Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

“SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 6 BULAN DENGAN


BRONKOPNEUMONI BERAT”

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian Akhir


Kepaniteraan Klinik Madya SMF ANAK
Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura

Disusun oleh:
Ni Nyoman Sidiasih 2019086016423
Lina Ria Ukago 0100880036
Margareta Beatriks Saa 2019086016371

Pembimbing:
dr. Yunike Howay, Sp.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOK II JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Istilah pneumoni mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa


seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumoia hingga saat ini masih
tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak-anak dinegara berkembang.
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia
dibawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak didunia , lebih
kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian  besar
terjadi diafrika dan asia tenggara. Insiden pneumonia dinegara berkembang yaitu 30-
45% per 1000 anak dibaawah usia 5 tahun, 16-22% per 1000 anak pada usai 5-9 tahun,
dan 7-16% per 1000 anak pada anak yang lebih tua. Faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian. Di Indonesia,  pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberculosis. Menurut survei kesehatan
nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita Indonesia
disebabkan oleh penyakit system pernafasan, terutama pneumonia menduduki
peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. Angka
kematian pneumonia yang dirawat inap  berkisar antara 20-35%. Bronkopneumonia
merupakan radang dari saluran pernafasan yang terjadi pada  bronkus sampai dengan
alveolus paru. Bronkopneumoni lebih sering dijumpai  pada anak kecil dan bayi dan
biasanya sering disebabkan oleh bakteri streptokokus  pneumonia dan Hemofilus
influenza yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan data
WHO, kejadian pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20%
pertahun.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

1. ANAMNESIS
 Nama Lengkap : An. A.E
Tanggal lahir : 24 Agustus 2020
Umur : 6 Bulan 26 Hari
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Deplat Kiri
Masuk RS tanggal : 22-03-2021
Diagnosis Masuk : Obs. Dispneu e.c Bronchopneumonia Berat

A. Keluhan Utama
Sesak Napas dan Demam

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD DOK II Jayapura diantar oleh kedua orang
tuanya dengan keluhan sesak napas, terus menerus makin lama makin
memburuk, tidur (+) ketika batuk menjadi terbangun, Batuk (+) berdahak,
pilek (+) disertai dengan demam. Sebelumnya demam dan sesak sudah ± 3
hari SMRS, awalnya hangat lalu mulai naik, kemudian sempat dibawa ke
PKM Tanjung Ria dan diberikan obat penurun panas (paracetamol) dan
antibiotik, bibir biru (-), kaki tangan biru (-), Muntah (-), BAB/BAK baik,
MA/MI baik.

 Faktor Riwayat Perjalanan


Sehubungan dengan masa pandemi Covid-19 maka setiap pasien yang
berobat harus mengisi formulir skrining Covid-19.
NO PARAMETER SKO KETERANGAN PASIE
R N
A. Anamnesa
Riw. Close Contact/ Riw. Dari daerah 5
1.
endemis (luar) Nilai Salah satu
Riw. Keluar rumah tanpa masker >30 mnt 3 parameternya
2. 3
(kontak sosial)
3. Demam/riwayat demam 7 hari terakhir 3 Merasa Kedinginan 3
4. Batuk 2 2
5. Merasakan sesak 1 Usul foto thorax 1
6. Fatigue dan Myalgia 0,5 0.5
7. Headache/ Sputum Production / Nyeri 0,5 Cukuo salah satu 0.5

3
tenggorokan (sare throat)/ anarexis keluhan saja (score 0,5)
Mual muntah / diare / hemaptysia/ 0,5 Tetap kembali cari
8. sonjuctival congestion / nasal congestion/ keluhan no 2-4 ?
chest pain
9. Jenis Kelamin pria 0,5 -
Umur >40 tahun 1 Umur 1 – 5 thn (resiko
10. rendah) umur <1 th -
(resiko tinggi)
B. Pemeriksaan Fisik
1.
T (max) tertinggi selama perawatan >38⁰C 1 Observasi -
2.
Thorax = auskultasi ada rhonki Usul foto thorax -
C. Laboratorium (dilakukan pemeriksaan bila ada salah satu gejala atau riwayat close
contact)
1. WBC/ Neutrofil Normal – Rendah (Gejala 1 Skor bermakna bila
hari ke <5- 6 jumlah limfosit -
menurun
2. Limfosit turun (<10%) atau 2 Nilai salah satu -
3. Limfosit turun (<15%) 1 parameter saja -
4. NLR >3 atau 1 Nilai salah satunya -
5. NLR>3,5 0,5 (gejala heri ke >6) -
6. Trombosit agak menurun (100.000 – 1 Skor bermakna bila
200.000) jumlah limfosit -
menurun
D. Radiologis (tergantung yang tersedia)
1. Xray thorax abnormal (bilateral patchy 3 Bilateral patchy, perifer -
shadowing / local patchy shadowing / lebih spesifik
ground glass apacity) atau
2. CT Thorax (ground glass apacity/ GGO)/ 3 GGO “Lower lung -
bilateral patchy shadowing/ local patchy
shadowing
Keterangan: (Bila Fasilitas Rapid Tes dan PCR terbatas)
Skor > 10 : High Probability → Rawat isolasi, pemeriksaan PCR Covid -19
Skor 6-10 : Moderate Probability → Rapid Tes (bila limfosit <20%
Skor <6 :Low Probability → Observasi gejala sampai 7 hari

Pada kasus didapatkan skor 10 pasien masuk dalam kategori


Moderate Probability, sehingga harus dilakukan Rapid Tes.

 Riwayat Penyakit Dahulu:


Malaria (-), demam tifoid (-), TB paru (-), Riwayat Sesak Sebelumnya (-),
Riwayat Jantung Bawaan (-).

· Riwayat Penyakit Keluarga:


Di rumah tidak ada yang mengalami sakit seperti ini.

4
· Riwayat Pribadi
1. Riwayat Kehamilan dan persalinan
Ibu pasien mengaku tidak ada gangguan selama kehamilan. Ibu
melakukan ANC di posyandu lebih dari 4x. Pasien dilahirkan di rumah
sakit dibantu oleh bidan, lahir spontan pervaginam dan langsung
menangis, berat badan lahir 3000 gram.
2. Riwayat Nutrisi
Pasien mendapat ASI sampai usia 3 bulan. Selanjutnya pasien
mendapat PASI setelah berumur lebih dari 3 bulan. Pasien menyusu
sampai usia 3 bulan dikarenakan ASI Ibu sudah tidak keluar.
3. Perkembangan dan Kepandaian
Orang tua pasien menyatakan perkembangan anaknya baik dan
sesuai dengan anak yang seumuran dengan pasien. Pasien merangkak
usia 5 bulan, duduk usia 5 bulan, mengucapkan kata- kata usia 6 bulan.
4. Vaksinasi
Pasien selalu mendapat imunisasi sesuai jadwal.
a. Imunisasi dasar
 0 bulan : Hepatitis B0
 1 bulan : BCG, Polio 1
 2 bulan : DPT-HB-HiB (pentavalent 1) , polio 2
 3 bulan : DPT-HB-HiB (pentavalent 2) , polio 3
 4 bulan : DPT-HB-HiB (pentavalent 3) , OPV, IPV
b. Imunisasi ulangan :
Belum dilakukan
5. Sosial ekonomi dan lingkungan
Pasien berada di lingkungan yang padat dengan sanitasi yg kurang
baik, berada di sekeliling perokok (ayah dan kakek) pasien.

2. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : tampak lemah
 Kesadaran : Compos mentis

5
 Tanda - tanda vital : Nadi : 143 x/menit, Regular,
Frekuensi Napas : 78 x/menit
Suhu : 39,1 0C
SpO2 : 98 % O2 Masker Bayi 6 lpm
 Status antopometri
BB : 6 kg
TB : 47 cm

 Status Generalis
• Kepala : bentuk kepala normocephal, masa (-), edema (-),
deformitas (-)
• Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek
pupil direk (+/+) isokor
• Telinga : simetris, CAE tenang/tenang, Membran Timpani
intake, serumen -/-
• Hidung : deviasi -, PCH(+), CN tenang/tenang, secret -/-
• Mulut : bibir sianosis (-), perdarahan (-)
• Tenggorok : Uvula tenang, T1-T1 tdk hiperemis
• Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

• Thoraks
Inspeksi : normotorak, simetris, retraksi (+) subcostal, lesi (-)
Palpasi : ekspansi pernapasan simetris
Perkusi : sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Cor Bunyi Jantung 1- II reguler, Murmur (-),
Gallop (-), Pulmo Vesikular Breath Sound disemua
lapang paru, ronkhi basah halus (-/+), whezing (-/-)
 Abdomen
inspeksi : datar, supel, lesi (-)
auskultasi : Bising Usus (+) normal
perkusi : timpani di semua regio

6
palpasi : Umbilicus, hepatosplenomegali (-), ginjal tidak
teraba, tidak teraba massa.
 Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT < 3 detik, Edema (-/-)
Inferior : akral hangat, CRT < 3 detik, Edema (-/-)
 Kulit : petekie (-), lesi (-)

3. DIAGNOSIS BANDING
a. Asma
b. Bronkiolitis
c. Tb Paru

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Darah rutin
Hemoglobin 9,0 gr % (L)
Hematokrit 26,7 % (L)
Trombosit 357.000 10^3/uL
Leukosit 12.10 10^3/uL
Eritrosit 427 10^6/uL
Neutrofil 58,9 % (L)
Limfosit 31,7 %
Monosit 9,4% (H)
NLR (-)
GDS 90 mg/DL
Natrium Darah 131,60 mEq/L (L)
Kalium Darah 3,96 mEq/L
CL Daerah 110.30 mEq/L (H)

7
b. Radiologi

5. DIAGNOSIS KERJA
Brochopneumonia Berat

6. TERAPI
- IVFD D5% ¼ NS 500 cc/24 Jam
- Nebu Combivent 0,5 cc + NaCL 2,5 cc/6 Jam
- Inj. Ceftriaxone 2x250 mg (IV)
- Inj. Gentamisin 1x82 mg (IV)
- Inj Dexamethasone 2 x 1,5 mg (IV)
- Puasa
- Pro Swab TCM PCR
- Pro Rontgen Thorax

7. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam

8
- FOLLOWUP

HARI PERAWATAN KE-2 (23/03/2021)

S O A P

 Umur :  Demam  KU : tampak sakit Bronkoneumonia  IVFD D5% 500


6 (-) sedang Berat cc/24 jam
bulan  Sesak (+)  Kesadaran : kompos  Inj. Ceftriaxone
 BB : 6  Muntah mentis 2x250 mg (IV)
kg (-)  TTV: HR 144x/m, RR :  Inj.
 BBI :  Batuk (+) 78x/m, SB : 36,4 0C, Dexamethasone
10 kg berlendir SPO2 : 98% 2x1,5 mg
 Pilek (+)  Kepala/leher :  Inj. Amikasin 1x75
normocephal, CA (-/-), mg
SI (-/-), OC (-),  Combivent 0,5 cc
pem>>KGB (-), lidah + NaCL 2,5 cc/6
kotor (-) jam
 Thoraks : simetris ikut  Neopuff CPAP
gerak nafas, suara nafas PEEP 5-7 cmH2O
vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing-/-, BJ I-II
regular
 Abdomen : datar, supel,
NT(-), BU (+), Hepar
Lien tidak teraba
 Ekstremitas akreal
HKM, CRT < 3’, udema
-/-
HARI PERAWATAN KE-3 (24/03/2021)

S O A P

 Umur :  Demam  KU : tampak sakit Bronkopneumonia  IVFD D5% 400


6 (-) sedang Berat cc/24 jam (16
bulan  Sesak (+)  Kesadaran : kompos tetes/jam)
 BB :  Muntah mentis  Inj. Ceftriaxone
5,6 kg (-)  TTV: HR 92 x/m, RR : 2x250 mg (IV)
 BBI :  Batuk (+) 56x/m, SB : 36,3 C, 0
 Inj.
9,5 kg berlendir SPO2 : 99% Neopuff Dexamethasone
 Pilek (+) CPAP PEEP 5-7 2x1,5 mg
cmH2O  Inj. Amikasin 1x75

9
 Kepala/leher : mg
normocephal, CA (-/-),  Combivent 0,5 cc
SI (-/-), OC (-), +NaCL 2,5 cc/8
pem>>KGB (-), lidah jam
kotor (-)  Minum 8x20 cc
 Thoraks : simetris ikut
gerak nafas, suara nafas
vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing-/-, BJ I-II
regular
 Abdomen : datar, supel,
NT(-), BU (+), Hepar
Lien tidak teraba
 Ekstremitas akreal
HKM, CRT < 3’, udema
-/-
HARI PERAWATAN KE-4 (25/03/2021)

S O A P

 Umur :  Demam  KU : tampak sakit Bronkoneumonia  IVFD D5% 240


6 (-) sedang Berat cc/24 jam
bulan  Sesak (+)  Kesadaran : kompos  Inj. Ceftriaxone
 BB :  Muntah mentis 2x250 mg (IV)
5,6 kg (-)  TTV: HR 100 x/m, RR :  Inj.
 BBI :  Batuk (+) 48x/m, SB : 36,5 C, 0
Dexamethasone
9,5 kg berlendir SPO2 : 96% O2 Nasal 2 2x1,5 mg
 Pilek (-) lpm  Inj. Amikasin 1x75
 Kepala/leher : mg
normocephal, CA (-/-),  Combivent 0,5 cc
SI (-/-), OC (-), +NaCL 2,5 cc/8
pem>>KGB (-), lidah jam
kotor (-)  Minum 8x20 cc
 Thoraks : simetris ikut naik bertahap 25-
gerak nafas, suara nafas 30 cc
vesikuler +/+, rhonki -/-,  Pro pmasangan
wheezing-/-, BJ I-II NGT
regular  O2 nasal 0,5-1 lpm
 Abdomen : datar, supel,
NT(-), BU (+), Hepar

10
Lien tidak teraba
 Ekstremitas akreal
HKM, CRT < 3’, udema
-/-

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau
tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis  pneumonia
didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi, obat-obatan dan lain-
lain. Pneumonia yang disebabkan oleh  Mycobacterium tuberculosis  tidak termasuk.
Sedang keradangan paru yang disebabkan oleh  penyebab non infeksi (bahan kimia,
radiasi, obat-obatan dan lain- lain) lazimnya disebut pneumonitis. Bronkopneumonia
merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi  pada bronkus sampai
dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh eksudat yang
mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang
berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang biasanya menyertai  penyakit ISPA
(Infeksi Salurann Pernapasan Atas), demam infeksi spesifik dan penyakit yang
melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer biasanya hanya dijumpai pada
anak-anak dan orang tua. Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai berikut :
1. Usia kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat
- Chest indrawing  (subcostal retraction)
- Bila ada napas cepat (> 60 x/menit)  
b. Pneumonia sangat berat
- tidak bisa minum
- kejang
- kesadaran menurun
- hipertermi / hipotermi
- napas lambat / tidak teratur

12
2. Usia 2 bulan-5 tahun
a. Pneumonia
-  bila ada napas cepat  
b. Pneumonia Berat
- Chest indrawing 
-  Napas cepat dengan laju napas : 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan –  1
tahun, > 40 x/menit untuk anak > 1 –  5 tahun
c. Pneumonia sangat berat
- tidak dapat minum
- kejang
- kesadaran menurun
- Malnutrisi.

B. Etiologi
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan sampai
2 tahun. Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi
umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia
adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus,
Streptococcus group B serta kuman atipik Chlamydia  pneumoniae dan Mycoplasma
pneumoniae.

13
C. Patogenesis
Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi, aspirasi,
hematogen dr fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga terjadi infeksi dalam
alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan
dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk ke dalam
alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan
cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan  bakteri dari alveolus ke
alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus bahkan seluruh  paru menjadi padat
(consolidated) yang berarti bahwa paru terisi cairan dan sisasisa sel.
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan
bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan
memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel
pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel
pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan
multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus
pneumoniae  akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri
yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh
alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 –  12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan
jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan  peningkatan permeabilitas
kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan  jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka  perpindahan gas ini

14
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai  bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna  paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 –  8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap  padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 –  11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan
akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra
abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril.
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme  pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka
mikroorganisme dapat masuk, berkembang  biak dan menimbulkan penyakit.
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
 Filtrasi partikel di hidung
 Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
 Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk

15
 Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
 Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
  Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
 Drainase melalui sistem limfatik.

D. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab, usia pasien,
status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi klinis bisa sangat  berbeda,
bahkan pada neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan tanda pneumonia meliputi
gejala infeksi pada umumnya demam, menggigil, sefalgia, rewel, dan gelisah. Beberapa
pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare,
atau sakit perut.
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu
tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas cuping hidung
(neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas interkosta dan abdominal
mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi  pada neonatus
bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi
redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronkhi.
Frekuensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui  beratnya
penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana.
Pengukuran frekwensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Perkusi
thorak tidak bernilai diagnostik karena umumnya kelainan  patologisnya menyebar.
Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi  pleura.
WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :
- usia kurang dari 2 bulan : ≥ 60 kali per menit
- usia 2 bulan -1 tahun : ≥ 50 kali per menit
- usia 1 –  5 tahun : ≥ 40 kali per menit.
Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi  basah
halus khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada  bayi. Pada bayi
dan anak kecil karena kecilnya volume thorak biasanya suara nafas saling berbaur dan
sulit diidentifikasi.

16
E. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi
terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang
(pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang
sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi,
penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh
nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.

2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan
kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi
dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang
ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi,
sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non  produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai  panas,
batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis
hingga > 15.000/mm3   seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung
jenis. Lekosit > 30.000/mm3   dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia
streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial.
Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan
cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada
anakanak kecil.

17
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada
pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada
satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh
Staphylokokus  pneumonia.

Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak


infiltrat  pada paru kanan.

F. Diagnosis banding
a. Bronkiolitis  
b. Asma
c. Tb paru

G. Panatalaksanaan
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.
Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika
penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan
terutama dalam 24-48 jam.
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan mengandung
gula dan elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.

18
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana rutin
yang harus diberikan.
Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena
berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan
antibiotik secara empiris. Walaupun sebenarnya pneumonia viral tidak memerlukan
antibiotik, tapi pasien tetap diberi antibiotik karena kesulitan membedakan infeksi virus
dengan bakteri.

Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan
dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab  pneumonia adalah

19
S. Aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat
diberikan cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama  pengobatan untuk
stafilokokkus adalah 3-4 minggu.
I. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran  bakteremia
dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang
jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

J. Pencegahan
Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi/vaksinasi. saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk mencegah  pneumonia.
Setiap vaksin mencegah infeksi bakteri/virus tertentu sesuai jenis vaksinnya.  
Berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat mencegah  pneumonia :
1. vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus (Invasive
Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia adalah PCV-7 dan
PCV-10. PCV 13 belum tersedia di Indonesia
2. vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b
3. vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis
4. vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak
5. vaksin influenza untuk mencegah influenza

K. Prognosis
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak
kecil berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%.13
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang
terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

20
BAB IV
PEMBAHASAN

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai
infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium.
Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak
nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, sering sekali tanpa demam dan batuk. Anak
besar kadang mengeluh sakit kepala, nyeri abdomen disertai muntah. Manifestasi
klinis yang terjadi akan berbeda- beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada
neonatus sering dijumpai takipneu, reaksi dinding dada, grunting, dan sianosis.
Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat
adalah tapikneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel. Pada pra-sekolah, gejala
yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif/produktif), tapikneu, dan
dispneu yang ditandai reaksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan
remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif/produktif), nyeri dada, nyeri
kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya
napas cuping hidung.
Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Fine crackle (ronkhi
basah halus) yang khas pada anak besar, bisa juga ditemukan pada bayi. Gejala lain
pada anak besar adalah redup pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas
menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah yang terkena.
Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi,
anak berbaring kearah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa sakit dapat menjalar ke
leher, bahu dan perut.
Pada kasus ini didapatkan pemeriksaan fisik bermakna yang mengarah pada
pneumonia, yaitu adanya ronkhi basah halus yang terdengar saat auskultasi serta
adanya retraksi subcostal.
Pada pemeriksaan penunjang radiologi Foto rontgen thoraks proyeksi
posterior - anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat
bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Pada bayi dan anak yang

21
kecil gambaran radiologi sering kali tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak jarang
secara klinis tidak ditemukan apa – apa tetapi gambaran foto thoraks menunjukkan
pneumonia berat. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri
dari pneumonia virus. Gambaran pneumonia karena S. aureus dan bakteri lain
biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang
bertambah, dan tampak infiltrat halus sampai ke perifer. Staphylococcus pneumonia
juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle dan efusi pleural (empiema),
sedangkan Mycoplasma akan memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau
retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus.
Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/l dengan dominasi netrofil sering
didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non bakteri. Laju
Endap Darah (LED) dan C reaktif protein juga menunjukkan gambaran tidak khas.
Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema.
Pada kasus ini didapatkan adanya peningkatan corakan bronkovaskular serta
penyebaran infiltrate halus ke perifer pada foto x-ray thorax posisi PA. Hasil
laboratorium menunjukkan adanya peningkatan leukosit (12,10 x 103/uL), yang
mengarahkan pada infeksi pneumonia bakterial.
Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah : Pemberian oksigen
2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring, Pemberian cairan dan nutrisi yang
adekuat, Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi, Mengatasi penyakit
penyerta, Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana
rutin yang harus diberikan.
Tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena
berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan
antibiotik secara empiris. Walaupun sebenarnya pneumonia viral tidak memerlukan
antibiotik, tapi pasien tetap diberi antibiotik karena kesulitan membedakan infeksi
virus dengan bakteri
Pada kasus ini, tatalaksana awal diberikan terapi suportif yaitu pemberian oksigen
pada pasien dan juga pemberian cairan yang adekuat, serta terapi inhalasi dengan
nebulizer. Kemudian pada kasus ini diberikan antibiotic lini kedua, yaitu ceftriaxone
dengan dosis 2 x 250 mg i.v. Cefotriaxone merupakan antibiotic spektrum luas dari
golongan sefalosporin.

22
23
BAB V
KESIMPULAN

1. Pneumonia adalah infeksi pada kantung udara kecil pada paru-paru (alveoli) dan
jaringan di sekitarnya. Pneumonia adalah infeksi paru-paru biasa yang disebabkan
oleh bakteri, virus atau jamur.
2. Pneumonia dan gejalanya dapat bervariasi dari ringan sampai parah. Banyak
perawatan untuk pneumonia tersedia. Pengobatan tergantung pada penyebab
pneumonia Anda, seberapa parah gejala Anda, dan usia dan kesehatan secara
keseluruhan.
3. Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar anatomis kurang
relevan dibanding pembagian pneumonia berdasar etiologinya yaitu Bakteri gram
positif : Pneumococcus dan Staphylococcus aureus dan Bakteri gram negatif :
Haemophilus influenzae dan Klebsiella pneumonia.
4. Diagnosa ditegakkan dari manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang yang meliputi
laboratorium darah, pemeriksaan sputum, roentgenogram dada dan serologis.
5. Penatalaksanaan berdasar etiologi dari pneumonia lobaris dan uji kepekaan
terhadap antibiotika penting untuk dilakukan.
6. Tindakan vaksinasi pada beberapa kasus dapat dipertimbangkan pada kondisi-
kondisi tertentu.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Alberta Medical Association. 2001. Guideline for The Diagnosa and  Management of
Community Acquired Pneumonia Pediatric. http:/www.albertadoctor.org

2. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. 2019. Pedoman Diagnosis dan


Terapi. Surabaya.

3. Latief Abdul, Napitupulu Partogi,et al.,1985, Ilmu Kesehatan Anak 2,Infomedika,


Jakarta.

4. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga, Jilid 1; editor Arif Mansjoer dkk ; Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta 2014.

5. Guyton, Arthur C. MD. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III Cetakan
IV ; Alih Bahasa, Petrus Andrianto ; EGC Penerbit Buku Kedokteran : Jakarta 2009

6. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta 1999

7. Buku Digital Ilmu Kesehatan Anak. Klikdokter.com. dr. Abdul Rochman.

8. Current Pediatrics Diagnosis & Treatment, 18th Edition ; editor, William W. Hay, Jr.,
MD dkk ; The McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America, 2007.

9. Price, Sylvia A. Dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi VI.
Cetakan I ; Alih Bahasa, Pendit, dr. Brahm U dkk ; EGC Penerbit Buku Kedokteran :
Jakarta 2005.

10. http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp/q1980415144310

25

Anda mungkin juga menyukai