Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Leukemia akut adalah sebuah kelompok heterogen neoplasma yang timbul

dari transformasi sel induk hematopoietik, dicirikan dengan sel yang belum

berdiferensiasi atau belum matang, biasanya sebuah sel blast, dan permulaan

serangan penyakit ini umumnya tiba-tiba dan cepat dengan waktu hidup yang

singkat. Leukemia akut dibagi menjadi leukemia mieloid akut (AML) dan

leukemia limfoid akut (ALL). Leukemia akut terlihat pada kedua jenis kelamin

dan di segala usia, dengan insiden meningkat dramatis pada individu berusia lebih

dari 50 tahun. Leukemia kronis dibagi menjadi leukemia mieloid kronis (CML)

dan leukemia limfoid kronis (CLL). Etiologi leukemia masih belum diketahui

secara pasti, namun ada beberapa faktor resiko seperti faktor genetik, riwayat

keluarga, eksposur radiasi, kimia, dan infeksi virus tertentu.1-5

Leukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya

merupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Beberapa data

epidemiologi menunjukkan hasil bahwa insidensi leukemia di negara barat adalah

13/100.000 penduduk/tahun. Frekuensi relatif leukemia di negara barat menurut

Gunz adalah Leukemia akut (AML dan ALL) 60%, CLL 25%, CML 15%, di

Afrika, 10-20% penderita AML memiliki kloroma di sekitar orbita mata. Di

Kenya, Tiongkok, dan India, CML mengenai penderita berumur 20-40 tahun.

Pada orang Asia Timur dan India Timur jarang ditemui CLL, di Indonesia ,

frekuensi CLL sangat rendah. CML merupakan leukemia kronis yang paling

sering di jumpai. Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum

1
ada angka pasti mengenai insiden leukemia di indonesia, namun menurut Sistem

Informasi RS penderita leukimia di Indonesia mencapai 4.342 orang atau sekitar

10,4% .1-4,13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MOLEKULAR DAN FISIOLOGI LEUKOSIT

Ada 3 komponen utama dalam darah yaitu erirtosit (eritrosit), leukosit

(leukosit), dan platelet (trombosit). Proses dimana elemen dalam darah

berkembang disebut hemopoiesis atau hematopoiesis. Sebelum lahir, hemopoiesis

dimulai di yolk sac dari embrio, kemudian di hati, limpa, timus, dan kelenjar getah

2
bening pada fetus. Sumsum tulang merah menjadi tempat utama hemopoiesis

dalam 3 bulan terakhir sebelum lahir, dan berlanjut setelah lahir hingga seumur

hidup. Sumsum tulang merah adalah jaringan ikat yang sanagat tervaskularisasi

yang terletak dianara trabekula tulang spongiosa, antara lain di tulang aksial, iga,

tulang belikat, pelvis, dan bagian proksimal epifisis tulang humerus dan femur.

Sekitar 0.05-0.1% sel sumsum tulang berasal dari mesenkim dan disebut

sel induk pluripoten atau hemositoblas. Sel-sel ini meiliki kemampuan untuk

berkembang menjadi berbagai tipe sel.6

Leukosit : membantu melawan infeksi.


leukosit memiliki beberapa jenis yaitu
limfosit, monosit, basofil, neutrofil
batang, neutrofil segmen, dan eosinofil.

Eritrosit : membantu membawa oksigen


ke seluruh tubuh

Platelet: membantu pembekuan darah


sehingga tidak terjadi perdarahan

Sel induk dalam sumsum tulang merah mampu mereproduksi dirinya

sendiri, berproliferasi, dan berdiferensiasi. Untuk membentuk sel darah,

hemositoblas dalam sumsum tulang merah menghasilkan 2 tipe sel induk yang

mampu berkembang menjadi beberapa tipe sel, yaitu sel induk myeloid dan

limfoid. Selama hemopoiesis, sel induk myeloid berdiferensiasi menjadi sel

3
progenitor, yang sudah tidak lagi mampu mereproduksi dirinya sendiri, dan

mampu berkembang menjadi elemen spesifik dalam darah. Beberapa sel

progenitor disebut colony-forming units (CFU). Setelahnya, sel disebut sel

precursor atau blast, yang kemudian menjadi elemen darah yang nyata. Beberapa

hormon yang disebut hemopoietic growth factors mengatur diferensiasi dan

proliferasi sel progenitor tertentu. Eritropoietin (EPO) meningkatkan jumlah

precursor eritrosit, trombopoietin (TPO) memicu pembentukan platelet, colony-

stimulating factors (CSF) dan interleukin menstimulasi pembentukan leukosit.6

Leukosit, atau disebut juga leukosit, adalah unit mobile dalam sistem

pertahanan tubuh. Mereka dibentuk sebagian di sumsum tulang (granulosit dan

monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian di jaringan limfe (limfosit dan sel

plasma). Setelah dibentuk, mereka dibawa di dalam darah menuju bagian-bagian

berbeda dalam tubuh dimana mereka dibutuhkan. Kebanyakan dari mereka

dibawa ke area dimana terjadi infeksi atau inflamasi serius, untuk menyediakan

pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen infeksius.7

Ada 6 tipe leukosit yang normalnya berada di dalam darah, yaitu

neutrophil, eosinophil, basophil, monosit, limfosit, dan terkadang, sel plasma.

Sebagai tambahan, juga terdapat banyak platelet, yang merupakan fragmen dari

tipe sel lain yang serupa dengan leukosit yang ditemukan di sumsum tulang, yakni

megakariosit. Tiga tipe sel pertama merupakan sel polimorfonuklear (karena

memiliki banyak nuleus) dengan tampilan granular, sehingga disebut juga

granulosit. Sel-sel granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme

yang menyerang terutama cara fagositosis.7

4
Produksi leukosit yang tidak terkontrol dapat disebabkan oleh mutasi

ganas dari sel mielogen dan limfogen. Hal ini mengakibatkan leukemia, yang

biasa ditandai dengan peningkatan jumlah leukosit abnormal dalam jumlah besar

dalam peredearan darah.7

2.2 DEFINISI

Leukemia merupakan penyakit keganasan yang berasal dari perubahan

genetik pada sel-sel di sumsum tulang. Istilah leukemia pertama kali dijelaksan

oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik

yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel-sel induk hematopoietik,

dengan manifestasi sel-sel abnormal dalam darah tepi.7

Leukemia akut ditandai dengan sel yang belum berdiferensiasi atau belum

matang, biasanya sebuah sel blast, dan permulaan serangan penyakit ini umumnya

tiba-tiba dan cepat dengan waktu hidup yang singkat. Disebut akut berarti bahwa

leukemia apat berkembang pesat dan dapat bersifat fatal bila tidak diterapi.

Leukemia akut dibagi menjadi 2 tipe umum, yaitu leukemia myeloid akut (AML)

dan leukemia limfoid akut (ALL).1,2,5

Leukemia juga didefinisikan sekelompok penyakit neoplastik yang

beragam, ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna

dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel

normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel

abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau

darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan

sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.14

5
2.3. EPIDEMIOLOGI

Keganasan hematopoietik mencakup 6-8% dari keganasan baru yang

didiagnosa setiap tahunnya. Pada 2012, sekitar 47.150 kasus leukemia baru

didiagnosa, dan 23.450 kematian dari semua jenis leukemia. Insiden leukemia,

termasuk akut dan kronik, adalah 12,5 per 100.000 penduduk, insiden AML

adalah 3,6 per 100.000 penduduk.8

Leukemia menurut usia didapatkan data yaitu, Leukemia Limfoblastik

Akut (ALL) terbanyak pada anak-anak dan dewasa, Leukemia Granulositik

Kronik (CML) pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa, Leukemia

Granulositik Kronik pada semua usia tersering usia 40-60 tahun, Leukemia

Limfositik Kronik (CLL) terbanyak pada orang tua. Leukemia Mieoloblastik Akut

lebih sering ditemukan pada usia dewasa (85%) daripada anak-anak (15%).

Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang sedikit

lebih banyak dibandingkan wanita dengan perbandingan 2 : 1. 5.

2.3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Ada beranekaragam patofisiologi dari berbagai tipe leukemia, sehingga

tidak ada satu penyebab umum yang pasti untuk proliferasi seluler yang abnormal.

Namun, ada beberapa faktor resiko dan penyimpangan genetik yang berhubungan

dengan keganasan ini. Translokasi genetik atau kesalahan mitosis terlihat pada

6
sel-sel leukemia. Ada kecenderungan yang signifikan pada leukemia yang terjadi

di keluarga. Juga ada peningkatan insiden leukemia terkait dengan kelainan

herediter. Beberapa faktor resiko mencakup faktor lingkungan, radiasi, juga

infeksi.2,8

Perubahan genetik berupa efek pada kromosom baik secara kongenital

maupun setelah lahir (acquired) defek pada kromosom ini diakibatkan oleh mutasi

dan replikasi DNA secara otonom yang potensial menghasilkan sel-sel leukemia

yang berupa sel blast (leukemic blast cell). Faktor predisposisi untuk AML adalah

trisomi kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit herediter Down Syndrom .

Pasien dengan down syndrom memiliki resiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi
14
untuk menderita leukemia, terutama AML tipe M7.

Faktor resiko lain mencakup faktor lingkungan seperti penyakit lain.

Eksposur bahan kimiawi seperti benzene dan produk petroleum meningkatkan

resiko terjadinya leukemia, khusunya ALL. Eksposur radiasi yang bersamaan

sedikit meningkatkan resiko leukemogenesis yang ditimbulkan agen alkilasi pada

pasien kemoterapi. Topoisomerase II inhibitor (etoposid, teniposide), antrasiklin

(epirubricin, doksoubricin dan turunannya, mitoxantrone) digunakan untuk

mengobati ALL, myeloma, kanker testis, dan sarcoma.2,5,8

Benzena merupakan suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada

industri penyamakan kulit di negara sedang berkembang, dan diketahui

merupakan zat leukomogenik untuk AML. Selain itu, radiasi ionik juga diketahui

dapat menyebabkan AML oleh penelitian tentang tingginya insidensi kasus

leukemia, termasuk AML, pada orang-orang yang selamat dari serangan bom

7
atom di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. Efek leukogenik dari paparan ion

radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan

puncaknya 6-7 tahun sesudah pengeboman.13

2.4. PATOFISIOLOGI

Pada keadaan normal, leukosit berfungsi sebagai pertahanan tubuh

manusia dengan infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai dengan

perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Leukemia

meningkatkan produksi leukosit pada sumsum tulang yang lebih dari normal.

Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti

biasanya. Sel leukemia memblok produksi leukosit yang normal, merusak

kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemia juga merusak produksi sel darah

lain pada sumsum tulang termasuk eritrosit dimana sel tersebut berfungsi untuk

menyuplai oksigen pada jaringan. 13

Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi leukosit

mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan

tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan

genetik sel yang kompleks). Penyusunan kembali kromosom (translokasi

kromosom) mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel

membelah tak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai

sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel

darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya,

termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak.13

8
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat

sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang

disebabkan karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu

sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang

sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang

dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan

sel darah normal. Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas

sel induk hematologis dan turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini

menghasilkan sel leukemia dan mengakibatkan penekanan hematopoesis normal,

sehingga terjadi bone marrow hipoaktivasi, infiltrasi sel leukemia ke dalam organ,

sehingga menimbulkan organomegali, katabolisme sel meningkat, sehingga

terjadi keadaan hiperkatabolisme.13

2.5. KLASIFIKASI

Faktor pertama dalam menglasifiksi leukemia adalah apakah sebagian

besar sel-sel abnormal seperti leukosit (matang) atau seperti sel-sel induk (belum

matang). Pada leukemia akut, sel-sel di sumsum tulang tidak dapat matang dengan

benar. Sel yang immatur ini terus bereproduksi. Tanpa pengobatan, kebanyakan

pasien hanya dapat hidup beberapa bulan. Beberapa jenis leukemia akut merepson

baik terhadap pengobatan dan dapat sembuh. Pada leukemia kronik, sel-sel dapat

matang sebagian tetapi tidak sepenuhnya,. Sel-sel ini mungkin terlihat cukup

normal, tetapi umumnya mereka tidak berfungsi sebaik leukosit normal. Mereka

bertahan hidup lebih lama, dan menggeser sel-sel normal. Leukemia kronik

cenderung berkembang dalam periode watu yang lebih lama, dan sebagian besar

pasien dapat hidup selama bertahun-tahun. Tetapi umumnya leukemia kronik

9
lebih sulit disembuhkan daripada leukemia akut.5

Tujuan dari beberapa klasifikasi leukemia adalah untuk mengidentifikasi

perbedaan dalam penyebab, mekanisme leukemogenesis, fitur klinis dan

patologis, dan prognosis. Karena terapi optimal dari setiap klasifikasi berbeda,

pengakuan dari setap klasifikasi bukan hanya penting untuk keperluan ilmiah,

tetapi juga bagi perawatan optimal bagi pasien. Leukemia dengan banyak cara,

antara lain:12

1. Berdasarkan morfologi dan sitokimia dilegkapi dengan imunofenotipe

sebagaimana diajukan oleh grup French-American-British (FAB).

2. Berdasarkan morfologi, imunofenotipe, dan sitogenetik, sebagaimana

diajukan oeh grup morphological-immunologic-cytogenetic (MIC).

3. Berdasarkan imunofenotipe saja, sebagaimana diajukan oleh European

Group for the Immunological Classification of Leukemias (EGIL).

4. Berdasarkan kejadian yang mendahului (anteseden).

5. Berdasarkan matur dari stem sel atau sel progenitor dimana mutasi

leukemogenik terjadi (stem sel pluripoten, multipoten, commited)

Sistem klasifikasi yang paling umum digunakan untuk leukemia akut

adalah sistem French-American-British (FAB) dan World Health Organization

(WHO).8

10
Gambar 2. Klasifikasi FAB. AML dan ALL

2.6. TANDA DAN GEJALA


KLINIS

Leukemia bermanifestasi simptomatik melalui efeknya terhadap

hematopoiesis, dimana terjadi trombositopenia, anemia, dan neutropenia

sebagaimana sel-sel pada sumsum tulang digantikan oleh sel ganas. Efek-efek

tersebut seperti pucat, lemas, tidak memiliki tenaga, cepat lelah, mudah memar,

perdarahan mukosa, demam, rentan infeksi atau infeksi berkepanjangan.

Perdarahan, petekia, dan purpura sering ditemukan pada AML.

Seperti semua sel darah lainnya, sel leukemia beredar di seluruh tubuh.

Gejala leukemia bergantung pada jumlah sel leukemia dan dimana sel leukemia

tersebut terkumpul dalam tubuh. Orang dengan leukemia kronik dapat tidak

memiliki gejala. Seorang dokter sering menemukan penyakit tersebut dalam

pemeriksaan darah rutin secara tidak sengaja. Seseorang dengan leukemia akut

biasanya pergi ke dokter saat mereka merasa sakit. Jika otak telah terkena, mereka

mungkin mengalami sakit kepala, muntah, kehilangan kontrol otot, atau kejang.

Leukemia juga dapat mempengaruhi bagian tubuh seperti saluran cerna, ginjal,

paru, jantung, atau testis.

Gejala leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita,

namun demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut(6):

11
1. Anemia.

Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas

cepat (eritrosit dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh

kurang, akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi

pemenuhan kekurangan oxygen dalam tubuh).

2. Perdarahan.

Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan

wajar karena didominasi oleh leukosit, maka penderita akan mengalami

perdarahan salah satunya di jaringan kulit (ptechie).

3. Infeksi.

Leukosit berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama

melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, leukosit yang

dibentuk tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya.

Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan

dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam.

4. Nyeri Tulang dan Persendian.

Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone

marrow) didesak padat oleh leukosit.

5. Nyeri Perut.

Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia,

12
dimana sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu

yang menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah

nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita

leukemia.

6. Pembengkakan Kelenjar Limfe.

Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada

kelenjar limfe, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya.

Kelenjar limfe bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul

disini dan menyebabkan pembengkakan.

7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea).

Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan

nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan

pertolongan medis.

Penyebaran leukemia terjadi pada beberapa organ, jika sel leukemia

menyebar pada kulit yang nantinya menyebabkan pembengkakan atau titik yang

terlihat seperti ruam pada umumnya. Pada gusi dapat menyebabkan

pembengkakan, nyeri dan pendarahan. Pada otak maupun spinal cord dapat

menyebabkan pusing, kejang, gangguan keseimbangan, kehilangan sensasi pada

wajah, hingga penurunan pada penglihatan.4

2.7. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis leukemia dilakukan secara terperinci melalui

13
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sehingga dapat

diperoleh data-data yang 13 maksimal untuk mendukung diagnosis. Terkadang

diagnosis leukemia ditemukan secara tidak sengaja saat pasien menjalani

pemeriksaan kesehatan rutin.Pemeriksaan riwayat penyakit yang lebih teliti

dilakukan dan pasien dapat melaporkan riwayat leukemia atau gejala dan faktor

resiko yang ada. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan gumpalan, atau

abnormalitas lain dan gejala dari leukemia. Pada pemeriksaan fisik biasanya akan

diperiksa ada tidaknya pembengkakan pada kelenjar getah bening, limfe, dan

hepar.

Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan

penunjang, diantaranya adalah Biopsi, Pemeriksaan darah {complete blood count

(CBC)}, CT or CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI), X-ray, Ultrasound,

Spinal tap/lumbar puncture. 

1. Tes darah: pemeriksaam jumlah sel-sel darah. Leukemia menyebabkan

jumlah sel-sel darah putih meningkat sangat tinggi, dan jumlah trombosit dan

hemoglobin dalam sel-sel darah merah menurun. Pemeriksaan laboratorium juga

akan meneliti darah untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda kelainan pada hati

dan/atau ginjal.

2. Biopsi: pengambil sedikit jaringan sumsum tulang dari tulang pinggul

atau tulang besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di

bawah mikroskop, untuk mencari sel-sel kanker. Cara ini disebut biopsi, yang

merupakan cara terbaik untuk mengetahui apakah ada sel-sel leukemia di dalam

sumsum tulang.

14
3. Sitogenetik: laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel

darah tepi, sumsum tulang (bone marrow sample), atau kelenjar getah bening.

4. Lumbal puncture: dengan menggunakan jarum yang panjang dan tipis,

dokter perlahanlahan akan mengambil cairan cerebrospinal Prosedur ini

berlangsung sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anestesi lokal. Pasien harus

berbaring selama beberapa jam setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan

memeriksa cairan apakah ada sel-sel leukemia atau tanda-tanda penyakit lainnya.

5. Sinar X pada thorax: sinar X ini dapat menguak tanda-tanda penyakit

di thorax.

Leukemia sering sulit didiagnosa karena mirip dengan kondisi lain. Perlu

investigasi medis yang intensif bila didapatkan tanda dan gejala yang menetap.

Bila hitung darah lengkap abnormal maka kemungkinan leukemia meningkat.

Diagnosis diperkuat secara patologis dengan pemeriksaan sel darah dan sumsum

tulang. Hapusan darah tepi akan menunjukkan jumlah eritrosit dan platelet yang

rendah, dengan didapatkannya sel blast leukemi. Pemeriksaan sumsum tulang

menunjukkan hiperseluler dengan 60-100% sel blast, sesekali mieloid normal, dan

prekursor eritrosid dan jarang hingga tidak ada megakariosit.1,2,8

Semua pasien seharusnya melakukan pemeriksaan sitokimia,

imunofenotipe menggunakan antibody monoklonal yang diarahkan pada antigen

leukemia tertentu, dan analisis sitogenik sel blast sumsum atau darah perifer saat

diagnosis. Sampel sumsum juga harus dikumpulkan dan disimpan untuk analisis

selanjutnya untuk mutasi molekular. Sampel yang didapat harus cukup untuk

15
pemeriksaan mikroskopis, imunofenotipe, dan analisa genetik sito dan molekular.

Sampel harus diperoleh sebelum memulai kemoterapi apapun, termasuk

kortikosteroid, yang dapat merusak sel-sel dan bisa menyimpangkan diagnosis.

Pemeriksaan darah perifer dapat menggantikan pemeriksaan sumsum dalam

beberapa tes, jika mengandung cukup sel-sel leukemia, tapi beberapa hasil

mungkin berbeda dalam darah dengan sumsum, dan pengambilan sampel sumsum

dianjurkan kecuali bila terhalang oleh kondisi medis pasien. Tes-tes lain yang

digunakan untuk mengevaluasi kelainan metabolik (elektrolit, kreatinin, tes fungsi

hati) dan koagulopati juga diperlukan saat diagnosis. Pungsi lumbal seharusnya

dilakukan saat diagnosis pasien ALL anak dan semua pasien ALL dengan gejala

neurologis.1,8

Menggunakan apusan pewarnaan Romanovsky saja, ahli mikroskopis

hanya 70-80% benar dalam membedakan ALL dan AML. Beberapa fitur yang

bermanfaat adalah kromatin (tersebar dalam mieloblast; sering terkondensasi

sebagian dalam limfoblast), nucleolus (banyak/nyata dalam mieloblast; variabel

dalam limfobalast), dan sitoplasma (sedang-banyak, sering dengan granul, di

mieloblast; sedikit-sedang, jarang dengan granul, di limfoblast). Penambahan

imunofenotip atau pewarnaan sitokimia meningkatkan ketepatan dalam

membedakan ALL dan AML hingga 95-98%. Imunofenotipe setidaknya sama

efektif dan lebih tersedia.1

Pewarnaan sitokimia dalam sejarah pernah digunakan untuk membedakan

mieloid dan limfoid, tetapi sekarang sebagian besar dibatasi penggunaannya untuk

kasus-kasus ambigu. Beberapa pewarnaan yang berguna adalah mieloperoksidase

(MPO), Sudan black B (SBB), dan esterase nonspesifik (NSE) (α-naphthyl

16
acetate atau butyrate esterase). Periodic acid-Schiff (PAS) dan esterase spesifik

(SE) kurang berguna, dan beberapa pewarnaan enzim lain kurang berguna untuk

diagnosis leukemia akut atau sindrom mielodisplasia.1

Laboratorium tes yang didapatkan pada hapusan darah pasien AML

didapatkan morfologi setidaknya di dapatkan 200 sel leukosit pada hapusan

darah. Pada sumsum tulang di diperlukan sel blast >20% untuk ditegakkan

diagnosis AML mieloblast, monoblast, dan megakarioblast termasuk dalam

hitungan sel blast.

Gambar 3. Klasifikasi FAB dan Kelainan Sitogenik AML

17
Di bawah ini adalah apusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa
dengan perbesaran 1000x.11

2.8. TATALAKSANA

18
1. Kemoterapi

Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan

kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.

Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau

kombinasi dari dua obat atau lebih. Kemoterapi merupakan terapi pilihan untuk

leukemia. Sampel pemeriksaan sel darah atau sumsum tulang harus didapatkan

sebelum memulai inisiasi dari kemoterapi apapun.

2. Terapi Biologi

Pasien dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi

untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan

melalui injeksi di dalam vena. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis,

jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan

mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem

kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.

Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan

adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel

leukemia.

3. Terapi Radiasi

Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar

berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien,

sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian

lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien

mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh

biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)

19
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)

Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).

Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang

tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel

leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien

akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel

yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel

darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.

2.9. PENCEGAHAN

Karena kebanyakan kasus leukemia akut tidak diketahui penyebabnya

secara pasti, dan beberapa faktor resiko tidak dapat diubah, maka tidak ada cara

pencegahan yang spesifik untuk leukemia akut. Kebanyakan kasus ALL memiliki

faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan. Mungkin mengontrol beberapa faktor

resiko yang dapat dikendalikan serta dengan deteksi dini penyakit adalah cara

terbaik untuk mencegah perkembangan leukemia akut.4,5

Seperti pencegahan penyakit lainnya, pencegahan pada leukemia akut

dapat dibagi menjadi perncegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan

primer meliputi kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau

gangguan sebelum hal itu terjadi. Merokok adalah faktor resiko paling signifikan

yang dapat dikontrol pada AML, dan berhenti merokok akan menurunkan resiko

seseorang dari AML. Pengehndailan terhadap paparan sinar radiokaktif, baik

untuk petugas radiologi dan pasien, merupakan salah satu cara untuk menurunkan

resiko terkena leukemia akut. Menghindari paparan bahan kimia yang diketahui

20
sebagai penyebab kanker, seperti benzene, dapat menurunkan resiko terkena

AML. Bila terdapat beberapa jenis kanker yang harus diobati dengan kemoterapi

dan/atau radiasi yang dapat menyebabkan leukemia pasca pengobatan (sekunder),

maka sangat sulit untuk mengobati kanker terseut tanpa meningkatkan resiko

perkembangan leukemia sekunder. Harus dengan bijak untuk memutuskan

pemberian terapi kemoterapi dan/atau radiasi khusunya pada kanker yang

mengancam jiwa.4,5,11

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan

penyakit menuju ke arah kerusakan, yakni dengan cara mendeteksi penyakit

secara dini dan memberkan tatalaksana yang cepat dan tepat. Diagnosis dini

dimulai dari mencari tanda dan gejala klinis, dengan anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Pada ALL mungkin ditemukan splenomegali, hepatomegali, limfadenopati,

nyeri tekan costae, ekimosis, dan perdarahan retina. Pada AML mungkin

ditemukan hipertrofi gusi yang mudah berdarah, dan terkadang ada gangguan

pengelihatan yang disebabkan perdarahan fundus okuli. Bila didapatkan anemia &

gejala-gejala hipermetabolisme (penurunan berat badan, berkeringat),

menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan

penunjang dengan pemeriksaan darah tepid dan sumsum tulang. Pemeriksaan

darah tepi pada ALL umumnya ditemukan leukositosis (60%) dan terkadang

leukopenia (25%), sedangkan pada AML ditemukan penurunan eritrosit dan

trombosit. Pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan keadaan hiperseluler,

dimana hampir semua sel sumsum tulang diganti sel blast, terdapat perubahan

tiba-tiba dari sel blast ke sel matang tanpa leukemic gap. Setelah itu diagnoss

ditetapkan, penting untuk segera memberikan tatalaksana yang cepat dan tepat.

21
Tatalaksana yang paling direkomendasikan adalah kemoterapi.8,11

Pencegahan tersier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi

progresivitas penyakit dan mempertahankan kualitas hidup penderita. Untuk

penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga medis ahli

di rumah sakit. Salah satu perawatan yang diberikan adalah perawatan paliatif,

yaitu meringaknan gejala yang diderita pasien. Bila ada rasa sakit maka dapat

diberikan obat penghilang rasa sakit. Terkadang diberrian obat-obatan atau

transfusi darah untuk memperbaiki jumlah sel darah yang rendah dan mengobati

kelelahan. Mual dan penurunan nafsu makan dapat dibantu dengan obat dan

suplemen makanan tinggi kalori. Antibiotik mungkin diperluka untuk mengobati

infeksi. Perbaikan gaya hidup sehat juga dianjurkan untuk memperbaiki kualitas

hidup penderita. Selain itu dukungan moral dari orang-orang terdekat, perbaikan

di bidang psikologi, sosial, dan spiritual juga penting bagi penderita.4,5,11

2.10. PROGNOSIS

Setelah diagnosis dibuat, pertimbangan pertama untuk menentukan

tatalaksana adalah dengan penilaian resiko dan faktor prognostik untuk durasi

remisi. Faktor prognostik berpengaruh terhadap respon terapi, dimana membantu

untuk menentukan pemberian terapi standar atau lebih intensif. Faktor prognostik

terlihat lebih penting pada ALL dibanding AML.1,12

DAFTAR PUSTAKA

22
1. Greer JP, Foerster J, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, Arber DA, Means
Jr RT. Wintrobe’s Clinical Hematology, 12th ed. Philadephia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008. p. 1791-1955.
2. McCance, Kathryn L, Huether, SE. Pathophysiology: The Basic for Disease in
Adults and Children, 6th ed. United States of America: Elsevier Mosby; 2010.
p. 1019-29.
3. Fauci AS, Eugene B, Dennis LK, Stephen LH, Dan LL, James LJ, Joseph L.
Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. United States:
McGraw-Hill Professional; 2008. p. 677-700.
4. American Cancer Society. Leukemia: Acute Lymphocytic Overview. 2013.
Available at: http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003054-
pdf.pdf. Accesed Agust 07, 2019.
5. American Cancer Society. Leukemia: Acute Myeloid (Myelogenous). 2013.
Available at: http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003110-
pdf.pdf. Accesed Agust 07, 2019.
6. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology, 12th ed.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc.; 2009. p. 689-716
7. Guyton, Arthur C, Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology,
12th ed. United States: Saunders; 2010. p. 429-38.
8. O’Donnell, MR. Acute Leukemias. 2013. Available at:
http://www.cancernetwork.com/articles/acute-leukemias. Accesed August 9, 2014.
9. Estey E.H. Acute Myeloid Leukemia: 2012 update and diagnosis, risk
stratification, and and management. Am J Hematol. 2012; 87: 89-99.
10. Pui CH, Relling MV, Pharm D, Downing JR. Mechanism of Disease: Acute
Lymphoblastic Leukemia. N Engl J Med. 2004; 350: 1535-48.
11. Asra D. Tinjauan Pustaka Leukemia. 2010. Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20969/4/Chapter%20II.pdf . Accesed
may 05, 2019.
12. Robinson SK, Broadfield L. Guidelines for the Management of Acute
Myelogenous Leukemia. Hematology Cancer Site Team, Cancer Care Nova
Scotia; 2005.
13. Kurnianda J, Fadjari H, Rotty, L, Fianza, P. Leukemia . Dalam Buku Ajar

23
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2.Edisi 4.FKUI: Jakarta 2007.Hlm:706-728.
14. ncbi

24

Anda mungkin juga menyukai