Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN AUTISME

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Istilah autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan “isme” yang
berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik pada
dunianya sendiri (Suryana, 2016).
Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut
komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum
anak berusia 3 tahun (Suryana, 2016).
Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-
anak yang unik dan menonjol yang sering disebut sindrom Kanner yang dicirikan
dengan ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran
dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak
mereka berkomunikasi (Budiman, 2017).
Menurut American psychiatric association (2016), bahwa autistic adalah
gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup
diri.
Autisme tidak termasuk ke dalam golongan suatu penyakit tetapi suatu kumpulan
gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Dengan kata lain, pada anak
Autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan pervasif).
Berdasarkan uraian di atas, maka autisme adalah gangguan perkembangan
yang sifatnya luas dan kompleks, mencakup aspek interaksi sosial, kognisi, bahasa
dan motorik.

2. EPIDEMIOLOGI
Menurut CDC, autisme terdapat pada 1 dari 166 kelahiran. Berdasarkan statistik
Departemen pendidikan Amerika Serikat angka pertumbuhan autisme adalah 10-27
persen per tahun. National Institute of Mental Health Amerika (NIMH) memperkirakan
antara 2 dan 6 per 1000 orang menderita autisme. Insiden autisme konsisten di seluruh
dunia tapi prevalen laki-laki empat kali lebih besar daripadapada perempuan.
3. ETIOLOGI
Penyebab Autisme diantaranya:
1. Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama
pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara
2. Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
3. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
4. Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak
menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan
struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
5. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori
serta kejang epilepsi.
6. Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak.
Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh
Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak
berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata, memberikan
kesan jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan rasa ingin tahu
atau minat pada lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi
pra verbal kemungkinan terganggu dan tampak berteriak-teriak.
Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis memperlihatkan respon yang
abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan tercengang pada suara
lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan. Mereka yang mampu
berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi telegramatik. Dengan
bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung menonjolkan diri dengan
kelainan intonasi dan penentuan waktu. Ditemukan kelainan persepsi visual dan fokus
konsentrasi pada bagian prifer (rincian suatu lukisan secara sebagian bukan
menyeluruh). Tertarik tekstur dan dapat menggunakan secara luas panca indera
penciuman, kecap dan raba ketika mengeksplorais lingkungannya.
Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang dapt menyita perhatiannya
(berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari tangan). Kegiatan ini ritual dan
menetap pada keaadan yang menyenangkan atau stres. Kelainann lain adalh
destruktif, marah berlebihan dan akurangnya istirahat.
Pada masa remaja perilaku tidak sesuai dan tanpa inhibisi, anak austik dapat
menyelidiki kontak seksual pada orang asing.

4. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk mengalirkan
implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus listrik (dendrite).Sel saraf
terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks).akson di bungkus
selaput bernama myelin terletak di bagian otak berwarna putih.Sel saraf berhubungan
satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.pada trimester
ketiga,pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai pembentukan akson,dendrite dan
sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir,terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson,dendrite dan sinaps.proses ini di pengaruhi secara
genetic melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brai growth factor dan
proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk,anak makin cerdas,pembentukan akson,dendrite
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.Bagian otak yang
digunakan dalam belajarmenunjukan pertamabhan akson,dendrite dan
sinaps,sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukan kematian
sel,berkurangnya akson,dendrite dan sinaps.Kelainan genetis,keracunan logam
berat,dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan gangguan proses-proses
tersebut.Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

5. KLASIFIKASI
Yatim (2016) mengemukakan anak yang mengalami gangguan autis dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga);
a) Autisme Persepsi
Autisme persepsi dianggap autisme asli karena kelainan sudah timbul sebelum lahir.
Autisme ini terjadi karena berbagai faktor baik itu berupa pengaruh dari keluarga,
maupun pengaruh lingkungan (makanan, rangsangan) maupun faktor lainnya.
Ketidakmampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan reaksi terhadap
rangsangan dari luar, begitu juga ketidakmampuan anak bekerja sama dengan orang
lain, sehingga anak akan bersikap masa bodoh. Gejala yang dapat diamati antara lain :
1. Rangsangan dari luar baik yang kecil maupun yang kuat, akan menimbulkan
kecemasan. Tubuh akan mengadakan mekanisme dan reaksi pertahanan hingga
terlihat timbul pengembangan masalah.
2. Banyaknya pengaruh rangsangan dari orang tua, tidak bisa ditentukan. Orang tua
tidak ingin peduli terhadap keinginan dan kesengsaraan anaknya. Kebingungan
anaknya perlahan berubah menjadi kekecewaan. Lama-kelamaan rangsangan ditolak
atau anak bersikap masa bodoh.

3. Pada kondisi begini baru orang tua mulai peduli atas kelainan anaknya, sambil
terus menciptakan rangsangan-rangsangan yang memperberat kebingungan anaknya,
mulai berusaha mencari pertolongan.

4. Pada saat begini, si bapak malah sering menyalahkan si ibu kurang memiliki
kepekaan naluri keibuan. Si bapak tidak menyadari hal tersebut malah memperberat
kebingungan si anak dan memperbesar kekhilafan yang telah diperbuat.

2. Autisme Reaksi
Timbulnya autisme reaktif karena beberapa permasalahan yang menimbulkan
kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah/ sekolah dan
sebagainya. Autisme jenis reaktif akan memunculkan gerakan-gerakan tertentu
berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala autisme reaktif
mulai terlihat pada usia lebih besar (6-7) tahun sebelum anak memasuki tahapan
berpikir logis, mempunyai sifat rapuh mudah terkena pengaruh luar yang timbul
setelah lahir, baik karena trauma fisik atau psikis. Gejalanya antara lain :

1. Mempunyai sifat rapuh, mudah terkenapengaruh luar yang timbul setelah lahir,
baik karena trauma fisik atau psikis, tetapi bukan disebabkan karena kehilangan ibu.
2. Setiap kondisi, bisa saja merupakan trauma pada anak yang berjiwa rapuh ini,
sehingga mempengaruhi perkembangan normal dikemudian harinya.
Ada beberapa keterangan yang perlu diketahui yang mungkin merupakan faktor
resiko pada kejadian autisme reaktif :

a. Anak yang terkena autis reaktif menghadapi kecemasan yang berat pada masa
kanak-kanak, memberikan reaksi terhadap pengalamannya yang menimbulkan trauma
psikis tersebut.
b. Trauma kecemasan ini terjadi sebelum anak berada pada penyimpangan memory di
awal kehidupannya tetapi proses sosialisasi dengan sekitarnya akan terganggu.
c. Trauma kecemasan yang terjadi setelah masa penyimpanan memory akan
berpengaruh pada anak usia 2-3 tahun. Karena itu, meskipun anak masih
memperlihatkan emosi yang normal tetapi kemampuan berbicara dan berbahasanya
sudah mulai terganggu. Ini yang membuat orang tua si anak menjadi khawatir.

Salah satu sebab timbulnya autisme reaktif :

Trauma yang menyebabkan kecemasan anak. Setelah beberapa waktu yang lama akan
menyisakan kelainan, antara lain, tidak bisa membaca (dyslexia), tidak bisa bicara
(aphasia), serta berbagai masalah yang menghancurkan si anak yang menjelma dalam
bentuk autisme. Kadang-kadang trauma yang mencemaskan si anak menimbulkan
ketakutan, atau gejala sensoris lain yang terlihat sebagai autisme persepsi.

3. Autisme yang Timbul Kemudian

Autisme jenis ini terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan kelainan jaringan otak
yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan mempersulit memberikan pelatihan dan
pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat, ditambah beberapa
pengalaman baru dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Untuk itu mendiagnosa
dan intervensi awal pada anak autis kelompok ini, merupakan langkah yang harus
segera dilakukan dalam rangka mengembangkan potensinya.
6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :
a. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang
tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu
dan istilah yang didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi
potensi intelektual kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan
percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati dan
ketidakmampuan berteman. Dalam tes non verbal yang memiliki kemampuan
bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat memperagakan kapasitas
intelektual yang memadai. Anak austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa,
analog dengan bakat orang dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu
untuk bermain sendiri.
b. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang
sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
c. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek.
Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa dimana anak
tercenggang dengan objek mekanik.
d. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk
memelihara lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi
terikat dan tidak bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan .
e. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
f. Kontak mata minimal atau tidak ada.
g. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan
menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas
terhadap rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya
respon terkejut terhadap suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya
sensitivitas pada rangsangan lain.
h. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada
emosional
i. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat
berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung pangkal,
bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya mampu untuk
berbicara pada sekitar umur yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.
j. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional.
k. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan mengedipkan
mata, wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.
2. Cara mengetahui autis pada anak juga dapat dilihat dari interval umur anak tersebut,
karena tanda autis berbeda pada setiap interval umurnya:
a. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila
diangkat, cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan
sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kat-kata.
Orang tua perlu waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan
gmainan untuk bayi, menolak makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila
anak terlihat tertarik pada kedua tangannya sendiri.
b. Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda,
disertai kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau
alat, menolak untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas,
serta relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya.
c. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat
terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau
berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan
orang lain segera atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan
nada suara yang aneh, (biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata
terbatas (walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa
juga berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri.
3. Ciri yang khas pada anak yang austik :
a. Defisit keteraturan verbal.
b. Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
c. Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau dipikirkan
orang lain).
4. Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah:
a. Interaksi sosial dan perkembangan sossial yang abnormal.
b. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.
c. Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak fleksibel dan tidak
imajinatif.
d. Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3 tahun.

5. PERKEMBANGAN ANAK AUTISME


Menurut Wenar (1994) autisme berkembang pada 30 bulan pertama dalam hidup, saat
dimensi dasar dari keterkaitan antar manusia dibangun, karenanya periode
perkembangan yang dibahas akan dibagi menjadi masa infant dan toddler dan masa
prasekolah dan kanak-kanak tengah.
1. Masa infant dan toddler
Hubungan dengan care giver merupakan pusat dari masa ini. Pada kasus autisme
sejumlah faktor berhubungan untuk membedakan perkembangannya dengan
perkembangan anak normal.
Tabel 2. Perbedaan perkembangan anak normal dan anak autis
pada masa infant dan toddler
NO. FAKTOR PEMBEDA PERKEMBANGAN ANAK AUTIS
NORMAL
1. Pola tatapan mata 1) Usia 6 bulan sudah mampu 1. Pandangan mereka
melakukan kontak sosial melewati orang dewasa
melalui tatapan yang mencegah
2) Toddler: menggunakan perkembangan pola
gaze sebagai sinyal interaksi melalui tatapan
pemenuhan vokalisasi 2. Lebih sering melihat
mereka atau mengundang kemana-mana daripada ke
partner untuk bicara orang dewasa

2. Affect Usia 2,5-3 bulan sudah 1. Tidak ada senyum sosial


melakukan senyum sosial 2. Usia 30-70 bulan melihat
dan tersenyum terhadap
ibunya, tapi tidak disertai
dengan kontak mata dan
kurang merespon
senyuman ibunya
3. Vokalisasi Usia 2-4 bulan anak dan ibu Karakter Autism mereka
terlibat dalam pola yang tampak dari kurangnya
simultan dan berganti vokal babbling yang menghambat
yang menjadi awal bagi jalan interaksi sosial ini
komunikasi verbal selanjutnya.
4. Imitasi Sosial: berkaitan Langsung muncul setelah lahir Usia 8-26 bulan dapat meniru
dengan responsifitas ekspresi wajah tapi melalui
sosial, bermain bebas sejumlah keanehan dan
dan bahasa respon mekanikal yang
mengindikasikan sulitnya
perilaku ini bagi mereka
5. Inisiatif dan Reciprocity Merespon stimulus yang ada Anak menjadi penerima pasif
sehingga timbul reciprocity dari permainan orang dewasa
dan tidak berinteraksi secara
ktif dengan mereka
6. Attachment Kelekatan pada anak autis
diselingi dengan karakteristik
pengulangan pergerakan
motorik mereka seperti
tepukan tangan, goncangan dan
berputar-putar
7. Kepatuhan dan 1. Anak autis patuh terhadap
permintaan. Jika
permintaan tersebut sesuai
dengan kapasitas
intelektual mereka,
mereka dapat merespon
secara pantas saat mereka
dalam lingkungan yang
terstruktur dan dapat
diprediksi.
2. Anak autis memiliki sifat
negativistik secara
berlebihan

Perkembangan yang terganggu adalah dalam bidang :


1. Komunikasi : kualitas komunikasinya yang tidak normal, seperti ditunjukkan
dibawah ini :

1. Perkembangan bicaranya terlambat, atau samasekali tidak berkembang.

2. Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk
mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara.

3. Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu


pembicaraan dua arah yang baik.

4. Bahasa yang tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotipik.

5. Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif, biasanya permainannya kurang


variatif.

b. Interaksi sosial : adanya gangguan dalam kualitas interaksi social :  


1. Kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan ekspresi fasial, maupun postur dan
gerak tubuh, untuk berinteraksi secara layak.

2. Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya, dimana mereka
bisa berbagi emosi, aktivitas, dan  interes bersama.

3. Ketidak mampuan untuk berempati, untuk membaca emosi orang lain.

4. Ketidak mampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan
dan melakukan sesuatu bersama-sama.

c. Perilaku : aktivitas, perilaku dan interesnya sangat terbatas, diulang-ulang dan


stereotipik seperti  dibawah ini : 
1. Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak
normal, misalnya duduk dipojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan,
yang bisa dilakukannya berjam-jam.

2. Adanya suatu kelekatan pada suatu rutin atau ritual yang tidak berguna, misalnya
kalau mau tidur harus cuci kaki dulu, sikat gigi, pakai piyama, menggosokkan kaki
dikeset, baru naik ketempat tidur. Bila ada satu diatas yang terlewat atau terbalik
urutannya, maka ia akan sangat terganggu dan nangis teriak-teriak minta diulang.

3. Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti misalnya


mengepak-ngepak lengan, menggerak-gerakan jari dengan cara tertentu dan
mengetok-ngetokkan sesuatu.

4. Adanya preokupasi dengan bagian benda/mainan tertentu yang tak berguna, seperti
roda sepeda yang diputar-putar, benda dengan bentuk dan rabaan tertentu yang
terus diraba-rabanya, suara-suara tertentu.

6. GEJALA-GEJALA AUTSME
a. Gejala anak autis antara lain:
1) Interaksi sosial
1. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
2. Lebih suka menyendiri
3. Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
4. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang inginkan
2) Komunikasi
1. Perkembangan bahasa lambat
2. Senang meniru atau membeo
3. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara
4. Kadang kata yang digunakan tidak sesuai artinya
5. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang
6. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi

3) Pola Bermain
1. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
2. Senang akan benda-benda yang berputar
3. Tidak bermain sesuai fungsi mainan
4. Tidak kreatif, tidak imajinatif
5. Dapat sangat lekat dengan benda tertentu
4) Gangguan Sensoris
a) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
b) Sering menggunakan indera pencium dan perasanya
c) Dapat sangat sensitif terhadap sentuhan
d) Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut
e) Perkembangan Terlambat
1. Tidak sesuai seperti anak normal, keterampilan sosial, komunikasi dan kognisi
2. Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemudian
menurun bahkan sirna
f) Gejala Muncul
1. Gejala di atas dapat dimulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil
2. Pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak agak kurang

b. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut
usia :

1. USIA 0 - 6 BULAN

1. Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)

2. Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

3. Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi

4. Tidak "babbling"

5. Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu

6. Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan


7. Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal

2. USIA 6 - 12 BULAN
a. Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)

b. Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

c. Gerakan tangan dan kaki berlebihan

d. Sulit bila digendong

e. Tidak "babbling"

f. Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan

g. Tidak ditemukan senyum sosial

h. Tidak ada kontak mata

i. Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal

3. USIA 6 - 12 BULAN
a. Kaku bila digendong

b. Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)

c. Tidak mengeluarkan kata

d. Tidak tertarik pada boneka

e. Memperhatikan tangannya sendiri

f. Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus

g. Mungkin tidak dapat menerima makanan cair

4. USIA 2 - 3 TAHUN
a. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain

b. Melihat orang sebagai "benda"


c. Kontak mata terbatas

d. Tertarik pada benda tertentu

e. Kaku bila digendong

5. USIA 4 - 5 TAHUN

a. Sering didapatkan ekolalia (membeo)

b. Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)

c. Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah

d. Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)

e. Temperamen tantrum atau agresif

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis penderita autism spectrum disorder (ASD), atau disebut sebagai


gangguan spektrum autism, masih mengandalkan evaluasi klinis. Belum ada
pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis ASD.

Anamnesis
Pada prinsipnya, anamnesis sangat mengandalkan informasi dari orang tua penderita
ASD, terutama mencakup kemampuan bicara atau bahasa, interaksi sosial, dan
kemampuan bermain. Namun demikian, informasi mengenai adanya penyakit
penyerta (termasuk kelainan genetik), riwayat tumbuh kembang, riwayat saat
kehamilan hingga persalinan, serta riwayat keluhan serupa dalam keluarga juga perlu
digali untuk mencari faktor risiko yang berhubungan dengan ASD.

Aloanamnesis pada Anak Berusia 18-24 Bulan

Anak dengan ASD biasanya mulai bergejala ketika berusia 18-24 bulan, yakni usia
ketika anak dihadapkan pada situasi sosial yang menguji keterbatasan mereka dalam
menunjukkan pola komunikasi sosial yang wajar. Bentuk kekhawatiran orang tua
pada tahap usia ini amat bervariasi dan bergantung pada usia anak ketika mereka
menyadari adanya ketidakwajaran. Anak-anak biasanya dibawa ke dokter umum atau
spesialis anak dengan masalah keterlambatan atau regresi perkembangan dan bicara,
maupun perilaku dan pola permainan yang tak sesuai dengan usianya.

Aloanamnesis pada Anak Berusia di Atas 24 Bulan

Pada usia lebih lanjut, anak-anak biasanya memiliki masalah akademik,


kecanggungan sosial dan gangguan perilaku yang cukup serius serta mengganggu
hubungan dalam keluarga. Anak-anak yang baru dicurigai mengalami ASD pada usia
lebih dewasa biasanya telah menunjukkan indikator gejala sejak usia 2 tahun namun
cenderung dianggap sebagai bagian dari pola perkembangan normal. Hal ini mungkin
berhubungan dengan anggapan orang tua atau pengasuh anak bahwa kemandirian
yang tinggi, kemampuan memahami gerak mekanik, dan ketajaman pengamatan pada
usia dini tersebut merupakan indikator pertumbuhan normal tanpa terlalu
memperhatikan apakah pencapaian motorik tersebut turut diimbangi dengan pola
perilaku dan kemampuan sosial yang sesuai usianya. Oleh sebab itu, pada anak yang
berusia lebih dari 2 tahun, pertanyaan anamnesis perlu diarahkan secara retrospektif
terhadap pencapaian perkembangan motorik, bahasa, kemampuan sosial dan perilaku
ketika ia berusia 18-24 bulan.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada anak dengan kecurigaan autism spectrum disorder serupa
dengan pemeriksaan fisik anak pada umumnya, antara lain pemeriksaan antropometri
dan evaluasi tumbuh kembang. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi pada kemampuan
bicara atau bahasa, interaksi sosial, dan kemampuan bermain.
Penilaian Domain Interaksi Sosial

Gangguan interaksi sosial merupakan salah satu tanda ASD yang muncul paling dini
namun sering terlewatkan. Karakteristik gangguan komunikasi sosial yang sangat
berkaitan dengan ASD antara lain ketidakmampuan anak dalam menunjukkan minat,
membagi perhatian, dan mengikuti pandangan mata lawan bicaranya. Ketika
namanya dipanggil, anak sangat mungkin tidak berespons dan sering disalahartikan
sebagai suatu bentuk gangguan pendengaran. Ekspresi wajah yang terbatas,
khususnya tersenyum dan gestur tertentu yang jarang ditunjukkan seperti
mengangguk, menggeleng, melambaikan tangan, tepuk tangan, juga patut dicurigai
sebagai bentuk keterbatasan interaksi sosial pada ASD. Anak-anak dengan ASD
biasanya jarang menunjukkan ketertarikan terhadap lingkungan di sekitarnya maupun
berbagi kebahagiaan dengan orang tuanya, misalnya tidak pernah menunjuk mainan
yang ia sukai atau tidak pernah menunjuk hal baru yang menarik di dekatnya). 

Identifikasi Bentuk Gangguan Berbahasa

Gangguan berbahasa yang berkaitan dengan ASD cukup luas dan perlu dibedakan
dari bentuk gangguan bahasa spesifik. Anak dengan ASD biasanya tidak mampu
menunjukkan kompensasi keterbatasan berbahasa seperti menggunakan gerak tubuh
atau mimik untuk menyampaikan keinginannya. Bentuk bahasa verbal yang
diungkapkan anak dengan ASD biasanya berupa jargon yang tak berarti, neologisme,
ekolalia, prosody, dan keterbatasan dalam memulai percakapan. Segala keterbatasan
tersebut menyebabkan anak dengan ASD tidak mampu berinteraksi dua arah dengan
leluasa.
Observasi Perilaku Repetitif dan Persisten

Aktivitas yang dilakukan individu dengan ASD biasanya bersifat repetitif dan
terbatas. Perilaku motorik yang repetitif tersebut dapat bermanifestasi sebagai ayunan
tangan yang tak bertujuan, jentikan jari, benturan kepala kepada suatu benda padat,
dan gerakan memutar tubuh. Perilaku repetitif juga dapat ditunjukkan sebagai minat
yang terbatas pada mainan jenis tertentu dan menyusun mainan dalam pola tertentu
secara berulang-ulang. Hal ini juga dapat disertai ekolalia susulan, yakni duplikasi
bahasa verbal dari lingkungan sekitar (misalnya, orang dewasa lain maupun suara dari
radio atau televisi) yang kemudian diucapkan terus-menerus tak lama setelah sumber
suara asli muncul. Selain itu, individu dengan ASD biasanya sangat persisten dengan
pola lingkungan atau aktivitas yang sama dan apabila hal tersebut diubah akan
menimbulkan rasa tidak nyaman atau bahkan distres serius yang bermanifestasi
sebagai temper tantrum.
Pemeriksaan Pada ASD dengan Pola Regresi

Pada 20-30% kasus ASD, pasien dapat berada dalam fase regresi atau stasis. Hal ini
ditandai oleh penurunan kemampuan perkembangan yang sebelumnya telah dicapai
dan biasanya mempengaruhi kemampuan berbahasa pada usia 18-24 bulan.
Kemampuan motorik biasanya tidak terpengaruh namun orang tua dapat melaporkan
adanya perubahan pola makan dan tidur, munculnya perilaku repetitif, dan penurunan
kemampuan interaksi sosial. Adanya pola regresi kemampuan sosial pada anak
berusia di bawah 3 tahun sangat berkaitan dengan diagnosis ASD walaupun
penyebabnya belum diketahui. Apabila regresi autistik terjadi pada anak berusia di
atas 3 tahun atau disertai regresi fungsi motorik, evaluasi lanjutan perlu dilakukan
untuk menguji apakah terdapat kemungkinan suatu penyakit neurodegeneratif seperti
sindrom Rett atau Landau Kleffner yang juga berkaitan dengan ASD.

Skrining Autism Spectrum Disorder


Skrining terhadap autism spectrum disorder dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen skrining seperti Modified-Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT) yang
diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. M-CHAT merupakan instrumen skrining yang
valid dalam mengenali tanda dan gejala autisme pada anak berusia 18-24 bulan.
M-CHAT merupakan instrumen skrining dua tahap untuk menilai risiko ASD. Hasil
skrining positif atau kekhawatiran orang tua tentang kemungkinan adanya ASD pada
anak mengisyaratkan bahwa pasien mungkin memerlukan rujukan untuk evaluasi
formal lanjutan.

8. PENATALAKSANAAN
Orang tua perlu menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya, orang tua harus
memeberikan perawatan kepada anak temasuk perawat atau staf residen lainnya.
Orang tua sadar adanaya scottish sosiety for autistik children dan natinal sosiety for
austik children yang dapat membantu dan dapat memmberikan pelayanan pada anak
autis. Anak autis memerlukan penanganan multi disiplin yaitu terapi edukasi, terapi
perilaku, terapi bicara, terapi okupasi, sensori integasi, auditori integration training
(AIT), terapi keluarga dan obat, sehingga memerlukan kerja sama yang baik antara
orang tua, keluarga dan dokter. Pendekatan terapeutik dapat dilakukan untuk
menangani anak austik tapi keberhasilannya terbatas, pada terapi perilaku dengan
pemanfaatan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran berbicara. Perilaku
destruktif dan agresif dapat diubah dengan menagement perilaku. Latihan dan
pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant konditioning yaitu dukungan
positif (hadiah) dan hukuman (dukungan negatif). Merupakan metode untuk
mengatasi cacat, mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis.
Kesabaran diperlukan karena kemajuan pada anak autis lambat. Neuroleptik dapat
digunakan untuk menangani perilaku mencelakkan diri sendiri yang mengarah pada
agresif, stereotipik dan menarik diri dari pergaulan sosial. Antagonis opiat dapat
mengatasi perilaku, penarikan diri dan stereotipik, selain itu terapi kemampuan bicara
dan model penanganan harian dengan menggunakan permainan latihan antar
perorangan terstruktur dapt digunakan. Masalah perilaku yang biasa seperti bising,
gelisah atau melukai diri sendiri dapat diatasi dengan obat klorpromasin atau
tioridasin. Keadaan tidak dapat tidur dapat memberikan responsedatif seperti
kloralhidrat, konvulsi dikendalikan dengan obat anti konvulsan. Hiperkinesis yang
jika menetap dan berat dapat ditanggulangi dengan diit bebas aditif atau pengawet.
Dapat disimpulkan bahwa terapi pada autisme dengan mendeteksi dini dan tepat
waktu serta program terapi yang menyeluruh dan terpadu. Penatalaksanaan anak pada
autisme bertujuan untuk:
1. Mengurangi masalah perilaku.
2. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
3. Anak bisa mandiri.
4. Anak bisa bersosialisasi.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


I. PENGKAJIAN
Asuhan Keperawatan Pada Anak Autisme
1. Pengkajian
a. Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
b. Riwayat keluarga yang terkena autisme.
c. Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
 Cedera otak
d. Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian
tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan Kongnitif.
e. Pemeriksaan fisik
 Tidak ada kontak mata pada anak.
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
 Terdapat Ekolalia.
 Tidak ada ekspresi non verbal.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek
lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan
 ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain.
b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori
tidak adekuat, gangguan keterampilan
 reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan perasaan.
c. Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan.
d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
3. Intervensi
a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk percaya pada
orang lain.
Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
Intervensi: :
1) Batasi jumlah pengasuh pada anak.
2) Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak.
3) Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan.
4) Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain.
5) Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang lain.
6) Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan sosialisasi.
b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan ransangan sensori
tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan mengungkapkan
perasaan.
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain.
Intervensi :
1) Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak.
2) Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.
3) Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara konsisten.
4) Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak menguasai.
5) Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.
6) Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah diberikan.
7) Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal.
8) Berikan reward pada keberhasilan anak.
9) Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana.
10)Hindari kebisingan saat berkomunikasi.
c. Risiko tinggi cidera : menyakiti diri berhubungan dengan kurang pengawasan.
Tujuan : Klien tidak menyakiti diriya.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari peningkatan
kecemasan.
3) Alihkan/kurangi penyebab yang menimbulkan kecemasan.
4) Alihkan perhatian dengan hiburan/aktivitas lain untuk menurunkan tingkat
kecemasan.
5) Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi.
6) Siapkan alat pelindung/proteksi.
7) Pertahankan lingkungan yang aman.
d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi :
1) Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit.
2) Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang berkwalitas baik
serta melakukan secara konsisten.
3) Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi anaknya yang
spesial.
4) Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua dengan anak autis,
seperti kegiatan Autis Awareness Festifal.
5) Berikan informasi mengenai penanganan anak autis.
6) Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya menjalankan terapi secara
konsisten dan continue.

DAFTAR PUSTAKA

Sacharin, r.m, 2016, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta


Behrman, Kliegman, Arvin, 2017, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15,
Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta, 2015,
Kesehatan Anak Pedoman Bagi orang Tua, Arcan, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai