Anda di halaman 1dari 5

Lennart Ezra

1806219236 – Reguler
Hukum Antar Tata Hukum C

Analisis Keberlakuan Hukum Berdasarkan Dokumen Kelahiran

Latar Belakang Ordonansi Penggolongan di Indonesia

Indonesia memiliki penggolongan kependudukan semenjak masa pemerintahan kolonial


Belanda. Masa tersebut pada akhirnya melahirkan ordonansi-ordonansi untuk
menggolongkan masyarakat di Indonesia ke dalam beberapa segmentasi golongan penduduk.
Fungsi dan tujuan dari adanya penggolongan penduduk ini nantinya akan digunakan untuk
memenuhi kepentingan pencatatan sipil bagi setiap penduduk. Selain itu, penggolongan ini
juga secara signifikan menentukan hukum mana yang berlaku bagi tiap-tiap penduduk di
Indonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

Penggolongan tersebut dituangkan dalam ketentuan pasal 131 dan 163 Indische
Staatsregeling (IS) yang membagi golongan penduduk Indonesia menjadi tiga, yaitu
Golongan Eropa, Golongan Timur Asing, dan Golongan Bumiputera atau yang lebih kita
kenal dengan Pribumi. Selain itu, mengenai penggolongan penduduk ini juga tertera dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia (yang pada masa itu dikenal dengan nama Staatsblad)
dan dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

1. Golongan Eropa, diatur dalam Staatsblad Tahun 1849 No. 25


2. Golongan Tionghoa, diatur dalam Staatsblad Tahun 1917 No. 130 jo. Staatsblad
Tahun 1919 No. 81
3. Golongan Pribumi atau orang Indonesia asli, diatur dalam Staatsblad Tahun 1920 No.
751 jo. Staatsblad Tahun 1927 No. 564
4. Golongan Indonesia-Kristen, diatur dalam Staatsblad Tahun 1933 No. 75 jo.
Staatsblad Tahun 1936 No. 607

Analisis

Berdasarkan kutipan akta kelahiran No. 3702/1999 yang dikeluarkan oleh Satuan
Pelaksana Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Pusat, saya terlahir sebagai Warga Negara
Indonesia pada tanggal 6 Juli 1999. Dasar hukum yang menaungi golongan kependudukan
saya adalah Staatsblad Tahun 1920 No. 751 jo. Staatsblad Tahun 1927 No. 564. Dari
ketentuan tersebut, maka saya termasuk ke dalam golongan Indonesia asli (Pribumi) Non-
Kristen. Kemudian, berdasarkan pada ketentuan pasal 131 ayat (2) huruf c IS, maka hukum
Lennart Ezra
1806219236 – Reguler
Hukum Antar Tata Hukum C
yang berlaku bagi saya adalah hukum berdasarkan agama dan adat-kebiasaan yang saya dan
keluarga saya anut.

Ketentuan Staatsblad Tahun 1920 No. 751 jo. Staatsblad Tahun 1927 No. 564 menjadi
bentuk pengejawantahan dari adanya penggolongan ras dan agama di Indonesia, khususnya
pada pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa pencatatan kelahiran dan kematian bagi golongan
pribumi yang tidak menganut agama kristen meliputi:

a. Orang yang berhak memakai predikat bangsawan yang diakui


b. Pegawai negeri sipil dengan gaji paling sedikit 100 gulden per bulan
c. Perwira-perwira tentara
d. Semua orang yang berdasarkan ketentuan Staatsblad Tahun 1917 No. 12
menundukkan diri terhadap hukum perdata eropa
e. Keturunan orang-orang dalam huruf a, b, c, dan d berdasarkan garis laki-laki.

Dalam perkembangan penggolongan penduduk Indonesia, baik pasal 131 maupun pasal
163 IS telah dicabut keberlakuannya melalui Instruksi Presidium Kabinet Ampera No.
31/U/IN/12/1966 tertanggal 27 Desember 1966 serta mulai berlaku efektif pada tanggal 1
Januari 1967 sehingga ketentuan penggolongan penduduk di Indonesia didasarkakn pada
kewarganegaraannya apakah ia merupakan WNI atau WNA. Pencabutan ketentuan ini
dilakukan untuk memenuhi tujuan demi tercapainya pembinaan kesatuan bangsa Indonesia
yang bulat dan homogen. Kebijakan pencabutan ketentuan pasal 131 dan 163 IS ini juga
merupakan bentuk perwujudan dari pasal 26 ayat (1) dan pasal 27 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Walaupun peristiwa pencabutan ketentuan IS tersebut telah terjadi selama sekitar lima
puluh tahun sebelum saya dilahirkan, namun ketentuan Staatsblad Tahun 1920 No. 751 jo.
Staatsblad Tahun 1927 No. 564 masih berlaku dalam pencatatan kelahiran saya. Hal ini
disebabkan oleh ketiadaan peraturan pengganti dari Staatsblad tersebut sehingga tetap berlaku
ketentuan yang lama sebagaimana dituangkan dalam Pasal 1 Aturan Peralihan UUD 1945.

Namun, setelah menelaah ketentuan Staatsblad Tahun 1920 No. 751 jo. Staatsblad
Tahun 1927 No. 564, terdapat permasalahn Hukum Antar Tata Hukum, atau lebih spesifiknya
Hukum Antar Golongan. Hal ini muncul karena perkawinan orang tua saya merupakan
perkawinan antar agama di mana Ayah saya merupakan seorang Kristen dan Ibu saya
merupakan seorang Islam pada awalnya. Hingga kini, saya beserta keluarga memeluk agama
Lennart Ezra
1806219236 – Reguler
Hukum Antar Tata Hukum C
Kristen. Keadaan tersebut menimbulkan adanya kontradiksi antara agama yang saya anut
dengan ketentuan Staatsblad 1920 No. 751 jo. Staatsblad Tahun 1927 No. 564 yang tertera
dalam kutipan akta kelahiran saya. Dalam menyelesaikan masalah Hukum Antar Golongan
seperti ini, harus dilakukan analisis berdasarkan titik pertalian yang berlaku.

Terdapat beberapa hal yang menimbulkan hubungan hukum antar golongan, yaitu
antara Staatsblad dalam kutipan akta kelahiran saya dengan agama yang saya anut sampai
sekarang. Oleh sebab adanya perkawinan antar agama, maka terdapat kemungkinan
kekeliruan dalam pencatatan sipil sewaktu saya dilahirkan. Apabila ditinjau lebih jauh lagi,
keadaan orang tua saya sudah menganut agama Kristen papda saat saya dilahirkan sehingga
hal tersebut dapat menjadi sebuah penundukan diri terhadap hukum barat baik sebagian
maupun secara penuh berdasarkan pada Staatsblad Tahun 1917 No. 12. Namun, karena faktor
millieu, hukum adat tidak lagi berlaku bagi saya beserta keluarga saya sehingga hukum yang
berlaku bagi saya ialah hukum barat.

Terhadap hukum waris, penentuannya dapat dilihat dari golongan si pewaris, maka
keberlakuan hukum waris yang dapat diterapkan kepada saya ialah hukum waris barat atau
sesuai dengan yang diatur dalam KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek). Perlu diperhatikan
bahwa saya adalah anak sah dari kedua orang tua saya, anak kedua dari dua bersaudara, serta
saya belum memiliki keturunan. Apabila di kemudian hari terjadi suatu hal yang tidak
diinginkan sehingga menyebabkan saya meninggal, maka warisan saya akan dibagikan sesuai
dengan ketentuan pasal 854 KUH Perdata dengan rincian sebagai berikut:

 Dengan meninggalkan kedua orang tua beserta satu saudara kandung, maka
masing-masing dari Ayah dan Ibu saya mendapatkan sepertiga bagian dari
warisan saya
 Dengan sepertiga bagian untuk masing-masing Ayah dan Ibu saya, maka
saudara kandung saya juga mendapatkan sepertiga yang merupakan sisa
warisan saya setelah dibagikan kepada orang tua saya.

Kemudian, dalam hal perkawinan, tetap berlaku ketentuan hukum barat bagi saya,
namun karena ketentuan perkawinan dalam KUH Perdata sudah dinyatakan tidak berlaku dan
digantikan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka
Undang-Undang inilah yang menaungi urusan perkawinan saya untuk ke depannya. Dalam
Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974, diatur bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan
Lennart Ezra
1806219236 – Reguler
Hukum Antar Tata Hukum C
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Dengan demikian, maka proses
perkawinan saya kelak akan dilakukan secara Kristiani.

Dari analisis mengenai kutipan akta kelahiran beserta keberlakuan hukum untuk saya
yang telah dijabarkan di atas, maka dapat kita temui beberapa hubungan serta permasalahan
Hukum Antar Tata Hukum atau lebih spesifiknya Hukum Antar Golongan. Pertama, terdapat
penggolongan ras dan agama melalui ketentuan Staatsblad Tahun 1920 No. 751 jo. Staatsblad
Tahun 1927 No. 564 sebagaimana tertera dalam kutipan akta kelahiran saya. Tidak hanya itu,
permasalahan Hukum Antar Golongan juga terjadi di dalamnya mengingat adanya perbedaan
antara agama yang saya anut dengan ketentuan Staatsblad Tahun 1920 No. 751 jo. Staatsblad
Tahun 1927 No. 564. Selain itu, saya beserta keluarga saya juga sudah tidak hidup dalam
lingkungan budaya hukum yang memberlakukan ketentuan hukum adat sehingga tidak lagi
terikat dalam ketentuan hukum adat.

Kedua, ketentuan waris yang berlaku bagi saya, apabila dilihat dari ketentuan
Staatsblad dalam kutipan akta kelahiran saya, maka berlaku hukum waris sesuai dengan
agama dan adat yang berlaku bagi saya, namun karena saya telah menundukkan diri terhadap
hukum barat, maka yang berlaku adalah hukum barat sebagaimana tertera dalam KUH
Perdata.

Ketiga, hukum perkawinan yang berlaku bagi saya ialah ketentuan perkawinan yang
diatur sesuai dengan agama yang saya anut, yaitu Kristen. Hal tersebut juga telah diatur
dalam hukum positif di Indonesia pada UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan untuk
melangsungkan perkawinan berdasarkan agama dan kepercayaannya masing-masing.

Dengan demikian, peristiwa-peristiwa yang melibatkan Hukum Antar Tata Hukum


atau Hukum Antar Golongan tersebut memiliki kaitan dan ketergantungan yang begitu
eratnya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada peristiwa tersebut terjadi,
kecuali jika pihak tersebut memilih untuk menundukkan diri terhadap hukum yang lainnya,
maka ketergantungan tersebut dapatlah diubah.
Lennart Ezra
1806219236 – Reguler
Hukum Antar Tata Hukum C
DAFTAR PUSTAKA

Hindia Belanda. Indische Staatsregeling (Konstitusi Indonesia).

Hindia Belanda. Peraturan Catatan Sipil Bagi Orang Indonesia. Staatsblad 1920 No. 751 jo.
1927 No. 564.

Indonesia. Undang-Undang Perkawinan. UU No. 1 Tahun 1974. LN No.1 Tahun 1974. TLN
No. 3019

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R. Subekti


dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita. 2004.

Presiden Republik Indonesia. Instruksi Presidium Kabinet No. 31/U/In/12/1966.

Anda mungkin juga menyukai