dipersiapkan
4) Himbau pentingnya keterlibatan aktif dan keseriusan semua
pihak dalam mengikuti latihan
11
5) Sampaikan tanda bunyi yang akan digunakan dalam latihan
tanda latihan dimulai, tanda evakuasi, tanda latihan berakhir).
Pastikan seluruh peserta latih memahami tanda ini.
h. Dalam melaksanakan latihan, yang akan melakukan simulasi juga dapat
mengundang pengamat atau observer untuk membantu memberikan
masukan dan umpan balik proses latihan, untuk perbaikan kedepan
i. Perencanaan Dokumentasi
Bagian penting lainnya dari kegiatan latihan kesiapsiagaan adalah
dokumentasi.Oleh karena itu,diperlukan berbagai macam dokumentasi
sebagai salah satu alat untuk pelaporan maupun monitoring dan
evaluasi. Kegiatan pendokumentasian ini dilakukan pada keseluruhan
tahap kegiatan penyelenggaraan, mulai dari perencanaan, persiapan dan
pelaksanaan hingga selesainya pelaksanaan simulasi bencana.
Dokumentasi kegiatan tidak hanya berupa foto dan video saja, tetapi
juga mencakup laporan, dokumen-dokumen output termasuk peta- peta,
surat edaran, manual latihan/SOP, dokumen skenario dan SOP simulasi,
formulir evaluasi (atau panduannya jika ada), kumpulan catatan
masukan, rencana perbaikan dan tindak lanjut, ringkasan laporan dan
rekomendasi.
3. Tahap Persiapan
Persiapan dilakukan beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan latihan
kesiapsiagaan. Dalam persiapan ini yang terutama dilakukan adalah:
a. Briefing-briefing untuk mematangkan perencanaan latihan. Pihak-pihak
yang perlu melakukan briefing antara lain tim perencana, peserta
simulasi, dan tim evaluator/observer. Informasi penting yang harus
disampaikan selama kegiatan ini, yakni:
1) Waktu: alur waktu dan durasi waktu simulasi yang ditentukan
sesuai PROTAP/ SOP simulasi.
12
2) Batasan Simulasi: batasan-batasan yang ditentukan selama
simulasi, berupa apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan
selama simulasi.
3) Lokasi: tempat di mana simulasi akan dilakukan.
4) Keamanan: hal-hal yang harus dilakukan untuk keamanan
simulasi dan prosedur darurat selama simulasi.
b. Memberikan poster, leaflet, atau surat edaran kepada siapa saja yang
terlibat latihan kesiapsiagaan.
c. Menyiapkan gedung dan beberapa peralatan pendukung, khususnya
yang berkaitan dengan keselamatan masyarakat. Misalnya, gedung dan
fasilitas medis, persediaan barang-barang untuk kondisi darurat, dan
lain-lain.
d. Memasang peta lokasi dan jalur evakuasi di tempat umum yang mudah
dilihat semua orang.
4. Tahap Pelaksanaan
Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan saat latihan kesiapsiagaan
berlangsung:
a. Tanda Peringatan
Tentukan tiga tanda peringatan berikut:
1) Tanda latihan dimulai (tanda gempa)
2) Tanda Evakuasi
3) Tanda Latihan Berakhir
Tanda bunyi yang menandakan dimulainya latihan, tanda evakuasi, dan
tanda latihan berakhir. Tanda mulainya latihan dapat menggunakan
tiupan peluit, atau tanda bunyi lainnya. Tanda ini harus berbeda dengan
tanda peringatan dini untuk evakuasi seperti pukulan
lonceng/sirine/megaphone/bel panjang menerus dan cepat, atau yang
telah disepakati. Tanda latihan berakhir dapat kembali menggunakan
peluit panjang.
b. Reaksi Terhadap Peringatan
13
Latihan ini ditujukan untuk menguji reaksi peserta latih dan prosedur
yang ditetapkan. Pastikan semua peserta latih, memahami bagaimana
harus bereaksi terhadap tanda-tanda peringatan di atas. Seluruh
komponen latihan, harus bahu membahu menjalankan tugasnya dengan
baik.
c. Dokumentasi
Rekamlah proses latihan dengan kamera foto. Jika memungkinkan,
rekam juga dengan video. Seluruh peserta latih, pelaksanan maupun
yang bertugas, dapat bersama-sama melihat hal-hal yang baik atau
masih perlu diperbaiki, secara lebih baik dengan rekaman dokumentasi
5. Tahap Evaluasi dan Rencana Perbaikan
Evaluasi adalah salah satu komponen yang paling penting dalam latihan.
Tanpa evaluasi, tujuan dari latihan tidak dapat diketahui, apakah tercapai
atau tidak.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesiapsiagaan adalah suatu upaya yang dilaksanakan untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya
korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat di
kemudian hari. Perawat sebagai lini depan pada suatu pelayanan kesehatan
mempunyai tanggung jawab dan peran yang besar dalam penanganan pasien
gawat darurat sehari-hari maupun saat terjadi bencana. Latihan kesiapsiagaan
diartikan sebagai bentuk latihan koordinasi, komunikasi dan evakuasi dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan (pemerintah dan masyarakat umum).
Secara umum, kegiatan latihan kesiapsiagaan dibagi menjadi 5 (lima) tahapan
utama, yakni tahap perencanaan, persiapan, pelaksanaan, serta monitoring dan
evaluasi.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan ada kritik dan saran yang dapat
membangun sehingga kami dapat menyempurnakan makalah kami.
15
DAFTAR PUSTAKA
16