Anda di halaman 1dari 7

HIKMAH IBADAH PUASA

oleh Abu Fasih pada 23 Juli 2012 pukul 8:56 ·

Setiap ibadah yang disyariatkan dalam Islam pasti memiliki hikmah; ada yang sudah
diketahui dan ada hikmah yang masih tersembunyi. Ada yang sudah jelas bagi manusia dan
ada yang masih menjadi rahasia. Pengetahuan akan hikmah ini menjadi penting karena
dengannya seseorang akan lebih termotivasi dalam menjalankan amal tersebut serta semakin
kuat keyakinan karena telah mendapatkan legitimasi akal.

Tetapi yang perlu digarisbawahi adalah bahwa hikmah bukanlah penentu atau kunci dalam
menjalankan amal. Dan inilah yang membedakan antara orang-orang liberal dengan orang-
orang beriman yang sesungguhnya, mukminuuna haqqa. Bagi orang liberal yang secara
ekstrim menempatkan akal melebihi nash syar’i, ibadah tidak dijalankan sampai diketahui
hikmahnya. Sementara bagi orang beriman, selama ada dalil yang memerintahkan, amal akan
dikerjakan; sudah diketahui hikmahnya maupun belum. Hikmah bisa dipikirkan/dicari tanpa
meninggalkan amal: kalau nantinya hikmah itu terungkap, alhamdulillah, ia bisa menguatkan
kontinuitas amal; kalau pun ternyata sampai akhir usia tidak juga diketahui hikmah, itu tidak
berarti memutuskan amal yang telah jelas dalilnya.

Sesungguhnya, Allah tidak membutuhkan apapun dari hamba-Nya. Bahkan sebaliknya,


manusialah yang sangat membutuhkan Allah SWT. Demikian pula dalam amal/ibadah, Allah
tidak memerlukan ibadah manusia. Andaikata seluruh manusia beribadah kepada Allah atau
tidak ada satupun yang beribadah, Allah tetaplah Rabbul ‘alamin, Tuhan semesta alam yang
kekuasaan-Nya tidak akan berkurang. Maka, hikmah ibadah yang dilakukan manusia juga
akan kembali kepada manusia.

Puasa merupakan ibadah istimewa yang karenanya Allah berfiman dalam hadits qudsi :

Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya (HR. Bukhari dan Muslim)

 Puasa –khususnya puasa Ramadhan- memiliki sejumlah hikmah dan maslahat bagi manusia.
Secara umum, hikmah puasa bisa bisa diklasifikasikan menjadi tiga; hikmah ruhiyah, hikmah
medis, dan hikmah sosial.

Hikmah Ruhiyah

Puasa merupakan ibadah yang langsung menyentuh dimensi ruhani. Porsinya bahkan lebih
besar dari pada ibadah-ibadah lainnya. Jika zakat memiliki dimensi harta yang besar; dalam
shalat masih terdapat dimensi gerak; dan haji memiliki dimensi gerak serta harta yang juga
besar, puasa lebih concern pada dimensi ruhani. Karenanya ada banyak hikmah ruhiyah
dalam ibadah puasa ini, diantaranya adalah:

 1. Puasa mensucikan jiwa manusia

Dengan menjalankan ibadah puasa, manusia telah memilih untuk menahan diri dari hal-hal
yang sebenarnya halal untuknya. Sejak terbit fajar sampai dengan terbenamnya matahari
manusia menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh. Kalau ia mau ia bisa saja
melakukannya. Toh tidak ada yang mengetahuinya. Saat berada di rumah yang tertutup, di
dalam kamar yang terkunci, tidak ada orang lain yang mengetahui jika ia makan atau minum.
Tetapi ia tidak melakukannya karena Allah SWT.
…dia tidak makan, tidak minum, dan tidak berhubungan dengan istrinya karena-Ku. Puasa
itu untuk-Ku dan Aku yang akan memberinya pahala (HR Bukhari dan Muslim)

 Di sinilah hikmah puasa; melatih seseorang untuk menahan nafsu syahwatnya yang
merupakan bagian inheren dari kotoran jiwa. Puasa dapat membersihkannya karena pada
puasa ada paksaan untuk mengerem berbagai hasrat yang dicenderungi oleh manusia. Padahal
seringkali penyakit hati dan kotoran jiwa justru muncul ketika seseorang tanpa kendali
menuruti semua keinginannya.

2. Puasa mengangkat unsur ruhani di atas unsur materi pada diri manusia

Manusia diciptakan Allah SWT dari unsur materi dan unsur non materi; tanah dan ruh. Saat
manusia menuruti unsur tanah yang cenderung pada dunia maka kedudukannya akan turun
bahkan melebihi binatang.

Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (QS. At-Tin : 5)

Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-
orang yang lalai. (QS. Al-A’raf : 179)

 Sebaliknya, ketika manusia mengikuti unsur ruh yang cenderung pada akhirat dan mencintai
hal-hal bernuansa langit, maka kedudukannya akan melambung tinggi ke derajat malaikat.

 Pada saat berpuasa, di siang hari yang sangat panas unsur tanah dalam diri manusia
mengajak untuk minum. Tetapi ia lebih memilih untuk memenangkan unsur ruhani untuk
tetap berpuasa. Demikian juga saat perut lapar dan ada ajakan kuat unsur tanah untuk makan.
Ia memenangkan unsur ruhani untuk tetap menahan rasa lapar sampai tiba saat berbuka.
Lebih dari itu, ia juga memenangkan unsur ruhani pada lisan, pendengaran, dan pikiran
dengan mengajaknya berpuasa pula.

 Kemenangan ruhani inilah yang akan membawa kebahagiaan sejati bagi manusia di hadapan
Rabb-nya kelak.

Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan; ketika berbuka dia berbahagia dengan
bukanya dan ketika bertemu Tuhannya dia berbahagia dengan puasanya. (Muttafaq ‘Alaih)

 3. Puasa melatih kesabaran

Inti dari kesabaran adalah menahan diri. Menahan diri dari dorongan untuk segera memiliki
atau melakukan sesuatu yang negatif. Puasa membiasakan kesabaran, karena pada puasa kita
menahan diri untuk tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok manusia sehari-
hari yaitu makan dan minum. Menahan dari dari kebiasaan yang tidak boleh dilakukan saat
puasa seperti minum kopi atau teh di pagi hari, ngemil di siang hari, dan sebagainya.

 Kesabaran ini pada akhirnya juga mengikis kedengkian. Sebuah refleksi ketidaksabaran atas
apa yang ada pada diri kita dibandingkan dengan apa yang ada pada orang lain.

 Nabi SAW bersabda,


Puasa bulan kesabaran dan tiga hari di setiap bulan dapat melenyapkan kedengkian dalam
dada. (HR. Thabrani, Baghawi, dan Bazzar) 

4. Puasa menekan gejolak seksual

Gejolak seksual merupakan salah satu senjata syetan yang paling ampuh dalam
menjerumuskan manusia. Tidak hanya bagi pemuda yang belum menikah tetapi juga pada
orang yang sudah berkeluarga. Itulah mengapa berita selingkuh terlalu sering diberitakan oleh
media massa.

Puasa berpengaruh menekan gejolak seksual ini. Karena itu, Rasulullah SAW memerintahkan
para pemuda yang belum mampu menikah untuk berpuasa.

Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian telah mampu maka nikahlah. Sesungguhnya
ia lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedangkan barangsiapa
yang tidak mampu maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu benteng baginya. (HR.
Bukhari dan Muslim)

5. Puasa mempersiapkan manusia menjadi orang-orang yang bertaqwa

Ibnu Qudamah menjelaskan dua hal kelebihan puasa dalam kitab Mukhtashar Minhajul
Qashidin. Pertama, puasa termasuk amal yang tersembunyi dan amal batin yang tidak bisa
dilihat orang lain, sehingga tidak mudah disusupi riya’. Kedua, cara untuk menundukkan
musuh Allah. Karena sarana yang dipergunakan musuh adalah syahwat. Syahwat bisa
menjadi kuat karena makanan dan minuman. Selagi lahan syahwat tetap subur, maka syetan
bisa bebas berkeliaran di tempat gembalaan yang subur itu. Tapi jika syahwat ditinggalkan,
maka jalan ke sana juga sempit.

Ketika seseorang ikhlas dalam menjalankan perintah Allah dan mampu meninggalkan
larangan-Nya dengan kemampuan mengendalikan syahwatnya, maka pada saat itulah ia bisa
mencapai derajat taqwa.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah : 183)

Hikmah Medis

Kaum muslimin rahimakumullah,

Betapa banyaknya penyakit medis yang berawal dari pola makan yang tidak sehat. Dan
betapa banyak penyakit yang berawal dari masalah pencernaan.

Selain memiliki hikmah ruhiyah yang tinggi, puasa juga memiliki hikmah medis yang telah
terbukti melalui berbagai penelitian. Diantara hikmah itu adalah apa yang ditulis Said Hawa
dalam Al-Islam, antara lain:

1. Puasa memberi kesempatan beristirahat bagi alat pencernaan setiap hari. Dengan
peristirahatan yang teratur ini maka alat pencernaan menjadi lebih sehat. Dan sudah menjadi
hal yang lazim bahwa puasa dipakai untuk mengobati beberapa pasien dan ketika akan
melakukan operasi besar.
2. Telah terbukti kebenarannya secara ilmiah bahwa memperbanyak makan bisa
menimbulkan penyakit yang munculnya berkaitan erat dengan kebiasaan banyak makan,
seperti penyakit rematik, penyakit liver, tekanan darah tinggi, dan kencing manis. Oleh
karena itu, tidak diragukan lagi bahwa puasa akan bisa memberikan kesempatan istirahat bagi
tubuh setiap tahunnya dalam waktu tertentu, yaitu seperdua belas dari umur si pasien. Oleh
karena itu, penyebaran jenis-jenis penyakit seperti ini di daerah-daerah yang penduduknya
terbiasa menjalankan puasa sangat rendah.

Hikmah Sosial

Ayyuhal hadirun hafidhakumullah,

Hikmah lainnya dari puasa adalah hikmah sosial. Dengan puasa seorang muslim dilatih oleh
Allah SWT untuk merasakan lapar. Rasa lapar ini diperlukan oleh orang-orang yang
kesehariannya berkecukupan palagi kaya yang mungkin tidak pernah merasakan rasa lapar
semacam ini. Dengan merasakan lapar diharapkan orang yang kaya bisa membayangkan
bahwa seperti inilah keadaan kaum dhuafa’; lapar, bahkan berhari-hari dan tidak
mendapatkan kepastian berbuka dengan makanan bergizi. Maka, tahapan berikutnya adalah
timbulnya empati kepada kaum dhuafa’ ini sehingga tergeraklah orang-orang kaya untuk
menyantuni mereka.

Hikmah sosial lainnya adalah puasa yang telah melatih kejujuran pribadi merupakan training
bersama kepada seluruh komponen masyarakat untuk hidup jujur. Dengan kejujuran ini maka
kehidupan sosial akan berjalan lebih harmonis, korupsi menurun, dan pemenuhan
tanggungjawab semua elemen bangsa meningkat sehingga umat Islam mengalami kemajuan
yang signifikan.
Ketika bulan ramadhan seperti ini kita selalu berpikir apa hikmah yang kita dapat setelah
berjuang puasa seharian. berikut adalah 10 hikmah puasa ramadhan :

1. Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita dilatih
disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu menahan
kita sholat, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur'an kita
lakukan sesuai waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan
sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.
2. Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di
bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah,
dan amal-amal sunat. Artinya kita menahan diri atas satu pekerjaan yang monoton dan lalai
beribadah kepadaNya. Orang yang lalai atas mengingat Allah, selalu asyik dengan
pekerjaannya, sehingga waktu istirahat siang, sholat, dan makan sering terabaikan. Atau
waktu yang seharusnya dipakai untuk beribadah kepada Allah dipakai untuk makan siang
bersama kekasih. Sholat? tinggal. Di bulan Ramadhan kita diajarka hidup seimbang, antara
pekerjaan, dan Ibadah. Pekerjaan untuk kepentingan dunia dan Ibadah untuk kepentingan
Akhirat.
3. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti
persaudaraan, dan silaturahmi. Di keluarga orang yang tidak mengerti akan arti persaudaraan.
Persaudaraan di keluarga tidak begitu akrab, adik beradik bertengkar, Ibu dan Ayah kadang
saling tidak memperhatikan. Persaudaraan dari Gang Jalanan, banyak juga perkelahiannya.
Persaudaraan atas satu kelompok, satu bangsa, satu tanah air, hanya selogan dan nama,
kurang sekali mendapat makna. Dalam Islam ada persaudaraan sesama muslim, akan tampak
jelas jika berada dibulan Ramadhan, Orang memberikan tajil perbukaan puasa gratis. Sholat
bersama di masjid, memberi ilmu islam dan banyak ilmu Islam di setiap ceramah dan diskusi
keagamaan yang dilaksanakan di Masjid. Semuanya didapat gratis tanpa bayaran. Sesama
muslim saling bersalaman, bercengkrama saling menanyakan kabar. Sama-sama sholat
tarawih tadarus dengan saling mengajarkan Qur'an, dan banyak makanan sedekah di Masjid.
Ya tentunya Gratis. Persaudaraan sesama muslim sebenarnya punya pelajaran dan bab
khusus, ada ayat qur'an tentang persaudaraan, ada banyak hadits nabi, tetapi jarang
diperhatikan orang betapa pentingnya arti persaudaraan itu. Tetapi dibulan Ramadha ia akan
tampak dengan sendirinya.
4. Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah. Di bulan
Ramadhan kita puasa, merasaka lapar dan dahaga, mengingatkan kita betapa sedihnya nasib
orang yang tidak berpunya, orang terlantar, anak yatim yang tiada orang tuanya, fakir miskin
yang hidup di tempat yang tidak layak. Apakah kita tidak merasa prihatin? Sehingga kita
peduli untuk membantu saudara-saudara kita yang kelaparan. Baik karena kondisi ekonomi,
atau disebabkan bencana Alam. Allah menyindir orang yang tidak peduli pada nasib orang
lain yang miskin sebagai pendusta Agama. Juga Allah mengataka orang yang tidak peduli
dengan nasib fakir miskin dan anak yatim sebagai orang yang tidak mempergunakan potensi
pancaindranya untuk melihat keadaan sekelilingnya. Orang yang tidak peduli dengan orang
lain juga disebut sebagai orang yang salah menilai atau memandang kehidupan.
5. Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan. Di
bulan puasa kita diharuskan sungguh-sungguh dalam beribadah, menetapkan niat yang juga
berisi tujuan kenapa dilakukannya puasa. Tuajuan puasa adalah untuk melatih diri kita agar
dapat menghindari dosa-dosa di hari yang lain di luar bulan Ramadhan. Kalau tujuan tercapai
maka puasa berhasil. Tapi jika tujuannya gagal maka puasa tidak ada arti apa-apa. Jadi kita
terbiasa berorientasi kepada tujuan dalam melakukan segala macam amal ibadah.
6. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah.
Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada
manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai
tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita
terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
7. Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan,
terutama yang mengandung dosa. Dibulan Ramadhan kita berpuasa. Kita menahan Lapar dan
dahaga. Bukan itu saja. Tetapi juga menahan segala yang dapat membatalkan puasa, juga
segala yang dapat merusak puasa. Terutama hal-hal yang dapat menimbulkan dosa. Sehingga
di dalam bulan Ramadhan kita dapat terbiasa dan terlatih untuk menghindari dosa-dosa kita
agar kita senantiasa bersih dari perbuatan yang dapat menimbulkan dosa. Latihan ini
menimbulkan kemajuan positif bagi kita jika diluar bulan Ramadhan kita juga dapat
menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa seperti bergunjing, berkata kotor,
berbohong, memandang yang dapat menimbulkan dosa, dan lain sebagainya.
8. Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan.
Dalam Puasa di bulan Ramadhan kita dibiasakan menahan yang tidak baik dilakukan.
Misalnya marah-marah, berburuk sangka, dan dianjurkan sifat Sabar atas segala perbuatan
orang lain kepada kita. Misalkan ada orang yang menggunjingkan kita, atau mungkin
meruncing pada Fitnah, tetapi kita tetap Sabar karena kita dalam keadaan Puasa. Dengan
Sabar hasutan Syeitan untuk memperuncing konflik menjadi gagal. Kitalah pemenangnya
dari godaan Syeitan tersebut. Masalah orang menggunjing, memfitnah, biarlah itu jadi dosa-
dosanya, janganlah kita ikut berdosa dengan dosa orang lain.
9. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana. Setiap hari
kita membeli kue dan minuman untuk berbuka puasa. Dari sekian banya kue dan minuman
yang kita beli. Hanya minuman segelas teh buatan kita sendiri yang diminum. Yang lain
banyak tertinggal dan sebagian terbuang keesokan harinya. Hal ini menyadarkan kita, bahwa
apa yang kita beli banyak-banyak sebelum berbuka, hanyalah hawa nafsu saja. Kebutuhan
kita hanyalah segelas teh manis! Mengapa kita harus membeli banyak-banyak minuman dan
kue-kue yang akhirnya tidak kita makan? Hal ini menyadarkan kita betapa kita harus hemat,
membeli sekedar yang dibutuhkan. Kelebihan uang yang kita punyai mungkin dapat kita
sedekahkan bagi yang lebih membutuhkan.
10. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-
nikmat yang diberikan pada kita. Rasa syukur kita akan adanya nikmat makanan yang telah
kita punyai terasa ketika kita puasa. Kita merasakan lapar, tetapi kita masih mempunyai
makanan. Bagaimana dengan orang yang merasakan lapar tetapi bukan karena ia juga puasa,
tetapi karena memang tidak punya makanan? Kita sakit, kita dapat makan obat ketika buka,
tetapi bagaimana dengan orang yang tidak punya obat, ketika ia sakit? Kita enak, ketika kita
puasa merasa lapar dan haus, kita lengahkan dengan menonton televisi atau hal-hal lain
seperti internet. Bagaimana dengan orang ketika ia lapa dan haus mereka lengahkan lapar dan
hausnya dengan bekerja memenuhi tuntutan majikannya? Bukan karena memang tidak punya
televisi atau internet, tetapi karena tuntutan hidup, yang mengharuskan ia bekerja untuk
makan hari ini dan hari ketika ia tidak bekerja. Tidakkah harusnya kita bersyukur terhadap
nikmat yang telah diberikan pada kita?

Anda mungkin juga menyukai