Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN TCR (TARUMA CAPITIS RINGAN)

I. Konsep Dasar Medis


A. Defenisi
Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak,
yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosional, social maupun
vokasional [ CITATION Jen12 \l 1033 ].
Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera
kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari
luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Trauma Capitis berat merupakan cidera kepala yang mengakibatkan
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24
jam (Haddad, 2012 dalam [ CITATION Har12 \l 1033 ]).

B. Anatomi Fisiologi
Rata-rata otak manusia dewasa terdiri dari 2% berat badan tubuh,
dengan kisaran 1,2-1,4 kg. Otak merupakan organ yang sangat vital, dan
sangat penting untuk kehidupan dan fungsi tubuh kita. Oleh karena itu, otak
mengkonsumsi jumlah besar dari volume darah yang beredar. Seperenam
dari semua keluaran jantung melewati otak dalam satu waktu, dan sekitar
seperlima dari seluruh oksigen tubuh digunakan oleh otak ketika sedang
beristirahat.
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang
dibentuk oleh mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria
dan dura mater disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis
dan pia mater kranialis terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri.
Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi daerah
lebih kecil yang disebut lobus [ CITATION Moo07 \l 1033 ].
Gambar 2.1 Bagian-Bagian Otak Sumber: Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), 2004. Dalam Yuvinitasari, 2016)

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Serebrum (Otak Besar)


Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.
Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan
hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan.
Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang
menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut
sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus
parietal, lobus oksipital dan lobus temporal
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum.
Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian
belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung
posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima
impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala
bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik.
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan
dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral
dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol
gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara;
dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus
oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas
sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal.
Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan
manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap
oleh retina mata
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum
terletak di bagian bawah belakang kepala, berada dibelakang batang otak
dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas.
Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan.Serebelum
juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap
atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan
tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai
mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
(Ellis, 2006 dalam Yuvinitasari, 2016).
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk
mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola
makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang
sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua
sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun.
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum.
Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata,pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain
dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf
Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang
otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata
terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan
dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan
dari pons dan medulla.
[ CITATION Moo07 \l 1033 ].

C. Klasifikasi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale
( GCS ) nya, yaitu :
1. Ringan
a. GCS = 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS = 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS = 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
[ CITATION Nua15 \l 1033 ].
Menurut, [ CITATION Bru01 \l 1033 ] cedera kepala ada 2 macam yaitu:
1. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini
ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga
dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan
otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda
tajam/tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen
memiliki abses langsung ke otak.
2. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang
bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan
tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak.
Menurut [ CITATION Nua15 \l 1033 ] ada beberapa kondisi cedera kepala yang
dapat terjadi yaitu :
1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi haya kehilangan fungsi otak
(pingsan < 10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala.
2. Kontusio serebri
Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan > 10 menit)
atau terdapat lesi neurologic yang jelas. Kontusio serebri sering terjadi
dan sebagian besar terjadi dilobus frontal dan lobus temporal, walaupun
dapat juga terjadi pada sebagian dari otak. Kontusio serebri dalam waktu
beberapa jam atau hari , dapat berubah menjadi perdarahan intraserebral
yag membutuhkan tindakan operasi.
3. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur terbuka
pada cranium.
4. Epidural Hematom (EDH)
Hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya
adalah robeknya arteri meningea media. Ditandai dengan penurunana
kesadaran dengan ketidaksamman neutrologis sisi kri dan kanan
(Hemiparese/plegi, pupil anishokor, reflex patologis satu sisi). Gambaran
CT Scan area hiperdens dengan bentuk biokonvek atau lentikuler diantara
2 sutura. Jika perdarahan > 20 cc atau < 1 cm midline shift > 5 mm
dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan.
5. Subdural Hematom (SDH)
Hematom dibawah lapisan durameter denga sumber perdarahan dapat
berasal dari Bridging Vein , a/v cortical, sinus venous. Subdural hematom
adalah terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat
terjadi akut atau kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam-2
hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala-gejalanya adalah nyeri kepala,
bingung, mengatuk, berfikir lambat, kejang dan udem pupil, dan secara
klinis ditandai dengan penuruna kesadaran, disertai adanya laserasi yang
paling sering berupa hemiparese/plegi. Pada pemeriksaan CT Scan
didapatkan gambar hiperdens yang berupa bulan sabit (Cresent). Indikasi
operasi jika perdaraha tebalnya >1 cm dan terjadi pergeseran garis tengah
> 5 mm.
6. Subarachnoid Hematom (SAH)
Merupakan perdarahan fokal di dareah subarachnoid gejala klinisnya
menyerupai kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi
hiperdens yang mengikuti area gyrus-gyrus serebri didaerah yang
berdekatan dengan hematom. Haya diberikan terapi konservatif, tidak
memerlukan terapi operatif.
7. Intracerebral Hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadai pada jaringan
otak biasaya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan ota.
Pada pemeriksaan CT Scan didapatka lesi perdarahan diantara neuron
otak yang relative normal. Indikasi dilakukan operasi adanya daerah
hiperdens, diameter > 3cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah.
8. Fraktur basii crania
Fraktur dari dasar tengkorak, biasanya melibatkan tulang temporal,
oksipital, sphenoid, ethmoid. Terbagi menjadi basis cranii anterior dan
posterior. Pada fraktur anterior melibatakan tulang ethmoid dan sphenoid,
sedangkan pada fraktur posterior melibatka tulang temporal, oksipital,
dan beberapa bagian tulang sphenoid, tanda terdapat fraktur basis crania
antara lain :
a. Ekimosisi periorbital (Rocoon’s eyes)
b. Ekimosis mastoid (Battle’Sign)
c. Keluar darah beserta cairan cerebrospinal dari hidung atau telinga
(Rinore atau Otore)
d. Kelumpuhan nervus cranial.
[ CITATION Nua15 \l 1033 ]

D. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena
lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat
gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila
posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi
permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi
stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu
benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi
alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari
proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan
lebih merupakan fenomena metabolik sebagai a`kibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada
area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma
ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun,
hipotensi (Soetomo, 2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa
terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).

E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005).
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku.
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma
ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Cat :
untuk me ngetahui adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan pada 24-72
jam setelah injury.
2. MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3. Cerebral angiografi : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang.
6. BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan TIK
10. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan TIK
11. Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

G. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala juga dapat dilakukan
dengan cara :
a. Obliteri sisterna : Pada semua pasien dengan cedera kepala / leher,
lakukan foto tulang belakang servikal kolar servikal baru dilepas
setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal c1-c7 normal.
b. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat, lakukan
prosedur berikut : pasang infuse dengan larutan normal salin (nacl
0,9 %)/ larutan ringer rl dan larutan ini tidak menambah edema
cerebri.
c. Lakukan CT Scan, pasien dengan cedera kepala ringan, sedang dan
berat harus dievaluasi adanya:Hematoma epidural, Darah dalam
subraknoid dan infra ventrikel, Kontusio dan perdarahan jaringan
otak, Edema serebri,
d. Elevasi kepala 30o
e. Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandotorik
intermitten dengan kecepatan 16-20 kali /menit dengan volume tidal
10-12 ml/kg
f. Berikan manitol 20 % 19/kg intravena dalam 20-30 menit
g. Pasang kateter foley
h. Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi

H. Komplikasi
[ CITATION Ros07 \l 1033 ] mengatakan kemunduran pada kondisi klien
diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif
dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala adalah:
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress
pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi
dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan
darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran
darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun
bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah
semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus
dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih
banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah
paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan
difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan
peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15
mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan
darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral.
yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal
pernafasan dan gagal jantung serta kematian.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.
Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang,
perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas
paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk
mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang
paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena.
Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah
hidung atau telinga.
5. Infeksi
II.Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas : identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi
menjadi 2 yaitu identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi
yaitu identitas yang   melekat pada pribadi pasien ( termasuk ciri-
cirinya) misalnya Nama,Tanggal Lahir/Umur,Jenis Kelamin,Alamat,
Status Perkawinan dan lain-lain termasuk.Sedangkan identitas sosial
meliputi identitas yang menjelaskan tentang sosial,ekonomi dan
budaya pasien misalnya, agama, pendidikan,pekerjaan,identitas orang
tua,identitas penanggung jawab pembayaran dan lain-lain.
2. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Airway (Jalan napas) dengan control cervical
- Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas
Sumbatan jalan napas total :
 Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis
 Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas,
mendengkur
Sumbatan jalan napas parsial :
 Tampak kesulitan bernapas
 Retraksi supra sterna
 Masih terdengar suara sursling, snoring, atau stridor
- Distress pernapasan
- Kemungkinan fraktur cervical
b. Breathing ( Pernapasan)
- Kaji frekuensi napas
- Suara napas
- Adanya udara keluar dari jalan napas
Cara pengkajian : look (lihat pergerakan dada, kedalaman,
simetris atau tidak), listen (suara napas dengan atau tanpa
stetoskop), feel (rasakan hembusan napas, atau dengan perkusi
dan palpasi)
c. Circulation (Sirkulasi)
- ada tidaknya denyut nadi karotis
- Ada tidaknya tanda-tanda syok
- Ada tidaknya perdarahan eksternal
d. Disability (Tingkat Kesadaran)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran
dibedakan menjadi :
 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya.
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal.
 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri.
 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign. GCS
(Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Glasglow Coma Scale

e. Exposure ( control pada kasus trauma, dengan membuka pakaian


pasien tetapi cegah hipotermi)
[ CITATION HIP14 \l 1033 ].
3. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalanI pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-
obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien
yang meliputi :
 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa
yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
terbangun saat tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik,
diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah
nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat?
Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang
timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah
pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala
nyeri.
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Menurut (Wahyu Widagdo, 2008) disesuaikan dengan [ CITATION Her17 \l
1033 ] Dalam NANDA Internasional.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuscular,
ketidakmampuan mengelurkan secret
2. Pola napas tidak efektif b.d Gangguan neurologis (Trauma Kepala)
3. Ketidakfektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah ke
otak (Iskemia)
4. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik (trauma), peningkatan TIK
5. Resiko Infeksi
6. Resiko perdarahan
C. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

(NANDA) (NOC) (NIC)

Ketidakefektifan bersihan NOC:


jalan napas  Respiratory status :  Pastikan
Ventilation kebutuhan oral /
Nanda Hal: 406  Respiratory status : tracheal suctioning.
Domain : Airway patency  Berikan O2…
Kemanan/Perlindungan  Aspiration Control l/mnt, metode………
Kelas : 2 Cedera Fisik Setelah dilakukan tindakan  Anjurkan pasien
Kode : 00031 keperawatan selama untuk istirahat dan
Defenisi : …………..pasien menunjukkan napas dalam
Ketidak mampuan keefektifan jalan nafas  Posisikan pasien
membersihkan sekresi atau dibuktikan dengan kriteria untuk memaksimalkan
obstruksi dari saluran napas hasil : ventilasi
untuk memperthanakan  Mendemonstrasikan  Lakukan
bersihan jalan napas batuk efektif dan suara nafas fisioterapi dada jika
yang bersih, tidak ada perlu
Batasan Karakteristik : sianosis dan dyspneu  Keluarkan sekret
 Batuk yang tidak efektif (mampu mengeluarkan dengan batuk atau
 Dispneu sputum, bernafas dengan suction
 Gelisah mudah, tidak ada pursed lips)  Auskultasi suara
 Kesulitan verbalisasi  Menunjukkan jalan nafas, catat adanya
 Mata terbuka lebar nafas yang paten (klien tidak suara tambahan
 Ortopnea merasa tercekik, irama nafas,  Berikan
 Penurunan bunyi napas frekuensi pernafasan dalam bronkodilator :
 Perubahnan frekuensi rentang normal, tidak ada  Monitor status
napas suara nafas abnormal) hemodinamik
 Perubahan pola napas  Mampu  Berikan pelembab
 Sianosis mengidentifikasikan dan udara Kassa basah
mencegah faktor yang NaCl Lembab
 Sputum dalam jumlah
penyebab.  Berikan
yang berlebihan
 Saturasi O2 dalam antibiotik :
 Suara napas tambahan
batas normal  Atur intake untuk
 Tidak ada batuk
 Foto thorak dalam cairan mengoptimalkan
batas normal keseimbangan.
Faktor yang berhubungan
:  Monitor respirasi
Lingkungan : dan status O2
 Perokok  Pertahankan
 Perokok pasif hidrasi yang adekuat
 Terpajan asap untuk mengencerkan
sekret
Obstruksi Jalan napas  Jelaskan pada
 Adanya jalan napas pasien dan keluarga
buatan tentang penggunaan
 Benda asing dalam jalan peralatan : O2, Suction,
napas Inhalasi.
 Eksudat dalam alveoli
 Hyperplasia pada dinding
bronchus
 Mucus berlebihan
 Penyakit paru obstruksi
kronis
 sekresi yang tertahan
 spasme jalan napas

Fisiologi :
 Asma
 Disfungsi neuromuscular
 Infeksi
 Jalan napas alergik

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas


Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
(NANDA) (NOC)
(NIC)
Ketidakefektifan pola napas NOC: NIC:
- Respiratory status: Airway Management
Nanda Hal.243 ventilation 1. Buka jalan nafas,
Domain : Aktivitas/Istirahat - Respiratory status: airway gunakan teknik chin
Kelas : 4 Respons patency lift atau jaw thrust bila
kardiovaskuler/Pulmonal - Vital sign status perlu
Code : 00032 Kriteria Hasil: 2. Posisikan pasien untuk
1. Mendemonstrasikan batuk memaksimalkan
Definisi: inspirasi dan/ atau efektif dan suara nafas ventilasi
ekspirasi yang tidak member yang bersih , tidak ada 3. Identifikasi pasien
ventilasi sianosis dan dyspneu perlunya pemasangan
Batasan Karakteristik: (mampu mengeluarkan alat jalan nafas buatan
 Perubahan kedalaman sputum, mampu bernafas 4. Pasang mayo bila
pernapasan dengan mudah, tidak ada perlu
 Perubahan ekskursi dada pursed lips) 5. Lakukan fisoterapi
 Mengambil posisi tiga titik 2. Menunjukkan jalan nafas dada jika perlu
 Bradipneu yang paten 6. Keluarkan secret
 Penurunan tekanan ekspirasi 3. Tanda – tanda vital dalam dengan batuk atau
 Penurunan ventilasi semenit rentang normal suction
 Penurunan kapasitas vital 7. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
 Dispneu
tambahan
 Peningkatan diameter
8. Lakukan suction pada
anterior-posterior
mayo
 Pernapasan cuping hidung 9. Berikan bronkodilator
 Ortopneu bila perlu
 Fase ekspirasi memenjang 10. Berikan pelembab
 Pernapasan bibir udara kassa basah
 Takipneu NaCl lembab
 Penggunaan otot aksesorius 11. Atur intake untuk
untuk bernapas cairan
mengoptimalkan
Faktor yang berhubungan : keseimbanagn
 Gangguan neurologis 12. Monitor respirasi dan
(Trauma, kejang) status O2
 Nyeri Oxygen Therapy
 Cedera medulla spinalis 1. Bersihkan mulut,
 Disfungsi neuromuscular hidung dan secret
 Keltihan otot pernafasan trakea
2. Pertahankan jalan
nafas yang paten
3. Atur peralatan
oksigenasi
4. Monitol aliran oksigen
5. Pertahankan posisi
pasien
6. Observasi adanya
tanda – tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign monitoring


1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk atau berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktifitas
6. Monitor kualitas dari
nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, waran
dan kelmbaban kulit
11. Monitor sianosis
perifer
12. Monitor adanya
cushing triad
13. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Pola Napas


Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
(NANDA) (NOC)
(NIC)
Ketidakefektifan perfusis NOC : NIC :
jaringan otak  Circulation status  Monitor TTV
 Neurologic status  Monitor AGD,
Nanda Hal.252  Tissue Prefusion : cerebral ukuran pupil,
Domain : Setelah dilakukan asuhan ketajaman,
Aktivitas/Istirahat selama………ketidakefektifan kesimetrisan dan
Kelas : 4 Respons perfusi jaringan cerebral teratasi reaksi
kardiovaskuler/Pulmonal dengan kriteria hasil:  Monitor adanya
Code : 00201  Tekanan systole dan diplopia, pandangan
diastole dalam rentang yang kabur, nyeri kepala
Defenisi : diharapkan  Monitor level
Penurunan sirkulasi jaringan  Tidak ada kebingungan dan
otak yag dapat menganggu ortostatikhipertensi orientasi
kesehatan  Komunikasi jelas  Monitor tonus
 Menunjukkan otot pergerakan
Batasan Karakteristik : konsentrasi dan orientasi  Monitor tekanan
(Nanda 2014) intrkranial dan
 Pupil seimbang dan
 Gangguan status reaktif respon nerologis
mental  Catat perubahan
 Bebas dari aktivitas
 Perubahan perilaku kejang pasien dalam
 Perubahan respon  Tidak mengalami nyeri merespon stimulus
motorik kepala  Monitor status
 Perubahan reaksi cairan
pupil  Pertahankan
 Kesulitan menelan parameter
 Kelemahan atau hemodinamik
paralisis ekstrermitas  Tinggikan
 Abnormalitas bicara kepala 0-45o
tergantung pada
konsisi pasien dan
order medis

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

(NANDA) (NOC) (NIC)

Nyeri akut NOC : NIC :


 Pain Level,  Lakukan pengkajian
Nanda hal: 469  pain control, nyeri secara komprehensif
Domain 12 :  comfort level termasuk lokasi,
Kenyamanan Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi,
Kelas 1 : Kenyamanan keperawatan selama …. frekuensi, kualitas dan
fisik Pasien tidak mengalami faktor presipitasi
Code : 00132 nyeri, dengan kriteria hasil:  Observasi reaksi
 Mampu mengontrol nonverbal dari
Defenisi : nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
Pengalaman sensori dan nyeri, mampu  Bantu pasien dan
emosional tidak menggunakan tehnik keluarga untuk mencari dan
menyenangkan yang nonfarmakologi untuk menemukan dukungan
muncul akibat kerusakan mengurangi nyeri,  Kontrol lingkungan
jaringan actual atau mencari bantuan) yang dapat mempengaruhi
potensial atau yang  Melaporkan bahwa nyeri seperti suhu ruangan,
digambarkan sebagai nyeri berkurang dengan pencahayaan dan kebisingan
kerusakan, awitan yang menggunakan  Kurangi faktor
tiba-tiba atau lambat, dari manajemen nyeri presipitasi nyeri
intensitas ringan sampai  Mampu mengenali  Kaji tipe dan sumber
berat dengan akhir yang nyeri (skala, intensitas, nyeri untuk menentukan
dapat diantisipasi atau frekuensi dan tanda intervensi
diprediksi nyeri)  Ajarkan tentang teknik
 Menyatakan rasa non farmakologi: napas dala,
Batasan Karakteristik : nyaman setelah nyeri relaksasi, distraksi, kompres
berkurang hangat/ dingin
 Diaphoresis  Tanda vital dalam  Berikan analgetik
 Dilatasi pupil rentang normal untuk mengurangi nyeri:
 Ekspresi wajah nyeri  Tidak mengalami ……...
 Focus menyempit gangguan tidur  Tingkatkan istirahat
 Keluhan tentang  Berikan informasi
intensitas standar skala tentang nyeri seperti
nyeri penyebab nyeri, berapa lama
 Keluhan tentang nyeri akan berkurang dan
karakteristik nyeri antisipasi ketidaknyamanan
 Laporan tentang dari prosedur
perilaku nyeri  Monitor vital sign
 Perilaku distraksi sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
Faktor yang pertama kali
berhubungan :
 Agen cedera biologis
 Agen cedera fisik
 Agen cedera kimiawi
Tabel 2.5 Nyeri Akut
Tabel 2.6 Intervensi Risiko Perdarahan
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

(NANDA) (NOC) (NIC)

Risiko Perdarahan  TTV dalam batas  Mengawasi adanya


perubahan warna kulit
normal
Nanda hal: 408  Mengawasi adanya perbahan
Domain 11 :  Tidak ada tanda- kesadaran mengukur tanda –
Keamanan/perlindungan tanda vital
Kelas 2 : Cedera fisik tanda syok ( akral
 Memonitor perubahan turgor,
Code : 00206 dingin,TD dalam mukosa dan capillary refiil
batas normal, time
Defenisi :  Mengobservasi adanya tanda-
Rentan mengalami penurunan CRT<2detik) tanda edema paru : dispneu
volume darah, yang dapat dan ronkhi.
mengganggu kesehatan.  Mengkaji kekuatan nadi
prifer
Faktor risko :  Mengkaji tanda-tanda
dehidrasi
 Aneurisme  Memonitor intake-output
 Gangguan fungsi hati cairan setiap jam : pasang
 Gangguan GI kateter dll.
 Koagulopati inheren  Mengoservasi balance cairan
 Komplikasi kehamilan  Mengawasi adanya edema
 Riwayat jatuh perifer
 Sirkumsisi  Mengobservasi adanya urine
 Trauma output < 30 ml/jam dan
peningkatan BJ urine
 Meninggikan daerah yang
cedera jika tidak ada kontra
indikasi
 Memberikan cairan peroral
jika masih memungkinkan
hingga 2000-2500 cc/hr.
 Mengontrol perdarahan
dengan balut tekan
 Mengobservasi tanda-tanda
adanya sindrom konpartemen
( nyeri lokal daerah cederah,
pucat, penurunan tekanan
nadi, nyeri bertambah berat
saat digerakkan, pertubahan
sensori/baal dan kesemutan )
 Menyiapkan alat-alat untuk
pemasangan CVP jika di
perlukan
 Memonitor CVP jika di
perlukan
 Memonitor CVP dan
perubahan nilai elektrolit
tubuh
Kolaborasi
 Melakukan infus dengan
jarum yang besar 2 line
 Menyiapkan pemberian
transfusi darah jika
penyebabnya perdarahan,
koloid jika darah transpuse
susah didapat
 Pemberian atau maintenance
cairan IV
 Tindakan RJP
 kolaborasi pemberian obat-
obatan

Tabel 2.7 Intervensi Risiko Infeksi


Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

(NANDA) (NOC) (NIC)

Risiko Infeksi NOC : NIC :


 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Nanda hal: 405  Knowledge :  Batasi pengunjung bila perlu
Domain 11 : Infection control  Cuci tangan setiap sebelum dan
Keamanan/perlindungan  Risk control sesudah tindakan keperawatan
Kelas 1 : Infeksi Setelah dilakukan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai
Code : 00004 tindakan keperawatan alat pelindung
selama…… pasien tidak
Defenisi : mengalami infeksi dengan  Ganti letak IV perifer dan dressing
Rentan mengalami invasi dan kriteria hasil: sesuai dengan petunjuk umum
multiplikasi organism  Klien bebas dari  Gunakan kateter intermiten untuk
patogenik yang dapat tanda dan gejala menurunkan infeksi kandung kencing
mengganggu kesehatan infeksi  Tingkatkan intake nutrisi
 Menunjukkan  Berikan terapi
Faktor Risiko : kemampuan untuk antibiotik:.................................
mencegah timbulnya  Monitor tanda dan gejala infeksi
 Gangguan Integritas infeksi sistemik dan lokal
kulit  Jumlah leukosit  Pertahankan teknik isolasi k/p
 Penurunan kerja siliaris dalam batas normal  Inspeksi kulit dan membran mukosa
 Penyakit kronis  Menunjukkan terhadap kemerahan, panas, drainase
 Prosedur invasive perilaku hidup sehat  Monitor adanya luka
 Malnutrisi  Status imun,  Dorong masukan cairan
 Pecah ketuba dini gastrointestinal,  Dorong istirahat
 Imunosupresi genitourinaria dalam  Ajarkan pasien dan keluarga tanda
 Leukemia batas normal dan gejala infeksi
 Merokok  Kaji suhu badan pada pasien
 Stasis cairan tubuh neutropenia setiap 4 jam

D. Implementasi Keperawatan
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 1997).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan
baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
S : Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.
O : Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
A : Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
P : Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.

Anda mungkin juga menyukai