Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI RUANG IGD

RS BHAYANGKARA BANJARMASIN ( HIPERTENSI )

DOSEN PEMBIMBING : Tri Mawarni S.Kep.,Ns,.M.Kep

DISUSUN OLEH :

NAMA : Yogi Feby Pebria Bayu Pradana

NIM : 11409719075

TINGKAT : II B

SEMESTER : IV

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA


BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI RUANG IGD RS


BHAYANGKARA BANJARMASIN ( HIPERTENSI ), TELAH DI SETUJUI OLEH
PEMBIMBING AKADEMIK.

Banjarmasin, Mei 2021

Mengetahui

Mahasiswa

Yogi Feby Pebria Bayu Pradana


NIM : 11409719075

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Hj. Tri Mawarni, S.Kep.,Ns,.M.Kep Aditya maynanda S.Kep.,Ns


NIP : 197404032001122002 NIP : 1994050720190101
HIPERTENSI

I. KONSEP DASAR TEORI


A. PENGERTIAN
Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan
peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas normal yaitu lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO, 2013; Ferri,
2017). Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis
penyakit yang mematikan di dunia dan faktor risiko paling utama terjadinya
hipertensi yaitu faktor usia sehingga tidak heran penyakit hipertensi sering
dijumpai pada usia senja/ usia lanjut (Fauzi, 2014), sedangkan menurut Setiati
(2015), hipertensi merupakan tanda klinis ketidakseimbangan hemodinamik
suatu sistem kardiovaskular, di mana penyebab terjadinya disebabkan oleh
beberapa faktor/ multi faktor sehingga tidak bisa terdiagnosis dengan hanya
satu faktor tunggal (Setiati, 2015).

Klasifikasi Tekanan Tekanan Sistolik/Diastolik


Darah (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Pre-Hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89


Hipertensi Stadium I 159 atau 90 – 99
Hipertensi Stadium II > 160 atau > 100

Besarnya tekanan darah selalu dinyatakan dengan dua angka.


Angka yang pertama menyatakan tekanan sistolik, yaitu tekanan yang
dialami dinding pembuluh darah ketika darah mengalir saat jantung
memompa darah keluar dari jantung. Angka yang kedua di sebut diastolic
yaitu angka yang menunjukkan besarnya tekanan yang dialami dinding
pembuluh darah ketika darah mengalir masuk kembali ke dalam jantung.
Tekanan sistolik diukur ketika jantung berkontraksi, sedangkan
tekanan diastolic diukur ketika jantung mengendur (relaksasi). Kedua angka
ini sama pentingnya dalam mengindikasikan kesehatan kita, namun dalam
prakteknya, terutama buat orang yang sudah memasuki usia di atas 40
tahun, yang lebih riskan adalah jika angka diastoliknya tinggi yaitu diatas 90
mmHg.

B. ANATOMI DAN FISILOGI


Jantung adalah organ yang memompa darah melalui pembuluh darah
menuju ke seluruh jaringan tubuh. Sistem kardiovaskular terdiri dari darah,
jantung, dan pembuluh darah. Darah yang mencapai sel-sel tubuh dan
melakukan pertukaran zat dengan sel-sel tersebut harus di pompa secara
terus-menerus oleh jantung melalui pembuluh darah. Sisi kanan dari jantung,
memompa darah melewati paru-paru, memungkinkan darah untuk
melakukan pertukaran antara oksigen dan karbondioksida (Tortora, 2012).
Ukuran jantung relatif kecil, pada umumnya memiliki ukuran yang sama,
tetapi memiliki bentuk yang berbeda seperti kepalan tangan setiap orang.
Dengan panjang 12cm, lebar 9cm, tebal 6cm, dan berat 250 gr pada wanita
dewasa dan 300 gr pada pria dewasa (Tortora, 2012).

C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer (2013), berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi
terbagi atas dua bagian, yaitu :
a) Hipertensi Primer (Esensial)
Jenis hipertensi primer sering terjadi pada populasi dewasa antara
90% - 95%. Hipertensi primer, tidak memiliki penyebab klinis yang
dapat diidentifikasi, dan juga kemungkinan kondisi ini bersifat
multifaktor (Smeltzer, 2013; Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher,
2014). Hipertensi primer tidak bisa disembuhkan, akan tetapi bisa
dikontrol dengan terapi yang tepat. Dalam hal ini, faktor genetik
mungkin berperan penting untuk pengembangan hipertensi primer
dan bentuk tekanan darah tinggi yang cenderung berkembang secara
bertahap selama bertahun-tahun (Bell, Twiggs, & Olin, 2015).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan peningkatan tekanan darah
dan disertai penyebab yang spesifik, seperti penyempitan arteri
renalis, kehamilan, medikasi tertentu, dan penyebab lainnya.
Hipertensi sekunder juga bisa bersifat menjadi akut, yang
menandakan bahwa adanya perubahan pada curah jantung
(Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2017).

D. TANDA DAN GEJALA


1. Di antaranya, sakit kepala dan penglihatan yang kabur, kecemasan yang
berlebihan, serta kebingungan yang semakin parah. Selain itu, terjadinya
penurunan kesadaran, kejang, nyeri dada yang bertambah berat.
2. Gejala lainnya, sesak napas, mual dan muntah, pembengkakan atau
penumpukan cairan di jaringan tubuh, serta kelemahan anggota gerak
(lengan dan tungkai). Ia memaparkan, hipertensi dapat merusak organ
penting lainnya di dalam tubuh. 
.
E. PATOFISIOLOGI
Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian total resistensi/
tahanan perifer dengan curah jantung (cardiac output). Hasil Cardiac Output
didapatkan melalui perkalian antara stroke volume (volume darah yang dipompa dari
ventrikel jantung) dengan hearth rate (denyut jantung). Sistem otonom dan sirkulasi
hormonal berfungsi untuk mempertahankan pengaturan tahanan perifer. Hipertensi
merupakan suatu abnormalitas dari kedua faktor tersebut yang ditandai dengan
adanya peningkatan curah jantung dan resistensi perifer yang juga meningkat
(Kowalak, 2011; Ardiansyah, 2012).
Berbagai teori yang menjelaskan tentang terjadinya hipertensi, teoriteori
tersebut antara lain (Kowalak, 2011):
1. Perubahan yang terjadi pada bantalan dinding pembuluh darah arteri yang
mengakibatkan retensi perifer meningkat.
2. Terjadi peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan
berasal dalam pusat vasomotor, dapat mengakibatkan peningkatan retensi
perifer.
3. Bertambahnya volume darah yang disebabkan oleh disfungsi renal atau
hormonal.
4. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang
disebabkan oleh retensi vaskuler perifer.
5. Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk angiotensin II yang
menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.

F. MANIFESTASI KLINIS
Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi tidak memiliki
tanda/ gejala khusus. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati seperti terjadi pada
gejala ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak kemerahan,
tengkuk terasa pegal, cepat marah, telinga berdengung, sulit tidur, sesak napas,
rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah
di hidung) (Fauzi, 2014; Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2017).

G. PATHWAYS
Skema 2.1 Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi : usia, jenis kelamin, merokok,


stress, kurang olahraga, genetic, alkohol,
konsentrasi gram, obesitas
Aliran darah makin
Beban kerja cepat keseluruh tubuh
sedangkan nutrisi dalam
sel sudah mencukupi
kebutuhan
Kerusakan vaskuler HIPERTENSI Tekanan sistem darah
pembuluh darah
Perubahan Struktur Perubahan situasi
Krisis situasional

Penyumbatan pembuluh darah Informasi yang minim Defisiensi pengetahuan Ketidakefektifan koping
Ansietas

Resistensi pembuluh darah


otak
Vasokonstriksi Nyeri kepala

Suplai O2 ke otak Resiko ketidakefektifan perfusi


Gangguan sirkulasi Otak jaringan otak
Skema 2.1 Pathway Hipertensi
Sumber: Amin Huda (2016)
Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokontriksi pemb. darah Spasme arteriol


ginjal Sistemik Koroner

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Risiko cedera
VasokonstriksiIskemia miokard
Blood flow darah
1. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
Penurunan curah jantung
Nyeri
Respon RAA terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
Afterload

seperti: hipokoagulabilitas,
Kelebihan volume cairan
anemia. Fatigue
Merangsang aldosteron
2. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal. Intoleransi aktivitas
Edema
Retensi Na
3. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
6. Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek
kardiovaskuler )
7. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
8. Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
9. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.
10. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
11. Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
12. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel
kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana
luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
13. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.

PROGNOSIS
Prognosis dari krisis hipertensi dinilai berdasarkan klasifikasinya apakah
termasuk urgensi ataukah emergensi. Beberapa studi menjelaskan bahwa
pemeriksaan yang tidak tepat pada ruang gawat darurat dalam penanganan
krisis hipertensi sering ditemukan. Pemeriksaan funduskopi biasanya jarang
dikerjakan demikian pula dengan pemeriksaan biokimia dari serum pasien
yang biasanya membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar.
PENATALAKSANAAN
Terapi tanpa obat
 Mengendalikan berat badan
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk
menurunkan berat badannya sampai batas normal.

 Pembatasan asupan garam (sodium/Na)


mengurangi pamakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6
gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup).

 Berhenti merokok
Penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok
diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.

 Mengurangi atau berhenti minum minuman beralkohol.


 Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.

 Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat.


Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.

 Teknik-teknik mengurangi stress


Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respon stress saraf simpatis.

 Manfaatkan pikiran
Kita memiliki kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih besar dari yang kita
duga. dengan berlatih organ-organ tubuh yang selama ini bekerja secara
otomatis seperti; suhu badan, detak jantung, dan tekanan darah, dapat kita
atur gerakannya.

Terapi dengan obat


 Penghambat saraf simpatis
Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf simpatis sehingga
mencegah naiknya tekanan darah, contohnya: Metildopa 250 mg (medopa,
dopamet), klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan reserprin 0,1 &0,25 mg
(serpasil, Resapin).

 Beta Bloker
Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung sehingga pada gilirannya
menurunkan tekanan darah. Contoh: propanolol 10 mg (inderal, farmadral),
atenolol 50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau bisoprolol 2,5 & 5 mg
(concor).
 Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot pembuluh
darah.
 Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor
Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5, 25,
50 mg (capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg (tenase).
 Calsium Antagonis
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 & 10
mg (adalat, codalat, farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg (herbesser,
farmabes).
 Antagonis Reseptor Angiotensin II
Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Contoh :
valsartan (diovan).
 Diuretic
Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin)
sehingga volume cairan tubuh berkurang, sehingga mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. (2017). Kasus Hipertensi di Indonesia terus Meningkat.


health.detik.com/read/2017/05/17/122206/3503396/763/kemenkes-
sebutkasus-hipertensi-di-indonesia-terus-meningkat. diakes pada tanggal 14
Febuari 2018.

2. Black, hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: manajemen klinis untuk


hasil yang diharapkan. Jakarta:EGC.

3. Depkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar : prevalensi penyakit hipertensi.


http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%20 2013.pdf diakses pada tanggal 14 Febuari 2018.

4. Kowalak, Jenifer P. (2011). Buku ajar patofisiologi. Jakarta:EGC.

5. Nurarif, Amin Huda, Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid
II.Jogjakarta:MediAction.

6. Setiati, Siti., Dkk. (2015). Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam Edisi keenam Jilid
II.Jakarta: InternaPublishing.

7. Smeltzer . (2013). Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta:EGC.


Bell, K., Twiggs, J., & Olin, R. B. (2015). Hypertension : The Silent Killer :
Updated JNC 8 Guideline Recommendations. Alabama Pharmcay
Association , 2.

8. Ignatavicius, Workman, & Rebar. 2017. Medical Surgical Nursing: Concepts


For Interprofessional Collaborative Care (9 th ed.). St. Louis : Elsevier, Inc.

Anda mungkin juga menyukai