PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
secara tepat oleh petugas kesehatan yang didukung peran serta aktif masyarakat
yangdisebarkan lewat udara oleh penderita TB paru BTA (Bakteri Tahan Asam)
ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan
dengan masa pengobatan 6 sampai 8 bulan, bahkan bias lebih dari 1 tahun bila
telah menjadi kebal atau resistenterhadap obat antiTBC yang umum, dan
diperlukan obat lebih khusus danmahal untuk penyembuhannya bahkan ada pula
yang memerlukan tindakanoperasi pada organ yang terkena infeksi seperti paru,
hati, dan lain-lain. Tuberkulosis dapat menyerang siapa saja, dari semua
golongan, segalausia dan jenis kelamin dan semua status sosial-ekonomi. Jadi
setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru masih menjadi
nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada
semua golongan umur dan nomor satu pada penyakit infeksi. Diperkirakan setiap
swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan (Depkes RI,
2002).
Menular Langsung (P2ML), ditjen PPM dan PLP Depkes RI. Tujuan pelaksanaan
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian dengan cara memutuskan rantai
tahun 2005 dapat mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA positif
faktor yang menjadi hambatan, yaitu hambatan medik dan hambatan non medik
bosan dan berhenti makan obat (Aditama, 2002), tidak jarang pula setelah makan
obat selama dua sampai tiga bulan gejala penyakit hilang dan
faktor sosial budaya seperti menganggap bahwa penyakit TB sebagai suatu mistik
(Yunus, 1992). Anggapan seperti ini mempengaruhi penderita untuk tidak mau
menyembuhkan penyakitnya.
Pada tahun 2009 data jumlah terduga penderita TB paru di Sulawesi Utara
tahun 2010 dari jumlah terduga sebanyak 41.337 tetapi terduga yang ditemukan
Survey awal yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas Buko tahun 2012
jumlah penduduk mencapai 5725 orang, dari jumlah tersebut estimasi terduga
jumlah ini mengalami peningkatan dimana pada sampai dengan akhir desember
pengobatan 6 bulan sebanyak 22 orang namun dari jumlah tersebut masih ada
juga penderita yang tidak rutin menjalani pengobatan. Hal ini menjadi hambatan
penderita yang tidak rutin dalam menjalani pengobatan TBC. Untuk itu
Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini perlu
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
program yang bukan berasal dari penyakit maupun obat-obatan yang dapat
petugas.
D. Manfaat Penelitian
a Aplikatif
b Keilmuan
c Penelitian Selanjutnya
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
mycobacterium tuberculosis (Keliat, 2004). Penularan kuman ini melalui udara dan
bisa bertahan hidup di udara mulai beberapa menit sampai jam setelah dikeluarkan
oleh penderita sewaktu batuk, bersin, menyanyi dan berbicara, dan orang yang
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
2.1.3 Epidemiologi
menurut WHO sekitar 9 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta
data jumlah terduga penderita TB paru mencapai angka 34.329 orang, dengan temuan
terbanyak 156,408 orang. Tahun 2007 dari jumlah terduga sebanyak 204,171 tetapi
2.1.4 Etiologi
bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki
konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Tetapi juga dapat menyerang organ tubuh
lainnya seperti : usus, kelenjar getah bening (limfe), tulang, kulit, otak, ginjal dan
lainnya serta dapat menyebar ke seluruh tubuh (Aditama, 1994; Reeves, dkk, 2001).
asam dan pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini dapat
cepat mati dengan sinar matahari langsung selama beberapa menit tetapi dapat
bertahan sampai beberapa jam pada tempat yang lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat dormant (tertidur) selama beberapa tahun ( Depkes RI, 2002).
Gambaran klinik dapat dibagi atas dua golongan yaitu gejala sistemik dan
gejala respiratorik. Gejala sistemik adalah : demam pada sore dan malam hari yang
tambahan: batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, berat badan menurun, keringat
Sumber penularan adalah penderita BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau terkena droplet tersebut dan masuk
kedalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk kedalam tubuh dan terus
menyebar dari paru ke organ tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfe, saluran nafas dan penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak tahan
asam), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Depkes RI, 2002).
a Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.
dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari
banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
b Infeksi Sekunder
HIV atau status gizi. Ciri khas darituberkulosis pasca primer adalah kerusakan
paru yang luas denganterjadinya kavitas (rongga) atau efusi pleura (lewatnya
(Depkes RI,2002:10-11)
2.1.8 Resiko Penularan
cukup tinggi dengan variasi antara 1 – 3%. Bila suatu daerah ARTI sebesar 1%
berarti setiap tahun dari 1000 ada 10 orang yang terinfeksi dan dari 10 orang. dapat
diperkirakan bahwa di daerah tersebut setiap 100 penduduk rata-rata satu orang
kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif,
tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan Passive Promotif Case
Finding. Selain itu semua kontak penderita TB BTA Positif dengan gejala yang sama,
dahak dalam 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu, pagi, sewaktu (SPS) (Depkes RI,
2005).
2.1.10 Diagnosa TB
secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari
tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya satu spesimen yang positif perlu
diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak
lain seperti biakan. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif diberikan antibiotik
spektrum luas selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala
sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS negatif, lakukan pemeriksaan foto
rontgen dada untuk mendukung diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB,
a Definisi
kata lain DOTS adalah pengobatan TB jangka pendek dengan pengawasan ketat oleh
berbagai uji coba lapangan dengan memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Bank
dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang relatif paling
DOTS terdiri dari 5 komponen yang tidak dapat dipisahkan yaitu : (1).
penunjang lainnya seperti rontgen dan kultur dapat dilaksanakan pada unit pelayanan
kesehatan yang memilikinya. (3). pengadaan dan distribusi obat yang cukup dan tidak
terputus. Tersedianya obat antituberculosis (OAT) yang cukup dan tidak terputus bagi
minum OAT, dibutuhkan seorang pengawas minum obat (PMO), khususnya pada dua
bulan pertama dimana penderita minum obat setiap hari. (5). Sistim pencatatan dan
Melalui sistem pencatatan dan pelaporan yang sama diseluruh unit pelayanan
secara konkrit akan dapat di evaluasi secara berkala. Dalam jangka panjang tujuan
Indonesia. Dalam jangka pendek, program ini bertujuan untuk memperluas sarana
kesehatan secara bertahap hingga mencapai minimal 70% dari total penderita TB
yang ada dapat di catat dan menyembuhkan minimal 80% dari total penderita yang
melakukan pelacakan bila penderita tidak datang mengambil obat sesuai dengan yang
pengobatan dan mencegah drop out (lalai) dilakukan pengawasan dan DOTS melalui
pengawasan langsung menelan obat oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Bagi
penderita TB yang rumahnya dekat dengan puskesmas dan unit pelayanan kesehatan
lainnya maka PMOnya adalah petugas puskesmas, sedangkan bagi penderita yang
rumahnya jauh, diperlukan PMO atas bantuan masyarakat, LSM, PPTI (Perkumpulan
Pembantasan TB Indonesia) dan PKK. Obat harus ditelan setiap hari yang disaksikan
oleh PMO, jika tidak mungkin bagi penderita untuk datang setiap hari ke puskesmas
caranya agar terjamin obat di telan setiap hari. Sebelum obat pertama kali diberikan,
penderita dan PMO harus diberi penyuluhan tentang : TB bukan penyakit keturunan
atau kutukan, TB dapat di sembuhkan dengan berobat teratur, bagaimana tata laksana
pengobatan penderita pada tahap awal dan tahap intensif, pentingnya berobat secara
teratur, Karena itu pengobatan perlu di awasi, efek samping obat dan tindakan yang
harus dilakukan bila terjadi efek samping tersebut dan cara penularan dan mencegah
Depkes (2005) adalah : (1) Dikenal, di percaya dan di setujui oleh petugaskesehatan
dan penderita, selain itu juga harus disegani dan dihormati oleh penderita, (2) Dekat
dengan tempat tinggal penderita, (3) Bersedia membantu penderita dengan suka rela,
(4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.
Seorang PMO akan bertugas untuk mengawasi penderita agar menelan obat
secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada penderita agar
mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu-
c Pengobatan TB Paru
Obat yang diberikan kepada penderita TB paru dengan BTA positif adalah
OAT (obat anti tuberculosis) yang telah diprogramkan pada tahun 1993/1994. Untuk
untuk pase awal dan kombipak III untuk pase lanjutan, oleh karena itu sekali seorang
pendek adalah : Isoniazid (H), Rifampisin (R), pirazinamid (Z), streptomisin (S) dan
ethambutol (E). oleh karena itu penggunaan rifampisin dan streptomisin untuk
laboratorium terhadap adanya BTA pada sample sputum penderita dan pemeriksaan
Pemberian OAT juga harus sesuai dengan berat badan penderita, rata-rata berat
kemasan dalam blister kombipak I, kombipak II, kombipak III dan kombipak IV
sangat sesuai ; bagi penderita dengan berat badan lebih dari 50 kg perlu penambahan
dosis. Pemberian pengobatan dengan kombipak sangat efektif dan praktis (Depkes
RI, 2002).
WHO berupa paduan obat jangka pendek yang terdiri dari 3 kategori, setiap kategori
terdiri dari 2 fase pemberian yaitu fase awal dan fase lanjutan/ intermitten yaitu, pada
penderita baru BTA negatif tetapi rontgen positif dengan “sakit berat” dan penderita
ekstra paru berat. Diberikan 114 kali dosis harian berupa 60 kombipak II dan fase
lanjutan 54 kombipak III dalam kemasan dos kecil (Depkes RI, 2005).
BTA (+) yang telah pernah mengkonsumsi OAT sebelumnya selama lebih dari
sebulan, dengan kriteria : penderita kambuh (relaps) BTA (+) dan gagal pengobatan
(failure) BTA (+) dan lain-lain dengan kasus BTA masih (+). Diberikan 156 dosis ,
fase awal sebanyak 90 kombipak II, fase lanjutan 66 kombipak IV, disertai
roentgen (+) dan penderita ekstra paru ringan. Pemberian dengan dosis 114 kali. Pada
pase awal 60 kombipak 1 dan pase lanjutan 54 kombipak III. OAT sisipan (HRZE),
diberikan pada pengobatan kategori I dan II yang pada pase awal masih BTA (+),
untuk ini diberikan obat sisipan selama 1 bulan, dimakan setiap hari (Depkes RI,
2005).
yang belum pernah mendapat pengobatan dengan Obat Anti Tuberculosis (OAT),
atau pernah akan tetapi kurang dari 1 bulan. (2) Kambuh/ relaps : pernah dilaporkan
sembuh, tetapi datang lagi dengan BTA (+). (3). Pindahan/transfer in : telah terdapat
dan mendapat pengobatan ditempat pengobatan lain, kini datang berobat serta
penderita yang datang berobat setelah berhenti makan obat selama 2 bulan atau lebih.
Dan (5). Gagal : penderita BTA (+) yang tetap memberikan hasil BTA (+), walaupun
WHO, yaitu berdasarkan kategori dan klasifikasi penyakit sangat penting. Obat anti
lengkap, meninggal, pindah (transfer out) defaulted (lalai)/ DO dan gagal (Depkes RI,
up) paling sedikit 2 (kali) berturut- turut hasilnya negatif (yaitu pada AP dan atau
sebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow up sebelumnya). Contoh
penderita yang dinyatakan sembuh, bila hasil pengobatan ulang dahak negatif pada
akhir pengobatan (AP), pada sebulan sebelum AP, dan pada akhir intensif. Penderita
dengan hasil pemeriksaan dahak negatif pada AP dan pada akhir intensif (pada
penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum
AP tidak diketahui hasilnya. Selanjutnya, bila hasil pemeriksaan dahak negatif pada
AP dan pada setelah sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan), meskipun
pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum AP tidak diketahui hasilnya. hasil
pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan pada akhir intensif
(pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang dahak pada AP tidak
diketahui hasilnya. Contoh berikutnya, bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif
pada sebulan sebelum AP dan pada stelah sisipan (pada penderita yang mendapat
memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap (Depkes RI, 2002). Kategori
hasil pengobatan yang kedua, pengobatan lengkap adalah penderita yang telah
dahak dua kali berturut-turut negatif. Tindak lanjut : penderita diberitahu apabila
gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap
(Depkes RI, 2002). Kategori selanjutnya penderita yang pada masa pengobatan
diketahui meninggal karena sebab apapun (Depkes RI, 2002). Kategori keempat
penderita yang ingin pindah dibuatkan surat pindah dan bersama sisa obat dikirim ke
unit pelayanan yang baru (Depkes RI, 2002).Kategori hasil pengobatan kelima,
penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai. Tindak lanjut: Lacak penderita tersebut dan berikan penyuluhan
pemeriksaan dahak. Bila positif lakukan pengobatan dengan kategori 2, bila negatif
sisa pengobatan kategori 1 dilanjutkan (Depkes RI, 2002). Terakhir, penderita BTA
positif yang hasil pemeriksaan dahaknya positif atau kembali menjadi positif pada
satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan. Tindak lanjut :
penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai dari awal,
spesialistik atau berikan INH seumur hidup. Penderita BTA negatif yang hasil
pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan kedua menjadi positif. Tindak lanjut :
penanggulangan TB Paru.
media seperti: bahan cetak seperti leaflet, poster atau spanduk, sedangkan bentuk
menjalani pengobatan secara teratur sampai sembuh. Bagi anggota keluarga yang
langsung menelan obat dan bagaimana penularan penyakit TBC (Depkes RI, 2002).
Selanjutnya pada kunjungan berikutnya, hal-hal yang perlu dijelaskan mengenai cara
menelan OAT, jumlah obat dan frekuensi menelan OAT, penting juga dijelaskan
mengenai efek samping OAT juga perlu dijelaskan jadwal pemeriksaan ulang dahak
dan arti hasil pemeriksaan tersebut, dan tak kalah pentingnya penjelasan mengenai
apa yang dapat terjadi bila pengobatan tidak teratur atau tidak lengkap.
antara lain ketidaktahuan penyebab TBC dan cara penyembuhannya, rasa takut yang
adanya stigma sosial yang mengakibatkan penderita merasa takut tidak diterima
keluarga dan temannya serta hambatan yang berupa menolak untuk mengajukan
pertanyaan karena tidak mau ketahuan bahwa ia tidak tahu tentang TBC (Depkes,
2002).
Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan
untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah persepsi
masyarakat tentang TB Paru sebagai suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan
dan memalukan, menjadi suatu penyakit yang berbahaya tapi dapatdisembuhkan. Bila
PMO, sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain
dilakukan oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector termasuk
masalah nonmedik.
Ada dua hal yang menyangkut masalah medik yaitu pertama berasal dari
berkembang secara kronik. Dalam perjalanannya ada masa tenang, ada masa
(Yunus,dkk, 1992).
antituberkulosis yang lama, apalagi yang tidak teratur akan menimbulkan resistensi
kuman terhadap obat. Resistensi kuman terhadap obat akan diketahui setelah dua
bulan berlalu.
Kedua, masalah yang berasal dari obat antituberkulosis (OAT). Pada umumnya
sekarang tidak ada lagi hambatan dari segi obat, khususnya setelah ditemukan obat-
obat bakterisid. Semua paduan obat akan berhasil baik, asal dikerjakan sesuai aturan
mainnya. Beberapa hal dari segi obat yang harus diperhatikan, yaitu : pemakaian obat
a Pendidikan
peyakit dan hygiene (Yunus,dkk, 1992). Dengan pendidikan yang kurang penderita
tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan itu umumnya
taraf hidup yang baik yang sangat dibutuhkan untuk penjagaan kesehatan
b Sikap
Hal lain yang merupakan masalah adalah sikap klien yang tidak acuh terhadap
lagi perasaan tidak acuh ini terhadap penyakit kronis, seperti tuberculosis. Mungkin
juga frustasi karena berbulan-bulan tidak juga sembuh, meningkatkan perasaaan tidak
c Social budaya
Sosial budaya ataupun kehidupan status ekonomi dan sosial budaya diantaranya
perumahan yang kurang memadai ruangan, ventilasi yang kurang mendapat cahaya
baik dan menganggap penyakit tuberculosis sebagai sesuatu yang mistik, dan bahkan
d Kemiskinan
status miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh, makanan yang
tidak mencukupi dan kurang gizi, tidak sanggup membeli obat yang seharusnya
e Petugas Kesehatan
tiap tugas, datang terutama untuk penyakit kronik seperti tuberculosis yang
Pasien yang tidak mengerti apa yang dihadapinya dengan sendirinya akan lalai
berobat sampai putus berobat,apalagi kalau penderita sudah merasakan sembuh dari
KERANGKA KONSEP
Hambatan Pelaksanaan
ProgramPemberantasan
TB Paru yangmeliputi :
Hambatan medic yaitu
Program Pemberantasan
pengethuan penyakit
TB Paru
dan Penggunaan obat
obatan
Hambatann non medic
yaitu Sikap, Social
budaya, Kemiskinan, ,
petugas
terutama TBC
Penggunaan obat adalah Kuisioner 0=tinggi Jika Ordinal
penyakit yang di
deritanya
dari Tuhan
gizi, sehingga
tahan tubuh
mengalami peningkatan dan dari survey awal ditemukan ada klien peserta program
pengobatan TB paru yang tidak tuntas melakukan pengobatan. Disamping itu lokasi
penelitian adalah tempat tinggal peneliti sehingga hasil penelitian ini dapat
METODOLOGI PENELITIAN
Mongondow Utara.
4.1.2 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah penderita TB paru yang telah didata dalam
4.1.3 Sampel
Dari data puskesmas Buko diperoleh jumlah penderita TB paru yang berobat ke
a Kuisioner Penelitian
pengumpulan data berupa kuesioner tertulis berupa pernyataan yang dibuat sendiri
oleh peneliti dengan berpedoman kepada kerangka konsep dan tinjauan pustaka dan
studi dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari puskesmas
Buko.
Instrumen penelitian berupa data demografi yang berisi : usia responden, jenis
kesehatan. Sedangkan data kedua berisikan pernyataan yang dapat digunakan untuk
nilai dari 2 aspek yaitu masalah medik (nomor 1 - 10) dan masalah non-medik
(nomor 11 – 22). Dalam penelitian ini peneliti menilai jawaban responden pada
memberikan tanda checklist (√) pada salah satu jawaban yang dianggap paling sesuai.
Untuk pernyataan positif skor untuk : tidak setuju (TS) = 1, setuju (S) = 2,
sangat setuju (SS) = 3. sedangkan untuk pernyataan negatif skor untuk, tidak setuju
(TS) = 3, setuju (S) = 2 dan sangat setuju (SS) = 1. dari sejumlah pernyataan yang ada
skor minimum yang mungkin di peroleh adalah 22 dan skor maksimum adalah 66.
b Reliabilitas Instrumen
reabilitas instrument yang bertujuan untuk mngetahui sejauhmana suatu alat pengukur
dapat dipercaya dan diandalkan untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Alat
ukur yang baik adalah alat ukur yang sama bila digunakan beberapakali pada
kelompok sample (Arikunto, 2002). Dalam penelitian ini menggunakan uji reabilitas
internal yang diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali hasil pengetesan
(Arikunto, 2002).
4.1.5 Pengumpulan Data
Muhammadiyah Gorontalo dan surat izin dari kepala Puskesmas Buko kecamatan
Pinogaluman.
Pada saat pengumpulan data peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan
saat pengisian kuesioner tersebut. Penelitian dilakukan pada pasien yang datang ke
puskesmas Buko pada saat mengambil obat yaitu setiap 10 hari. Karena lokasi
wilayah puskesmas yang begitu luas, tidak semua pasien datang mengambil obat ke
dengan penelitian yang di peroleh dari bagian Rekam Medik dan petugas TB paru
puskesmas Buko.
Setelah semua data terkumpul maka analisa data dilakukan dengan memeriksa
kembali semua kuesioner satu persatu yaitu identitas dan data responden serta
memastikan semua jawaban sudah diisi sesuai dengan petunjuk kemudian memberi
tanda kode terhadap setiap pertanyaan yang telah diajukan guna mempermudah
Kuesioner yang belum lengkap akan dikembalikan kepada responden untuk diisi
kembali pada saat itu juga. Coding, yaitu proses mengubah data berbentuk huruf
data serta memudahkan pada saat analisis data. Scoring, yaitu proses memberi nilai
responden diberi scor dan hasil scoring ini akan dijumlahkan, sehingga setiap
pengkodean yang dilakukan. Apabila terjadi kesalahan maka data tersebut akan
segera diperbaiki sehingga sesuai dengan hasil pengumpulan data yang dilakukan.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan gambaran hasil penelitian tentang hambatan
2012.
berusia 30-39 tahun (55%) dengan usia rata-rata 35 tahun (SD = 10,33) dan berjenis
kelamin laki-laki (60%). Responden pada umumnya berpendidikan SMP (40%) dan
SMU (40%), pekerjaan mayoritas sebagai petani (45%), suku Batak (80%).
Umumnya bertempat tinggal dengan jarak 1-2 km dari tempat pelayanan kesehatan
(45%) >4 km (10%). Responden pada umumnya baru pertama kali mengikuti
Pendidikan
SD 4 20
SMP 8 40
SMU 8 40
Pekerjaan
PNS 1 5
Wiraswasta 2 10
Petani 9 45
Karyawan 2 10
Tidak ada 6 30
Suku
Bolaang 16 80
mongondow
Gorontalo 2 10
Sangihe 2 10
Status Penderita
Pertama Kali 10 50
Lanjutan 5 25
Pernah gagal 5 25
5.2. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru berdasarkan
pengetahuan TB Paru
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa 85% responden setuju datang ke puskesmas
setelah merasakan adanya sesak bernafas, 30% responden setuju sudah pernah
mengikuti program pengobatan tetapi tidak tuntas sesuai program, 95% setuju datang
ke puskesmas setelah terlebih dahulu mencoba pengobatan lain tetapi tidak sembuh.
S KS TS
Pernyataan
n (%) n (%) n (%)
Datang ke puskesmas setelah merasakan adanya 17 ( 85 ) 1(5) 2 ( 10 )
sesak bernafas
OAT
adalah 15% responden tidak minum obat secara teratur sesuai petunjuk petugas
kesehatan, 55% responden tidak menjaga dan memperhatikan waktu minum obat
tepat waktu, dan 45% tidak rutin minum obat selama 6 bulan karena yakin akan
sembuh, 40% responden berhenti minum obat karena merasa sudah sembuh walaupun
belum 6 bulan, 25% responden tidak datang ke puskesmas untuk kontrol dan
mengambil obat, 70% responden enggan makan obat karena rasa mual dan muntah
S KS TS
Pernyataan
n (%) n (%) n (%)
Minum obat secara teratur sesuai petunjuk 13 ( 65 ) 4 ( 20 ) 3 ( 15 )
petugas kesehatan
Selalu minum obat setelah selesai makan walau 18 (90) 1 (5) 1(5)
waktu makan telah lewat.
Rutin minum obat selama 6 bulan karena yakin 9 (45) 2 (10) 9 (45)
akan sembuh.
Rasa mual dan muntah setelah makan obat 14 (70) 0(0) 6 (30)
membuat enggan makan
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa 55% responden tidak memiliki ventilasi rumah
yang cukup, pintu dan jendela selalu dibuka setiap hari, 70% responden datang ke
puskesmas hanya jika sempat, 70% responden enggan datang ke puskesmas karena
merasa obat yang diberikan tidak ada pengaruhnya pada penyakitnya, 70% responden
S KS TS
Pernyataan
n (%) n (%) n (%)
Ventilasi rumah, pintu dan jendela selalu dibuka 13 ( 65 ) 4 ( 20 ) 3 ( 15 )
setiap hari
Selalu minum obat setelah selesai makan walau 18 (90) 1 (5) 1(5)
waktu makan telah lewat.
Rutin minum obat selama 6 bulan karena yakin 9 (45) 2 (10) 9 (45)
akan sembuh.
Rasa mual dan muntah setelah makan obat 14 (70) 0(0) 6 (30)
membuat enggan makan
Kemiskinan
Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Crofton, Sir J, dkk. (2002). Tuberkulosis Klinis, Edisi-2., Jakarta: Widya Medika
Depkes RI. (2009). Talk Show Menteri Kesehatan RI Pada Peringatan Hari TB
sedunia. Diambil tanggal 27 september 2012 dari
http://www.ppl.depkes.go.id/images data/TBC.pdf
Penelitian ini salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas skripsi di Jurusan
Informasi yang saya dapatkan ini hanya akan digunakan untuk pengembangan ilmu
keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud lain. Partisipasi Bapak/Ibu
dalam penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi responden penelitian atau menolak
tanpa ada sanksi apapun. Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden silahkan
Tanggal :
No. responden :
Tanda tangan :
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk ikut
Utara”
Saya mengerti bahwa tidak ada resiko yang akan terjadi pada saya. Apabila ada
pertanyaan yang menimbulkan respon emosional yang tidak nyaman atau berakibat
negatif terhadap saya, saya berhak menghentikan atau mengundurkan diri dari
dan hanya dipergunakan untuk pengolahan data pada penelitian ini saja.
Demikian secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya
Tanda Tangan
( )
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR KUESIONER
Kode :
Tgl :
Petunjuk pengisian
Isilah pertanyaan pada data demografi dan berilah tanda checlist (√) pada pernyataan
yang menurut anda benar dan bila ada pernyataan yang kurang dimengerti, anda dapat
A. Data Demografi
No. responden ( )
1. Usia : ……………….Tahun
2. Jenis Kelamin
1 Laki-laki
2 Perempuan
3. Suku
1 Gorontalo 3 Jawa
4. Pekerjaan
5. Pendidikan
1 SD 3 SMA
2 SMP 4 D III/Sarjana
6. Mengikuti program pengobatan
1 Pertama kali
2 Lanjutan.
3 Pernah gagal
4 Tuntas
1 Kurang dari 1 Km
2 1 Km – 2 Km
3 2 Km – 3 Km
4 Lebih dari 5 Km
B. Data tentang hambatan pelaksanaan program
Petunjuk Pengisian : Berilah tanda checlist (√) pada pernyataan yang menurut anda