Anda di halaman 1dari 2

Chapter 1 : Masa kecil yang kelam

Sedikit perkenalan, namaku Kina Shaenatte. Aku mahasiswi semester 2 dan sedang
menempuh pendidikan di sebuah Universitas dikota ku. Dan aku bermukim di salah satu kota
kecil diujung barat pulau Borneo, yaitu Kota Singkawang. Panggil saja aku Kina. Dan untuk
karakterku sendiri, aku mahasiswi berprestasi namun sedikit badung. Iya istilah ini diberikan
oleh Dosen jika sedang masuk ke kelasku. Jelas bukan tanpa sebab, di usiaku yang masih
belia, aku sudah sering membuat keributan hingga Dosen sudah bosan jika berhadapan
denganku. Disini aku akan bercerita awal dari sebuah kepahitan hidup yang aku alami.
Berlatar di tahun 2001 bulan April tanggal 21, aku dilahirkan dengan sangat sehat. Aku
dilahirkan oleh sepasang suami istri yang bermasalah. Ayahku bekerja sebagai penjual ikan
dipasar sedangkan ibuku adalah Pembantu rumah tangga. Aku dilahirkan sebagai anak
pertama. Ya, aku 2 tahun kemudian mempunyai adik perempuan dan 5 tahun kemudian aku
mempunyai adik perempuan sekaligus menjadi adik terakhirku.
Saat aku lahir ayahku sempat ingin memberikan aku ke tangan orang lain karena ia berdalih
belum mempunyai kesiapan menjadi orang tua. Namun, kakek dari ibuku melarang. Ibuku
mendekap erat aku dan menangis.
“Aku yang sudah melahirkan dan kamu seenaknya ingin menjual anakku” teriak ibuku
sembari menangis.
Aku yang saat itu berada dalam dekapan ibuku hanya bisa mendengar, meski saat itu aku juga
belum mengerti. Saat ibu menangis, aku juga menangis. Bahkan bayi sepertiku mengerti apa
yang terjadi pada orang yang sudah melahirkanku. Riuh keributan dirumahku membuat
seluruh tetangga mengeremuni rumahku, mereka membantu ibuku untuk keluar dari rumah
itu.
“Mba yen, tidak ada yang terluka?” ujar ibu yang sering dipanggil Rita
“Iyo nggak opo-opokan mba yen?” ibu-ibu yang lain ikut menyahut
“Iya nggak apa-apa, Cuma saya takut anak saya dirampas oleh suami saya”
“Mba Yeni tidur dirumah saya aja” Ibu bernama Arum ini menawarkan untuk tinggal
dirumahnya
“Saya numpang dulu ya mba Arum, nanti saya mau hubungi ayah yang di karimunting buat
jemput saya.”
Malam itu akhirnya aku dan ibuku diasingkan kerumah tetangga, agar tidak ada masalah yang
tidak diinginkan kata Pak RT. Malam itu juga aku terus menangis, hingga mba Arum
menyuapi aku sebuah pisang. Dan beruntungnya, aku langsung diam. Mungkin disaat itu aku
merasakan sesuatu yang baru dan juga rasa manis. Mereka tertawa saat aku tersenyum setelah
melumat pisang. Hingga keriuhan adanya aku dan ibuku disana, Mba arum menggendongku
dengan penuh kasih sayang, suaminya juga tak kalah. Dia berusaha melucu didepanku.
“Cilukkkk...baaaaa” Mas Aris menggerakkan tangannya senada dengan membuka lalu
menutup mukanya. Seperti permainan Hide and Seek versi mudahnya untuk anak bayi. Lucu
bukan?
Anaknya yang bernama Madan, memegang jari kecilku. Keluarga kecil ini bersuka-cita
dengan adanya aku disini. Hingga mba Arum mencoba meminta agar aku diadopsi olehnya.
Sayang, ibuku menolak mentah-mentah.
Hari menjelang pagi, ayahku menjemputku dirumah mba Arum. Dan berjanji kepada ibuku
bahwa dia akan menerima kehadiranku. Akhirnya ibu membawaku pulang kerumah, dan
disinilah awal kisah yang pahit.

Anda mungkin juga menyukai